Untuk sementara waktu Yuna masih tidak bisa ke mana-mana. Atau lebih tepatnya, kalaupun sekarang dia pergi, tidak banyak yang bisa dia lakukan juga. Darah yang Yuna ambil melalui jarumnya sudah melalui proses analisis laboratorium, tapi untuk meneliti lebih jauh zat-zat yang terkandung di dalamnya membutuhkan lebih banyak waktu. Penyakit yang Edgar alami baru akan bisa sembuh setelah diberi obat yang memang sesuai dengan gejalanya.Meski dalam situasi ini segalanya berjalan sangat cepat, Bella tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Bagaimanapun juga, Edgar adalah orang yang memiliki jabatan tinggi. Setiap hari ada banyak sekali orang yang ingin menemuinya, dan pekerjaan yang harus dia kerjakan juga sudah menumpuk. Seorang gadis biasa seperti Bella mustahil bisa mengerjakan semua itu. Dua hari pertama absen dengan alasan sakit mungkin masih masuk akal, tapi lama kelamaan, orang-orang pasti akan curiga.“Untuk sementara waktu aku lagi nggak bisa ke sana,” jawab Yuna.“Kalau begitu … kira-k
“Siap, Non!”Saat pelayan itu baru saja mau pergi, tiba-tiba mereka mendengar suara keributan yang berasal dari lantai bawah. Dari suara langkah kaki yang ramai, tampaknya tidak hanya satu orang saja yang datang.“Non Bella?!” Pelayan itu spontan menatap Bella meminta arahan darinya. Bella juga terkejut, tetapi dia berusaha untuk tidak menunjukkannya. Bella hanya mengayunkan tangannya dan berkata, “Ayo ikut aku ke bawah!”Bella berjalan di depan, dan ketika dia sampai di ujung tangga, dia melihat di sana sudah ada belasan pria bertubuh tinggi besar. Di tengah keramaian orang itu Bella mendengar salah satu pelayan rumah lainnya berkata, “Pak Fahrel, ini sudah melanggar aturan. Pak Edgar lagi sakit.”“Kalau begitu suruh dia yang turun dan tegur aku!” bentak Fahrel. “Aku nggak peduli dia bakal memukulku atau apa, tapi pertama-tama biarkan aku ketemu sama dia dulu!”“Non Bella ….”“Oh, kukira ada apa ribut-ribut, ternyata Om Fahrel yang datang,” ujar Bella seraya menuruni tangga. Sontak, p
Gelas yang terjatuh itu pecah dan menimbulkan suara yang cukup nyaring, sampai pelayan yang menunggu di luar langsung datang dengan rasa khawatir. Akan tetapi untungnya Bella baik-baik saja dan meminta mereka untuk keluar. Kemudian, dengan sikap yang tenang dan tidak tergesa-gesa, Bella bertanya kepada pamannya, “Om Fahrel, apa maksudnya itu?”“Kamu masih tanya apa maksudnya? Hari ini Rainie dimakamkan, sedangkan dan papa kamu bahkan nggak nanya apa-apa. Selain itu, beberapa hari terakhir papa kamu juga nggak menjawab teleponku. Kenapa?”“Papaku lagi nggak enak badan dan butuh istirahat. Kalau Om butuh apa-apa, tunggu sampai papaku baikan. Tapi kalau Om bertanya masih dengan nada seperti ini, aku nggak tahu gimana reaksi Papa nanti. Om juga sudah tahu kalau papaku lagi sakit. Yang namanya orang lagi nggak enak badan, suasana hatinya juga pasti nggak bagus.”Reaksi Fahrel jelas menunjukkan rasa takutnya terhadap Edgar. Hanya saja Fahrel sempat lupa dengan rasa takutnya itu untuk sesaat
“Apaan! Untuk apa aku mempermainkan Om, apa untungnya buatku?” ucap Bella terkekeh. Dia kemudian memandang semua orang-orang yang Fahrel bawa ke rumah ini dan berkata, “Aku bisa mengerti perasaan Om, tapi tujuan Om datang bawa begitu banyak anak buah untuk apa? Kalau hari ini papaku sehat-sehat saja, memangnya Om pikir bisa masuk ke rumahku seenaknya? Dan juga kalau aku berbohong, sebentar lagi Papa juga pasti akan pulang. Kalau dia tahu Om datang membuat keributan di rumah ini, apa Om bisa membayangkan gimana jadinya nasib Om nanti?”Cukup dengan sedikit ancaman saja sudah cukup untuk membuat Fahrel merinding ketakutan. Fahrel langsung terbayang tatapan mata Edgar yang sangat mengerikan itu. “Papa kamu beneran lagi sakit? Sakit apa memangnya/”“... cuma terlalu capek saja. Badannya jadi lemah dan perlu lebih banyak istirahat.”“Masa? Sudah coba dibawa ke rumah sakit? Rumah sakit mana? Dokternya bisa dipercaya? Atau perlu ganti rumah sakit saja sekalian supaya penanganannya bisa lebih
Fahrel juga melirik ke bawah mengikuti pergerakan Bella, kemudian dia kembali menatap ke depan dan bertanya, “Kenapa, memangnya nggak boleh?”“Bukannya nggak boleh, tapi Om bawa banyak orang begitu kemari tujuannya mau ketemu Papa atau mau mengancamnya? Aku nggak akan berasumsi apa-apa karena Om Fahrel adalah omku, tapi aku nggak tahu apa yang akan Papa pikirkan nanti,” kata Bella dengan sikap yang tenang, yang membuat Fahrel tidak yakin.Mendengar itu, Fahrel sekali lagi menatap kamar di mana Edgar seharusnya berada. Dia lalu mendekat ke Bella dan berbisik di telinganya, “Bella, Om mau kamu jawab yang jujur. Apa papa kamu benar ada di rumah?”“Semua orang juga tahu papaku cuti kerja. Kalau dia nggak pergi kerja, berarti sudah pasti ada di rumah. Kalau nggak, mau ke mana lagi?” jawab Bella terkekeh.“.…” Fahrel berdeham dan kemudian berkata kepada para anak buahnya, “Kalian semua pergi dulu, tunggu aku di luar.”Begitu mendengar perintah, mereka pun satu per satu pergi dari rumah Bella
“Om Fahrel kenapa nggak jadi masuk? Papa lagi istirahat di dalam, lho,” kata Bella seraya mempersilakan pamannya masuk. Wajahnya tersenyum tipis dan membuat Fahrel curiga ada sesuatu yang aneh.Akan tetapi karena sudah sampai di sini, jika Fahrel tidak masuk, pertanyaan yang selama ini menghantuinya tidak akan terjawab dan dia juga malah terlihat seperti seorang pengecut. Oleh karena itu, Fahrel menguatkan dirinya dan berjalan masuk seraya berkata, “Kak Edgar, aku dengar Kakak lagi sakit, jadi aku datang untuk … menjenguk ….”Sebelum Fahrel selesai berbicara, Bella juga ikut masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya.“Ka-Kak Edgar …?”Fahrel tercengang, karena Edgar memang benar ada di dalam kamar itu, tetapi … dia hanya terbaring di atas ranjang dan tidak bergerak sedikit pun.“Kak Edgar?” Sekali lagi Fahrel memanggilnya, tetapi Edgar masih tidak menunjukkan tanda-tanda apa pun yang memperlihatkan kalau dia mendengar suara Fahrel. Bahkan kelopak matanya juga tidak bergerak sama sekali
“Iya!” angguk Bella. “Apakah papaku terkena virus atau nggak, itu sudah nggak diragukan lagi. Tapi … masa Om nggak tahu kalau papaku kena virus?”“Aku mana tahu! Memangnya kamu pikir aku yang masukkin virusnya ke dalam badan dia?!”Fahrel tampak begitu marah mengira dirinya dituduh mencelakai Edgar, tetapi dari sorot matanya tidak terlihat ada tanda kalau dia berusaha untuk menghindari tuduhan tersebut. Maka Bella pun berpikir, saat Rainie masih muda saja dia sudah bisa meracuni dirinya untuk waktu yang sangat panjang tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya. Berarti bisa jadi Rainie memasukkan virus atau racun itu ke dalam tubuh Edgar tanpa sepengetahuan Fahrel juga.Selama ini Bella selalu menyalahkan diri sendiri yang kurang menaruh perhatian kepada ayahnya. Jelas-jelas dia sudah tahu kalau Rainie berbahaya dan tidak bisa dipercaya, tetapi dia masih saja lalai dan membiarkan ayahnya terkena jebakan Rainie. Namun mau menyesal juga sudah tidak ada gunanya. Waktu tidak akan berjalan mund
Penyelidikan yang dimaksud adalah untuk mencari tahu apakah Edgar masih mau menjadi penyokongnya. Namun tak terduga ternyata Edgar malah sedang tidak berdaya.“Om Fahrel, selama ini aku nggak kasih tahu kondisi Papa ke Om karena mempertimbangkan nasib Om juga. Apalagi sejak kematian Rainie yang begitu tiba-tiba, aku nggak tahu apakah proyek yang lagi Om kerjakan ini terkena pengaruhnya atau nggak. Tapi karena kita satu keluarga, Om Fahrel harus bantu aku menutupi ini supaya orang lain nggak ada yang tahu.”“Tapi mau terus disembunyikan sampai kapan? Cepat atau lambat juga semua orang pasti bakal tahu!”“Masalahnya kita selesaikan satu per satu. Aku sudah cari solusi untuk mengobati Papa. Nanti kalau Papa sudah siuman, semuanya bakal terselesaikan. Nanti aku juga bakal kasih tahu Papa kalau Om yang bantu aku melewati masa-masa sulit ini.”Fahrel cukup tergoda mendengar tawaran yang menarik itu. Jika dia membantu Bella dan Edgar dalam melewati masalah ini, dia pasti akan dianggap sebagai
“Apa lagi ini?”Dalam berkas yang berisikan surat wasiat tersebut tertulis jelas bahwa sang Ratu mengetahui kesehatannya yang makin menurun dan sudah dekat ajalnya, karena itu selagi masih sadar, sang Ratu dengan sukarela menyerahkan posisinya kepada keturunannya, dan Fred diberikan kepercayaan penuh untuk menjadi penasihat mereka.“Kamu masih berani mengaku nggak mau merebut posisiku?! cucuku usianya baru empat tahun, tahu apa merea? Lagi pula bukannya menurunkan ke anakku, tapi malah langsung ke cucuku. Orang waras pasti sudah tahu apa maksudnya ini.”“Nggak juga, cucu Yang Mulia sangat pintar dan punya bakat untuk jadi penguasa yang baik. Saya cuma bertugas memberi nasihat, tapi pada akhirnya kekuasaan tertinggi tetap jatuh kepada mereka. Terkait masalah pewaris, apa Yang Mulia masih nggak sadar juga seperti apa mereka? Mereka sama sekali nggak cocok untuk jadi penguasa!”“Fred, kenapa baru sekarang aku sadar kalau ternyata ambisimu setinggi itu, ya?”“Bukan, Yang Mulia. Yang Mulia
Ketik sang Ratu tersadar, dia sudah berada di atas kasur. Dia berbaring dengan sangat nyaman ditutupi oleh selimut yang rapi. Di sampingnya ada semacam alat medis yang mengeluarkan suara nyaring. Walau demikian, sang Ratu tidak merasa nyaman.“Fred! Fred!” sahutnya.Mengira tidak akan ada yang datang, tak disangka Fred sendiri yang muncul di hadapannya.“Ada yang bisa dibantu, Yang Mulia?”“Lepasin aku!”“Wah, sayang sekali Yang Mulia, tapi nggak bisa! Eksperimennya sudah mau kita jalankan dua hari lagi. Yang Mulia nggak boleh ke mana-mana sampai dua hari ke depan.”“Eksperimen apaan. Kamu cuma mau membunuhku dan mengambil alih jabatanku, bukan?”“Yang Mulia, saya mana berani melakukan itu. Kalau saya membunuh Yang Mulia, apa saya perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membangun lab dan semua eksperimen ini? Saya benar-benar berniat baik untuk Yang Mulia, tapi Yang Mulia malah terbuai sama omongan si cewek licik itu dan nggak percaya lagi sama saya. Sayang sekali!” kata Fre
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S
Kemampuan medis Yuna tak diragukan membuat Fred kagum kepadanya, tetapi Yuna punya perang yang lebih penting dari itu. Lagi pula sifat Yuna yang sangat keras membuatnya tidak mungkin dijadikan kawan oleh Fred. Dibiarkan hidup juga tidak ada gunanya.“Bagus … bagus sekali!”Setelah memahami apa yang sesungguhnya terjadi, Fred menarik napas panjang dan mengatur kembali emosinya. Dia mengucapkan kata “bagus” berulang kali, dan ini merupakan pelajaran yang sangat berharga baginya. Selama ini selalu dia yang mengerjai orang lain. Tak pernah sekali pun Fred berpikir dirinya tertipu oleh sebuah trik murahan. Bukan berarti Fred bodoh karena tidak menyadari hal itu, hanya saja terlalu banyak hal yang harus dia kerjakan sehingga dia tidak bisa berpikir dengan jernih.“Yuna, kali ini kamu menang! Tapi sayang sekali kamu nggak akan bisa melihat akhir dari semua ini! Sebentar lagi kita sudah mau masuk ke tahap terakhir dari R10. kamu sudah siap?”Fred menyunggingkan seulas senyum yang aneh di waja
“Tadi kamu ada diare lagi?” Yuna bertanya.“Nggak ada,” jawab Fred menggeleng, tetapi dia marah menyadari dirinya malah dengan lugu menjawab pertanyaan yang tidak berkaitan. “Itu nggak ada urusannya! Sekarang juga aku mau obat itu!”“Sudah nggak sakit perut dan nggak diare, rasa mual juga sudah mendingan, ya? Paling cuma pusing sedikit dan kadang kaki terasa lemas. Iya, ‘kan?”Fred tertegun diberikan sederet pertanyaan oleh Yuna, dia pun mengingat lagi apa benar dia mengalami gejala yang sama seperti Yuna sebutkan.“Kayaknya … iya!”Meski sudah berkat kepada dirinya sendiri untuk tidak terbuai oleh omongannya, tetap saja tanpa sadar Fred menjawab dengan jujur. Setelah Fred menjawab, Yuna tidaklagi bertanya dan hanya tersenyum.“Kenapa kamu senyum-senyum?! Aku tanya mana obatnya, kamu malah ….”“Pencernaan kamu sehat-sehat saja, nggak kayak orang yang lagi keracunan!”“Kamu ….”Fred lantas meraba-raba perut dan memukul-mukul dadanya beberapa kali. Dia merasa memang benar sudah jauh lebi