"Ya ampun, seru banget tadi filmnya. Itu cowoknya sampai bonyok gitu mukanya habis di hajar sama pacarnya karena ketahuan selingkuh." Seru Salma yang antusias menceritakan film tadi. Zahra menganggukkan kepalanya, film tadi memang benar-benar sangat bagus sekali. "Gue malah seneng banget lihat tuh cowok mukanya babak belur kayak begitu, kalau gue yang jadi tuh cewek, bukan cuman babak blur tuh muka, tapi udah hancur parah!! Gue tendang itu tytydnya biar mampus!" Tabita malah seperti psikopat. Kedua temannya bergidik ngeri mendengar perkataan dari Tabita yang memang anti pasangan selingkuh itu. "Lo ngeri banget tau." "Siapa suruh selingkuh! Udah tau punya pasangan itu di sayang! Ini malah main belakang! Gue paling anti yang namanya selingkuh ya? Dan siapa yang selingkuh di depan mata kepala gue, habis gue kasih pelajaran tuh orang!" Tabita bahkan meremas kedua tangannya, membuat Zahra dns Salma bergidik ngeri. Temannya yang satu itu memang aneh, tapi yang di katakan ole
"Bini baru elo?" Tanya Leo sambil mengangkat alisnya ke arah Abian. Tadi, keduanya sudah ingin keluar, namun Abian malah menghentikan laju mobilnya saat melihat seseorang. Dan Leo, sudah tau karena sudah mencari informasi tentang gadis itu, sebelum Abian menikahinya. Abian mendengus. "Bukan, mainan baru gue." Leo tertawa. "Wah, daebak!" Leo bertepuk tangan mendengar perkataan dari temannya itu. "Tapi ya, gue lihat model-nya kayak masih kinyis-kinyis gitu." Kata Leo memperhatikan, bahkan ia tersenyum-senyum tidak jelas melihat dua orang remaja itu saling bersenda gurau. Abian mendengus. "Ya jelas!" Lalu ia menjalankan mobilnya. "Gue mau elo hubungi beberapa bodyguard sekarang." Alis Leo terangkat. "Buat apa?" Tanya Leo yang tidak paham dengan maksud temannya itu. Abian tersentak menyeringai. "Sedikit bermain, gue udah capek seharian ini di rumah terus." "Wait? Elo nggak lagi bercanda?" Abian menggelengkan kepalanya singkat. "Nggak. Udah cepetan" ucap Abian dengan dat
"Bos, udah!" Leo menahan tangan Abian saat pria itu akan menghajar kembali para bodyguard itu. Bahkan mereka semuanya sudah jatuh terkapar tak berdaya, mereka juga tidak mungkin berani melawan Abian. Abian mendengus, ia mengibaskan tangan Leo dengan kasar. Lalu ia melirik ke arah Zahra yang tampak melongo menyaksikan semua itu. Abian berjalan mendekati Zahra, ia langsung menarik tangan Zahra, menyentak tangan itu dengan rahang yang mengeras. Zahra meringis. "Sa-sakit pak." Ucap Zahra Abian mana peduli, ia bahkan menatap tajam ke arah Zahra. "Saya tidak suka dengan orang terlalu pembangkang seperti kamu, Zahra! Kita pulang sekarang, mungkin kalau saya tidak datang tadi, kamu sudah habis sama mereka semuanya!" Rasanya membayangkan Zahra akan di cium tadi saja membuat darah Abian mendidih. Ia bahkan paling benci jika miliknya di sentuh. Jangan salah paham dulu, Abian belum memiliki perasaan apapun pada Zahra, namun apa yang di lakukan oleh bodyguardnya tadi sungguh membuat Abian
Matahari pagi itu mulai menunjukkan kehangatannya, sinar-sinar emasnya menari melalui celah-celah jendela yang tertata rapi di rumah tersebut. Cahaya tersebut menerobos masuk, membentuk pola geometris yang bergerak perlahan di lantai kayu yang mengilap. Partikel debu tampak berkilauan seakan berenang dalam kolam cahaya matahari, menciptakan suasana yang hening dan damai di dalam ruangan tersebut. Di sisi lain, dinding-dinding yang dicat dengan warna pastel menambah kesan lembut dan menenangkan, sementara beberapa pot bunga di pojok ruangan menambahkan sedikit warna dan kehidupan ke dalam kesederhanaan pagi itu. Ruang tersebut terasa seperti lautan yang tenang, dengan dominasi warna biru yang mendalam pada setiap sudutnya. Dindingnya dilapisi dengan wallpaper berpola gelombang tenang, memberikan ilusi seperti berada di bawah permukaan air yang damai. Di tengah kamar, terdapat tempat tidur berukuran besar dengan sprei berwarna biru muda yang lembut, seolah-olah mengundang untuk menyel
Abian menghela nafasnya kasar, suhu tubuh gadis itu benar-benar sangat tinggi. Ia bahkan tak rela melihat gadis itu menggigil seperti ini. Abian memang membenci Zahra karena pernikahan ini, namun ia juga masih punya rasa manusiawinya. Abian membawakan air hangat serta obat yang memang tersedia di rumahnya itu. Ia langsung menghampiri Zahra. "Bangun, minum dulu obatnya." Ucap Abian, "nanti setelah minum, saya akan pesankan bubur untuk kamu" sambung Abian lagi, membuat Zahra mengerjapkan kedua bola matanya. Ini seriusan dosen galaknya itu? Ini beneran nyata dan tidak mimpi? "Jangan lama-lama! Saya itu sibuk, cepat!" Pekik Abian galak, membuat Zahra langsung tersentak, gadis itu tersadar jika ini semuanya bukan mimpi, tapi nyata. Zahra berusaha keras bangun, namun kepalanya sangat pusing, membuatnya kembali jatuh lagi ke atas tempat tidur sana. Abian yang melihat itu mendengus. Pria itu dengan terpaksa menarik tangan Zahra, dan membantu gadis itu untuk bersandar di headb
Zahra menggeliatkan tubuhnya, ia bahkan merasakan tubuhnya ringan daripada sebelumnya. Zahra mengerjapkan kedua bola matanya, ia lalu mengingat apa yang sudah terjadi tadi pagi, membuat pipi Zahra kontan memerah. Abian memberikan perhatian kecil padanya, dan hal tersebut membuat Zahra senang bukan main. Zahra menggigit bibirnya dengan kencang, rasanya hatinya sungguh dag dig dug membayangkan semuanya. Kalau seperti ini bisa menarik perhatian suami galaknya itu, Zahra lebih baik sakit aja deh. Saat tersadar, Zahra memukul kepalanya. "Kamu mikir apa sih, Ra. Ya ampun, Zahra..." Monolog Zahra. Ceklek Pintu kamarnya tiba-tiba di buka, membuat Zahra langsung mendongak, matanya langsung bertemu dengan mata hitam legam milik Abian. Deg Jantung Zahra berdebar sangat kencang, ia sungguh tak kuasa melihat wajah tampan dja mempesona itu. Apalagi saat pria itu mengenakan pakaian santainya. Kaos hitam yang membuat otot bisepnya tampak, dan celana training yang pas di badann
Abian menghembuskan nafasnya kasar. Kepalanya terasa sangat pusing, ia tidak tau entah mengapa ada yang aneh padanya. Tapi, ia selalu memikirkan Zahra. Ck, sialan, padahal niat hatinya ingin menjadikan neraka di dalam kehidupan gadis itu, namun siapa sangka, malah Abian yang sepertinya terjerat oleh gadis itu. Bahkan, melihatnya kemari dia sakit saja, Abian sama sekali tidak tega. Abian bahkan merawat gadis itu. Abian mengacak rambutnya. Kepalanya langsung menggeleng. Ia tidak boleh terpikat pada gadis itu. Ia harus tetap membentengi dirinya. "Den Abian, ini kopinya. Masih hangat den." Pembantu yang di suruh Landra datang ke rumah anaknya itu meletakkan gelas yang berisi kopi hangat untuk tuannya. Wanita paruh baya itu menundukkan kepalanya sopan, lalu pamit ingin kembali lagi mengerjakan pekerjaannya. Namun, Abian menahannya. "Iya den, ada yang bisa bibik bantu? Aden barangkali ingin makanan apa?" Tanya pembantu yang bernama bik Sumi itu. Abian menggelengkan kepalanya.
Abian pergi ke salah satu club' yang ada di kota Jakarta malam itu . Dalam suasana malam yang hidup, club tersebut berdenyut dengan irama musik yang menggema melalui dinding-dindingnya. Lampu-lampu yang berkelip-kelip dengan ritmis menciptakan kilauan spektakuler di atas lantai dansa, di mana orang-orang berkumpul dan bergerak tanpa henti. Cahaya dari lampu strobo yang berwarna-warni mengikuti ketukan musik, menyorot wajah-wajah yang tertawa dan tersenyum dalam semangat pesta. Lantai dansa itu sendiri, dilapisi dengan ubin yang berkilau, bercahaya di bawah sinar lampu yang reflektif, menambahkan kesan glamor pada malam yang tak terlupakan. Di sudut-sudut, meja-meja kecil dikelilingi oleh sofa empuk, memberikan sedikit ruang bagi mereka yang ingin beristirahat sejenak dari hiruk-pikuk kegembiraan yang tak kenal lelah. Abian duduk di depan meja bartender, ia terus menyesap wiskinya, "Udah lama gue nggak lihat lo Bi" celetuk salah satu bartender yang Abian juga mengenalnya itu.
Dona tersenyum puas ketika melihat pesannya yang sudah tanda centang dua biru. Itu tanda ya Abian pasti sudah melihat isi pesan yang di kirim oleh dirinya tadi. "Tunggu saja, aku yakin sebentar lagi kamu pasti akan di marahi habis-habisan oleh mas Abian, Zahra.... Hahaha rasakan" ucap Dona sambil tertawa lebar. Ia bahkan sudah membayangkan bagaimana marahnya Abian nanti. Dan pastinya Abian tidak akan pernah memaafkan Zahra, dan berakhir mereka akan berpisah. Maka dari situ, Dona akan mencuri hati Abian kembali, ia akan masuk kembali ke dalam kehidupan Abian, dan ia akan menjadi istri satu-satunya Abian. "Aku udah nggak sabar, nungguin mereka cerai." Ucap Dona lagi. "Aku harus siap-siap, pasti sebentar lagi mas Abian bakalan usir Zahra, dan aku akan ke sana, pasti mas Abian membutuhkan aku" ucap Dona, Dona lalu membuka lemarinya, tangannya dengan lihai mencari-cari baju mana yang pantas untuk dirinya kenakan. Dona harus tampil cantik dan membuat Abian terpesona oleh dir
Abian menghembuskan nafasnya lelah, sedari tadi ia tampak kesal sendiri, bagaimana tidak kesal, dirinya harus di hadapkan oleh wanita seperti Dona ini. Ya, setelah dari rumah Abian tadi, ternyata Dina mengikutinya sampai dirinya ke kampus tempatnya mengajar, dan lebih parahnya lagi, Dona terus saja merengek-rengek pada Abian, dan membuat semua para mahasiswanya sampai di buat heboh. Abian yang kesal, langsung membawa Dona ke dalam ruangannya. Udah nyuruh wanita itu pulang, tapi Dona itu keras kepala banget, dan mau maksa Dona pulang, Abian tidak punya banyak waktu, Abian masih punya jam mengajar di kelas. "Sana pulang, saya sibuk" ucap Abian datar, tanpa menatap ke arah wanita itu. Dona tersenyum getir, tapi dirinya tidak patah semangat, apa pun yang terjadi diri nya harus tetap bisa membuat Abian bertekuk lutut padanya. "Mas, aku rindu sama kamu" Dona sampai ingin beranjak dari duduknya dan ingin berjalan ke arah Abian, namun Abian yang menyadarinya langsung bangkit dari duduk
"Kenapa mau buat sarapan sendiri hm? Padahal kita bisa beli." Tanya Abian menatap lekat wajah sang istri yang tengah sibuk menyiapkan sarapan pagi... Zahra sangat cantik seperti itu, membuat Abian tidak henti-hentinya memandangi Zahra. Sungguh entah seberapa besar cinta yang telah Abian rasakan, Abian sangat mencintai Zahra ,Dan untuk masalah bik Sumi, Abian juga telah memecat wanita itu. Ia sudah mendapatkan bukti jika bik Sumi bersengkokol dengan Dona. Zahra tersenyum, tangannya masih sibuk menuangkan nasi goreng ke piring. Ya Abian itu selalu suka jika pagi di buat kan nasi goreng oleh Zahra, dan tidak bosen sama sekali. Kata Abian nasi goreng buatan Zahra itu sangat lah enak, Zahra sampai malu ketika Abian memuji nasi goreng buatannya. Padahal menurut Zahra biasa saja, dirinya juga belajar dari bundanya, karena ayah dan adiknya sama-sama pecinta nasi goreng. Dan juga hubungan keduanya selama seminggu ini semakin membaik... Zahra bahkan tidak segan selalu ingin bermanja-manja
Tiga bulan berlalu... Dona tersenyum tipis ketika melihat rumah yang ada di hadapannya ini... Ya, Dona sudah pulang dari rumah sakit, setelah beberapa waktu menjalani rawat inap di rumah sakit. Kondisinya sih masih belum di katakan baik-baik saja, namun Dona bersikeras ingin pulang, dirinya sungguh tidak betah di rumah sakit. Dona ingin menemui Abian. Dona sedikit kesal juga, mengingat dirinya di rumah sakit, namun Abian sama sekali tidak pernah mengunjungi dirinya. Dan karena rasa rindunya dengan Abian, Dona oun langsung mendatangi rumah milik Abian.. Dona tersenyum memandangi rumah ini, rumahnya bersama dengan Abian 2 tahun yang lalu. Walaupun Abian bersikap dingin kepada dirinya, tapi Dona masih bersyukur Abian selalu menjaganya. Abian selalu ada untuk dirinya. Setetes air mata jatuh di pipi Dona, rasa penyesalan itu sungguh menyayat hatinya. Mengapa Dona sangat bodoh dulu? Mestinya dirinya tidak melepaskan seorang Abian demi bersama dengan Bara. "Kenapa aku bodoh sek
Ceklek "Mas Abian." Senyuman di bibir Dona yang sedari tadi muncul, kini harus luntur, ketika mengetahui jika yang masuk ke dalam ruangannya bukan lah Abian, melainkan Landra..Dona padahal sudah sangat berharap sekali jika yang masuk ke dalam ruangannya dan menjenguknya adalah Abian – mantan suaminya itu. Landra tersenyum tipis, lalu menghampiri mantan menantunya itu. Ya, Abian sudah lama menceritakan kejadian tersebut, tentang Dona yang berselingkuh, dan Abian yang menjatuhkan talak pada Dona, Landra cukup terkejut mendengar hal itu, namun ia mendukung sepenuhnya keputusan anaknya. Ia juga sudah salah karena telah menikah kan Abian dengan Dona. Mestinya Landra, tidak terburu-buru mengambil sebuah keputusan yang pada akhirnya membuatnya rugi. Ya, walaupun dia anak sahabat Landra, namun Landra paling benci dengan sikap seperti demikian. Dan rasa kesal pada Dona cukup memenuhi hatinya. Landra bahkan ingin sekali membuat wanita itu merasakan apa yang lebih di rasakan oleh anaknya
Abian dan Zahra kini sudah sampai di tempat penjualan bakso yang ada di sebuah gang di dekat perumahan Zahra. Kata Zahra bakso yang di sana sangatlah enak, Zahra bahkan pernah beberapa kali membelinya. Dan sekali ini ia sangat ingin makan bakso dengan suaminya itu. Entahlah permintaan yang sangat aneh, tapi Zahra sangat menginginkannya. Beruntung ia dan Abian sudah tidak bertengkar lagi, kalau saja hubungannya belum membaik dengan Abian, mungkin Zahra akan menangis menahan rasa inginnya itu. "Gimana enak?" Tanya Abian lembut, ketika melihat Zahra sangat menikmati semangkuk bakso yang ada di hadapannya, bahkan bibir Zahra belepotan, membuat Abian mengambil tisu dan mengelap bibir Zahra. Zahra menganggukkan kepalanya cepat, sambil tersipu malu dengan tindakan Abian ini, rasanya Zahra ingin menghilang saja dari belahan bumi ini, karena tidak sanggup di perhatikan seperti ini. Abian memang benar-benar berubah. Bahkan sedari tadi pria itu terus mengulas senyumnya. Abi
Setelah mengambil obat, Zahra dan Abian memutuskan untuk kembali pulang. Pulang ke rumah Zahra yang ada di kota Bandung. Karena Zahra masih mau di sana, Abian tadi sudah membujuk Zahra untuk kembali ke Jakarta mereka berdua, namun Zahra masih ingin tinggal di sana, terlebih Zahra juga masih kuliah di sana. "Padahal nggak masalah kalau kamu mau kembali lagi ke kampus yang dulu. Lagian punya saya juga kampusnya" cetus Abian, ia tak bisa berpisah lama dari istrinya itu. Sungguh ia ingin lagi tinggal bersama dengan Zahra. Zahra tersenyum kecil. "Saya masih mau tinggal di sini, pak. Nggak apa-apa kan? Lagian sebentar lagi saya juga bakalan selesai kuliahnya kok. Ini juga saya lagi susun skripsinya." Kata Zahra, tapi tetap saja membuat Abian cemberut. "Lama, saya nggak bisa kalau tidak ketemu sama kamu."Zahra terkekeh kecil, agak terkejut melihat tingkah lucu pria yang berstatus suaminya itu, pasalnya Abian tidak pernah menunjukkan sikap seperti ini. "Sabar dong, bapak kan masih bisa
Dona hari ini berencana pergi ke sebuah cafe, karena bosan, pacarnya hari ini di hubungi susah banget, jadi Dona yang kesal memilih keluar untuk menenangkan pikirannya.Dan di sini lah Luna, duduk sambil melihat para orang yang datang dengan pasangannya masuk ke dalam caf tersebut.Dona menatap iri pengunjung cafe yang datang dengan pasangannya.Kekasih Dona itu sekarang sudah jarang sekali mengunjungi Dona, bahkan jika Dona mengajaknya jalan, alasannya banyak sekali. Dona sampai di buat kesal bukan main. Apa lagi hari ini, pria yang berstatus pacarnya itu sama sekali tidak bisa di hubungi.Dona tidak ingin mengingat hal tersebut yang semakin membuat suasana hatinya keruh, sialan sekali. Deg Saat Dona sedang duduk santai di sebuah cafe, Dona di buat terkejut, tiba-tiba tubuh Dona menegang hebat, ketika matanya menatap sosok seorang pria dengan wanita yang baru saja memasuki cafe itu, dengan bergandengan tangan sangat mesra.Dona bangkit dari duduknya, dan langsung menghampiri k
"I-ini..." Bahkan lidahnya terasa sangat kelu, Abian memandangi kertas itu dengan mata yang berkaca-kaca. Zahra melengos, ia sungguh sangat geram sekali, kenapa pula kertas itu harus bisa jatuh pula? Sialan, jadilah pria itu tau tentang hal ini, hal yang akan Zahra sembunyikan. "Kamu hamil?" Tanya Abian lagi, matanya menatap ke arah Zahra yang sedari tadi diam. "Ra, kamu beneran hamil?" Ulang Abian lagi. Zahra mendengus, tangannya terulur merampas kertas yang di pegang oleh Abian. Ia langsung menyimpannya di dalam saku bajunya lagi. "Saya pulang. Nanti akan ada supir saya yang datang kemari, anda bisa pulang dengan supir saya." Ucap Zahra dengan ketus. Abian menghembuskan nafasnya kasar. Saat Zahra akan pergi, Abian menarik tangannya. "Ra, kita perlu berbicara, jangan seperti ini. Saya tidak mau masalah ini semakin panjang, terlebih kamu sedang hamil anak saya." Kata Abian, bahkan Abian tidak memperdulikan keberadaan suster yang sudah melongo menatapi mereka berdua. Zahra menep