Di saat itu juga Stella menghampiri Frans dan mengulurkan tangan padanya. Frans hendak bertanya apa yang akan Stella lakukan, tapi Stella sudah keburu menarik kursi rodanya ke depan sofa sehingga posisi mereka berdua saling bertatapan.“Frans, sebenarnya selama ini ada yang mau aku omongin sama kamu, tapi aku nggak tahu gimana cara menyampaikannya. Apa kamu merasa emosi kamu makin meledak-ledak sejak kamu pulang, seakan kamu berubah jadi orang yang berbeda?”“Hmm? Masa?” jawab Frans datar.“Awalnya aku pikir mungkin karena kamu batin kamu terluka dan suasana hati kamu lagi kurang bagus, makanya aku coba untuk mengerti. Tapi sudah beberapa hari, yang ada emosi kamu makin meledak-ledak. Kamu dulu nggak begini! Dulu kamu nggak pernah teriak-teriak dan nyuruh-nyuruh aku, apalagi sampai bikin aku nangis. Tapi sekarang … kamu bahkan nggak peduli sedikit pun waktu lihat aku berdarah!” kata Stella sambil mengayunkan tangannya yang terluka di depan wajah Frans.Akan tetapi, Frans malah menangga
Stella tidak pernah bertengkar dengan Frans sebelumnya. Paling-paling Stella hanya berpura-pura marah untuk meledek Frans, itu pun sudah cukup untuk membuat Frans cemas. Frans adalah tipikal pria yang maskulin dan lugas. Dia sangat tidak romantis, tapi tetap bisa memperlakukan Stella dengan baik. Sifat Frans yang seperti inilah yang membuat Stella merasa dirinya begitu bahagia. Stella bisa mentoleransi sifat Frans yang mudah marah akhir-akhir ini, karena dia merasa terkadang itu wajar saja terjadi. Hanya saja, ucapan Frans tadi benar-benar telah menyakiti hatinya. Jika Frans bisa menyuruh Stella untuk pergi saja bersama Brandon, maka selama ini dia menganggap Stella sebagai apa?“Kamu … coba ngomong sekali lagi?!” kata Stella sambil meremas kaleng bir yang ada di tangan hingga bentuknya tak beraturan.“.…”Mungkin Frans juga menyadari bahwa ucapannya sudah keterlaluan, jadi dia pun langsung diam dan tidak mengulanginya lagi. Lalu Stella menarik napas panjang guna menenangkan diri, dan
Tak lama kemudian mereka mendengar langkah kaki yang menghampiri. Ketika Juan akan membukakan pintu, Yuna sudah terlebih dahulu sampai dan membuka pintunya duluan.“Masih belum juga?” tanya Yuna.“Aku lagi nungguin kamu!”“Kalau aku nggak datang, gimana?”“Kalau nggak datang ya aku sendiri saja!”“Kamu sudah bertahun-tahun nggak pernah nusuk, apa nggak takut salah tusuk titik?”“Kalau salah tusuk, ya tinggal tusuk ulang saja. Toh Chermiko juga cucuku sendiri, tusuk banyakan dikit juga nggak apa-apa!”Chermiko sampai berkeringat dingin mendengar percakapan mereka berdua. Apaan-apaan itu? Mentang-mentang cucu sendiri, Juan mau menggunakan jarum lebih banyak dari biasanya? Dan juga sejak kapan dia meminta Yuna datang kemari?“Tunggu! Jadi siapa yang akan mengobati aku, jangan-jangan ….”Mendengar itu, Yuna langsung melirik Juan dan bertanya padanya, “Kamu nggak kasih tahu dia?”“Kasih tahu apa? Dia cuma pasien, apa dia punya hak untuk memilih siapa dokternya?”“Apa?!” seru Chermiko. Atas
Sebelum Chermiko selesai berbicara, Yuna memegang tanganya dan dengan secepat kilat menusukkan jarum ke tangannya. Saking cepatnya sampai Chermiko tidak merasakan apa-apa, tahu-tahu jarumnya sudah menembus kulitnya.“Eh?”Semuanya terjadi begitu instan. Chermiko tidak tahu apakah jarum itu yang membuat dia tidak bisa berkata-kata, ataukah gerakan Yuna yang terlalu cepat hingga dia tidak sempat bereaksi. Chermiko tidak lagi rewel dan hanya mengamati Yuna bekerja. Yuna juga tidak banyak bicara dan hanya fokus dengan apa yang sedang dia kerjakan.Sejujurnya, ini bukan pertama kalinya Yuna memberikan terapi akupunktur kepada orang lain. Yang Yuna katakan tadi semata-mata hanya untuk menakuti Chermiko saja. Sebelum datang kemari, Yuna juga sudah membaca beberapa buku kedokteran kuno untuk mengingat kembali titik-titik yang akan dia gunakan. Selain itu, akupunktur yang akan Yuna berikan ini bukan akupunktur biasa. Setiap jarumnya sudah dilumuri obat terlebih dahulu. Walau begitu, Yuna tidak
“Lanjut?” tanya Yuna.“Lanjut!” jawab Chermiko.Jarang-jarang bisa mendengar kata-kata itu terucap dari mulut Chermiko. Dulu dia sangat meragukan Yuna dan selalu mempertanyakan pendapat Yuna setiap saat seolah hanya dengan cara itulah Chermiko bisa menunjukkan kecerdasannya. Hanya kali ini saja dia percaya kepada Yuna tanpa keraguan sedikit pun, bahkan ketika ini menyangkut nyawanya sendiri. Bagaimanapun juga, Chermiko sudah menyaksikan sendiri seberapa hebat Yuna, dan reaksi dari tubuhnya sendiri menjadi bukti objektif, karena itu Chermiko percaya padanya.Yuna pun memakai masker dan melanjutkan pengobatannya, sementara Juan mengambil perlengkapan disinfektan untuk membersihkan satu ruangan sampai ke setiap sudut. Tidak ada satu pun dari mereka yang berbicara, satu-satunya suara yang bisa mereka dengar hanyalah suara alat disinfektan yang Juan gunakan.Chermiko kembali memejamkan matanya. Kehangatan yang tadi dia rasakan berangsur menghilang. Tubuhnya sekarang jadi lemah karena batuk
Mendengar kakeknya berkata demikian, Chermiko juga tentu saja berharap bisa beristirahat sejenak. Sudah berhari-hari dia tidak mendapatkan tidur yang layak dan terus dikurung dari pagi sampai malam. Meski sudah pulang ke rumah, dia tidak pernah sekali pun tidur nyenyak karena rasa sakit yang menyiksa tubuhnya.Empat jam yang baru saja berlalu bagi Chermiko adalah tidur yang paling nyenyak. Semangatnya jauh membaik begitu dia terbangun.“Iya, Kakek!” jawabnya mengangguk.Juan pun beranjak dari kursi dan meraba nadinya. Setelah beberapa saat, dia langsung keluar tanpa mengatakan apa-apa. Dia turun ke bawah untuk mencuci tangan dan menyemprotkan disinfektan, kemudian pergi ke halaman belakang.Langit sudah gelap, tapi masih ada lampu yang menerangi pekarangan nan cantik dan besar itu. Saat Juan pergi ke rak bunga yang hangat, dia melihat Yuna sedang memetik beberapa tangkai bunga yang ada di sana. Yuna tidak terlalu leluasa berjongkok karena perutnya yang membesar. Dia hanya membungkuk s
“Kalau begitu … biasakanlah pelan-pelan!” kata Yuna. ***Malam hari itu di sebuah kamar tidur yang gelap dan sunyi senyap, Frans sedang tertidur pulas dan mengeluarkan suara dengkuran yang pelan. Tiba-tiba dia membuka selimutnya dan duduk di atas kasur. Dia tidak langsung berdiri, melainkan menatap ke Stella yang tertidur pulas membelakanginya di samping. Sepertinya Stella masih tidak sadar kalau Frans terbangun, maka Frans perlahan-lahan mengangkat tubuh dengan kedua tangannya dan pergi keluar.Akan tetapi seketika Frans keluar, Stella langsung membuka mata dan menatap lurus ke arah pintu kamarnya yang baru saja tertutup. Di tengah kegelapan itu, bola matanya terlihat begitu terang, tetapi tertutup oleh air mata yang berlinang.Ternyata benar, Frans berbohong kepadanya! Jelas-jelas Frans bisa berjalan dengan kedua kakinya tanpa masalah, tapi kenapa dia harus berpura-pura menggunakan kursi roda?Stella menarik napas panjang untuk mengendalikan perasaannya yang bergejolak, lalu dia men
Yuna masuk ke dalam rumah dan baru mengangkat telepon setelah dia duduk di sofa.“Stella, ada apa?” Sebenarnya Yuna sudah punya firasat hal buruk akan terjadi. Sejak dia dan Brandon pergi dari apartemennya, Yuna sudah merasa Stella pasti akan menghubunginya duluan. Stella memang mencintai Frans, tapi dia bukanlah orang yang bodoh. Setelah pertemuan mereka tadi, Yuna yakin Stella pasti bisa menilai siapa yang sebenarnya berbohong.Di telepon itu, suara Stella terdengar sangat terburu-buru dan panik. “Kak Yuna, Frans … dia pergi.”“Pergi? Apa maksudnya?” Spontan Yuna melirik Brandon yang sedang membawakan segelas susu hangat untuknya. Dia juga menyadari ada sesuatu yang aneh dan langsung menatap balik Yuna.“Sewaktu aku lagi tidur, dia diam-diam pergi bawa mobil, aku nggak tahu dia pergi ke mana. Kak Yuna, aku … aku takut!” ujar Stella terisak. Stella takut akan hal-hal yang tidak dia ketahui dari Frans, juga takut akan kebenaran dari apa yang Frans tutupi darinya.“Dia pergi sendirian?
“Eh? Yang benar? Kalau begitu aku ….”“Tapi ingat, kamu bebas keluar masuk di dalam gedung, bukan keluar dari tempat ini. Paham? Kalau kamu berani keluar satu langkah saja, aku nggak bisa melindungi kamu!” kata Fred sembari menepuk bahu Rainie dengan ringan.Seketika itu juga hanya dalam sekejap kegirangan Rainie langsung menghilang. Di detik itu dia mengira sudah bisa bebas keluar masuk kedutaan dan mendapatkan kembali kebebasannya. Namun ketika dipikirkan lagi dengan baik, apa yang Fred katakan tidaklah salah. Lagi pula apa untungnya juga Rainie keluar. Dengan kondisi sekarang ini, dia keluar sedikit saja pasti akan langsung ditangkap oleh anak buahnya Brandon atau Edgar.Bicara soal Edgar membuat Rainie teringat dengan lab yang sudah dihancurkan itu, serta kedua orang tua dan juga rumahnya. Rainie sempat berpikir untuk mengunjungi rumahnya semenjak dia bebas dari Brandon. Tetapi dari kejauhan Rainie melihat ada orang yang memindahkan barang-barang di rumahnya. Dan dari omongan orang
Ross melihat ke sana kemari seolah-olah sedang khawatir ada orang yang sewaktu-waktu datang mengejarnya. Rainie yang menyadari perilaku itu segera berkata, “Pak Fred ada pertanyaan untuk Pangeran. Dia pasti berniat baik, jadi tolong Pangeran jawab pertanyaannya dengan baik, ya?”Kemudian, Rainie sekali lagi mengetuk jarinya ke botol. Ross tampak mengernyit dan sedikit kebingungan, tetapi dia lalu mengangguk dan berkata, “Ya!”Rainie berbalik menatap Fred dan mundur ke belakangnya. Sembari menatap Ross dari balik layar ponsel, dia berdeham, “Pangeran Ross, selama perjalanan apa sudah dapat kabar tentang Yang Mulia?”Sudah pasti belum ada, tetapi Fred sengaja bertanya seperti itu kepada Ross. Benar saja, Ross menggelengkan kepala menjawab, “Belum ada. Tapi kurasa karena aku baru pergi satu hari, jadi belum terlalu jauh. Kamu bilang mamaku pergi ke tempatnya suku Maset atau semacamnya, ‘kan? Mungkin perlu beberapa hari baru bisa sampai ke sana.”“Iya, betul. Yang Mulia bilang mau pergi ke
Selagi Rainie sedang berpikir, Fred masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.“Hari ini kamu sudah hubungi dia?”“Sudah, baru saja. Lokasinya sesuai. Aku juga sudah video call, nggak masalah,” jawab Rainie.Dia tidak berani mengatakan kepada Fred kalau dia memiliki kecurigaan terhadap Ross. Dia tidak mau Fred tahu kalau karyanya belum sempurna.“Ok,e coba hubungi dia lagi!”“Eh?”“Kenapa, ada masalah?”“Nggak, tapi tadi baru saja aku telepon. Apa … ada pertanyaan yang mau disampaikan?”“Nggak ada, aku cuma mau ngobrol langsung sama dia sebentar. Nggak boleh?”“... oh, tentu saja boleh.”“Kalau begitu tunggu apa lagi ? Cepat telepon dia lagi!”Rainie pun kembali menghubungi nomor Ross sembari memegang erat botol birnya, berharap semua berjalan lancar sesuai rencana. Telepon sempat berdering beberapa saat sampai akhirnya diangkat oleh ross. Di video call tersebut Ross memakai topi dan kacamata sehingga separuh wajahnya tertutup oleh bayangan objek di sekitarnya.“Tadi kenap
Di malam hari, Ross mengirimkan lokasi GPS-nya kepada Rainie. Tentu saja lokasi itu sudah dipalsukan sesuai dengan rencana perjalanannya semula, mengubah alamat IP, dan mengirimkannya kepada Rainie. Tak lama Rainie menghubunginya dengan video call.Untungnya Brandon sudah bersiaga dengan menyiapkan latar yang meyakinan, jadi ketika Rainie menelepon, Ross hanya perlu berdiri di depan latar dan menerima panggilan Rainie.Ketika panggilan tersambung, Rainie langsung memperhatikan apa yang ada di belakang Ross. “Pangeran, di belakang sana banyak pepohonan lebat. Sudah sampai di pinggir kota?”“Tempatnya agak jauh dan terpencil. Supaya menghindari pengawasan dari pihak berwenang, aku nggak bisa lewat jalan besar,” jawab Ross, kemudian dia gantian bertanya, “Urusan di kedutaan lancar? Fred bisa menanganinya?”“Pak Fred pasti bisa, maaf jadi merepotkan Pangeran,” jawab Rainie.“Nggak apa-apa! Memang ini sudah kewajibanku menjaga keamanan mamaku sendiri.”“Baiklah kalau begitu, Pangeran. Selam
Yuna memiringkan kepalanya sedikit sembari menarik tangan Juan, lalu menatap wajahnya dan berkata dengan penuh amarah, “Kamu dipukuli?!”“Nggak apa-apa!”“Apanya nggak apa-apa! Kamu dipukuli mereka?!”Yuna spontan mengubah posisi duduk, tetapi dia baru saja sadar dari koma dan tubuhnya masih lemah, alhasil napasnya jadi sedikit terengah-engah.“Siapa? Fred?!”“Kamu kira aku nggak bisa menangkis? Kalau aku serius, dia nggak bakal bisa mengenaiku sedikit pun!”“Beraninya dia memukulmu?!”Jelas sekali ucapan Juan sama sekali tidak digubris oleh Yuna. Dia sudah terlanjur diselimuti oleh kemarahan melihat gurunya disakiti oleh orang lain. Mulut Yuna memang sering kali kasar ketika sedang berbicara dengan Juan, tetapi jauh di lubuk hati dia sangat menghormati gurunya. Waktu Yuna berguru dengan Juan memang tidak terlalu lama dan putus nyambung, tetapi dia sudah belajar banyak sekali darinya. Bagi Yuna, Juan adalah senior yang sangat berjasa dalam hidupnya. Yang lebih membuat Yuna marah, di us
“Hus! Amit-amit! Siapa yang ajarin kamu ngomong begitu! Yuna yang aku kenal nggak begini, sejak kapan kamu jadi sentimental!”“Kamu sendiri juga biasanya nggak pernah percaya sama yang begituan. Jadi, kenapa kamu mau datang ke sini?”“Aku … cuma mau lihat saja apa yang terjadi di sini!”Yuna tidak membalas sanggahan Juan dan hanya tersenyum, sampai-sampai membuat Juan panik dan menyangkal, “Oke, oke. Aku datang untuk lihat keadaan kamu, puas?! Kamu nggak tahunya pasti punya tenaga untuk bikin aku marah. Kayaknya kamu sudah sehat, ya.”“Iya, aku sudah mendingan!” kata Yuna, dia lalu hendak mencabut jarum-jarum yang masih tertancap di badannya.”“Eh, jangan bergerak!” seru Juan, emudian dia mencabut jarumnya satu per satu sesuai dengan urutan dia menusuk sambil menggerutu, “Aku dengar kamu tiba-tiba koma. Bikin aku takut saja. Aku juga dengar dia bilang detak jantung kamu hampir berhenti. Biar kutebak, kamu …. Ah, biarlah. Kamu ini, nggak pernah peduli sama badan sendiri. Bisa-bisanya ka
“Tahan dia, dia masih bisa berguna,” kata Fred.“Aku nggak akan pergi dari kamar ini!” Tiba-tiba Juan memberontak dan akhirnya melawan perintah Fred. “Kalau kamu mau aku angkat kaki dari kamar ini, lebih baik bunuh aku saja sekalian!”“Kamu pikir aku nggak berani?”“Terserah kamu saja!”Juan langsung duduk bersila di lantai dan tangannya memeluk ujung kasur dengan erat. Mau diapa-apakan oleh mereka pun Juan tidak akan mau berpindah tempat. Jangan remehkan tubuhnya yang sudah menciut akibat usia, walau begitu pun tenaganya masih lumayan besar sampai ditarik oleh banyak orang pun dia tetap tak berpindah. Namun keributan itu membuat Yuna merasa terganggu.“Pak Tua … hentikan!”Fred melompat kegirangan akhirnya mendengar Yuna sudah bisa bicara. Dia segera meminta mereka untuk berhenti dan berjalan menghampiri Yuna.“Akhirnya kamu bangun juga. Mau ngomong juga kamu sekarang? Yuna, kamu sudah keterlaluan! Kamu pikir dengan bunuh diri, kamu berhasil merusak rencana besarku?”“Aku nggak ngerti
Namun Yuna masih sangat lemah meski jantungnya sudah kembali berdenyut. Dia kelihatan sangat lesu seperti orang yang sedang mengalami depresi berat. Fred pun menyadari itu, dan dia langsung memberi perintah kepada para dokternya, “Hey, cepat periksa dia!”Para dokter itu pun berbondong-bondong datang dan melakukan berbagai macam pemeriksaan, lalu mereka menyimpulkan, “Pak Fred, untuk saat ini dia baik-baik saja. Nggak ada kondisi yang membahayakan, tapi dia masih sangat lemah dan butuh waktu istirahat.”“Perlu berapa lama? Apa dia masih bisa pulih seperti semula?”“Itu … kurang lebih minimal setengah bulan.”“Setengah bulan? Lama banget!”Setengah bulan terlalu lama dan malah mengganggu pekerjaannya. Fred tidak punya cukup kesabaran untuk menunggu selama itu. Namun sekarang tidak ada jalan lain yang lebih baik, mau tidak mau dia harus bersabar. Dia lantas berbalik dan melihat ke arah Juan. Dia mendekatinya dan menarik kerah bajunya seraya berkata, “Hey, tua banga, aku menganggap kamu s
Anak buahnya yang berjaga di luar ruangan juga langsung masuk dan menghentikan Juan begitu mereka mendapat arahan dari Fred. Fred sendiri juga langsung berlari ke kamar itu secepat mungkin, tetapi sayang dia terlambat.Monitor ICU mengeluarkan bunyi nyaring dan garis detak jantung Yuna juga sudah menjadi garis lurus.“Nggak, nggak!” Fred langsung berlari memegang bahu Yuna dan menggoyangkan tubuhnya.“Kamu belum boleh mati! Kamu nggak boleh mati tanpa perintah dariku!”Fred berteriak-teriak seperti orang gila, dan tim medisnya juga masuk melakukan resusitasi jantung, tetapi garis horizontal di monitor ICU tetap tidak berubah, yang berarti Yuna sudah mati.“Nggak mungkin ….”Fred berbalik menatap Juan yang sudah ditahan oleh pengawal dan membentaknya, “Kenapa? Kenapa?! Dia itu muridmu, murid kesayanganmu! Kamu datang ke sini untuk menolong dia, bukan membunuh dia!”Di tengah gempuran emosi yang dahsyat, Fred melayangkan pukulan telak di wajah Juan sampai Juan mengeluarkan darah segar da