Dessy langsung berlari menghampiri anaknya. Saat sudah mendekat, dia memperlambat langkah dan tak lupa untuk menyapa Juan terlebih dahulu. Kemudian barulah dia mengambil tisu dan mengelap keringat yang ada di wajah Chermiko seraya berkata, “Kamu masih belum sehat, enapa sudah lari-larian di luar? Kalau penyakit kamu malah jadi tambah parah, gimana?!”“Nggak apa-apa, Ma. Aku sudah merasa jauh lebih sehat!” sahut Chermiko tersenyum. Kemudian dia melanjutkan, “Kakek, keranjangnya mau ditaruh di mana?”“Bawa masuk ke dalam rumah saja, nanti ada yang ambil,” sahut Juan.“Terus, Kakek ….”Di situ Juan langsung membalikkan badan membelakangi Chermiko dan berjalan ke arah yang berlawanan sambil berkata, “Aku lagi mau sendirian. Kalian berdua ngobrol saja sana!”“Oke, kalau begitu aku dan Mama masuk dulu. Kakek jangna terlalu lama di luar, nanti masuk angin!” ujar Chermiko dengan penuh perhatian, lalu dia pun membawa ibunya masuk ke dalam rumah.Dessy ingin membantu Chermiko membawakan keranjan
“Jelas ada! Kalau kamu nggak belajar kedokteran, kamu nggak akan pergi ke lab itu dan ketemu sama Rainie!” Dessy sungguh menyesal waktu itu dia tidak seharusnya membiarkan Chermiko mempelajari pengobatan tradisional dari Juan.Chermiko yang mendengar perkataan ibunya pun marah besar dan membalas, “Kalau begitu, seharusnya Mama nggak melahirkan aku. Kalau aku nggak ada, semua ini juga nggak akan terjadi!”“Kamu … jadi sekarang kamu malah menyalahkan Mama?!”“Bukan begitu. Aku cuma mau bilang ini bukan salahku yang mau belajar pengobatan tradisional. Yang salah ya sudah pasti mereka yang nggak menghargai nyawa orang lain itu,” ujar Chermiko, kemudian dia menepuk bahu ibunya dan melanjutkan, “Aku tahu Mama sayang sama aku, tapi Mama nggak perlu sampai ngomong begitu. Mungkin ini memang sudah takdirku!”“.…”“Ma, lebih baik kita jangan bahas soal ini lagi. Aku tadi mau tanya, apa Rainie benar-benar sudah mati?”“Sudah pasti! Tapi Mama nggak terima dia mati secepat itu! Mama dan Papa masih
Apabila organisasi itu menganggap Rainie sudah tidak ada gunanya lagi, dan apa yang mereka lakukan tidak bisa ditutupi lagi, tidak menutup kemungkinan Rainie memang dibunuh oleh mereka. Akan tetapi … Chermiko merasa tetap saja ada yang aneh dari semua kejadian ini. Jika diingat-ingat kembali setiap detailnya, bahkan pelariannya dari lab itu juga dirasa terlalu mudah. Sebelumnya Chermiko sempat memikirkan berbagai macam cara untuk melarikan diri, tapi tidak ada yang berhasil. Namun saat Chermio berhasil melarikan diri hari itu, semuanya terasa sangat mudah. Begitu mudahnya sampai Chermiko masih tidak percaya kalau dia benar-benar sudah bebas, dan dia baru akhirnya bisa menerima fakta tersebut beberapa hari terakhir ini.Selain itu ada juga Shane yang membantu Chermiko melarikan diri. Lantas, apakah organisasi tidak menyadari hal itu? Kalau mereka menyadarinya, maka apa yang terjadi pada Shane, dan apa alasan Shane membantunya? Kalau Shane membantu atas ketulusan hati, kenapa dia tidak l
Untuk sementara waktu Yuna masih tidak bisa ke mana-mana. Atau lebih tepatnya, kalaupun sekarang dia pergi, tidak banyak yang bisa dia lakukan juga. Darah yang Yuna ambil melalui jarumnya sudah melalui proses analisis laboratorium, tapi untuk meneliti lebih jauh zat-zat yang terkandung di dalamnya membutuhkan lebih banyak waktu. Penyakit yang Edgar alami baru akan bisa sembuh setelah diberi obat yang memang sesuai dengan gejalanya.Meski dalam situasi ini segalanya berjalan sangat cepat, Bella tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Bagaimanapun juga, Edgar adalah orang yang memiliki jabatan tinggi. Setiap hari ada banyak sekali orang yang ingin menemuinya, dan pekerjaan yang harus dia kerjakan juga sudah menumpuk. Seorang gadis biasa seperti Bella mustahil bisa mengerjakan semua itu. Dua hari pertama absen dengan alasan sakit mungkin masih masuk akal, tapi lama kelamaan, orang-orang pasti akan curiga.“Untuk sementara waktu aku lagi nggak bisa ke sana,” jawab Yuna.“Kalau begitu … kira-k
“Siap, Non!”Saat pelayan itu baru saja mau pergi, tiba-tiba mereka mendengar suara keributan yang berasal dari lantai bawah. Dari suara langkah kaki yang ramai, tampaknya tidak hanya satu orang saja yang datang.“Non Bella?!” Pelayan itu spontan menatap Bella meminta arahan darinya. Bella juga terkejut, tetapi dia berusaha untuk tidak menunjukkannya. Bella hanya mengayunkan tangannya dan berkata, “Ayo ikut aku ke bawah!”Bella berjalan di depan, dan ketika dia sampai di ujung tangga, dia melihat di sana sudah ada belasan pria bertubuh tinggi besar. Di tengah keramaian orang itu Bella mendengar salah satu pelayan rumah lainnya berkata, “Pak Fahrel, ini sudah melanggar aturan. Pak Edgar lagi sakit.”“Kalau begitu suruh dia yang turun dan tegur aku!” bentak Fahrel. “Aku nggak peduli dia bakal memukulku atau apa, tapi pertama-tama biarkan aku ketemu sama dia dulu!”“Non Bella ….”“Oh, kukira ada apa ribut-ribut, ternyata Om Fahrel yang datang,” ujar Bella seraya menuruni tangga. Sontak, p
Gelas yang terjatuh itu pecah dan menimbulkan suara yang cukup nyaring, sampai pelayan yang menunggu di luar langsung datang dengan rasa khawatir. Akan tetapi untungnya Bella baik-baik saja dan meminta mereka untuk keluar. Kemudian, dengan sikap yang tenang dan tidak tergesa-gesa, Bella bertanya kepada pamannya, “Om Fahrel, apa maksudnya itu?”“Kamu masih tanya apa maksudnya? Hari ini Rainie dimakamkan, sedangkan dan papa kamu bahkan nggak nanya apa-apa. Selain itu, beberapa hari terakhir papa kamu juga nggak menjawab teleponku. Kenapa?”“Papaku lagi nggak enak badan dan butuh istirahat. Kalau Om butuh apa-apa, tunggu sampai papaku baikan. Tapi kalau Om bertanya masih dengan nada seperti ini, aku nggak tahu gimana reaksi Papa nanti. Om juga sudah tahu kalau papaku lagi sakit. Yang namanya orang lagi nggak enak badan, suasana hatinya juga pasti nggak bagus.”Reaksi Fahrel jelas menunjukkan rasa takutnya terhadap Edgar. Hanya saja Fahrel sempat lupa dengan rasa takutnya itu untuk sesaat
“Apaan! Untuk apa aku mempermainkan Om, apa untungnya buatku?” ucap Bella terkekeh. Dia kemudian memandang semua orang-orang yang Fahrel bawa ke rumah ini dan berkata, “Aku bisa mengerti perasaan Om, tapi tujuan Om datang bawa begitu banyak anak buah untuk apa? Kalau hari ini papaku sehat-sehat saja, memangnya Om pikir bisa masuk ke rumahku seenaknya? Dan juga kalau aku berbohong, sebentar lagi Papa juga pasti akan pulang. Kalau dia tahu Om datang membuat keributan di rumah ini, apa Om bisa membayangkan gimana jadinya nasib Om nanti?”Cukup dengan sedikit ancaman saja sudah cukup untuk membuat Fahrel merinding ketakutan. Fahrel langsung terbayang tatapan mata Edgar yang sangat mengerikan itu. “Papa kamu beneran lagi sakit? Sakit apa memangnya/”“... cuma terlalu capek saja. Badannya jadi lemah dan perlu lebih banyak istirahat.”“Masa? Sudah coba dibawa ke rumah sakit? Rumah sakit mana? Dokternya bisa dipercaya? Atau perlu ganti rumah sakit saja sekalian supaya penanganannya bisa lebih
Fahrel juga melirik ke bawah mengikuti pergerakan Bella, kemudian dia kembali menatap ke depan dan bertanya, “Kenapa, memangnya nggak boleh?”“Bukannya nggak boleh, tapi Om bawa banyak orang begitu kemari tujuannya mau ketemu Papa atau mau mengancamnya? Aku nggak akan berasumsi apa-apa karena Om Fahrel adalah omku, tapi aku nggak tahu apa yang akan Papa pikirkan nanti,” kata Bella dengan sikap yang tenang, yang membuat Fahrel tidak yakin.Mendengar itu, Fahrel sekali lagi menatap kamar di mana Edgar seharusnya berada. Dia lalu mendekat ke Bella dan berbisik di telinganya, “Bella, Om mau kamu jawab yang jujur. Apa papa kamu benar ada di rumah?”“Semua orang juga tahu papaku cuti kerja. Kalau dia nggak pergi kerja, berarti sudah pasti ada di rumah. Kalau nggak, mau ke mana lagi?” jawab Bella terkekeh.“.…” Fahrel berdeham dan kemudian berkata kepada para anak buahnya, “Kalian semua pergi dulu, tunggu aku di luar.”Begitu mendengar perintah, mereka pun satu per satu pergi dari rumah Bella
“Eh? Yang benar? Kalau begitu aku ….”“Tapi ingat, kamu bebas keluar masuk di dalam gedung, bukan keluar dari tempat ini. Paham? Kalau kamu berani keluar satu langkah saja, aku nggak bisa melindungi kamu!” kata Fred sembari menepuk bahu Rainie dengan ringan.Seketika itu juga hanya dalam sekejap kegirangan Rainie langsung menghilang. Di detik itu dia mengira sudah bisa bebas keluar masuk kedutaan dan mendapatkan kembali kebebasannya. Namun ketika dipikirkan lagi dengan baik, apa yang Fred katakan tidaklah salah. Lagi pula apa untungnya juga Rainie keluar. Dengan kondisi sekarang ini, dia keluar sedikit saja pasti akan langsung ditangkap oleh anak buahnya Brandon atau Edgar.Bicara soal Edgar membuat Rainie teringat dengan lab yang sudah dihancurkan itu, serta kedua orang tua dan juga rumahnya. Rainie sempat berpikir untuk mengunjungi rumahnya semenjak dia bebas dari Brandon. Tetapi dari kejauhan Rainie melihat ada orang yang memindahkan barang-barang di rumahnya. Dan dari omongan orang
Ross melihat ke sana kemari seolah-olah sedang khawatir ada orang yang sewaktu-waktu datang mengejarnya. Rainie yang menyadari perilaku itu segera berkata, “Pak Fred ada pertanyaan untuk Pangeran. Dia pasti berniat baik, jadi tolong Pangeran jawab pertanyaannya dengan baik, ya?”Kemudian, Rainie sekali lagi mengetuk jarinya ke botol. Ross tampak mengernyit dan sedikit kebingungan, tetapi dia lalu mengangguk dan berkata, “Ya!”Rainie berbalik menatap Fred dan mundur ke belakangnya. Sembari menatap Ross dari balik layar ponsel, dia berdeham, “Pangeran Ross, selama perjalanan apa sudah dapat kabar tentang Yang Mulia?”Sudah pasti belum ada, tetapi Fred sengaja bertanya seperti itu kepada Ross. Benar saja, Ross menggelengkan kepala menjawab, “Belum ada. Tapi kurasa karena aku baru pergi satu hari, jadi belum terlalu jauh. Kamu bilang mamaku pergi ke tempatnya suku Maset atau semacamnya, ‘kan? Mungkin perlu beberapa hari baru bisa sampai ke sana.”“Iya, betul. Yang Mulia bilang mau pergi ke
Selagi Rainie sedang berpikir, Fred masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.“Hari ini kamu sudah hubungi dia?”“Sudah, baru saja. Lokasinya sesuai. Aku juga sudah video call, nggak masalah,” jawab Rainie.Dia tidak berani mengatakan kepada Fred kalau dia memiliki kecurigaan terhadap Ross. Dia tidak mau Fred tahu kalau karyanya belum sempurna.“Ok,e coba hubungi dia lagi!”“Eh?”“Kenapa, ada masalah?”“Nggak, tapi tadi baru saja aku telepon. Apa … ada pertanyaan yang mau disampaikan?”“Nggak ada, aku cuma mau ngobrol langsung sama dia sebentar. Nggak boleh?”“... oh, tentu saja boleh.”“Kalau begitu tunggu apa lagi ? Cepat telepon dia lagi!”Rainie pun kembali menghubungi nomor Ross sembari memegang erat botol birnya, berharap semua berjalan lancar sesuai rencana. Telepon sempat berdering beberapa saat sampai akhirnya diangkat oleh ross. Di video call tersebut Ross memakai topi dan kacamata sehingga separuh wajahnya tertutup oleh bayangan objek di sekitarnya.“Tadi kenap
Di malam hari, Ross mengirimkan lokasi GPS-nya kepada Rainie. Tentu saja lokasi itu sudah dipalsukan sesuai dengan rencana perjalanannya semula, mengubah alamat IP, dan mengirimkannya kepada Rainie. Tak lama Rainie menghubunginya dengan video call.Untungnya Brandon sudah bersiaga dengan menyiapkan latar yang meyakinan, jadi ketika Rainie menelepon, Ross hanya perlu berdiri di depan latar dan menerima panggilan Rainie.Ketika panggilan tersambung, Rainie langsung memperhatikan apa yang ada di belakang Ross. “Pangeran, di belakang sana banyak pepohonan lebat. Sudah sampai di pinggir kota?”“Tempatnya agak jauh dan terpencil. Supaya menghindari pengawasan dari pihak berwenang, aku nggak bisa lewat jalan besar,” jawab Ross, kemudian dia gantian bertanya, “Urusan di kedutaan lancar? Fred bisa menanganinya?”“Pak Fred pasti bisa, maaf jadi merepotkan Pangeran,” jawab Rainie.“Nggak apa-apa! Memang ini sudah kewajibanku menjaga keamanan mamaku sendiri.”“Baiklah kalau begitu, Pangeran. Selam
Yuna memiringkan kepalanya sedikit sembari menarik tangan Juan, lalu menatap wajahnya dan berkata dengan penuh amarah, “Kamu dipukuli?!”“Nggak apa-apa!”“Apanya nggak apa-apa! Kamu dipukuli mereka?!”Yuna spontan mengubah posisi duduk, tetapi dia baru saja sadar dari koma dan tubuhnya masih lemah, alhasil napasnya jadi sedikit terengah-engah.“Siapa? Fred?!”“Kamu kira aku nggak bisa menangkis? Kalau aku serius, dia nggak bakal bisa mengenaiku sedikit pun!”“Beraninya dia memukulmu?!”Jelas sekali ucapan Juan sama sekali tidak digubris oleh Yuna. Dia sudah terlanjur diselimuti oleh kemarahan melihat gurunya disakiti oleh orang lain. Mulut Yuna memang sering kali kasar ketika sedang berbicara dengan Juan, tetapi jauh di lubuk hati dia sangat menghormati gurunya. Waktu Yuna berguru dengan Juan memang tidak terlalu lama dan putus nyambung, tetapi dia sudah belajar banyak sekali darinya. Bagi Yuna, Juan adalah senior yang sangat berjasa dalam hidupnya. Yang lebih membuat Yuna marah, di us
“Hus! Amit-amit! Siapa yang ajarin kamu ngomong begitu! Yuna yang aku kenal nggak begini, sejak kapan kamu jadi sentimental!”“Kamu sendiri juga biasanya nggak pernah percaya sama yang begituan. Jadi, kenapa kamu mau datang ke sini?”“Aku … cuma mau lihat saja apa yang terjadi di sini!”Yuna tidak membalas sanggahan Juan dan hanya tersenyum, sampai-sampai membuat Juan panik dan menyangkal, “Oke, oke. Aku datang untuk lihat keadaan kamu, puas?! Kamu nggak tahunya pasti punya tenaga untuk bikin aku marah. Kayaknya kamu sudah sehat, ya.”“Iya, aku sudah mendingan!” kata Yuna, dia lalu hendak mencabut jarum-jarum yang masih tertancap di badannya.”“Eh, jangan bergerak!” seru Juan, emudian dia mencabut jarumnya satu per satu sesuai dengan urutan dia menusuk sambil menggerutu, “Aku dengar kamu tiba-tiba koma. Bikin aku takut saja. Aku juga dengar dia bilang detak jantung kamu hampir berhenti. Biar kutebak, kamu …. Ah, biarlah. Kamu ini, nggak pernah peduli sama badan sendiri. Bisa-bisanya ka
“Tahan dia, dia masih bisa berguna,” kata Fred.“Aku nggak akan pergi dari kamar ini!” Tiba-tiba Juan memberontak dan akhirnya melawan perintah Fred. “Kalau kamu mau aku angkat kaki dari kamar ini, lebih baik bunuh aku saja sekalian!”“Kamu pikir aku nggak berani?”“Terserah kamu saja!”Juan langsung duduk bersila di lantai dan tangannya memeluk ujung kasur dengan erat. Mau diapa-apakan oleh mereka pun Juan tidak akan mau berpindah tempat. Jangan remehkan tubuhnya yang sudah menciut akibat usia, walau begitu pun tenaganya masih lumayan besar sampai ditarik oleh banyak orang pun dia tetap tak berpindah. Namun keributan itu membuat Yuna merasa terganggu.“Pak Tua … hentikan!”Fred melompat kegirangan akhirnya mendengar Yuna sudah bisa bicara. Dia segera meminta mereka untuk berhenti dan berjalan menghampiri Yuna.“Akhirnya kamu bangun juga. Mau ngomong juga kamu sekarang? Yuna, kamu sudah keterlaluan! Kamu pikir dengan bunuh diri, kamu berhasil merusak rencana besarku?”“Aku nggak ngerti
Namun Yuna masih sangat lemah meski jantungnya sudah kembali berdenyut. Dia kelihatan sangat lesu seperti orang yang sedang mengalami depresi berat. Fred pun menyadari itu, dan dia langsung memberi perintah kepada para dokternya, “Hey, cepat periksa dia!”Para dokter itu pun berbondong-bondong datang dan melakukan berbagai macam pemeriksaan, lalu mereka menyimpulkan, “Pak Fred, untuk saat ini dia baik-baik saja. Nggak ada kondisi yang membahayakan, tapi dia masih sangat lemah dan butuh waktu istirahat.”“Perlu berapa lama? Apa dia masih bisa pulih seperti semula?”“Itu … kurang lebih minimal setengah bulan.”“Setengah bulan? Lama banget!”Setengah bulan terlalu lama dan malah mengganggu pekerjaannya. Fred tidak punya cukup kesabaran untuk menunggu selama itu. Namun sekarang tidak ada jalan lain yang lebih baik, mau tidak mau dia harus bersabar. Dia lantas berbalik dan melihat ke arah Juan. Dia mendekatinya dan menarik kerah bajunya seraya berkata, “Hey, tua banga, aku menganggap kamu s
Anak buahnya yang berjaga di luar ruangan juga langsung masuk dan menghentikan Juan begitu mereka mendapat arahan dari Fred. Fred sendiri juga langsung berlari ke kamar itu secepat mungkin, tetapi sayang dia terlambat.Monitor ICU mengeluarkan bunyi nyaring dan garis detak jantung Yuna juga sudah menjadi garis lurus.“Nggak, nggak!” Fred langsung berlari memegang bahu Yuna dan menggoyangkan tubuhnya.“Kamu belum boleh mati! Kamu nggak boleh mati tanpa perintah dariku!”Fred berteriak-teriak seperti orang gila, dan tim medisnya juga masuk melakukan resusitasi jantung, tetapi garis horizontal di monitor ICU tetap tidak berubah, yang berarti Yuna sudah mati.“Nggak mungkin ….”Fred berbalik menatap Juan yang sudah ditahan oleh pengawal dan membentaknya, “Kenapa? Kenapa?! Dia itu muridmu, murid kesayanganmu! Kamu datang ke sini untuk menolong dia, bukan membunuh dia!”Di tengah gempuran emosi yang dahsyat, Fred melayangkan pukulan telak di wajah Juan sampai Juan mengeluarkan darah segar da