“Iya, iya,” jawab Fahrel mengangguk seraya. Susan yang berada di samping Fahrel pun ikut tersenyum.“Makanya aku juga menyangka teganya keponakan sendiri menyakiti anakku. Masih kecil saja sudah jahat begitu,” tutur Edgar, dengan matanya yang tajam menatap ke arah Rainie bagaikan pisau yang hendak menusuknya.Fahrel dan Susan tampak kebingungan, hanya Rainie seorang saja yang ekspresi wajahnya terlihat tidak berubah sedikit pun. Lantas, Rainie menaikkan alis matanya dan berkata, “Maksud Om apa? Aku nggak ngerti.”Rainie hanya memasang wajah polos tak berdosa seakan dia tidak tahu apa-apa tentang permasalahan ini. Mendengar perkataan Rainie, Susan pun menambahi, “Betul! Ini pasti cuma salah paham. Kak Edgar kenapa ngomong begitu sama Rainie? Kan kamu sendiri yang bilang Rainie itu keponakanmu. Omongan kamu itu sudah keterlaluan! Rainie ada salah apa sampai kamu menghukum dia atau menegurnya, aku nggak pernah ikut-ikutan. Tapi aku nggak terima dengan apa yang Kak Edgar bilang barusan!”“
“Enak saja! Kalau memang efeknya jangka panjang, berarti Bella sudah terkena racunnya entah dari berapa tahun yang lalu. Waktu itu Rainie masih kecil, ngerti apa dia soal itu? Dan juga, dari dulu Rainie nggak begitu sering main bareng sama Bella, jadi mana mungkin Rainie yang meracuni Bella. Kamu jangan fitnah sembarangan, ya!” bentak Susan.Rainie yang meracuni Bella? Yang benar saja! Susan tahu betul seperti apa sifat anak perempuannya sendiri. Rainie memang punya karakter yang aneh dan tidak begitu dekat dengan ibunya, tapi tak dapat disangkal bahwa Rainie adalah anak yang pintar dan baik hati.“Benar apa yang mamakubilang, mungkin Om Edgar yang salah paham, atau … Om terhasut sama omongan orang lain?” tutur Rainie. Dia duduk tegap dengan wajah yang tersenyum manis, membuatnya terlihat seperti murid yang teladan dan penurut, sehingga dilihat dari sisi mana pun, Rainie tidak tampak seperti seseorang yang jahat seperti apa yang dikatakan oleh Edgar.“Siapa yang bilang ke Om kalau aku
Mungkin karena tidak menduga Bella akan berkata demikian, Susan begitu syok sampai dia kehabisan kata-kata dan meneteskan air matanya.“Nah, berhubung semuanya sudah jelas, ayo mengau!” kata Edgar. “Aku yakin kalian berdua nggak ikut campur soal ini. Memang kalian yang bawa tanaman berbahaya itu, tapi aku percaya kalian nggak bersalah.”Tiba-tiba dituduh membuat Susan kaget dan melawan, “Kak Edgar ngomong apa?! Tanaman berbahaya apanya?”“Dulu kamu terus-terusan ngasih Bela banyak banget tanaman herbal sampai satu rumah penuh,” tutur Edgar mengingatkan.Susan mengakui hal itu dengan menganggukkan kepalanya, tapi dia masih tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi dan bertanya, “Terus apa hubungannya sama racun itu? Maksud kamu … racunnyaitu berasal dari tanaman herbal yang kukasih? Soal itu … dokter genius nggak ada bilang apa-apa!”“Iya, tanaman herbal itu,” kata Bella. “Dokter genius memang nggak bilang apa-apa, tapi bukan berarti dia nggak tahu. Lagi pula, aku membaik bukan karena
Ancaman akan dilaporkan ke polisi membuat Susan benar-benar ketakutan. Dia masih tidak percaya anak perempuannya tega melakukan hal sejahat itu, tapi melihat sikap Edgar yang begitu keras dalam menegur Rainie, rasanya wajar saja jika Susan mulai panik.“Kak Edgar, kita ini ‘kan satu keluarga. Kenapa harus memperbesar perkara ….”“Kubalik pertanyaannya. Kita ini satu keluarga, tapi kenapa anak kamu tega nyakitin anakku?” balas Edgar. “Kalau dihitung mundur, waktu itu umur Bella baru sekitar 12-13 tahun. Berapa umurnya Rainie waktu itu? Masa anak umur belasan tahun bisa punya niat sejahat itu? Bella sudah menderita selama bertahun-tahun, dan kalian semua bisa lihat itu dengan jelas. Sudah bagus aku nggak masukkin Rainie ke penjara!”Walau begitu, Bella selalu membujuk ayahnya untuk tidak melakukan itu dengan berkata apabila Rainie masuk penjara, Fahrel dan Susanpasti akan sangat sedih. Dari Bella kecil hingga dewasa, Fahrel dan Susan-lah yang selalu menemaninya selama Edgar tidak ada. La
Tak heran belakangan ini Edgar sering kali mengatakan sesuatu yang aneh, dan tak heran pula dia selalu terkesan memojokkan Rainie. Namun, Fahrel sungguh tidak menduga bahwa racun yang selama ini berada di tubuh Bella memiliki hubungan dengan Rainie. Apabila benar ini semua adalah perbuatan Rainie … Fahrel tidak berani membayangkan apa yang akan terjadi pada mereka sekeluarga!“Aku pelakunya atau bukan memangnya penting untuk dibahas? Bukannya Om Edgar sudah bersikukuh kalau aku yang salah?” sahut Rainie masih dengan sikapnya yang acuh tak acuh. Dia masih bisa duduk tenang tanpa ada rasa bersalah ataupun niat untuk meminta maaf.Edgar masih berbicara di telepon sementara Susan terus memohon. Namun sayang itu tidak ada gunanya, jadi dia menoleh ke arah Bella dan berkata, “Bel, Bella … gimanapun juga kamu tumbuh besar di rumah ini. Biarpun hubungan kamu sama Rainie nggak begitu arab, tapi kalian tetap satu keluarga. Coba tolonglah dia ….”Bella pun merasa sangat bimbang melihat tantenya y
Berbeda dengan Susan, di saat seperti ini Edgar masih bisa menanggapi situasi dengan lebih tenang. Dia hanya mengangkat alisnya dan berkata, “Jadi kamu ngaku?”“Nggak, nggak! Dia cuma asal ngomong. Kak Edgar tolong jangan anggap serius omongan Rainie!” bujuk Susan sambil menangis. “Kak Edgar tahu sendiri kayak apa temperamennya Rainie. Mana mungkin dia tega meracuni Bella. Pasti ada salah paham ….”Susan mungkin masih bisa mengucapkan itu dari mulutnya, tapi dalam hati dia sudah tak lagi memiliki keyakinan bahwa anaknya tak bersalah. Apakah benar Bella keracunan karena tanaman herbal itu? Pantas saja beberapa waktu lalu, Bella menyingkirkan semua tanaman itu dengan alasan ingin memberikannya kepada orang lain. Sepertinya pada saat itu, Bella sudah mulai waspada.“Bella, siapa yang bilang kalau kamu keracunan gara-gara tanaman herbal itu. Pasti Yuna, ya? Sudah Tante bilang dari awal orang itu memang niatnya nggak baik. Omongannya nggak bisa dipercaya. Belum tentu keracunannya gara-gara
Kalau bukan gara-gara Rainie yang meracuni duluan, sekarang Bella pasti hidup bahagia dan penuh percaya diri dengan penampilan fisiknya yang cantik, tidak seperti sekarang yang hanya di rumah saja dan tidak punya teman.Sudah bertahun-tahun lamanya Bella harus menanggung penderitaan, baik secara fisik maupun mental. Sebagai seorang ayah, Edgar tidak banyak bicara, tapi dia bisa merasakan seperti apa sakitnya. Dan sekarang Susan malah meminta balas budi karena telah membawa Bella berobat ke dokter selama ini? Lucu sekali!“Bella, Bella ….”Dilihat dari gelagat Edgar, Susan yakin dia tidak akan bisa membujuk kakak iparnya yang berhati keras itu. Maka dia pun hendak memeluk kaki Bella, tapi Bella dengan sigap menghindar. Melihat om dan tantenya yang terlihat begitu kasihan dan berlinang air mata, Bella mengalihkan mata ke ayahnya.“Pa ….”“Sudah Papa bilang kamu nggak usah ikut campur, biar Papa saja yang urus!”Edgar paham betul dengan sikap anaknya yang lemah lembut, karena itu biarlah
Edgar melirik mata Bella sebagai isyarat untuk tetap tenang. Edgar telah bertekad untuk mencari keadilan bagi anaknya, jadi tentu dia tidak akan semudah itu terbuai oleh kata-kata Rainie. Namun, Fahrel dan Susan masih berharap mungkin dengan rahasia yang akan Rainie bocorkan itu, dia bisa mendapatkan sedikit keringanan.“Rainie, ayo kasih tahu rahasianya ke Om Edgar. Kita semua satu keluarga, nggak ada yang perlu ditutupi, dan juga … dia pasti mau maafin kamu,” kata Fahrel.“Ya, cepat kasih tahu apa rahasia yang tadi kamu maksud,” ujar Edgar.“Rahasia ini aku cuma bisa kasih tahu ke Om Edgar seorang saja. Gimanapun juga ini menyangkut pekerjaanku di lab, aku takut ….” Sampai di sini, Rainie terlihat sedikit ragu dan juga ketakutan.“Rainie, di sini sudah nggak ada orang luar lagi. Masa Papa Mama juga nggak boleh dengar?” tanya Susan. Dia sangat penasaran dengan apa rahasia yang Rainie katakan. Semua asisten rumah tangga di rumah ini sudah Susan suruh keluar, dan dia pun sangat ingin ta
“Terus gimana kalau dia sudah nggak berguna lagi?” tanya Chermiko.“.…”Seketika mereka langsung terdiam. Tidak ada yang thau pasti apa yang mereka lakukan, dan perasaan itu amat sangat membuat mereka tidak nyaman. ***Terlihat sekali betapa terburu-burunya Fred menanti Yuna bisa pilih kembali. Setiap hari dia meminta dokternya untuk memeriksa Yuna dan memberikannya berbagai macam obat yang sesungguhnya tidak diperlukan. Yuna tidak masalah dengan itu. Dia membiarkan mereka memasukkan berbagai macam vitamin dan obat ke tubuhnya. Namun satu-satunya permintaan dia adalah Juan harus tetap berada di sekitarnya. Dengan kata lain, Juan harus tetap berada di satu kamar yang sama. Karena hanya dengan begitulah dia bisa memastikan keamanan Juan.Karena takut Yuna akan melakukan percobaan bunuh diri untuk yang kedua kalinya, meski protes, Fred tetap memenuhi kemauannya karena dia tidak mau terjadi masalah lagi. Sudah cukup lama Yuna tidak berkesempatan untuk berdua saja dengan Juan di dalam satu
Setelah pembicaraan berakhir, Shane langsung mengetuk kamar Brandon dan Chermiko.“Dia mau resep obat itu,” katanya kepada mereka.Mereka berdua saling bertukar pandang sesaat, dan Chermiko berkata, “Mimpi.”“Dia benar-benar tamak juga ya ternyata,” timpal Brandon.“Jadi kita sebaiknya gimana?” tanya Shane.“Obat itu sejak awal memang nggak ada. Kalau kamu tanya kita harus gimana, apa kita perlu kasih obat palsu?” sahut Chermiko.Obat itu hanyalah karangan dan tidak pernah ada secara nyata, mau bagaimana caranya mereka memberikannya kepada Rainie? Namun di saat itu Brandon bilang kepada mereka, “Kurasa … bisa saja.”“Eh?”“Sekarang aku kasih kamu satu resep, aku bilang ini resep obat untuk bisa menghilang. Apa kamu bisa tahu kalau resep itu palsu?” tanya Brandon.“Nggak akan bisa, kecuali aku tes langsung melalui eksperimen,” jawab Chermiko. Dia tahu apa yang Brandon maksud, tetapi dia menepisnya, “Nggak bisa begitu! Dia pasti langsung tahu begitu aku selesai bereksperimen.”“Tapi pali
“Nggak ada apa-apa. Di sini tenan-tenang saja. Gimana anakku?”Seketika itu Rainie terdiam sesaat. Bahkan ketika di bawah pengaruh hipnotis pun Shane masih tidak bisa melupakan anaknya. Kalau Rainie memberi tahu kalau anaknya sudah mati, dia pasti akan menggila dan bisa jadi terlepas dari pengaruhnya.“Aku masih cari cara, tapi kamu tahu sendiri aku nggak bisa keluar dengan bebas. Aku nggak bisa ke Yuraria. Kalaupun aku mau menolong, aku nggak bisa. Waktu itu kamu ada bilang soal obat yang bisa bikin menghilang. Itu gimana?”“Aku nggak ngerti. Maksudnya apa?”“Kamu pernah bilang mereka menemukan komposisi obat itu, terus mereka teliti, bukan? Hasilnya gimana?”Meskipun Rainie merasa itu tidak masuk akal, Shane tidak punya alasan untuk membohonginya. Dan karena Shane sudah bilang begitu, mungkinkah memang ada kemungkinan? Rainie tidak berhasil meneliti obat tersebut, tetapi jika mereka mendapat kemajuan, siapa tahu itu bisa menjadi inspirasi untuk Rainie, dan dia bisa memanfaatkan Shane
“Tapi gimana kalau gagal?” tanya Rainie.Berdasarkan histori dan data-data yang Rainie lihat di lab, dia tidak yakin eksperimen Fred akan berhasil. Akan tetapi dia tidak berani berkata jujur karena Fred tidak pernah mau menerima yang namanya kegagalan. Membuat Fred kecewa tidak akan memberikan hal baik, tetapi … Rainie sendiri sesungguhnya berharap eksperimen itu gagal.Jika berhasil, Fred akan senang, tetapi itu tidak ada untungnya bagi Rainie. Jika gagal, Fred pasti akan mencobanya lagi, dan di saat itu dia mau tidak mau akan bergantung kepada Rainie.“Kerja yang benar, nanti pasti kuberi imbalan yang sesuai!” kata Fred. “Terus awasi Ross, sama si Shane itu juga. Oh ya, akhir-akhir ini apa Shane ada mencari anaknya lagi?”“Ada, sih. Dia bahkan sudah tahu anaknya ada di istana kerajaan Yuraria, tapi dia nggak bisa apa-apa juga,” balas Rainie.“Ya, dia nggak akan berani macam-macam! Berhubung kamu juga sudah berhasil mengendalikan pikiran dia, kasih tahu dia kalau anaknya sudah mati. B
“Eh? Yang benar? Kalau begitu aku ….”“Tapi ingat, kamu bebas keluar masuk di dalam gedung, bukan keluar dari tempat ini. Paham? Kalau kamu berani keluar satu langkah saja, aku nggak bisa melindungi kamu!” kata Fred sembari menepuk bahu Rainie dengan ringan.Seketika itu juga hanya dalam sekejap kegirangan Rainie langsung menghilang. Di detik itu dia mengira sudah bisa bebas keluar masuk kedutaan dan mendapatkan kembali kebebasannya. Namun ketika dipikirkan lagi dengan baik, apa yang Fred katakan tidaklah salah. Lagi pula apa untungnya juga Rainie keluar. Dengan kondisi sekarang ini, dia keluar sedikit saja pasti akan langsung ditangkap oleh anak buahnya Brandon atau Edgar.Bicara soal Edgar membuat Rainie teringat dengan lab yang sudah dihancurkan itu, serta kedua orang tua dan juga rumahnya. Rainie sempat berpikir untuk mengunjungi rumahnya semenjak dia bebas dari Brandon. Tetapi dari kejauhan Rainie melihat ada orang yang memindahkan barang-barang di rumahnya. Dan dari omongan orang
Ross melihat ke sana kemari seolah-olah sedang khawatir ada orang yang sewaktu-waktu datang mengejarnya. Rainie yang menyadari perilaku itu segera berkata, “Pak Fred ada pertanyaan untuk Pangeran. Dia pasti berniat baik, jadi tolong Pangeran jawab pertanyaannya dengan baik, ya?”Kemudian, Rainie sekali lagi mengetuk jarinya ke botol. Ross tampak mengernyit dan sedikit kebingungan, tetapi dia lalu mengangguk dan berkata, “Ya!”Rainie berbalik menatap Fred dan mundur ke belakangnya. Sembari menatap Ross dari balik layar ponsel, dia berdeham, “Pangeran Ross, selama perjalanan apa sudah dapat kabar tentang Yang Mulia?”Sudah pasti belum ada, tetapi Fred sengaja bertanya seperti itu kepada Ross. Benar saja, Ross menggelengkan kepala menjawab, “Belum ada. Tapi kurasa karena aku baru pergi satu hari, jadi belum terlalu jauh. Kamu bilang mamaku pergi ke tempatnya suku Maset atau semacamnya, ‘kan? Mungkin perlu beberapa hari baru bisa sampai ke sana.”“Iya, betul. Yang Mulia bilang mau pergi ke
Selagi Rainie sedang berpikir, Fred masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.“Hari ini kamu sudah hubungi dia?”“Sudah, baru saja. Lokasinya sesuai. Aku juga sudah video call, nggak masalah,” jawab Rainie.Dia tidak berani mengatakan kepada Fred kalau dia memiliki kecurigaan terhadap Ross. Dia tidak mau Fred tahu kalau karyanya belum sempurna.“Ok,e coba hubungi dia lagi!”“Eh?”“Kenapa, ada masalah?”“Nggak, tapi tadi baru saja aku telepon. Apa … ada pertanyaan yang mau disampaikan?”“Nggak ada, aku cuma mau ngobrol langsung sama dia sebentar. Nggak boleh?”“... oh, tentu saja boleh.”“Kalau begitu tunggu apa lagi ? Cepat telepon dia lagi!”Rainie pun kembali menghubungi nomor Ross sembari memegang erat botol birnya, berharap semua berjalan lancar sesuai rencana. Telepon sempat berdering beberapa saat sampai akhirnya diangkat oleh ross. Di video call tersebut Ross memakai topi dan kacamata sehingga separuh wajahnya tertutup oleh bayangan objek di sekitarnya.“Tadi kenap
Di malam hari, Ross mengirimkan lokasi GPS-nya kepada Rainie. Tentu saja lokasi itu sudah dipalsukan sesuai dengan rencana perjalanannya semula, mengubah alamat IP, dan mengirimkannya kepada Rainie. Tak lama Rainie menghubunginya dengan video call.Untungnya Brandon sudah bersiaga dengan menyiapkan latar yang meyakinan, jadi ketika Rainie menelepon, Ross hanya perlu berdiri di depan latar dan menerima panggilan Rainie.Ketika panggilan tersambung, Rainie langsung memperhatikan apa yang ada di belakang Ross. “Pangeran, di belakang sana banyak pepohonan lebat. Sudah sampai di pinggir kota?”“Tempatnya agak jauh dan terpencil. Supaya menghindari pengawasan dari pihak berwenang, aku nggak bisa lewat jalan besar,” jawab Ross, kemudian dia gantian bertanya, “Urusan di kedutaan lancar? Fred bisa menanganinya?”“Pak Fred pasti bisa, maaf jadi merepotkan Pangeran,” jawab Rainie.“Nggak apa-apa! Memang ini sudah kewajibanku menjaga keamanan mamaku sendiri.”“Baiklah kalau begitu, Pangeran. Selam
Yuna memiringkan kepalanya sedikit sembari menarik tangan Juan, lalu menatap wajahnya dan berkata dengan penuh amarah, “Kamu dipukuli?!”“Nggak apa-apa!”“Apanya nggak apa-apa! Kamu dipukuli mereka?!”Yuna spontan mengubah posisi duduk, tetapi dia baru saja sadar dari koma dan tubuhnya masih lemah, alhasil napasnya jadi sedikit terengah-engah.“Siapa? Fred?!”“Kamu kira aku nggak bisa menangkis? Kalau aku serius, dia nggak bakal bisa mengenaiku sedikit pun!”“Beraninya dia memukulmu?!”Jelas sekali ucapan Juan sama sekali tidak digubris oleh Yuna. Dia sudah terlanjur diselimuti oleh kemarahan melihat gurunya disakiti oleh orang lain. Mulut Yuna memang sering kali kasar ketika sedang berbicara dengan Juan, tetapi jauh di lubuk hati dia sangat menghormati gurunya. Waktu Yuna berguru dengan Juan memang tidak terlalu lama dan putus nyambung, tetapi dia sudah belajar banyak sekali darinya. Bagi Yuna, Juan adalah senior yang sangat berjasa dalam hidupnya. Yang lebih membuat Yuna marah, di us