Kalau bukan gara-gara Rainie yang meracuni duluan, sekarang Bella pasti hidup bahagia dan penuh percaya diri dengan penampilan fisiknya yang cantik, tidak seperti sekarang yang hanya di rumah saja dan tidak punya teman.Sudah bertahun-tahun lamanya Bella harus menanggung penderitaan, baik secara fisik maupun mental. Sebagai seorang ayah, Edgar tidak banyak bicara, tapi dia bisa merasakan seperti apa sakitnya. Dan sekarang Susan malah meminta balas budi karena telah membawa Bella berobat ke dokter selama ini? Lucu sekali!“Bella, Bella ….”Dilihat dari gelagat Edgar, Susan yakin dia tidak akan bisa membujuk kakak iparnya yang berhati keras itu. Maka dia pun hendak memeluk kaki Bella, tapi Bella dengan sigap menghindar. Melihat om dan tantenya yang terlihat begitu kasihan dan berlinang air mata, Bella mengalihkan mata ke ayahnya.“Pa ….”“Sudah Papa bilang kamu nggak usah ikut campur, biar Papa saja yang urus!”Edgar paham betul dengan sikap anaknya yang lemah lembut, karena itu biarlah
Edgar melirik mata Bella sebagai isyarat untuk tetap tenang. Edgar telah bertekad untuk mencari keadilan bagi anaknya, jadi tentu dia tidak akan semudah itu terbuai oleh kata-kata Rainie. Namun, Fahrel dan Susan masih berharap mungkin dengan rahasia yang akan Rainie bocorkan itu, dia bisa mendapatkan sedikit keringanan.“Rainie, ayo kasih tahu rahasianya ke Om Edgar. Kita semua satu keluarga, nggak ada yang perlu ditutupi, dan juga … dia pasti mau maafin kamu,” kata Fahrel.“Ya, cepat kasih tahu apa rahasia yang tadi kamu maksud,” ujar Edgar.“Rahasia ini aku cuma bisa kasih tahu ke Om Edgar seorang saja. Gimanapun juga ini menyangkut pekerjaanku di lab, aku takut ….” Sampai di sini, Rainie terlihat sedikit ragu dan juga ketakutan.“Rainie, di sini sudah nggak ada orang luar lagi. Masa Papa Mama juga nggak boleh dengar?” tanya Susan. Dia sangat penasaran dengan apa rahasia yang Rainie katakan. Semua asisten rumah tangga di rumah ini sudah Susan suruh keluar, dan dia pun sangat ingin ta
Rainie segera mengikutinya masuk ke dalam. Sementara itu, Fahrel dan Susan berdiri dan bertanya-tanya apa lagi yang Rainie sembunyikan dari mereka. Mereka hanya berharap rahasia yang akan Rainie katakan benar-benar efektif supaya Edgar tidak lagi meminta tanggung jawab darinya. Apa pun itu, selama Rainie tidak dijebloskan ke penjara.Sekarang mereka sudah tidak lagi memikirkan tentang proyek ataupun segala urusan tentang bisnis. Mereka cuma mau anak mereka selamat.Bella pun menanti dengan penuh rasa cemas. Dia ingat Yuna pernah mengingatkan bahwa Rainie tidaklah sesimpel penampilan luarnya. Fakta juga telah membuktikan, sejak usia belasan tahun, Rainie sudah bisa meracuni Bella untuk waktu yang sangat lama. Itu membuktikan bawa Rainie tidak hanya memiliki bakat dalam meracik obat herbal, tapi dia juga memiliki hati yang jahat.Saat itu, Bella memang sesekali bertengkar dengan Rainie, tapi Bella hanya marah paling lama dua hari. Dia tidak pernah sekali pun berpikir untuk menyakiti Rain
Gerakan Rainie cukup cepat, tapi Edgar lebih cepat lagi darinya. Begitu Rainie baru saja mengangkat tanganya, Edgar sudah lebih dulu menggenggam tangan Rainie yang satu lagi dan memelintir ke belakang. Satu tangan lagi Edgar gunakan untuk menutupi hidungnya. Alhasil, debu yang beterbangan pun tidak berhasil memasuki sistem pernapasannya.“Hah, cuma trik murahan begini jangan harap bisa berhasil. Kamu terlalu meremehkanku,” kata Edgar.Walau begitu, Rainie masih tetap tenang menghadapi situasi ini. Dengan kondisi satu tangan dikunci oleh Edgar, dia masih bisa menurunkan badannya dan berkata, “Aku nggak perna meremehkan Om. Aku sudah tahu trik murahan begini nggak bakal mempan, makanya ….”“Makanya apa?” tanya Edgar. Di saat itu juga dia merasakan ada firasat yang buruk. Dengan tatapan mata super tajam dia melirik Rainie, tanpa merasakan adanya sesuatu yang aneh dengan tubuhnya.“Om nggak merasa ada yang aneh?”Benar saja. Begitu Rainie mengatakan itu, tiba-tiba Edgar merasa sekujur tubu
Rainie membungkuk sedikit sambil menarik lengan Edgar dan terus memanggilnya. Edgar masih tetap tidak menunjukkan adanya tanda pergerakan. Kepalanya terbaring ke samping memperlihatkan bagian lehernya.Merasa sudah aman, Rainie mengeluarkan sebuah botol berisi obat yang sama dengan yang dia sembunyikan di tempat pen dari sakunya. Setelah itu Rainie mengeluarkan masker dan jarum suntik. Dengan jarum suntik itu dia memasukkan obat dan langsung menusukkannya ke leher Edgar.Bella, Fahrel, dan Susan masih menunggu di luar dengan penuh perasaan gelisah.Fahrel tidak yakin apakah Rainie berhasil membujuk Edgar untuk meringankan hukumannya. Susan pun sangat mengkhawatirkan Rainie sama seperti Fahrel, sedangkan Bella khawatir ayahnya akan terbuai oleh siasat Rainie. Namun di satu sisi, Bella juga sangat penasaran dengan rahasia yang dikatakan oleh Rainie.Setelah menunggu hampir satu jam, mereka berdua masih belum keluar juga. Alhasil Susan mulai tidak sabaran dan berkata, “Sudah lama banget,
Rainie berjalan di depan sedangkan Edgar di belakang.“Om, aku tahu apa yang aku perbuat itu salah. Apa yang terjadi sama Bella itu memang salahku,” kata Rainie.Mereka berdua berjalan sampai ke tengah-tengah ruang tamu. Dengan menjaga jarak sejauh tiga langkah, Ranie berbalik menghadap Edgar dan berkata dengan kepala tertunduk ke bawah, “Om, selama ini aku yang sudah bikin Bella menderita, tapi tolong lihatlah garis besarnya. Mohon Om pertimbangkan lagi soal pekerjaanku di lab.”“Ya, oke,”jawab Edgar dengan nada bicara yang terdengar jauh lebih halus dibanding sebelumnya.Dalam hati Susan merasa senang mendengar suasana hati Edgar jauh membaik. Maka itu dia pun melirik suaminya dan benar saja, Fahrel juga terlihat sangat lega.“Terus soal proyek vaksin …,” kata Rainie.“Nanti kupertimbangkan lagi,” jawab Edgar.Fahrel benar-benar tak bisa percaya dengan apa yang dia dengar. Bahkan saking senangnya sampai dia hampir saja jatuh pingsan. Harus diakui Rainie memang sangat piawai dalam ber
“Bella? Kenapa?” tanya Susan dengan nada jengkel. Masalahnya kini sudah selesai dan dia sudah bisa bernapas lega, tapi sepertinya Bella masih tidak terima.“Pa! Apa yang Rianie bilang ke Papa tadi? Kenapa Papa tiba-tiba jadi berubah pikiran? Bukannya tadi Papa bilang bakal bantu nyari keadilan buatku? Kenapa sekarang Papa malah maafin Rainie?!”“Bella … papa kamu sendiri saja sudah mengambil keputusan. Apa maksud kamu? Apa kamu nggak terima? Kamu baru puas kalau Rainie masuk penjara? Kamu nggak menghormati kami lagi, itu terserah kamu, tapi tolong hormatilah mama kamu yang sudah meninggal. Kamu sebagai saudaranya Rainie masa nggak bisa toleransi?” tanya Susan.Walaupun perlakuan baik Susan kepada Bella tujuannya adalah untuk menjilat Edgar, tetap saja itu tak membantah fakta bahwa Susan sudah cukup banyak berjuang. Akan tetapi, dia merasa Bella tidak berterima kasih dan malah bersikeras ingin Rainie masuk penjara. Walau begitu, Bella tidak menghiraukan ucapan tantenya dan hanya berfoku
Tidak ada satu pun yang membantu, jadi Bella berdiri dengan usahanya sendiri dan menatap sang ayah dengan mata berkaca-kaca. Namun menyadari ayahnya hanya diam saja dengan ekspresi wajah yang datar, Bella merasa sungguh sedih dan pergi meninggalkan mereka semua.Melihat situasi yang canggung begini, Susan jadi merasa sedikit tidak enak hati. “Kak Edgar ….”“Biarin saja dia,” balas Edgar, yang kemudian langsung masuk ke dalam tanpa banyak bicara.Walau sebenarnya Susan cukup senang dengan hasil dari semua ini, dia masih bertanya-tanya tentang perubahan sikap Edgar yang begitu mendadak. Kalaupun Edgar berubah pikiran setelah dia berbicara berdua dengan Rainie, sikap cueknya terhadap Bella rasanya sedikit berlebihan. Walau begitu, Susan tidak mau banyak ikut campur karena khawatir Edgar akan berubah pikiran. Rasanya akan lebih baik jika dia pergi saja dari rumah Edgar selagi ada kesempatan.Lantas, mereka bertiga pun naik ke mobil, dan di dalam mobil itu Susan membuka pertanyaan, “Rainie,
“Terus gimana kalau dia sudah nggak berguna lagi?” tanya Chermiko.“.…”Seketika mereka langsung terdiam. Tidak ada yang thau pasti apa yang mereka lakukan, dan perasaan itu amat sangat membuat mereka tidak nyaman. ***Terlihat sekali betapa terburu-burunya Fred menanti Yuna bisa pilih kembali. Setiap hari dia meminta dokternya untuk memeriksa Yuna dan memberikannya berbagai macam obat yang sesungguhnya tidak diperlukan. Yuna tidak masalah dengan itu. Dia membiarkan mereka memasukkan berbagai macam vitamin dan obat ke tubuhnya. Namun satu-satunya permintaan dia adalah Juan harus tetap berada di sekitarnya. Dengan kata lain, Juan harus tetap berada di satu kamar yang sama. Karena hanya dengan begitulah dia bisa memastikan keamanan Juan.Karena takut Yuna akan melakukan percobaan bunuh diri untuk yang kedua kalinya, meski protes, Fred tetap memenuhi kemauannya karena dia tidak mau terjadi masalah lagi. Sudah cukup lama Yuna tidak berkesempatan untuk berdua saja dengan Juan di dalam satu
Setelah pembicaraan berakhir, Shane langsung mengetuk kamar Brandon dan Chermiko.“Dia mau resep obat itu,” katanya kepada mereka.Mereka berdua saling bertukar pandang sesaat, dan Chermiko berkata, “Mimpi.”“Dia benar-benar tamak juga ya ternyata,” timpal Brandon.“Jadi kita sebaiknya gimana?” tanya Shane.“Obat itu sejak awal memang nggak ada. Kalau kamu tanya kita harus gimana, apa kita perlu kasih obat palsu?” sahut Chermiko.Obat itu hanyalah karangan dan tidak pernah ada secara nyata, mau bagaimana caranya mereka memberikannya kepada Rainie? Namun di saat itu Brandon bilang kepada mereka, “Kurasa … bisa saja.”“Eh?”“Sekarang aku kasih kamu satu resep, aku bilang ini resep obat untuk bisa menghilang. Apa kamu bisa tahu kalau resep itu palsu?” tanya Brandon.“Nggak akan bisa, kecuali aku tes langsung melalui eksperimen,” jawab Chermiko. Dia tahu apa yang Brandon maksud, tetapi dia menepisnya, “Nggak bisa begitu! Dia pasti langsung tahu begitu aku selesai bereksperimen.”“Tapi pali
“Nggak ada apa-apa. Di sini tenan-tenang saja. Gimana anakku?”Seketika itu Rainie terdiam sesaat. Bahkan ketika di bawah pengaruh hipnotis pun Shane masih tidak bisa melupakan anaknya. Kalau Rainie memberi tahu kalau anaknya sudah mati, dia pasti akan menggila dan bisa jadi terlepas dari pengaruhnya.“Aku masih cari cara, tapi kamu tahu sendiri aku nggak bisa keluar dengan bebas. Aku nggak bisa ke Yuraria. Kalaupun aku mau menolong, aku nggak bisa. Waktu itu kamu ada bilang soal obat yang bisa bikin menghilang. Itu gimana?”“Aku nggak ngerti. Maksudnya apa?”“Kamu pernah bilang mereka menemukan komposisi obat itu, terus mereka teliti, bukan? Hasilnya gimana?”Meskipun Rainie merasa itu tidak masuk akal, Shane tidak punya alasan untuk membohonginya. Dan karena Shane sudah bilang begitu, mungkinkah memang ada kemungkinan? Rainie tidak berhasil meneliti obat tersebut, tetapi jika mereka mendapat kemajuan, siapa tahu itu bisa menjadi inspirasi untuk Rainie, dan dia bisa memanfaatkan Shane
“Tapi gimana kalau gagal?” tanya Rainie.Berdasarkan histori dan data-data yang Rainie lihat di lab, dia tidak yakin eksperimen Fred akan berhasil. Akan tetapi dia tidak berani berkata jujur karena Fred tidak pernah mau menerima yang namanya kegagalan. Membuat Fred kecewa tidak akan memberikan hal baik, tetapi … Rainie sendiri sesungguhnya berharap eksperimen itu gagal.Jika berhasil, Fred akan senang, tetapi itu tidak ada untungnya bagi Rainie. Jika gagal, Fred pasti akan mencobanya lagi, dan di saat itu dia mau tidak mau akan bergantung kepada Rainie.“Kerja yang benar, nanti pasti kuberi imbalan yang sesuai!” kata Fred. “Terus awasi Ross, sama si Shane itu juga. Oh ya, akhir-akhir ini apa Shane ada mencari anaknya lagi?”“Ada, sih. Dia bahkan sudah tahu anaknya ada di istana kerajaan Yuraria, tapi dia nggak bisa apa-apa juga,” balas Rainie.“Ya, dia nggak akan berani macam-macam! Berhubung kamu juga sudah berhasil mengendalikan pikiran dia, kasih tahu dia kalau anaknya sudah mati. B
“Eh? Yang benar? Kalau begitu aku ….”“Tapi ingat, kamu bebas keluar masuk di dalam gedung, bukan keluar dari tempat ini. Paham? Kalau kamu berani keluar satu langkah saja, aku nggak bisa melindungi kamu!” kata Fred sembari menepuk bahu Rainie dengan ringan.Seketika itu juga hanya dalam sekejap kegirangan Rainie langsung menghilang. Di detik itu dia mengira sudah bisa bebas keluar masuk kedutaan dan mendapatkan kembali kebebasannya. Namun ketika dipikirkan lagi dengan baik, apa yang Fred katakan tidaklah salah. Lagi pula apa untungnya juga Rainie keluar. Dengan kondisi sekarang ini, dia keluar sedikit saja pasti akan langsung ditangkap oleh anak buahnya Brandon atau Edgar.Bicara soal Edgar membuat Rainie teringat dengan lab yang sudah dihancurkan itu, serta kedua orang tua dan juga rumahnya. Rainie sempat berpikir untuk mengunjungi rumahnya semenjak dia bebas dari Brandon. Tetapi dari kejauhan Rainie melihat ada orang yang memindahkan barang-barang di rumahnya. Dan dari omongan orang
Ross melihat ke sana kemari seolah-olah sedang khawatir ada orang yang sewaktu-waktu datang mengejarnya. Rainie yang menyadari perilaku itu segera berkata, “Pak Fred ada pertanyaan untuk Pangeran. Dia pasti berniat baik, jadi tolong Pangeran jawab pertanyaannya dengan baik, ya?”Kemudian, Rainie sekali lagi mengetuk jarinya ke botol. Ross tampak mengernyit dan sedikit kebingungan, tetapi dia lalu mengangguk dan berkata, “Ya!”Rainie berbalik menatap Fred dan mundur ke belakangnya. Sembari menatap Ross dari balik layar ponsel, dia berdeham, “Pangeran Ross, selama perjalanan apa sudah dapat kabar tentang Yang Mulia?”Sudah pasti belum ada, tetapi Fred sengaja bertanya seperti itu kepada Ross. Benar saja, Ross menggelengkan kepala menjawab, “Belum ada. Tapi kurasa karena aku baru pergi satu hari, jadi belum terlalu jauh. Kamu bilang mamaku pergi ke tempatnya suku Maset atau semacamnya, ‘kan? Mungkin perlu beberapa hari baru bisa sampai ke sana.”“Iya, betul. Yang Mulia bilang mau pergi ke
Selagi Rainie sedang berpikir, Fred masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.“Hari ini kamu sudah hubungi dia?”“Sudah, baru saja. Lokasinya sesuai. Aku juga sudah video call, nggak masalah,” jawab Rainie.Dia tidak berani mengatakan kepada Fred kalau dia memiliki kecurigaan terhadap Ross. Dia tidak mau Fred tahu kalau karyanya belum sempurna.“Ok,e coba hubungi dia lagi!”“Eh?”“Kenapa, ada masalah?”“Nggak, tapi tadi baru saja aku telepon. Apa … ada pertanyaan yang mau disampaikan?”“Nggak ada, aku cuma mau ngobrol langsung sama dia sebentar. Nggak boleh?”“... oh, tentu saja boleh.”“Kalau begitu tunggu apa lagi ? Cepat telepon dia lagi!”Rainie pun kembali menghubungi nomor Ross sembari memegang erat botol birnya, berharap semua berjalan lancar sesuai rencana. Telepon sempat berdering beberapa saat sampai akhirnya diangkat oleh ross. Di video call tersebut Ross memakai topi dan kacamata sehingga separuh wajahnya tertutup oleh bayangan objek di sekitarnya.“Tadi kenap
Di malam hari, Ross mengirimkan lokasi GPS-nya kepada Rainie. Tentu saja lokasi itu sudah dipalsukan sesuai dengan rencana perjalanannya semula, mengubah alamat IP, dan mengirimkannya kepada Rainie. Tak lama Rainie menghubunginya dengan video call.Untungnya Brandon sudah bersiaga dengan menyiapkan latar yang meyakinan, jadi ketika Rainie menelepon, Ross hanya perlu berdiri di depan latar dan menerima panggilan Rainie.Ketika panggilan tersambung, Rainie langsung memperhatikan apa yang ada di belakang Ross. “Pangeran, di belakang sana banyak pepohonan lebat. Sudah sampai di pinggir kota?”“Tempatnya agak jauh dan terpencil. Supaya menghindari pengawasan dari pihak berwenang, aku nggak bisa lewat jalan besar,” jawab Ross, kemudian dia gantian bertanya, “Urusan di kedutaan lancar? Fred bisa menanganinya?”“Pak Fred pasti bisa, maaf jadi merepotkan Pangeran,” jawab Rainie.“Nggak apa-apa! Memang ini sudah kewajibanku menjaga keamanan mamaku sendiri.”“Baiklah kalau begitu, Pangeran. Selam
Yuna memiringkan kepalanya sedikit sembari menarik tangan Juan, lalu menatap wajahnya dan berkata dengan penuh amarah, “Kamu dipukuli?!”“Nggak apa-apa!”“Apanya nggak apa-apa! Kamu dipukuli mereka?!”Yuna spontan mengubah posisi duduk, tetapi dia baru saja sadar dari koma dan tubuhnya masih lemah, alhasil napasnya jadi sedikit terengah-engah.“Siapa? Fred?!”“Kamu kira aku nggak bisa menangkis? Kalau aku serius, dia nggak bakal bisa mengenaiku sedikit pun!”“Beraninya dia memukulmu?!”Jelas sekali ucapan Juan sama sekali tidak digubris oleh Yuna. Dia sudah terlanjur diselimuti oleh kemarahan melihat gurunya disakiti oleh orang lain. Mulut Yuna memang sering kali kasar ketika sedang berbicara dengan Juan, tetapi jauh di lubuk hati dia sangat menghormati gurunya. Waktu Yuna berguru dengan Juan memang tidak terlalu lama dan putus nyambung, tetapi dia sudah belajar banyak sekali darinya. Bagi Yuna, Juan adalah senior yang sangat berjasa dalam hidupnya. Yang lebih membuat Yuna marah, di us