Yuna terdiam sesaat ketika mendengar suara itu, lalu dia mulai mencari dan segera dia menemukan dari mana sumber suara itu, yakni di belakang sebuah layar besar! Di sekitar hanya ada beberapa kursi dan tepat di depan adalah layar besar.“Kamu pasti bangga, ‘kan? Merasa mampu mengendalikan orang lain dalam genggamanmu dan mempermainkan mereka,” ucap Yuna seraya menatap ke depan. Sejujurnya Yuna juga tidak yakin apakah di balik layar besar itu sungguh orang yang selama ini dia cari-cari, tetapi berhubung dia sudah sampai di sini, tidak ada salahnya mengobrol sebentar.“Nggak, sebenarnya aku nggak bermaksud begitu. Sebelumnya aku mau minta maaf karena kita ketemu dengan cara ini, tapi sebenarnya aku sangat menyukaimu.”“Oh, kamu suka dengan bakatku, kemampaunku, atau tubuhku?”Orang itu terdiam sebentar seakan sedang berpikir, lalu tak lama kemudian dia menjawab, “Semuanya!”“Aku jadi merasa terhormat! Jadi kamu mau nunggu sampai aku pulih sepenuhnya baru dipakai, begitu?” tanya Yuna sera
Di balik layar besar itu hanya ada sebuah speaker, dan suara yang tadi Yuna dengar itu adalah suara yang keluar dari speaker tersebut. Organisasi ini sungguh cerdik, bahkan di wilayah kekuasaan mereka sendiri pun mereka tetap tidak lengah dengan menampakkan wajah asli mereka kepada orang lain. Namun entah mereka muncul secara langsung atau tidak, itu sudah tidak penting lagi, karena Yuna yakin orang yang tadi berbicara dengannya adalah orang itu!Saat Yuna baru saja mau mengambil speaker tersebut untuk dia cek, tiba-tiba speaker itu kembali mengeluarkan suara yang kali ini lebih tajam daripada yang tadi, “Tadi kamu bilang apa? Eksperimen berbahaya?”Akibat suaranya yang terlalu besar secara tiba-tiba membuat Yuna kaget dan speaker itu nyaris saja terjatuh dari tangannya. Yuna pun menaruh speaker itu di bangku dan berkata, “Kalau kamu mau tahu, kita langsung mengobrol tatap muka saja. Sudah sampai sejauh ini untuk apa kamu terus pura-pura nggak tahu.”“Aku … masih belum bisa ketemu lang
Panggilan itu terdengar bagai sambaran petir baginya. Di sisi Yuna, dia dapat mendengar suara seperti logam yang berbenturan, lalu diikuti dengan suara tarikan napas lirih. Namun setelahnya tidak ada suara apa-apa ataupun tanda-tanda pergerakan lagi yang bisa didengar. Tidak ada juga orang yang membawa Yuna keluar, seakan Yuna dilupakan di sana.Yuna merasa bosan hanya duduk diam saja, jadi dia bangkit dan berjalan mengitari ruangan itu. Saat sudah kelima kalinya memutar, Yuna mendengar suara kecil yang berasal dari dalam seperti pintu yang terbuka. Spontan Yuna langsung menoleh ke pintu masuk, tetapi tidak ada apa-apa di sana. Berarti jelas di dalam ruangan ini masih ada pintu lain lagi yang tidak terlihat.Setelah itu terdengar lagi suara roda yang bergesekan dengan lantai. Yuna melirik ke kursi roda yang tadidia naiki, tetapi kursi roda itu masih tetap di tempatnya semula. Dia lalu mengalihkan pandangannya ke belakang layar, di mana dia mendapati ada kursi roda lain yang perlahan mu
“Yuna, aku minta maaf. Aku mengaku aku memang sudah berlaku nggak adil terhadapmu. Tapi apa kamu percaya dengan yang namanya takdir?” tanya sang Ratu dengan suara yang lirih dan lembut.“Kenapa? Memangnya negara kalian juga percaya hal semacam itu?“Ya, aku percaya!” jawab Ratu mengangguk. “Waktu masih muda aku nggak percaya, tapi sekarang aku percaya! Tubuhku makin melemah. Mungkin kamu nggak akan percaya dengan kata-kataku ini, tapi aku nggak takut mati. Masalahnya masih banyak hal yang masih harus kuselesaikan. Rakyatku masih membutuhkan aku. Yuna, aku belum boleh mati. Di dunia ini ada begitu banyak orang, tapi kamu adalah yang paling pantas. Bahkan golongan darahmu juga sama denganku. Apa lagi namanya kalau bukan takdir yang menyatukan kita? Ini sudah diatur oleh Tuhan, karena itu aku minta maaf, aku benar-benar nggak ada cara lain lagi.”Yuna tertawa mendengar ceramah sang Ratu yang terdengar begitu mulia dan tulis, tetapi aksi nyatanya justru berbalik 180 derajat. Dia berbalik d
Yuna tersenyum menatap mereka, dan berkata “Sudahlah, aku cuma asal ngomong saja. Ngomong hal-hal yang bagus kayak begitu memang gampang, tapi giliran harus menjalankan ternyata nggak segampang itu. Lagi pula tadi kalian bilang sendiri golongan darah harus cocok. Golongan darah kamu belum tentu cocok. Dilihat dari berbagai faktor, mungkin memang aku pilihan yang paling tepat.”“Iya, memang begitu!” sahut Fred. “Golongan darahku nggak cocok dengan Yang Mulia, atau aku pasti sudah menawarkan diri. Yuna, jangan coba-coba menguji hubunganku dengan Yang Mulia, kesetiaanku nggak ada duanya!”“Iya, iya. Aku akui kamu memang yang paling setia, bahan sampai penelitian dan laboratorium sebesar itu juga kamu buat cuma dalam semalam.”Yuna berkata dengan santai seraya memperhatikan perubahan raut wajah sang Ratu. Dia melihat meski Ratu tidak bersuara, keningnya mengerut kencang dan rona wajahnya juga makin lama makin memuram.“Semuanya kamu lakukan demi nyawa ratu kamu yang agung. Demi dia dan ju
“Oh, iya, itu dia orangnya!” ucap Brandon di telepon, kemudian dia langsung mengakhiri panggilan dan meminta sopir untuk membiarkan Shane masuk. Pakaian Shane sudah kotor dan kusut, dan Brandon mungkin tidak akan tahu kalau itu adalah Shane jika dia tidak dekat dengannya.Begitu pintu mobil terbuka, Shane langsung melompat ke dalam dan memaki Brandon, “Brandon, kamu ini benar-benar keterlaluan, ya! Aku niatnya menyampaikan pesan ke kamu, bukannya jadi kriminal dan dikurung! Kamu anggap aku ini apa? Bahan percobaan? Mereka itu siapa? Mereka ngambil darahku dan dites, mereka pikir aku ini virus?!”Sane tidak kenal dengan Liman dan kawanannya, dan tentu saja dia tidak akan memperkenalkan siapa jati dirinya kepada Shane. Selama dua hari di Departemen X, meski tidak mengalami pelecehan, Shane merasa tidak senang dirinya harus dikurung selama itu. Makanya ketika akhirnya dibebaskan, dia langsung melampiaskan semua kekesalannya kepada Brandon. Brandon juga tidak berdalih dan membiarkan diriny
Di bagian belakang ada air bersih. Shane membasahi handuk dengan air itu dan dia gunakan untuk mengelap wajah, leher, dan tangannya sampai bersih. Setelah itu dia mengenakan pakaian ganti yang sudah Brandon siapkan di mobil. Shane pun terlihat segar kembali seperti baru keluar dari kamar mandi. Dia kembali ke tempat duduknya persis di sebelah Brandon.“Sekarang kamu sudah bisa kasih tahu aku kita mau pergi ke mana?”“Ke kedutaan,” jawab Brandon.“Kedutaan?! Ke … ke sana mau ngapain? Memangnya Nathan ada di saa?”“Anakmu ngga ada di sana, tapi cuma dengan pergi ke sana tia bisa mendapat kesempatan untuk menolong dia.”Di saat seperti ini Brandon sudah tidak perlu menutupi apa-apa lagi dari Shane. Dia memberikan dokumen. Dokumen itu awalnya dari Stella yang berisi tentang e-mail Yuna yang dicetak oleh Brandon. Sebenarnya isinya hanya ada beberapa surat saja, tetapi dari isi surat dan tanda tangan bisa dilihat siapa pengirimnya. Shane awalnya curiga, tetapi kemudian dia membaca dokumen it
Shane tak bisa berkata-kata, bahkan di saat seperti ini masih bisanya Brandon mengeluarkan candaan yang garing.“Oke … tapi bahkan mereka juga nggak nawarin kopi!” Shane mengeluh seraya membentangkan tangannya di atas meja yang kosong melompong. Ketika mendapat kabar kalau dia sudah bisa pergi dari Departemen X setelah dikurung di sana beberapa hari, dia langsung berlari pergi tanpa meminum setetes air pun. Tadi saat di mobil dia juga lupa untuk minum karena sibuk dengan berbagai macam pertanyaan yang dia lemparkan kepada Brandon, dan sekarang mulutnya terasa kering luar biasa.Shane melihat sekeliling dan menemukan ada sebuah mesin dispenser air di ujung ruangan. Dia pun berjalan ke sana dan menuangkan segelas air untunya, tak lupa dia juga menawarkan air untuk Brandon. Brandon sedang duduk tenang sambil menyilangkan kedua lengannya di depan dada, dia menggelengkan kepala.“Orang-orang di sini sombong banget! Aku tahu ini kedutaan, tapi nggak berarti mereka bisa sok jago di negara kit
Harus diakui, setiap tutur kata yang Yuna ucapkan sangat mengena di sanubari Ratu. Memang benar meski Ratu tidak bisa lagi menunggu, toh sekarang ada waktu kosong. Tidak ada salahnya bagi Ratu untuk memberi kesempatan kepada yuna untuk mencoba. Kalau yuna gagal, tinggal lakukan sesuai dengan rencana awal.Rencana R10 ini sejak awal memang sudah mendapat berbagai macam halangan. Pertama adalah perlawanan dari anaknya sendiri, kemudian jika diumumkan pun, entah akan seperti apa kritik dan tekanan dari opini publik. Namun di luar semua itu, yang paling penting adalah bahwa Ratu sendiri juga tidak yakin dengan keputusannya sendiri.Dari luar, Ratu mungkin terlihat tegas. Namun hanya dia sendiri yang tahu kalau sebenarnya dia pun sering meragukan keputusannya. Jika Ratu tidak ragu, pada hari itu juga dia akan tetap melanjutkan eksperimennya, bukan malah menunggu seperti sekarang. Dengan diberhentikannya eksperimen R10 untuk sementara, Ratu makin bimbang.“Kamu butuh apa?” tanya Ratu. Berhub
Saat Yuna mengatakan itu, ekspresi wajah Ratu masih tidak berubah. Ratu hanya menutup kelopak matanya untuk menutupi sorotan yang terpancar dari bola matanya. Tentu saja pada awal eksperimen ini dilakukan, dia menyembunyikan faktanya dari semua orang agar tidak ada yang tahu.Eksperimen ini sejatinya adalah sesuatu yang membahayakan nyawa manusia. Ratu tahu betul akan hal tersebut, karena untuk membuat dia hidup abadi, dia harus mengorbankan nyawa orang lain. Kalau sampai ada satu orang saja yang tahu dan kemudian tersebar luas, tentu saja seluruh dunia akan mengecamnya.Namun di sisi lain, Ratu tidak mungkin dan tidak akan mau menyerah. Makanya saat melakukan penelitian, dia hanya memberikan satu resep kepada setiap grup, kemudian meminta mereka untuk menjalankan eksperimen sesuai dengan instruksi yang tertera di setiap lembaran resepnya.Tentu untuk menutupi agar orang lain tidak bisa menerka apa yang sedang mereka lakukan, Ratu memberikan banyak resep yang sebenarnya sama sekali tid
Suara anak kecil yang menggemaskan itu membuat Yuna teringat, sewaktu dia terakhir kali bertemu dengan Nathan, saat itu dia memang sedang hamil. Seketika mendengar itu, Yuna pun tersenyum seraya memegangi perutnya yang kini sudah rata, “Mereka sudah lahir.”“Adik cowok, ya?” tanya Nathan penasaran.“Ada cowok dan cewek. Anak Tante yang lahir ada dua, lho!” ujar Yuna tersenyum sembari mengangkat dua jarinya.Sorot mata Nathan seketika bercahaya. Perasaannya yang sejak awal murung dan penuh waspada langsung berubah menjadi jauh lebih ceria selayaknya anak kecil pada umumnya.“Dua adik?! Wah, Tante hebat banget!”“Hahaha, makasih, ya! Nanti Tante ajak kamu ketemu mereka kalau ada kesempatan,” ujar Yuna tersenyum, nada bicaranya pun jauh lebih lembut saat dia berbicara dengan anak kecil. Melihat Nathan membuat Yuna teringat dengan anak-anaknya sendiri, hanya saja ….“Aku juga kangen sama mereka, tapi … kayaknya aku nggak bisa ketemu mereka lagi,” ucap Nathan dengan suaranya yang kian menge
Mungkin sekarang Nathan sudah tidak lagi disembunyikan seperti pada saat Fred yang memimpin. Namun tentu saat itu banyak hal yang Fred lakukan secara diam-diam. Dia mengira dia bisa menyembunyikan semuanya dari orang lain bahkan dari sang Ratu sekalipun. Namun dia tidak tahu bahwa sebenarnya Ratu sudah mengetahuinya sejak awal.Di luar kamar tempat Nathan ditahan ditempatkan seorang penjaga. Yuna sempat dicegat saat dia mau masuk ke dalam. Yuna menduga mungkin ini adalah perintah dari Ratu. Mereka semua juga diawasi dan dapat berkomunikasi dengan intercom.Nathan sangat patuh sendirian di dalam tidak seperti kebanyakan anak seumurannya. Bahkan sewaktu melihat Yuna, dia masih bisa tersenyum dengan santun dan menyapanya.“Halo, Tante.”“Kamu masih mengenali aku?” tanya Yuna.“Iya, Tante Yuna,” jawab Nathan mengangguk.Yuna pernah menyelamatkan nyawa Nathan saat mereka berada di Prancis. Yuna juga banyak membantu Nathan dan ada suatu waktu Nathan sering main ke rumah Yuna, tetapi kemudian
Tangan yang mulanya Ratu gunakan untuk mengelus wajah Ross langsung ditarik. Raut wajahnya juga dalam sekejap berubah menjadi berkali-kali lipat lebih sinis.“Jadi dari tadi kamu ngomong panjang lebar ujung-ujungnya cuma mau aku membuang eksperimen ini.”“Aku mau kamu merelakan diri sendiri,” kata Ross sambil berusaha meraih tangan ibunya lagi, tetapi Ratu menghindarinya.“Aku cape. Kamu juga balik ke kamarmu saja untuk istirahat,” ucap sang Ratu seraya berpaling.“Ma ….”Sayangnya panggilan itu tidak membuat Ratu tergerak, bahkan untuk sekadar menoleh ke belakang pun tidak.“Ricky!”Ricky yang dari awal masih menunggu di depan pintu segera menyahut, “Ya, Yang Mulia.”“Bawa Ross balik ke kamarnya.”Saat Ricky baru mau masuk untuk mengantar pangerannya pergi, Ross langsung berdiri dan bilang, “Aku bisa jalan sendiri.”Maka Ross pun segera berbalik pergi, tetapi belum terlalu jauh dia melangkahkan kakinya, dia kembali menoleh ke belakang dan berkata, “Ma, aku tahu apa pun yang aku bilang
Seketika itu Ratu syok karena dia jarang sekali melihat anaknya bersikap seperti ini. Saking syoknya sampai dia tidak bisa berkata-kata dan hanya terdiam menatap dan mendengar apa yang dia sampaikan.“Ma, aku tahu sebenarnya kamu pasti takut. Takut tua, takut mati, takut masih banyak hal yang belum diselesaikan. Aku thau kamu juga bukannya egois. Kamu melakukan eksperimen ini bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi, tetapi karena masih banyak hal yang mau kamu lakukan.”Di saat mendengar kata-kata Ross, tanpa sadar mata Ratu mulai basah, tetapi dia berusaha untuk menahan laju air matanya.“Aku juga tahu kamu pasti sudah capek. Orang lain melihat kamu berjaya, tapi aku tahu setiap malam kamu susah tidur, bahkan terkadang waktu aku pulang malam dan melewati kamarmu, aku bisa dengar suara langkah kaki lagi mondar-mandir. Kamu pasti capek banget karena harus menanggungnya sendirian. Sering kali aku mau membagi beban itu, tapi ….”Sampai di situ Ross terdiam dan tidak lagi meneruskan ka
“Aku nggak pernah dengar tentang itu,” sahut Ross dengan tenang.“Jelas kamu nggak pernah dengar. Itu hal yang sangat mereka rahasiakan, nggak mungkin mereka mau kamu tahu.”“Jadi Mama sendiri tahu dari mana?” Ross bertanya balik.“....” Ratu berdeham seraya berpaling, dia lalu mengatakan, “Aku punya jalur informasiku sendiri. Terserah kamu percaya atau nggak, tapi itu benar.”“Aku bukanya nggak percaya, tapi kamu yang takut aku nggak percaya. Kalau memang dirahasiakan, pastinya nggak akan mudah untuk mendapat informasi itu. Aku cuma penasaran dari mana kamu tahu itu. Tentu saja kamu bisa bilang informasi itu didapat dari jalur informanu sendiri, tapi coba pikir lagi. Kamu sudah melakukan eksperimen ini selama bertahun-tahun, tapi siapa yang tahu sebelum ini terbongkar? Atau kamu pikir kamu lebih pandai merahasiakan ini dari mereka?”“.… Ross, kamu ….”Saat Ratu baru mau berbicara, dia lagi-lagi disela oleh Ross yang bicara dengan suara pelan. “Ma, tolong jangan marah. Kamu marah karen
Bagaimanapun yang namanya anak sendiri, ketika sudah meminta maaf, amarah Ratu sudah tidak lagi berkobar.“Iya, aku tahu aku salah,” kata Ross menunduk. “Aku nggak sepantasnya ngomong begitu.”“Kamu benar-benar sadar kalau salah?” tanyanya. “Angkat kepalamu. Tatap mataku.”Lantas Ross perlahan mengangkat kepalanya sampai matanya bertatapan, tetapi tetap tidak ada satu pun dari mereka yang mengatakan apa-apa. Selagi menatap Ross dalam-dalam, Rat tersenyum dan berkata, “Ross, kamu nggak tahu kamu salah. Tatapan mata kamu memberi tahu kalau kamu sebenarnya masih nggak rela!”Bagaimana mungkin Ratu tidak memahami anaknya sendiri. Tatapan mata Ross mengatakan dengan sangat jelas kalau dia masih tidak mengaku salah, tetapi dia hanya mengalah agar ibunya tidak marah. Hanya saja setelah mengalami masa kritis dan setelah mengobrol dengan Juan dan Fred, pemikiran dan suasana hati Ratu sudah sedikit berubah.“Ross, kamu sudah lama tinggal di negara ini, jadi pemikiran kamu sudah terpengaruh sama
Ricky sudah menunggu di luar menantikan Ratu keluar dari kamar tersebut. Dia langsung memegang kursi roda tanpa mengatakan apa-apa, dan mendorongnya dalam kesunyian. Begitu pun dengan Ratu, dia juga hanya diam saja selama mereka berjalan menuju lift.“Pangeran Ross minta bertemu,” kata Ricky.Ratu memejamkan kedua matanya guna menyembunyikan perasaan yang mungkin bisa terlihat dari sorotan mata. Dia tidak menjawab dan hanya mengeluarkan desahan panjang. Walau begitu, Ricky mengerti apa yang ingin Ratu sampaikan dan dia pun tidak lagi banyak bertanya.Seiringan dengan lift yang terus naik, tiba-tiba Ratu berkata, “Bawa dia temui aku.”“Yang Mulia?”“Bawa dia temui aku.”Selesai Ratu berbicara, kebetulan lift juga sudah sampai di lantai tujuan. Ratu mendorong kursi rodanya sendiri keluar dari lift. Ricky sempat tertegun sesaat, tetapi kemudian dia kembali menekan tombol lantai di mana Ross berada.Tak lama kemudian, Ricky mengantar Ross masuk kamar tidur Ratu. Dia mengetuk pintunya, teta