“Bella!” Edgar berlari sembari melempar tas kerjanya ke sofa. Dia berjongkok melihat putrinya dengan gugup.Kening Bella tampak terluka. Dia membuka sedikit matanya untuk melihat Edgar. “Pa ….”“Jangan bicara lagi! Papa akan bawa kamu ke rumah sakit!” Edgar sungguh panik saat ini.“Kak Rainie ….” Bella memalingkan kepalanya melihat ke atas tangga, lalu menunjuk ke sisi Rainie.Awalnya Rainie hendak melanjutkan langkahnya. Namun setelah mendengar suara Edgar, dia langsung berhenti. Dia yang sedang berdiri di atas malah ditunjuk oleh Bella.Edgar mengikuti arah yang ditunjuk Bella, lalu tampak keponakan yang tidak pernah dijumpainya selama bertahun-tahun.Ketika melihat tatapan Edgar, Rainie menggerakkan bibirnya. “Om.”“Hmph!” Edgar mendengus dingin. Dia tidak membalas, lalu membungkukkan tubuhnya mencoba untuk menggendong putrinya.Namun berhubung terlalu berat, Edgar tidak berhasil untuk menggendongnya. “Pelayan!” jerit Edgar.“Papa, aku baik-baik saja!” Bella meronta hendak berdiri.
Di dalam rumah sakit, luka Bella sudah diperban. Dia menatap ayahnya yang sibuk itu, lalu berkata, “Papa, aku baik-baik saja, serius!”Edgar duduk di samping ranjang, menatap sang putri dengan lembut. “Aku tahu.”“Jadi kenapa Papa ….”“Kamu butuh istirahat,” ucap Edgar, “Istirahatlah dengan baik. Jangan pikirkan apa pun. Serahkan semuanya sama Papa!”“Pa ….” Awalnya Bella hendak mengatakan sesuatu. Tetiba dia kepikiran sesuatu, lalu mengurungkan niatnya.“Kenapa?” tanya Edgar dengan suara lembut.Edgar yang sekarang hanyalah seorang ayah yang ramah. Dia bukan lagi lelaki berwibawa dan galak seperti di saat bekerja.“Nggak kenapa-napa.” Bella tersenyum, lalu berkata, “Maaf telah membuatmu khawatir.”“Dasar bodoh! Kenapa kamu bicara seperti ini sama Papa?” Edgar menyelimuti Bella. Sebenarnya kondisi Bella tidak perlu sampai dirawat di rumah sakit. Hanya saja, Edgar bersikeras meminta dokter untuk memantau kondisinya. Dokter juga tidak berani menolak.“Papa, aku sudah sering membuatmu kha
Edgar masih ingat dengan Yuna. Dia pun mengangguk. “Kamu datang untuk jenguk Bella?”“Emm!” Yuna mengangguk, lalu berkata, “Dengar-dengar dia terluka dan dirawat di rumah sakit. Apa yang terjadi?”“Kak Yuna.” Bella yang sedang berbaring di atas ranjang pasien hendak membangkitkan tubuhnya. Namun, Yuna segera maju untuk menahannya. “Jangan asal bergerak! Berbaringlah!”“Aku baik-baik saja!” Wajah Bella merasa panas. Jelas-jelas dia baik-baik saja, tetapi dia malah dianggap sebagai orang yang sedang sakit parah saja. Bella malah dipaksa untuk beristirahat.“Padahal kamu terluka seperti ini, kamu malah bilang kamu baik-baik saja!” Yuna melihat cedera di kening Bella. Dia merasa lukanya tergolong cukup parah. Dia juga tidak tahu bagaimana ceritanya Bella bisa terluka seperti ini.“Aku baik-baik saja, cuma luka luar saja. Papa yang … maksa aku untuk dipantau selama beberapa hari ini.” Bella sungguh malu. Dia bagai anak yang telah melakukan kesalahan saja. Dia pun melirik ayahnya sekilas.“S
Ketika mengungkit dokter genius, Yuna pun kepikiran dengan Chermiko. Entah bagaimana kondisinya saat ini? Haish!“Kalau begitu, apa papamu menyelidiki masalah ini?” tanya Yuna kembali.“Aku nggak tahu.” Bella menggeleng. Dia juga tidak jelas. “Saat dia tahu, dia merasa sangat syok dan marah. Tapi kemudian dia nggak mengatakan apa-apa lagi. Mungkin karena dia melihat kondisiku sudah semakin membaik. Jadi, dia nggak permasalahin masalah ini lagi.”Yuna menggeleng. “Nggak mungkin!”Edgar sangat menyayangi putrinya. Buktinya, sekarang Bella hanya mengalami luka luar saja, dia malah memaksa Bella untuk dirawat di rumah sakit. Apalagi Bella sudah keracunan dalam waktu lama, mana mungkin Bella tidak menyelidikinya?Edgar tidak mengungkitnya, mungkin dia sedang menyelidikinya secara diam-diam? Atau bisa jadi Edgar sedang menyusun rencana lain?Yuna juga telah melihat contoh dari diri Brandon. Lelaki yang kelihatannya sangat tenang malah akan kelihatan menakutkan ketika melakukan balas dendam.
Tetiba tidak terdengar suara apa-apa dari ujung telepon. Bagus! Pasti Kenzi telah berbuat sesuatu!Yuna menghela napas tanda dirinya tidak berdaya. “Kenzi, bisa nggak kamu memperlakukan kakekmu dengan lebih baik?”“Aku sudah cukup baik!” balas Kenzi dengan cepat. Dia merasa dirinya adalah seorang anak baik.“Dasar bocah tengik! Kamu lari ke mana lagi! Hei, kenapa kamu ambil ponselku? Kamu ….” Dapat terdengar suara jeritan Juan dari ujung telepon.“Mama ….” Sepertinya Kenzi sedang berbicara sama Juan.Disusul terdengar suara sindiran Juan. “Mama kepalamu! Mamamu lagi sibuk, tidak ada waktu untuk urus kamu! Kalau mamamu tahu kamu ngompol di ranjangku, dia pasti akan pukul bokongmu! Mama pula ….”“Mama ….”Kenzi mengulangi ucapannya. Saat ini Juan baru merespons. “Hah?”Disusul, terdengar suara panggilan Yuna. “Halo?”“Pak Tua …,” panggil Yuna.“Apa kamu sudah sampai di Asia Selatan? Hmph? Sinyalnya bagus juga!” Juan mengira Yuna sudah pergi ke Asia Selatan.“Nggak, aku masih di Kanita,”
Yuna menyadari bahwa ada yang sedang menyadap ponselnya. Sebelumnya Yuna pernah memasang aplikasi anti retas di ponselnya. Jika terdapat tanda-tanda ada yang memasuki ponselnya, dia pun akan menerima notifikasi. Yuna masih ingat dia pernah mentertawakan Brandon ketika Brandon memasang aplikasi ini ke ponselnya.Saat itu, Yuna merasa dirinya hanyalah seorang peracik aroma. Siapa juga yang akan menyadap ponselnya, ditambah lagi dia juga tidak memiliki rahasia apa-apa di ponselnya. Namun kali ini, Yuna sungguh kagum dengan kepintaran Brandon.Setelah panggilan diakhiri, Yuna menatap ponsel di tangannya. Seandainya ada yang menyadap ponselnya, itu berarti pembicaraannya dengan Juan dan Brandon sudah diketahui. Yuna tidak boleh menunggu lagi. Dia harus turun tangan sekarang.Yuna memutar arah mobilnya. Dia pergi membeli ponsel baru, lalu memasang nomor baru. Kemudian, Yuna menggunakan nomor baru itu untuk menghubungi nomor baru Brandon waktu itu. Namun, tidak ada yang menjawab.Mungkin Bran
Lelaki itu berbicara dengan sangat sungkan. Sepertinya tidak memungkinkan seandainya Yuna bersikeras membawa anggotanya untuk menerobos ke laboratorium.Yuna memiringkan kepalanya. “Kalian tunggu di sini saja. Aku akan segera kembali.”“Nyonya!” Pengawal masih saja tidak tenang.“Tenang saja!” Yuna mengangkat salah satu tangannya, lalu membalas dengan datar. Dia melihat ke dalam sekilas. Meskipun di dalam sangatlah berbahaya, Yuna tetap harus menerobos ke dalam!Yuna masuk ke dalam pintu gerbang. Pintu di belakang pun ditutup. Suasana di dalam gedung laboratorium terasa sangat dingin.Sebelumnya ketika Delon dan Yuna masih di laboratorium, pintu gerbang tidak akan ditutup rapat di siang hari. Ada juga orang-orang yang keluar masuk di depan sana. Meskipun tidak tergolong ramai, setidaknya terasa hawa manusia. Namun sekarang … gedung ini bagai gedung telantar saja.Yuna menengadah kepala menatap gedung sekilas, lalu masuk ke dalam.Baru saja memasuki gedung, tampak Rainie yang mengenakan
Setelah melewati depan ruang laboratorium, tidak kelihatan batang hidung siapa pun di dalam. Instrumen di dalam sana masih lengkap. Hanya saja, tempat ini tergolong telantar. Yuna dapat melihat banyak debu di atas sana.Kemudian, Yuna melanjutkan langkahnya. Tempat Yuna berhenti sekarang adalah kamar Delon sebelumnya.Dulu saat sibuk dengan penelitian, Delon bahkan tidak sempat untuk pulang ke rumah, terpaksa tinggal di laboratorium. Pangkat yang lebih tinggi seperti Yuna dan Delon memiliki ruangan istirahatnya sendiri.Sekarang Delon sudah tiada. Pintu kamarnya terbuka lebar. Namun, isinya malah kosong melompong, tidak ada satu pun dokumen di atas meja.Yuna melangkah maju. Tetiba terdengar suara dari belakang. “Kamar Pak Delon sudah dibersihkan dengan sangat bersih. Seharusnya barangmu nggak ada di dalam sana?”Yuna memalingkan kepalanya, lalu tampak Rainie yang entah sejak kapan berdiri di dekatnya.Biasanya Yuna selalu meningkatkan kewaspadaannya. Dia tidak mungkin tidak menyadarin
Sekarang di dalam ruang kantor itu hanya ada Fred dan wanita tersebut. Fred masih tak bergerak di kursinya seraya mengamati wanita itu. Pakaiannya lusuh dan terlihat sangat kasihan meski dia sudah berusaha untuk bersikap elegan.“Kamu ….”“Aku Rainie, bawahannya asisten yang paling kamu percaya itu. Aku pernah bekerja ….”“Aku nggak tertarik kamu siapa. Aku cuma mau tahu apa tujuan kamu datang ke sini? Dari mana kamu tahu aku kepalanya di sini?”“Soal itu, ya. Sebenarnya awalnya aku juga nggak tahu siapa yang bertanggung jawab atas organisasi ini, sampai … aku menemukan kartu nama yang ada bosku pegang.”“Kartu nama apa? Maksud kamu kepingan kecil itu? Itu paling cuma koin untuk main game atau sejenisnya,” kata Fred menyangkal. Dia tentu saja tidak mau secepat itu mengakuinya. Yang dia lakukan sekarang ini adalah menguji apakah Rainie benar-benar tahu sesuatu atau hanya sekadar asal bicara.Akan tetapi Rainie sudah menduga hal seperti ini pasti terjadi. Dia tidak tampak kebingungan dan
“Yang Mulia jangan berpikir begitu. Kita justru saling menguntungkan satu sama lain. Yang Mulia bisa kembali muda, sedangkan aku mendapat kekuasaan penuh. Bukankah begitu lebih bagus?”“Hmph!”Sang Ratu sudah malas membicarakan ini. Namun bagi Fred itu tidak masalah. Selama semua berjalan sesuai dengan rencananya, apa yang ingin dia capai sebentar lagi akan berhasil. Tidak ada lagi seorang pun yang bisa menghentikannya. Di saat itu pula dari luar Fred mendengar suara lirih yang memanggilnya.“Pak Fred!”“Ada apa?”Sebenarnya Fred sedikit kesal karena dia sudah berpesan untuk jangan mengganggu kecuali ada hal penting. Namun lagi-lagi yang datang adalah mereka. Fred masih lebih suka dengan si cacat yang menjadi bos Rainie dan Shane dulu. Meski cacat secara fisik, dia cukup pintar dan banyak membantu Fred. Sayang sekali dia sudah tidak ada …. Tanpa berpikir panjang, Fred melihat di tangan orang itu ada sebuah botol kecil seperti botol parfum yang dijual di luar sana. Perbedaannya, cairan
“Apa lagi ini?”Dalam berkas yang berisikan surat wasiat tersebut tertulis jelas bahwa sang Ratu mengetahui kesehatannya yang makin menurun dan sudah dekat ajalnya, karena itu selagi masih sadar, sang Ratu dengan sukarela menyerahkan posisinya kepada keturunannya, dan Fred diberikan kepercayaan penuh untuk menjadi penasihat mereka.“Kamu masih berani mengaku nggak mau merebut posisiku?! cucuku usianya baru empat tahun, tahu apa merea? Lagi pula bukannya menurunkan ke anakku, tapi malah langsung ke cucuku. Orang waras pasti sudah tahu apa maksudnya ini.”“Nggak juga, cucu Yang Mulia sangat pintar dan punya bakat untuk jadi penguasa yang baik. Saya cuma bertugas memberi nasihat, tapi pada akhirnya kekuasaan tertinggi tetap jatuh kepada mereka. Terkait masalah pewaris, apa Yang Mulia masih nggak sadar juga seperti apa mereka? Mereka sama sekali nggak cocok untuk jadi penguasa!”“Fred, kenapa baru sekarang aku sadar kalau ternyata ambisimu setinggi itu, ya?”“Bukan, Yang Mulia. Yang Mulia
Ketik sang Ratu tersadar, dia sudah berada di atas kasur. Dia berbaring dengan sangat nyaman ditutupi oleh selimut yang rapi. Di sampingnya ada semacam alat medis yang mengeluarkan suara nyaring. Walau demikian, sang Ratu tidak merasa nyaman.“Fred! Fred!” sahutnya.Mengira tidak akan ada yang datang, tak disangka Fred sendiri yang muncul di hadapannya.“Ada yang bisa dibantu, Yang Mulia?”“Lepasin aku!”“Wah, sayang sekali Yang Mulia, tapi nggak bisa! Eksperimennya sudah mau kita jalankan dua hari lagi. Yang Mulia nggak boleh ke mana-mana sampai dua hari ke depan.”“Eksperimen apaan. Kamu cuma mau membunuhku dan mengambil alih jabatanku, bukan?”“Yang Mulia, saya mana berani melakukan itu. Kalau saya membunuh Yang Mulia, apa saya perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membangun lab dan semua eksperimen ini? Saya benar-benar berniat baik untuk Yang Mulia, tapi Yang Mulia malah terbuai sama omongan si cewek licik itu dan nggak percaya lagi sama saya. Sayang sekali!” kata Fre
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S