Jaka duduk di tepi ranjang, dia nampak gelisah ingin mengungkapkan maksud kedatangannya kepada Lintang. Lintang sedang berada di kamar mandi membersihkan diri.Lintang keluar dari kamar mandi hanya mengenakan Lingerie berwarna ungu tua, dengan belahan dada sampai ke perutnya. Warna lingerie itu kontras dengan warna kulitnya. Jaka tertegun melihat keseksian Lintang. Lintang langsung menyambar bibir Jaka. Jaka beku dibuatnya."Ayah... Ayah kok diam?" Tanya Lintang lembut. Wangi parfum yang dipakai Lintang sangat menggoda Jaka. Wangi parfum favoritnya. Jaka masih beku. "Ayah... Bunda kangen bercinta sama Ayah. Ayah tidak kangen sama Bunda?""Bunda... Maaf. Ayah ingin bicara serius." Jaka berusaha tersadar. Walau pun celananya sudah penuh sesak."Bicaranya nanti saja ya Yah." Lintang melepaskan satu persatu kancing kemeja yang dipakai Jaka. Lintang duduk di pangkuan Jaka
Wati dan karyawatinya menyiapkan warung makan yang ada di depan rumahnya. Jam menunjukkan pukul tujuh pagi. Semua meja dan kursi sudah tertata rapi. Makanan untuk prasmanan sudah siap di atas meja."Wati!" Panggil seorang laki-laki yang memasuki warungnya. Laki-laki berbadan tinggi 168cm berat 60kg, berkulit putih, berwajah tampan. Dua orang karyawati Wati terpana melihat ketampanan laki-laki yang baru saja memanggil Wati. Sedangkan Wati terdiam membisu. Jantungnya serasa terhenti berdetak. "Boleh aku bicara berdua sama kamu?""Mau apa ke sini?" Tanya Wati gugup."Aku pindah kerja di sini Wati. Suatu kebetulan sekali. Aku sangat merindukan anak kita. Orang tuaku apa lagi. Kenapa kamu tinggal jauh dari kampung halamanmu?"Dua karyawati Wati saling pandang, dan kemudian mereka menjauh dari Wati. Mereka tetap memperhatikan Wati takut sesuatu terjadi, karena Jaka belum p
"Baik, Mas Jaka akan segera pulang." Terlihat kepanikan diwajah Jaka saat menerima telepon dari Rama adiknya."Ada apa Bang?" Tanya Wati cemas."Ibu opname, kata Rama jatuh dari tangga rumah Abang.""Kok bisa Bang?""Ntah lah. Abang mau hubungi Lintang dulu, mau tau apa yang terjadi." Jaka mencoba menghubungi Lintang, tapi tidak ada respon. Jaka semakin gelisah."Sebaiknya abang siap-siap pulang. Yang penting sekarang Abang cepat jagain Ibu. Tolong nanti Abang kasih kabar ke Wati ya Bang! Sebentar Wati siapkan bawaan Abang." Wati bergegas masuk kamar. Jaka mengikuti Wati."Wati, apa kamu tidak ingin ikut?" Tanya Jaka hati-hati."Apa Wati dan anak-anak boleh ikut Bang?" Jaka mengangguk. Wati pun menyiapkan keperluannya dan anaknya.***** 
Tahun 2005Jaka mengikuti acara reuni SMP di Rumah Makan Subur Group di dekat Bandara Syamsuddin Noor. Kebetulan dia sedang cuti bekerja. Jaka bekerja di perusahaan tambang ternama di Tanjung Kalimantan Selatan. Dia datang lebih awal, karena ingin melihat Wati."Kamu dari tadi matanya ke pintu masuk terus Jaka. Kamu lagi nunggu siapa?" Tanya Sony teman SMPnya mengagetkannya."Bukan begitu Son. Kamu kan tau, ini pertama kalinya aku ikut reuni sekolah, jadi ya pengen liat teman-teman kita setelah lama ngga ketemu.""Jangan-jangan kamu mau cari istri!" Goda Sony."Hah?!" Jaka kaget mendengar pernyataan Sony."Banyak kok yang belum nikah, suka pilih kamu. Apa lagi kamu kan sekarang lumayan mapan, aku yakin cewek-cewek pada mau sama kamu.""Rini ikut ngga Son?"
Waktu di jam dinding rumah Jaka menunjukkan pukul delapan malam. Diambilnya hape miliknya yang ada di atas meja ruang tamu. Dia ingin menelepon Wati, tapi takut mengganggu. Akhirnya Jaka memutuskan mengirim SMS buat Wati.(Assalamu'alaikum Wati, apa kamu masih sibuk? Ini Jaka teman SMPmu yang menelpon tadi siang. Tolong kamu simpan nomerku ya. Terima Kasih.)Jaka gelisah menunggu balasan SMS nya. Hampir satu jam dia menunggu, tak juga ada balasan."Apa Wati tidak suka aku menghubunginya?" Gumam Jaka mulai merasa tidak percaya diri. Jaka mencoba mengirim pesan lagi.(Ma'af ya Wati kalau aku mengganggu istirahat kamu.)Lagi-lagi tidak ada balasan. Jaka semakin berkecil hati. Harapannya untuk meminang Wati mulai ciut."Kamu kenapa, Jaka?" Tanya ibunya."Ngga apa, Bu.""Jangan bohongi Ibu. Ada apa?""Ca
Fadli menunggu Wati di parkiran hotel tempat Wati bekerja. Fadli duduk di atas motor Supranya. Sudah habis satu batang rokok diisap Fadli, tapi Wati belum juga terlihat. Dinyalakannya lagi batang rokok berikutnya. Sudah hampir setengah batang habis, tapi Wati belum juga datang."Maaf ya mas nunggunya lama. Lagi banyak kerjaan.""Iya sayang ngga apa." Jawab Fadli santai. "Ayo naik!" Wati pun duduk di belakang Fadli."Lho Mas, kita mau kemana? Rumah Wati kan ngga lewat sini?" Wati bingung, karena Fadli melaju ke arah yang salah."Ke rumah mas dulu Wati.""Ngapain? Nanti aku pulangnya kemaleman Mas.""Mas sudah telpon ibu kok, bilang kalau mas mau ajak jalan kamu.""Lha, trus kenapa diajaknya ke rumah mas? Rumah mas kan kosong.""Sebentar saja kok, ada yan
Wati terbangun. Ditatapnya dirinya tanpa sehelai benang pun tergeletak di atas kasur. Dia mencoba mengumpulkan tenaganya. Dilihatnya ada noda darah bercampur cairan di seprai berwarna biru bermotif bunga tempatnya terbaring."Ya Allah apa yang terjadi? Cairan apa ini?" Wati menangis sejadi-jadinya, dia berusaha beranjak, mencari pakaiannya, tapi tidak dia temukan."Sayang sudah bangun?" Fadli keluar dari kamar mandi yang ada di kamarnya. "Sayang cari apa?""Mana pakaianku Mas? Apa yang sudah kamu lakukan padaku?" Tanya Wati sambil terisak. Fadli mendekati Wati yang masih bugil. "Tolong jangan dekati aku!!!" Teriak Wati."Ayolah sayang. Maaf kalau aku harus pakai cara ini. Jawab Fadli enteng."Astagfirullah Mas, bisa-bisanya mas ngomong seenteng itu." Wati mencoba mencari-cari selimut tapi dia juga tidak menemukannya. Dia turun dari ranjan
"Rin, tolong jangan tutupi soal Jaka!" Pinta Wati."Kita ngomongnya di luar ya! Takut Rysa bangun." Rini keluar kamar disusul Wati. Dia duduk di sofa ruang tamunya. "Sebenarnya Jaka sudah suka sama kamu sejak kelas satu SMP.""Apa?" Wati terkejut."Aku gatel banget sebenarnya pengen bilang ke kamu, tapi Jaka selalu melarangku. Kamu tau reuni kemarin dia ikut cuma mau cari kamu. Bahkan dia punya niatan untuk melamar kamu Wati.""Apa ini serius Rin?""Tentu saja aku tidak bohong. Dia sangat mengharapkanmu Wati. Aku yakin Jaka orang yang tepat buat kamu, bukan Fadli si brengsek itu.""Boleh aku minta sesuatu Rin?""Minta apa?""Jika Jaka menanyakan aku lagi ke kamu, bilang aku sudah dilamar Fadli." Ucapnya dengan nada putus asa.
Tiga bulan berlalu setelah kepergian Rendra. Wati sekarang sudah resmi menjadi istri Jaka secara hukum negara. Jaka sudah mendaftarkan pernikahannya melalui sidang isbat nikah di pengadilan agama. Jaka memutuskan untuk berhenti bekerja di Berau dan fokus kembali ke usaha toko phone cellnya bersama ibunya. Di samping itu Jaka juga membuka jasa service electronic , dia mempekerjakan dua karyawan. Sementara Wati, memulai kembali usaha cateringnya. Jaka mengajak Wati dan anak-anak tinggal di rumah yang pernah didiami Jaka bersama Lintang. Lintang bekerja di sebuah cafe di mall sebagai waitress. Humaira dititip dengan bu Gita yang membuka kios kecil-kecilan di depan kontrakannya. Beliau mendapat modal usaha dari Wati. Wati ingin Humaira tumbuh seperti anak-anaknya yang lain. "Bunda..." Teriak Humaira berlari ke arah Wati yang sore ini datang bersama Habibi dan Ad
Lintang datang ke rumah bu Lastri untuk menjemput Humaira. "Lintang, Aku harap Kamu bisa jaga baik-baik perasaan Humaira! Dia masih terlalu kecil untuk mengetahui permasalahan orang tuanya." Pinta Wati. "Iya. Apa mas Jaka sudah kembali ke Berau?" "Dia masih di sini, di rumah ibunya. Dia masih larut dalam emosi. Dia masih belum bisa terima kenyataan." Jawab Wati sedih. "Tolong sampaikan ma'afku pada mas Jaka." "Tentu, nanti akan Aku sampaikan." "Aku juga minta ma'af Wati, karena sudah menyakitimu." Ucap Lintang sambil menunduk. Wati mendekati Lintang. Kemudian memeluknya. "Lintang, Aku sudah lama mema'afkanmu. Sedikit pun Aku tidak membencimu. Sekarang, mulai lah hidupmu dengan baik! Hargai dirimu baik-baik! Jaga Humaira baik-baik! Sebenarnya Aku sangat ingin dia bersamaku. Dia pelengkap di keluarga kecil kami." Ucap Wati sambil tersenyum.
Seorang laki-laki terkulai lemas di atas tempat tidur pasien Rumah Sakit. Keadaan tubuhnya hanya tulang yang berbalut kulit putih pucat. Bu Lastri masuk ke dalam ruangan tersebut. Seketika mata beliau basah melihat keadaan laki-laki di hadapan beliau. Laki-laki yang beliau kenal dengan sosok tampan berbadan tinggi dan tegap. Bu Lastri hampir tidak mengenali mantan suami dari anaknya. Beliau tak bisa berkata-kata, hanya diam di hadapan Rendra. "Wati dan Aditya mana Bu?" Tanya Rendra dengan suara yang parau. "Aditya ada di luar. Wati... " Bu Lastri menghentikan ucapannya. Air mata beliau menetes. "Ma'af, Wati tidak bisa datang Rendra." "Rendra mengerti Bu kalau Wati tidak bisa mema'afkan Rendra." Ucap Rendra kecewa. "Bukan Rendra. Wati sudah mema'afkanmu. Wati bahkan sangat ingin membesukmu. Tapi... " Bu Lastri menghela nafas. "Suaminya tidak mengizinkan." "Apa Wati hi
Wati datang ke rumah bu Ratna. Bu Ratna bilang suaminya tidak mau makan dan hanya mengurung diri di kamar. Wati masuk ke dalam kamar tanpa mengetok terlebih dahulu. Dilihatnya suaminya sedang melamun menatap ke luar jendela. "Assalamu'alaikum." Ucap Wati. Jaka hanya diam. Dia sedang asyik dengan lamunannya.Wati mendekat. "Assalamu'alaikum." Ucap Wati lagi, sambil meraih tangan suaminya kemudian menciumnya. "Wa'alaikumsalam." Jaka langsung memeluk Wati. "Kenapa Abang harus mengalami ini Wati?" "Bang, berhentilah larut dalam kesedihan! Berhenti dikuasai oleh amarah! Anak-anak perlu Abang." "Abang belum siap bertemu anak-anak dalam keadaan begini Wati. Abang tidak mau mereka melihat Abang sedang rapuh." "Sampai kapan Abang mau seperti ini? Sebentar lagi cuti Abang habis." "Sakit sekali rasanya. Memang Abang tidak punya perasaan cinta terhadap Lintang, tapi sejak d
Lintang dan bu Gita selesai mengemasi barangnya. Lintang mendekati Jaka untuk meminta ma'af dan berpamitan. "Jangan mendekat Lintang!!! Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi!" Bentak Jaka yang masih berada dalam dekapan Wati. Wati memberi isyarat pada Lintang supaya menuruti kata-kata Jaka. Bu Gita mengurungkan niatnya ingin berpamitan dengan Jaka. Bu Gita dan Lintang mendekati bu Ratna. Mereka bersimpuh di hadapan bu Ratna sambil menangis. "Ma'af kan kami Bu." Ucap Lintang sambil menangis. "Berdirilah!!!" Ibu menyuruh mereka bangkit. "Saya sudah mema'afkan kalian." "Terima kasih atas segala kebaikan Bu Ratna." Ucap bu Gita. Bu Ratna memeluk bu Gita. "Sekarang Ibu mau tinggal di mana?" Tanya bu Ratna. "Sementara di tempat tantenya Lintang saja Bu. Adik Lintang kan Saya titip di sana." "Syukurlah kalau Ibu punya tujuan. Ma'afkan atas
Jaka mengantar Wati dan anak-anak ke rumah ibu Wati. Jaka juga menitip Humaira. Bu Lastri nampak bingung karena mereka tidak jadi berangkat. Jaka lagi-lagi tidak banyak bicara, membuat Wati cemas. "Ada apa Wati?" Tanya bu Lastri bingung. "Wati tidak tau Bu. Sepertinya tadi bang Jaka dapat pesan WA dari seseorang Bu. Tiba-tiba dia membatalkan penerbangan kami. Bahkan bang Jaka sampai membentak Wati." "Ibu jadi khawatir Wati." "Wati juga Bu." "Cepat kamu hubungi mertuamu! Kalau Jaka tidak kesana bisa dipastikan dia ketempat Lintang." "Apa mungkin Bu pesan itu dari orang yang sama yang mengirimi bu Ratna? Dari Dito. Wati jadi takut Bu." "Cepatlah!!! Biar bu Ratna bisa ambil tindakan." Wati menghubungi bu Ratna dan menceritakan semuanya. Bu Ratna sangat terkejut. Dia berusaha menutupi semuanya, tapi secepat ini akhirnya Jaka mengetahui semuanya. "Ibu akan minta temani Desi ke tempat Lintang. Sebaik
Bu Ratna menemui Lintang di rumah berlantai dua milik Jaka. Kali ini bu Ratna tidak datang sendiri, tapi ditemani Desi. Bu Ratna tidak ingin hal buruk terjadi lagi padanya. Lintang terkejut melihat kedatangan bu Ratna dengan keadaan segar bugar. Mata Lintang hampir melompat saat bu Ratna berdiri ketika Lintang menemuinya di ruang tamu. "Kenapa Lintang? Kamu terkejut?" Ucap bu Ratna. "Sudah syukur aku tidak membocorkan perselingkuhanmu dengan laki-laki itu. Lalu kenapa kamu mempersulit perceraianmu dengan Jaka? Apa yang kamu inginkan kali ini Lintang?" Tanya ibu penuh emosi. "Aku hanya ingin mas Jaka Bu. Aku sudah lama mengakhiri hubunganku dengan Dito." Jawab Lintang tak tau diri. "Kamu pikir aku percaya Lintang? Di otakmu itu hanya uang dan uang. Kamu mau rumah ini? Ambil!!! Ambil Lintang!!!" Ibu melempar sertifikat rumah ke arah Li
Jaka dan Lintang duduk di ruang Pengadilan Agama. Jaka sangat berharap Lintang tidak mempersulit proses perceraiannya. Ibu Ratna masih memilih menyembunyikan kesembuhannya dari semuanya. Hanya Desi yang mengetahui. Bagi bu Ratna, Jaka bisa lepas dari Lintang itu sudah cukup. Karena bu Ratna memikirkan perasaan bu Gita dan Himaira kalau sampai Jaka memenjarakan Lintang. Hari ini sidang pertama, adalah sidang mediasi. Di ruang sidang Lintang bersikeras tidak ingin bercerai. "Saya tau suami Saya sudah menikah lagi tanpa seizin Saya. Dia lebih mencintai istri keduanya Pak. Makanya dia ingin menceraikan Saya. Bahkan dia tega memukul Saya." Ucap Lintang sambil berderai air mata untuk mendapatkan simpati dari Hakim. "Apa benar itu Pak Jaka?" Tanya Hakim. "Iya itu benar Pak. Saya memukulnya karena refleks Pak. Dia selalu menghina istri muda
Jaka tiba di Rumah Sakit. Dilihatnya Wati masih terbaring lemas. Wajahnya lebam. Jaka mengecup Wajah istrinya. "Apa Lintang yang melakukannya?" Tanya Jaka. "Sudah lah Mas, yang penting aku baik-baik saja." "Bagaimana mungkin kamu bisa bilang baik-baik saja? Kamu tau betapa paniknya Abang mendengar kamu pingsan?" Jaka menggenggam erat tangan Wati. "Abang jangan marahi Lintang ya! Anggap saja tidak terjadi apa-apa." "Abang tidak janji Wati. Bagaimana mungkin Abang diam saja wanita yang Abang cintai disakiti." "Sebaiknya Abang cepat pulang ke rumah ibu Abang, lihat keadaan ibu." "Ibu kenapa? Desi tidak bicara apa-apa tentang ibu." Jaka terkejut. "Wati tidak tau karena Wati pingsan. Tapi Wati