Panggilan itu terdengar bagai sambaran petir baginya. Di sisi Yuna, dia dapat mendengar suara seperti logam yang berbenturan, lalu diikuti dengan suara tarikan napas lirih. Namun setelahnya tidak ada suara apa-apa ataupun tanda-tanda pergerakan lagi yang bisa didengar. Tidak ada juga orang yang membawa Yuna keluar, seakan Yuna dilupakan di sana.Yuna merasa bosan hanya duduk diam saja, jadi dia bangkit dan berjalan mengitari ruangan itu. Saat sudah kelima kalinya memutar, Yuna mendengar suara kecil yang berasal dari dalam seperti pintu yang terbuka. Spontan Yuna langsung menoleh ke pintu masuk, tetapi tidak ada apa-apa di sana. Berarti jelas di dalam ruangan ini masih ada pintu lain lagi yang tidak terlihat.Setelah itu terdengar lagi suara roda yang bergesekan dengan lantai. Yuna melirik ke kursi roda yang tadidia naiki, tetapi kursi roda itu masih tetap di tempatnya semula. Dia lalu mengalihkan pandangannya ke belakang layar, di mana dia mendapati ada kursi roda lain yang perlahan mu
“Yuna, aku minta maaf. Aku mengaku aku memang sudah berlaku nggak adil terhadapmu. Tapi apa kamu percaya dengan yang namanya takdir?” tanya sang Ratu dengan suara yang lirih dan lembut.“Kenapa? Memangnya negara kalian juga percaya hal semacam itu?“Ya, aku percaya!” jawab Ratu mengangguk. “Waktu masih muda aku nggak percaya, tapi sekarang aku percaya! Tubuhku makin melemah. Mungkin kamu nggak akan percaya dengan kata-kataku ini, tapi aku nggak takut mati. Masalahnya masih banyak hal yang masih harus kuselesaikan. Rakyatku masih membutuhkan aku. Yuna, aku belum boleh mati. Di dunia ini ada begitu banyak orang, tapi kamu adalah yang paling pantas. Bahkan golongan darahmu juga sama denganku. Apa lagi namanya kalau bukan takdir yang menyatukan kita? Ini sudah diatur oleh Tuhan, karena itu aku minta maaf, aku benar-benar nggak ada cara lain lagi.”Yuna tertawa mendengar ceramah sang Ratu yang terdengar begitu mulia dan tulis, tetapi aksi nyatanya justru berbalik 180 derajat. Dia berbalik d
Yuna tersenyum menatap mereka, dan berkata “Sudahlah, aku cuma asal ngomong saja. Ngomong hal-hal yang bagus kayak begitu memang gampang, tapi giliran harus menjalankan ternyata nggak segampang itu. Lagi pula tadi kalian bilang sendiri golongan darah harus cocok. Golongan darah kamu belum tentu cocok. Dilihat dari berbagai faktor, mungkin memang aku pilihan yang paling tepat.”“Iya, memang begitu!” sahut Fred. “Golongan darahku nggak cocok dengan Yang Mulia, atau aku pasti sudah menawarkan diri. Yuna, jangan coba-coba menguji hubunganku dengan Yang Mulia, kesetiaanku nggak ada duanya!”“Iya, iya. Aku akui kamu memang yang paling setia, bahan sampai penelitian dan laboratorium sebesar itu juga kamu buat cuma dalam semalam.”Yuna berkata dengan santai seraya memperhatikan perubahan raut wajah sang Ratu. Dia melihat meski Ratu tidak bersuara, keningnya mengerut kencang dan rona wajahnya juga makin lama makin memuram.“Semuanya kamu lakukan demi nyawa ratu kamu yang agung. Demi dia dan ju
“Oh, iya, itu dia orangnya!” ucap Brandon di telepon, kemudian dia langsung mengakhiri panggilan dan meminta sopir untuk membiarkan Shane masuk. Pakaian Shane sudah kotor dan kusut, dan Brandon mungkin tidak akan tahu kalau itu adalah Shane jika dia tidak dekat dengannya.Begitu pintu mobil terbuka, Shane langsung melompat ke dalam dan memaki Brandon, “Brandon, kamu ini benar-benar keterlaluan, ya! Aku niatnya menyampaikan pesan ke kamu, bukannya jadi kriminal dan dikurung! Kamu anggap aku ini apa? Bahan percobaan? Mereka itu siapa? Mereka ngambil darahku dan dites, mereka pikir aku ini virus?!”Sane tidak kenal dengan Liman dan kawanannya, dan tentu saja dia tidak akan memperkenalkan siapa jati dirinya kepada Shane. Selama dua hari di Departemen X, meski tidak mengalami pelecehan, Shane merasa tidak senang dirinya harus dikurung selama itu. Makanya ketika akhirnya dibebaskan, dia langsung melampiaskan semua kekesalannya kepada Brandon. Brandon juga tidak berdalih dan membiarkan diriny
Di bagian belakang ada air bersih. Shane membasahi handuk dengan air itu dan dia gunakan untuk mengelap wajah, leher, dan tangannya sampai bersih. Setelah itu dia mengenakan pakaian ganti yang sudah Brandon siapkan di mobil. Shane pun terlihat segar kembali seperti baru keluar dari kamar mandi. Dia kembali ke tempat duduknya persis di sebelah Brandon.“Sekarang kamu sudah bisa kasih tahu aku kita mau pergi ke mana?”“Ke kedutaan,” jawab Brandon.“Kedutaan?! Ke … ke sana mau ngapain? Memangnya Nathan ada di saa?”“Anakmu ngga ada di sana, tapi cuma dengan pergi ke sana tia bisa mendapat kesempatan untuk menolong dia.”Di saat seperti ini Brandon sudah tidak perlu menutupi apa-apa lagi dari Shane. Dia memberikan dokumen. Dokumen itu awalnya dari Stella yang berisi tentang e-mail Yuna yang dicetak oleh Brandon. Sebenarnya isinya hanya ada beberapa surat saja, tetapi dari isi surat dan tanda tangan bisa dilihat siapa pengirimnya. Shane awalnya curiga, tetapi kemudian dia membaca dokumen it
Shane tak bisa berkata-kata, bahkan di saat seperti ini masih bisanya Brandon mengeluarkan candaan yang garing.“Oke … tapi bahkan mereka juga nggak nawarin kopi!” Shane mengeluh seraya membentangkan tangannya di atas meja yang kosong melompong. Ketika mendapat kabar kalau dia sudah bisa pergi dari Departemen X setelah dikurung di sana beberapa hari, dia langsung berlari pergi tanpa meminum setetes air pun. Tadi saat di mobil dia juga lupa untuk minum karena sibuk dengan berbagai macam pertanyaan yang dia lemparkan kepada Brandon, dan sekarang mulutnya terasa kering luar biasa.Shane melihat sekeliling dan menemukan ada sebuah mesin dispenser air di ujung ruangan. Dia pun berjalan ke sana dan menuangkan segelas air untunya, tak lupa dia juga menawarkan air untuk Brandon. Brandon sedang duduk tenang sambil menyilangkan kedua lengannya di depan dada, dia menggelengkan kepala.“Orang-orang di sini sombong banget! Aku tahu ini kedutaan, tapi nggak berarti mereka bisa sok jago di negara kit
“Kalau begitu cepat kembalikan Yuna!”Shane yang seja tadi sudah berusaha untuk menjaga amarahnya langsung berseru seketika Fred mengakui itu.“Kembalian apanya? Maaf, aku nggak ngerti,” sahut Fred.“Nggak usah pura-pura bodoh, kamu ….”Shane masih tak habis pikir orang kedutaan Yuraria ternyata orang yang seperti ini, berani berbuat tetapi tidak berani mengakui! Padahal sudah jelas mereka yang menyandera Yuna dan Nathan, tetapi masih bisa-bisanya dia memasang wajah tidak bersalah. Membayangan eksperimen yang tidak manusiawi itu erat kaitannya dengan mereka, Shane sudah tidak sabar ingin menghancurkan wajahnya yang palsu itu. Akan tetapi Brandon mengangkat tangannya menghentikan Shane, lalu dia berkata kepada Fred, “Jadi begini, setelah mendapat surat undangan ini, Yuna … istriku, dia bilang mau menerima undangan nini, tapi sampai sekarang dia masih belum pulang. Jadi aku mau tanya apa pekerjaannya lebih sulit dari perkiraan makanya sampai sekarang masih belum selesai? Aku bertanya se
Tadi itu sangat berbahaya, nyaris saja leher Shane tercekik oleh genggaman tangan orang itu. Dia pun melirik ke arah Fred dan melihatnya masih duduk santai dengan wajah terangkat menyaksikan perkelahian t seperti sedang menikmati sebuah pertunjukan. Saat orang itu ingin menerjang sekali lagi, Fred berseru, “Cukup! Weil, mereka tamu!”Seketika mendengar teguran dari Fred, Weil langsung berhenti dan mengundurkan diri. Dia kembali ke tempat semula dan masih tetap mengamati pergerakan Brandon.“Wah, aku nggak tahu ternyata Pak Brandon jago juga. Kamu serba bisa ya ternyata,” ucap Fred memuji, tetapi tidak ada ketulusan yang keluar darinya.Brandon pun merapikan kerutan di bajunya dan menyahut, “Petarung yang kamu punya itu juga nggak kalah hebat!”“Dia, ya? Kehebatan bertarungnya paling cuma cukup untuk menakut-nakuti saja. Maaf, ya, Pak Brandon!”Weil tidak tersinggung diremehkan oleh Fred. Dia mengunci pandangannya kepada Brandon dengan wajah yang datar tanpa ekspresi seakan-akan Brandon