Namun ketika diangkat, Yuna tidak mendengar ada suara, maka dia yang duluan menyapa, tapi tidak juga mendapat jawaban. Dia pikir mungkin ada yang salah dengan panggilan itu dan hendak menutupnya, tapi tiba-tiba dia dapat mendengar ada suara samar yang keluar. Suara itu bukan suara orang yang sedang berbicara, tapi suara latar seperti angin yang berembus, dan juga ada suara klakson mobil yang bercampur aduk.“Halo? Siapa, ya?” tanya Yuna, tapi dia masih juga tidak mendapat jawaban.Menyadari ada yang aneh, Brandon pun bertanya, “Kenapa?”Yuna menggelengkan kepalanya dan masih terus menunggu sampai setengah menit. Jika masih tidak ada yang menjawab, dia akan langsung menutupnya. Di saat Yuna sudah hampir habis kesabarannya, akhirnya terdengar suara seorang wanita yang memanggil dengan tergesa-gesa, “Kak Yuna!”“Bella? Ada apa? Kamu di mana? Apa kamu lagi nggak leluasa untuk ngomong? Ini nomor baru kamu? Atau nanti aku telepon balik saja?”“Nggak, nggak usah ...,” kata Bella, dengan yang
Yuna tidak menolak tawaran dari Brandon, karena bagaimanapun juga dengan adanya Brandon akan jadi jauh lebih mudah.Keesokan paginya mereka berdua sudah tiba di rumahnya Edgar, tapi sayang mereka tidak disambut dengan baik di sana.“Maaf, Pak Edgar lagi nggak enak badan. Silakan datang lagi di lain hari,” kata si pelayan rumah yang bertugas menjaga pintu rumah.“Justru karena lagi nggak enak badan, kami harus ketemu dia. Istriku ini dokter pengobatan tradisional, siapa tahu bisa membantu. Tolong sampaikan ke Pak Edgar lagi kalau ada sesuatu yang perlu aku omongin terkait proyek vaksin.”Pelayan itu terlihat sedikit kerepotan, tapi dia tetap menyanggupi permintaan Brandon karena sudah cukup familier dengannya.“Baik, coba saya tanyakan lagi.”“Terima kasih.”“Tunggu, tolong sampaikan juga kalau aku mantan rekan kerjanya Rainie. Apa pun yang Rainie kerjakan, aku juga bisa,” timpal Yuna.Pelayan itu terlihat kebingungan, tapi dia tetap menyampaikan pesan Yuna apa adanya. Ketika tinggal Br
Brandon dan Yuna saling menatap satu sama lain kebingungan saat mendengar jawaban yang tidak mereka sangka-sangka itu. Apa yang paling Edgar butuhkan saat ini adalah obat yang Rainie gunakan untuk mengendalikannya, tapi kini Rainie sudah mati. Seharusnya Edgar senang mendengar ada orang lain yang juga memiliki apa yang dia butuhkan.“Maaf, tolong tanyakan sekali lagi yang lebih jelas. Sampaikan kami ini dari Setiawan Group ….”“Lebih baik kalian berdua pulang saja, Pak Edgar lagi nggak menerima tamu,” kata si pelayan yang kemudian langsung menutup pintu rapat-rapat tanpa mendengar permintaan Yuna sampai habis.Semua pelayan yang bekerja di rumah ini mengenali siapa Brandon, tetapi apabila mereka masih tetap tidak mau menerima kedatangannya, maka hanya ada satu alasan, yaitu Edgar memang sengaja tidak ingin bertemu.Ketika Yuna masih ingin mengetuk pintu berharap akan dibukakan kembali, Brandon segera menahannya dan mengisyaratkan dia untuk menoleh ke samping. Yuna mengikuti arahan Bran
“Jadi sekarang gimana keadaannya?” tanya Yuna. “Kamu tahu Rainie sudah mati?”“Iya … aku sudah dengar,” angguk Bella.“Terus apa tanggapan papa kamu?”“Hari itu dia baru saja pulang. Dia langsung mengamuk dan mengurung diri di kamar. Nggak ada seorang pun yang boleh masuk dan aku bisa dengar suara barang-barang yang dirusak dari dalam kamarnya. Habis itu … para pelayan rumah masuk untuk bersih-bersih, tapi papaku kelihatan tenang banget seolah nggak terjadi apa-apa setelah dia melampiaskan amarahnya.”“Selain merusak barang-barang, ada apa lagi yang aneh darinya? Rainie mengendalikan papamu dengan obat. Sekarang Rainie sudah mati dan obat itu juga sudah nggak ada lagi. Apa papamu … menunjukkan tanda-tanda kembali normal?”“Nggak! Dia masih sama seperti biasa, nggak ada yang berbeda.”“Gimana perlakuan dia ke kamu? Waktu itu kamu dikurung di kamar dan nggak diizinkan menghubungi siapa pun ….”“HP-ku masih disita dan aku masih nggak diizinkan keluar, tapi pengawasannya sudah nggak seketa
“Tapi papaku lagi nggak mau ketemu siapa pun! Dia bahkan nggak mau ketemu aku, makanya aku bawa kalian masuk diam-diam.”“Justru karena itu kita harus ketemu dia secepatnya. Kan kamu juga yang mau dia bisa sembuh secepatnya. Kalau aku nggak ketemu dia, gimana caranya aku bisa tahu obat apa yang dulu Rainie pakai untuk mengendalikan dia?”“Oke, ayo ikut aku!” ujar Bella.Begitu Bella membuka pintu kamarnya, mereka disambut oleh suasana rumah yang sunyi senyap. Bahkan saking sunyinya sampai membuat mereka semua merasa gelisah. Mereka lalu turun ke lantai bawah sampai ke depan ruang kerjanya Edgar.“Akhir-akhir ini papaku selalu di ruangan ini selama seharian penuh. Dia nggak mau diganggu siapa pun, bahkan kadang-kadang sampai nggak makan …,” tutur Bella dengan suara yang sangat pelan. Bisa dilihat betapa khawatirnya dia terhadap kondisi ayahnya, tapi tidak ada yang bisa dia lakukan untuk menolongnya. Tiba-tiba mereka mendengar suara yang lantang berasal dari dalam ruangan tersebut.“Siap
“Pak Edgar pasti merasa kesakitan setiap kali gejalanya kambuh. Tapi sekarang Pak Edgar sudah terbebas dari rasa sakit itu. Bukankah ini adalah sesuatu yang harus dirayakan?” kata Yuna. Dia tetap bersikap tenang tanpa ada maksud bercanda sedikit pun, yang mana justru membuat orang lain kebingungan.“Siapa yang bilang aku sakit? Aku baik-baik saja!” bantah Edgar.Selain tubuh dan wajahnya yang terlihat sedikit lebih kurus, Edgar tidak menunjukkan tanda-tanda sedang sakit, apalagi tatapan matanya. Dari tadi Yuna terus memperhatikan sorot mata Edgar yang menunjukkan ekspresi tidak sabaran, tapi tidak terlihat adanya tanda-tanda gangguan kejiwaan. Apabila kesadarannya masih dikendalikan oleh efek obat itu, tatapan mata menjadi tanda yang paling akurat.“Oh ya?”Yuna tiba-tiba mengangkat tangan dan menepuk bahu Edgar. Edgar kaget dan spontan menghindar seraya menepis tangan Yuna. Namun itu hanyalah tipu muslihat. Yuna segera menarik kembali tangan dan memukul bagian tulang rusuk Edgar denga
Yuna tiba-tiba berhenti ketika dia meraba belakang kepala Edgar. Di antara kedua jarinya Yuna merasakan ada sesuatu yang memancarkan cahaya terang. Jika bukan karena pantulan dari lampu, Yuna tidak akan menyadarinya kecuali dia benar-benar memperhatikannya.“Apa itu?!” ujar Bella terkejut saat dia melihat Yuna meraba sesuatu dari belakang kepala ayahnya.Hampir di saat yang bersamaan, sekujur tubuh Edgar menegak dan matanya terbelalak, lalu dari mulutnya keluar suara gumam yang tidak begitu jelas, dan kemudian dia pun tersungkur. Tubuhnya seperti kehilangan tenaga,dan mungkin dia sudah terjatuh apabila Bella tidak segera memapahnya.“Papa … Papa ….”Bella terus memanggil, tapi Edgar tidak memberikan reaksi apa pun. Matanya menutup dan kepalanya tertunduk. Sekeras apa pun Bella memanggil, Edgar seperti tidak dapat mendengarnya.“Kak Yuna, papaku kenapa?”Brandon yang melihat Yuna sedang mengambil jarum panjang berkata, “Itu jarum yang biasa dipakai untuk akupunktur, ‘kan?”“Ya,” jawab Y
“Terus jarum itu ….”“Jarum akupunktur itu aku tusuk ke titik yang ada di bagian belakang kepala papamu. Kalau dugaanku benar, Rainie juga memakai akupunktur yang ditambahkan efek virus untuk mengendalikan papamu. Teknik yang Rainie pakai itu ada tercatat di kitab-kitab kuno, tapi di zaman itu cuma memakai jarum saja. Papa kamu sekilas kelihatan masih punya kesadarannya sendiri dan nggak berbeda jauh dengan orang normal. Gejala ini nggak ada catatannya dalam kitab kuno, jadi kupikir mungkin ini efek karena ditambahkan obat.”“Jadi … papaku masih bisa kembali normal kayak dulu?” tanya Bella.Itulah yang menjadi kekhawatiran Bella yang utama. Dia tidak peduli baik itu akupunktur ataupun obat-obatan, selama ayahnya bisa kembali menjadi sosok ayah yang mencintainya seperti dulu, yang mau menemaninya, apa pun tidak masalah.“Kalau itu … aku juga nggak bisa memastikan.”Yuna ingin memberi kepastian kepada Bella bahwa dia bisa, tapi dia tidak bisa menjamin karena bagaimanapun, situasi yang me
“Nggak ada apa-apa. Di sini tenan-tenang saja. Gimana anakku?”Seketika itu Rainie terdiam sesaat. Bahkan ketika di bawah pengaruh hipnotis pun Shane masih tidak bisa melupakan anaknya. Kalau Rainie memberi tahu kalau anaknya sudah mati, dia pasti akan menggila dan bisa jadi terlepas dari pengaruhnya.“Aku masih cari cara, tapi kamu tahu sendiri aku nggak bisa keluar dengan bebas. Aku nggak bisa ke Yuraria. Kalaupun aku mau menolong, aku nggak bisa. Waktu itu kamu ada bilang soal obat yang bisa bikin menghilang. Itu gimana?”“Aku nggak ngerti. Maksudnya apa?”“Kamu pernah bilang mereka menemukan komposisi obat itu, terus mereka teliti, bukan? Hasilnya gimana?”Meskipun Rainie merasa itu tidak masuk akal, Shane tidak punya alasan untuk membohonginya. Dan karena Shane sudah bilang begitu, mungkinkah memang ada kemungkinan? Rainie tidak berhasil meneliti obat tersebut, tetapi jika mereka mendapat kemajuan, siapa tahu itu bisa menjadi inspirasi untuk Rainie, dan dia bisa memanfaatkan Shane
“Tapi gimana kalau gagal?” tanya Rainie.Berdasarkan histori dan data-data yang Rainie lihat di lab, dia tidak yakin eksperimen Fred akan berhasil. Akan tetapi dia tidak berani berkata jujur karena Fred tidak pernah mau menerima yang namanya kegagalan. Membuat Fred kecewa tidak akan memberikan hal baik, tetapi … Rainie sendiri sesungguhnya berharap eksperimen itu gagal.Jika berhasil, Fred akan senang, tetapi itu tidak ada untungnya bagi Rainie. Jika gagal, Fred pasti akan mencobanya lagi, dan di saat itu dia mau tidak mau akan bergantung kepada Rainie.“Kerja yang benar, nanti pasti kuberi imbalan yang sesuai!” kata Fred. “Terus awasi Ross, sama si Shane itu juga. Oh ya, akhir-akhir ini apa Shane ada mencari anaknya lagi?”“Ada, sih. Dia bahkan sudah tahu anaknya ada di istana kerajaan Yuraria, tapi dia nggak bisa apa-apa juga,” balas Rainie.“Ya, dia nggak akan berani macam-macam! Berhubung kamu juga sudah berhasil mengendalikan pikiran dia, kasih tahu dia kalau anaknya sudah mati. B
“Eh? Yang benar? Kalau begitu aku ….”“Tapi ingat, kamu bebas keluar masuk di dalam gedung, bukan keluar dari tempat ini. Paham? Kalau kamu berani keluar satu langkah saja, aku nggak bisa melindungi kamu!” kata Fred sembari menepuk bahu Rainie dengan ringan.Seketika itu juga hanya dalam sekejap kegirangan Rainie langsung menghilang. Di detik itu dia mengira sudah bisa bebas keluar masuk kedutaan dan mendapatkan kembali kebebasannya. Namun ketika dipikirkan lagi dengan baik, apa yang Fred katakan tidaklah salah. Lagi pula apa untungnya juga Rainie keluar. Dengan kondisi sekarang ini, dia keluar sedikit saja pasti akan langsung ditangkap oleh anak buahnya Brandon atau Edgar.Bicara soal Edgar membuat Rainie teringat dengan lab yang sudah dihancurkan itu, serta kedua orang tua dan juga rumahnya. Rainie sempat berpikir untuk mengunjungi rumahnya semenjak dia bebas dari Brandon. Tetapi dari kejauhan Rainie melihat ada orang yang memindahkan barang-barang di rumahnya. Dan dari omongan orang
Ross melihat ke sana kemari seolah-olah sedang khawatir ada orang yang sewaktu-waktu datang mengejarnya. Rainie yang menyadari perilaku itu segera berkata, “Pak Fred ada pertanyaan untuk Pangeran. Dia pasti berniat baik, jadi tolong Pangeran jawab pertanyaannya dengan baik, ya?”Kemudian, Rainie sekali lagi mengetuk jarinya ke botol. Ross tampak mengernyit dan sedikit kebingungan, tetapi dia lalu mengangguk dan berkata, “Ya!”Rainie berbalik menatap Fred dan mundur ke belakangnya. Sembari menatap Ross dari balik layar ponsel, dia berdeham, “Pangeran Ross, selama perjalanan apa sudah dapat kabar tentang Yang Mulia?”Sudah pasti belum ada, tetapi Fred sengaja bertanya seperti itu kepada Ross. Benar saja, Ross menggelengkan kepala menjawab, “Belum ada. Tapi kurasa karena aku baru pergi satu hari, jadi belum terlalu jauh. Kamu bilang mamaku pergi ke tempatnya suku Maset atau semacamnya, ‘kan? Mungkin perlu beberapa hari baru bisa sampai ke sana.”“Iya, betul. Yang Mulia bilang mau pergi ke
Selagi Rainie sedang berpikir, Fred masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.“Hari ini kamu sudah hubungi dia?”“Sudah, baru saja. Lokasinya sesuai. Aku juga sudah video call, nggak masalah,” jawab Rainie.Dia tidak berani mengatakan kepada Fred kalau dia memiliki kecurigaan terhadap Ross. Dia tidak mau Fred tahu kalau karyanya belum sempurna.“Ok,e coba hubungi dia lagi!”“Eh?”“Kenapa, ada masalah?”“Nggak, tapi tadi baru saja aku telepon. Apa … ada pertanyaan yang mau disampaikan?”“Nggak ada, aku cuma mau ngobrol langsung sama dia sebentar. Nggak boleh?”“... oh, tentu saja boleh.”“Kalau begitu tunggu apa lagi ? Cepat telepon dia lagi!”Rainie pun kembali menghubungi nomor Ross sembari memegang erat botol birnya, berharap semua berjalan lancar sesuai rencana. Telepon sempat berdering beberapa saat sampai akhirnya diangkat oleh ross. Di video call tersebut Ross memakai topi dan kacamata sehingga separuh wajahnya tertutup oleh bayangan objek di sekitarnya.“Tadi kenap
Di malam hari, Ross mengirimkan lokasi GPS-nya kepada Rainie. Tentu saja lokasi itu sudah dipalsukan sesuai dengan rencana perjalanannya semula, mengubah alamat IP, dan mengirimkannya kepada Rainie. Tak lama Rainie menghubunginya dengan video call.Untungnya Brandon sudah bersiaga dengan menyiapkan latar yang meyakinan, jadi ketika Rainie menelepon, Ross hanya perlu berdiri di depan latar dan menerima panggilan Rainie.Ketika panggilan tersambung, Rainie langsung memperhatikan apa yang ada di belakang Ross. “Pangeran, di belakang sana banyak pepohonan lebat. Sudah sampai di pinggir kota?”“Tempatnya agak jauh dan terpencil. Supaya menghindari pengawasan dari pihak berwenang, aku nggak bisa lewat jalan besar,” jawab Ross, kemudian dia gantian bertanya, “Urusan di kedutaan lancar? Fred bisa menanganinya?”“Pak Fred pasti bisa, maaf jadi merepotkan Pangeran,” jawab Rainie.“Nggak apa-apa! Memang ini sudah kewajibanku menjaga keamanan mamaku sendiri.”“Baiklah kalau begitu, Pangeran. Selam
Yuna memiringkan kepalanya sedikit sembari menarik tangan Juan, lalu menatap wajahnya dan berkata dengan penuh amarah, “Kamu dipukuli?!”“Nggak apa-apa!”“Apanya nggak apa-apa! Kamu dipukuli mereka?!”Yuna spontan mengubah posisi duduk, tetapi dia baru saja sadar dari koma dan tubuhnya masih lemah, alhasil napasnya jadi sedikit terengah-engah.“Siapa? Fred?!”“Kamu kira aku nggak bisa menangkis? Kalau aku serius, dia nggak bakal bisa mengenaiku sedikit pun!”“Beraninya dia memukulmu?!”Jelas sekali ucapan Juan sama sekali tidak digubris oleh Yuna. Dia sudah terlanjur diselimuti oleh kemarahan melihat gurunya disakiti oleh orang lain. Mulut Yuna memang sering kali kasar ketika sedang berbicara dengan Juan, tetapi jauh di lubuk hati dia sangat menghormati gurunya. Waktu Yuna berguru dengan Juan memang tidak terlalu lama dan putus nyambung, tetapi dia sudah belajar banyak sekali darinya. Bagi Yuna, Juan adalah senior yang sangat berjasa dalam hidupnya. Yang lebih membuat Yuna marah, di us
“Hus! Amit-amit! Siapa yang ajarin kamu ngomong begitu! Yuna yang aku kenal nggak begini, sejak kapan kamu jadi sentimental!”“Kamu sendiri juga biasanya nggak pernah percaya sama yang begituan. Jadi, kenapa kamu mau datang ke sini?”“Aku … cuma mau lihat saja apa yang terjadi di sini!”Yuna tidak membalas sanggahan Juan dan hanya tersenyum, sampai-sampai membuat Juan panik dan menyangkal, “Oke, oke. Aku datang untuk lihat keadaan kamu, puas?! Kamu nggak tahunya pasti punya tenaga untuk bikin aku marah. Kayaknya kamu sudah sehat, ya.”“Iya, aku sudah mendingan!” kata Yuna, dia lalu hendak mencabut jarum-jarum yang masih tertancap di badannya.”“Eh, jangan bergerak!” seru Juan, emudian dia mencabut jarumnya satu per satu sesuai dengan urutan dia menusuk sambil menggerutu, “Aku dengar kamu tiba-tiba koma. Bikin aku takut saja. Aku juga dengar dia bilang detak jantung kamu hampir berhenti. Biar kutebak, kamu …. Ah, biarlah. Kamu ini, nggak pernah peduli sama badan sendiri. Bisa-bisanya ka
“Tahan dia, dia masih bisa berguna,” kata Fred.“Aku nggak akan pergi dari kamar ini!” Tiba-tiba Juan memberontak dan akhirnya melawan perintah Fred. “Kalau kamu mau aku angkat kaki dari kamar ini, lebih baik bunuh aku saja sekalian!”“Kamu pikir aku nggak berani?”“Terserah kamu saja!”Juan langsung duduk bersila di lantai dan tangannya memeluk ujung kasur dengan erat. Mau diapa-apakan oleh mereka pun Juan tidak akan mau berpindah tempat. Jangan remehkan tubuhnya yang sudah menciut akibat usia, walau begitu pun tenaganya masih lumayan besar sampai ditarik oleh banyak orang pun dia tetap tak berpindah. Namun keributan itu membuat Yuna merasa terganggu.“Pak Tua … hentikan!”Fred melompat kegirangan akhirnya mendengar Yuna sudah bisa bicara. Dia segera meminta mereka untuk berhenti dan berjalan menghampiri Yuna.“Akhirnya kamu bangun juga. Mau ngomong juga kamu sekarang? Yuna, kamu sudah keterlaluan! Kamu pikir dengan bunuh diri, kamu berhasil merusak rencana besarku?”“Aku nggak ngerti