Desti bingung membuatnya, dia benar-benar tidak mengerti apa yang dimaksud oleh pria di depannya ini. Pasalnya dia sedang tidak membuat drama, dan pria di depannya malah membentaknya. Winarta yang melihat Desti hanya diam saja, dan tidak menjawabnya malah semakin emosi.
“Apa kau akan menerima kesepakatan yang akan aku buat apa tidak!” bentak Jefri yang sudah kehabisan kesabarannya. Karena Desti yang tidak menjawabnya ataupun bertanya lebih lanjut.
Desti yang mendapatkan bentakan itu pun gemetar dan berkata, “A-apa itu, Tuan?”
Suara Desti terdengar lemah. Ia takut jika pria di depannya akan lebih marah lagi. mendengar pertanyaan Desti, Winarta menyunggingkan senyumnya.
“Kau akan menjadi pengantin penggantiku. Tenang saja aku akan memberikanmu uang selama kau menjadi istriku, selain itu kau bisa meminta apa pun kecuali cinta,” ucap Winarta memberikan penawaran yang sangat menarik.
Winarta sangat yakin, jika wanita di depannya ini tidak akan menolak tawaran yang menggiurkan. “Wanita sepertimu tidak mungkin menolak tawaranku, wanita sepertimu pasti akan melakukan apa pun hanya untuk kemewahan,” batin Winarta. Dalam hatinya wanita di depannya ini tidak kalah berbeda dengan wanita lainnya, yang rela melakukan apa pun demi harta dan kemewahan.
Mendengar tawaran Winarta, membuat Desti berpikir tentang tawaran yang sangat menggiurkan itu. Namun, bukan uang yang banyak ataupun harta yang membuat Desti menimbang tawaran itu. Desti melihat kondisinya saat ini, ia adalah wanita tunanetra dan sulit baginya untuk mencari tempat tinggal. Apa lagi mencari pekerjaan, dengan mata yang buta, kerja apa yang bisa Desti lakukan?
“Apa aku harus menerima tawaran tuan ini? Aku sudah tidak memiliki siapa pun lagi untuk membantuku, dan tidak mungkin aku kembali ke acara pernikahan itu. Aku takut … paman dan bibi pasti akan memarahiku, lagian aku tidak bisa melihat, bagaimana caranya aku pulang? Ruysi pun juga meninggalkanku di sini, tidak ada yang bisa menampungku ataupun membantuku. Cara satu-satunya untuk bertahan hidup adalah dengan menerima tawaran pria ini,” batin Desti, memikirkan segala sesuatu yang matang-matang.
“Tidak usah banyak berpikir, aku tau Wanita sepertimu akan melakukan apa pun hanya untuk uang. Jadi nggak usah bikin drama di depanku,” ucap Winarta dengan kedua tangannya yang terlipat di depan dadanya.
Mendengar ucapan pria di depannya ini sungguh membuat hati Desti sakit. Perkataan Winarta bagaikan panah yang menusuk hati Desti. Hati yang memang sudah rapuh dan ditambah lagi dengan kata Winarta yang membuat hatinya sangat sakit.
"Kau harus kuat Desti, kau tidak boleh lemah hanya dengan kata-kata itu. Kau tak boleh menangis," batinnya yang menyemangati dirinya sendiri.
Desti menghembuskan nafasnya kasar, untuk menenangkan dirinya dan menjawab, “Baiklah, Tuan … aku menerima tawaran Anda.”
Winarta pun tersenyum sini. “Sudah kuduga.”
Sakit, hanya itu yang dirasakan Desti saat seseorang yang membatasi harga dirinya. Namun, dia tidak bisa membalasnya, tidak bisa membantah dan hanya bisa menangis dalam hati. Andai Desti saat ini tidak dalam kondisi yang tidak berdaya, Desti pasti akan membalas kata-kata Winarta.
“Ikut Aku!” Winarta langsung menarik pergelangan tangan Desti dengan kasar ke dalam mobilnya, dan mendorong Desti dengan kasar, masuk ke dalam mobil.
Desti hanya bisa menangis, tidak ada hal lain yang bisa ia lakukan selain menangis. “Kenapa… kenapa semua orang selalu memperlakukanku dengan hina? Kenapa tidak ada yang tulus di sekitarku? Bahkan Ruysi yang selalu aku anggap sebagai sahabat malah mencampakkanku di tengah jembatan,” batin Desti menangis dalam hati mengingat apa yang terjadi saat di jembatan.
Flashback on
Setelah Ruysi meninggalkannya, Desti hanya menangis di jembatan itu. Ia tidak tau harus ke mana dengan matanya yang tidak bisa melihat bagaimana caranya untuk melihat jalan? Namun, tiba-tiba Desti mendengar suara gonggongan anjing di belakangnya, Desti pun berlari kencang ke depan dan berharap ada orang yang membantunya. Namun, naas anjing itu menggigit gaunnya dan membuat Desti terjatuh.
Desti berusaha untuk kabur. Namun lagi-lagi ia digigit dan terjatuh hingga gaun bagian atasnya robek. Tak lama kemudian sang pemilik anjing datang dan membawa anjing itu tanpa menghiraukan Desti yang duduk di trotoar. Desti berusaha untuk berdiri dengan berpegangan pada pembatas jembatan dan menangisi nasibnya.
Flashback off
Desti tertawa dengan sedih. “Bahkan, seekor anjing pun menindasku. Sepertinya memang ini jalan hidupku,” batinnya meratapi nasib.
Winarta yang sedang menyetir mobilnya, melihat dari kaca spion apa yang Desti lakukan. Saat melihat senyum Desti yang seperti itu membuat Winarta mengerutkan keningnya. “Ada apa dengan wanita itu? Apa dia gila?” gumam Winarta.
Namun, Winarta tidak menghirau dan melajukan mobilnya menuju belakang gedung pernikahan. Tak butuh waktu lama, Winarta sampai di belakang gedung pernikahannya, Winarta berjalan lebih dulu menuju aula pernikahan. Desti segera dibawa oleh bodyguard menuju ruangan MUA yang akan merias Desti ulang.
***
Desti sudah selesai di rias dan Winarta pun masuk ke dalam ruangan MUA. Awalnya Winarta sempat terpaku melihat kecantikan Desti, tapi lagi-lagi Winarta menepis hal itu, ia tidak ingin berhubungan dengan wanita yang dianggapnya murahan. Winarta berjalan mendekat ke arah Desti.
"Ambil dan gunakan itu! Jangan sampai ada yang mengetahui wajahmu!" ucap Winarta dengan penuh penekanan dalam setiap katanya.
Desti yang tidak bisa melihat pun meraba-raba tangan Winarta. Sampai ia mendapatkan cadar yang ada di tangan Winarta. Winarta tentu kaget melihat apa yang Desti lakukan karena Desti terlihat seperti orang yang tidak bisa melihat. Winarta melambaikan tangannya tepat di depan wajah Desti. Namun, mata Desti terlihat kosong dan Winarta baru menyadari hal itu dan menyimpulkan jika Desti adalah wanita buta.
Hati Winarta sedikit melunak saat melihat Desti yang tidak bisa melihat. Winarta pun menggerakkan tangannya dan memasangkan cadar itu ke wajah Desti. Walaupun hati winarta sedikit melunak tetapi ia tetap membangun sebuah benteng di hatinya untuk tidak mencintai Desti.
Tak lupa juga Winarta memasangkan sebuah kerudung di kepala Desti agar tidak ada yang mengenalinya. Karena mungkin saja ada beberapa rekan bisnisnya yang mengetahui wajah dari keponakan Burdan. Ia tidak ingin mendapat pertanyaan yang akan mengganggunya.
Saat ini Desti hanya memperlihatkan mata dan dihi Desti saja, dan bagian lainnya sudah di tutupi dengan berbagai jenis kain. Winarta menuntun Desti menuju aura pernikahan, hal itu bukan berarti hati Winarta sudah melunak, itu hanya sekedar pencitraan dari Winarta. Karena Winarta tidak ingin rekan kerja atau yang lainnya menyangka jika dia memiliki sang calon istri.
Di aula tersebut hanya terdapat para tamu dan beberapa rekan dunia gelap Winarta. Namun, keluarga Paman Desti tidak ada di aula karena Winarta yang telah mengusir mereka dan memutuskan semua perjanjian dan kerjasama perusahaan mereka. Di dalam pernikahannya, Desti hanya bisa duduk di kursi pengantin tanpa bergerak sedikit pun, sedangkan Winarta sedang berkomunikasi dengan kolega bisnisnya.
Namun, di sudut ruangan, seorang wanita menatap Desti tidak suka, wanita itu bukanlah undangan tamu. Wanita itu adalah salah satu penggemar berat Winarta, tetapi sepertinya Winarta tidak pernah melihatnya sedikit pun. Dengan tatapan tak suka wanita itu pun berkata, "Dasar wanita buta, aku yakin dia menggunakan guna-guna. Tunggu saja pembalasanku."
Pernikahan pun berjalan dengan lancar. Tanpa ada satu pun orang yang curiga dengan Pengantin Wanita. Selama berjalannya acara pernikahan, Desti hanya diam tanpa ada yang menyapa atau pun menegurnya. Keberadaan Desti di sana seperti hantu, ia ada tapi tak terlihat orang.Setelah acara pernikahan selesai. Desti saat ini berada di hotel yang sudah disiapkan oleh Winarta. Dengan bantuan dari MUA Desti menghapus semua riasannya. Tak lama kemudian pintu kamar hotel pun terbuka, dan memperlihatkan Winarta yang masuk ke dalam dengan membawa kertas di tangannya. Beberapa orang MUA yang melihat kedatangan Winarta pun pergi meninggalkan ruangan. Winarta menaruh kertas yang ia pegang di atas meja depan Desti dengan sedikit keras. “Tanda tangani ini!” perintah Winarta dengan kedua tangannya yang terlipat di dada. Desti pun meraba-raba meja di depannya, untuk mencari pulpen. Winarta yang melihatnya pun memutar bola matanya dan membantu Desti mengambil pulpen yang ada di samping kertas. Winarta j
“Bawa, Nyonya kalian ke kamarnya!” perintah Winarta, dengan ekspresi wajahnya yang terlihat datar. “Baik, Tuan,” jawab para maid yang ada di samping Desti, di kanan dan di kiri. Siska yang melihat hal itu pun, mengepalkan tangannya. Bagi Winarta mungkin itu bukan sebuah perhatian untuknya. Namun, bagi Siska itu adalah perhatian yang sangat besar karena Siska sendiri belum pernah mendapatkan perhatian walau itu sedikit.Setelah melihat Desti dan para maidnya menghilang di balik pintu masuk mansion. Winarta pun melangkahkan kakinya menuju kamar pribadinya. Yap, Walaupun Winarta saat ini sudah memiliki dua orang istri, tetapi Winarta tidak akan tidur dengan salah satu istrinya. Karena ia takut jika nanti akan tergoda oleh salah satu dari istrinya itu dan situasi itu akan dimanfaatkan oleh para istri.Siska yang melihat Winarta akan melangkah menuju kamar pribadinya pun, menggenggam tangan Winarta dan dengan nada manja ia pun berkata, “Sayang … kenapa kau tiak tidur di kamarku sekali in
Saat Siska membawakan makanan ke meja makan, Siska dengan pura-pura berkata, "Ohh … ada Desti juga toh …." Siska tidak berniat untuk mengambilkan makanan untuk Desti. Dia berniat untuk menyuruh kepala pelayan, untuk membawakan sisa makanan yang ada di dapur untuk Desti. Namun, baru saja Siska akan mendudukkan bokongnya itu di kursi depan Winarta, Siska kembali mendengar suara Winarta yang dingin itu kepada dirinya. "Siska, bawakan juga untuk Desti." Siska yang mendengar itu hanya bisa menuruti perkataan Winarta, ia tidak berani membantah karena takut jika akan membuat Winarta marah dan semakin menjauhinya. Siska pun melangkah menuju dapur dengan membawa makanan yang sudah ia siapkan di dalam mangkuk. Siska menaruh mangkuk itu sedikit kasar di depan Desti karena tidak terima jika ia harus melayani Desti. Winarta yang melihat perlakuan Siska hanya melirik saja, ia masih tidak peduli apa yang akan dilakukan oleh kedua istrinya. Namun, Winarta menghentikan suapannya yang akan masuk ke
Dalam perjalanan pulang menuju mansion, Winarta masih teringat dengan perkataan Jemi saat di kantor. “Apa iya Desti adalah anak Burdan?” Winarta menggelengkan kepalanya cepat, dan berkata, “Tidak mungkin Desti adalah anak Burdan, setauku anak Burdan masih perawan.” Satu alasan itulah yang membuat Winarta masih menyangkal kebenaran yang ada. Winarta sangat mengutamakan keperawanan wanita karena baginya wanita yang tidak perawan lag adalah wanita yang dengan mudah menyodorkan tubuhnya kepada pria.Tak lama kemudian, mobil Winarta memasuki gerbang mansion. Winarta melangkah masuk ke dalam mansion yang mana di depan pintu masuk mansion sudah ditunggu oleh Pak Karja kepala pelayan yang bertugas mengurus semua kebutuhan sehari- hari Winarta. Pak Karja juga, merupakan salah satu orang tua yang berjasa untuk Winarta. Karena semejak Winarta kecil Pak Karjalah yang menguus Winarta. “Di mana istriku, Pak?” tanya Winarta membuat Pak Karja bingung. "Istri yang mana, Tuan?" tanya Pak Karja menga
Mendengar suara Winarta membuat Desti semakin takut. Sementara Winarta bingung melihat keadaan ketiga orang yang ada di depannya ini dengan sangat menyedihkan. Winarta mengerutkan alisnya dan bertanya, "Apa yang terjadi pada kalian? Kenapa kalian berantakan seperti ini?"Nita dan Jona pun juga tidak berani mengeluarkan suara, mereka mengingat perkataan Siska. Mereka tidak ingin mengambil resiko dan membuat mereka serta Desti dalam masalah. Desti meraba ranjangnya mencari tangan Jona dan Jona pun menggenggam tangan Desti. "Aku bertanya kepada kalian kenapa kalian diam? Apa kalian semua bisu?" Suara Winarta terdengar meninggi dan aura di wajahnya mulai semakin dingin dan menakutkan. "Ti-tidak, Tuan … kami tadi terjatuh," jawab Desti bohong dengan tangannya yang gemetar. BrraaakkkDengan marah Winarta berjalan keluar dan menutup pintu dengan keras. Winarta bukanlah orang bodoh yang percaya begitu saja dengan ucapan tak masuk akal Desti. Winarta masuk ke dalam kamar pribadinya dan men
"Ah … mungkin dia yang menyulamnya?" gumam Winarta dan kembali berkata, "Heh, dasar munafik … berlaga sok suci, sok tak suka, sok cuek. Tapi dia sendiri menyulam namaku di saputangan itu." "Lalu apa yang harus aku lakukan pada mereka? Apa aku harus memberi pelajaran pada Siska?" gumam Winarta. "Sudahlah, biarkan saja. Tidak ada urusannya denganku … biarkan dia mengatakannya," ucap Winarta dengan wajah datarnya. ***"Nyonya," panggil Nita ragu. Desti yang mendengar nada suara Nita terdengar ragu pun tersenyum dan berkata, "Ada apa … kenapa suaramu terdengar ragu begitu? Apa ada masalah?” Desti yang sedang duduk di sofa dengan dibantu oleh Jona untuk mengobati luka yang ada di bibirnya. Desti menunggu jawaban dari Nita. Jona yang melihat raut wajah partnernya yang gelisah pun bertanya, “Ada apa denganmu ….”“Nyonya … bolehkah saya bertanya?” tanya Nita ragu-ragu. terlihat di sofa yang berhadapan dengannya Nita terlihat takut dan sedang memikirkan sesuatu. “Boleh, siapa yang melara
“Desti … apa kau mau aku lempar ke api unggun terlebih dahulu baru kau mau turun untuk memasak?” bentak Siska yang tiba-tiba datang dengan membuka pintu kamar Desti dengan kasar. “I-iiya …,” jawab Desti dengan kepala tetunduk. “Buruan! Winarta sudah menunggu di meja makan,” bentak Sika. Untung saja kamar Desti memiliki alat kedap suara, sehingga tidak akan ada yang mendengar suara teriakan Siska. “Tapi … saya ‘kan tidak bisa melihat, bagaimana caranya saya akan memasak?” tanya Desti berusaha membuat dirinya tenang. “Tidak ada alasan kau tidak bisa memasak karena matamu itu! Kau ‘kan memiliki dua dayangmu itu. Untuk apa suamiku menyewa dayang juka bukan untuk membantumu?” ucap Siska terdengar sinis. Setelah mengucapkan itu, Siska turun menuju ruang makan. Selagi Desti turun dengan di tuntun oleh Nita dan Jona. Melihat Siska yang turun dan duduk di hadapanya membuat Winarta mengerutkan alisnya dan bertanya, “Kenapa kau duduk? Siapa yang akan masak?” “Semua chef dan beberapa maid k
Melihat kedatangan Winarta membuat Siska kalap. Dengan cepat Siska berdiri dari duduknya dan berkata, "Bukannya aku sudah bilang … biarkan aku saja yang mencuci semua piring ini, kau ini sangat keras kepala!" Siska segera mengambil spon pencuci dan mengganti posisi Desti. "Dia pasti sengaja melakukannya untuk membuatku terkena marah Winarta, awas saja kau akan aku beri pelajaran padamu nanti," batin Siska dengan tangannya yang mencuci piring. Namun, Siska lupa jika Desti baru saja menjatuhkan piring, dan tanpa sengaja Siska menginjak pecahan piring itu. "Aarhh …." "Ada apa Mbak? Kenapa Mbak teriak?" tanya Desti terlihat panik saat mendengar teriakan Siska. Winarta yang melihat derama dari istrinya pun hanya bisa memutar bola matanya malas. Bukannya ia tidak tau jika Siska saat ini sedang berakting, Winarta bukanlah orang bodoh yang bisa ditipu dan dibodohi begitu saja. Jika Winarta memang orang yang bodoh tidak mungkin ia mendirikan perusahaan terbesar se-Asia sekarang. "Ikut ak
Waktu terus berlalu, dan kini sudah hari kelima Desti berada di rumah sakit. Sesuai dengan apa yang dikatakan Dimas hari itu, Desti bisa pulang dalam waktu satu minggu jika kondisinya selalu berjalan membaik. Hari itu adalah besok jadi hari ini, hari terakhir Desti di rumah sakit. “Sayang, aku akan ke ruang kerja dulu, apa kau menginginkan sesuatu sebelum aku pergi?” ucap Winarta yang berharap jika Desti bisa sedikit saja bersikap manja kepadanya. “Aku tidak menginginkan apa pun, aku akan tidur,” ucap Desti. Mendengar jawaban Desti membuat wajah Winarta cemberut, dan berkata, “Baiklah ….” “Sayang … aku pinjam Jona dan Nita dulu, ya. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan,” ucap Winarta. “Iya … tapi nanti saat kau kembali bawakan aku es krim,” ucap Desti dengan memeluk guling. Mendengar itu membuat Winarta tersenyum dan berkata, “Baiklah, Sayang ….”Winarta berjalan ke ruangan kerjanya yang mana ruangan yang berada di samping kamar Desti itu menjadi ruang kerja Winarta selama Desti
“Ada apa denganmu? Seperti kalah perang saja,” ucap Dimas dengan sebelah alisnya yang naik. Nico berjalan ke arah Winarta dan melihat layar laptop Winarta. “Astaga … untuk apa kau sampai meretas keamanan sistem negara?” Mendengar itu membuat Dimas yang bermain handphone kaget. "Ta, yang bener aja, lo pakek laptop gue buat meretas keamanan negara. Bisa abis gua, Ta." Bhuggg"Diam, sialan," umpat Winarta seraya melempar bantal yang ada di sofanya ke arah Dimas. “Untuk apa kau meretas keamanan negara?” tanya Nico, memperhatikan isi dari laptop Winarta, dan kembali berkata, “apa kau meretas keamanan negara hanya untuk mencari pelaku yang menaruh ular di ruangan Desti?” Mendengar jika masalah keselamatan istrinya yang dianggap sepele oleh Nico membuat Winarta menatap tajam ke arah Nico. Yang mana membuat Nico tidak melanjutkan perkataannya. “Di dunia ini keselamatan istriku yang utama!” ucap Winarta dengan tegas. “Okey … oke, tapi kenapa kau sampai harus meretas keamanan negara? Kej
Dimas yang merasa bersalah melihat Nita yang menangis seperti itu pun mengejar Nita. Tak lama setelah mereka keluar, Zirah pun datang dengan membawa nampan yang berisi makanan, dengan pakaian yang menggoda Zirah pun berkata, “Tuan, ini makanan untuk nyonya.”Winarta tidak menjawab, tetapi melihat ke arah Jona yang sedang duduk di sofa. Jona yang mengerti arti tatapan itu pun segera bangun dan mengambil nampan itu dari tangan Zirah. Mendapat perlakuan seperti itu membuat Zirah kesal. Melihat wajah kesal Zirah membuat Jona senang dan hal itu membuat Jona teringat hal yang Zirah katakan saat ia akan memasuki ruangan Desti. Jona menaruh nampan itu di nakas samping tempat tidur Desti dan kembali duduk di sofa diikuti dengan Zirah. Sampai 4 jam mereka duduk di sana tanpa melakukan apa pun dan tak lama kemudian datanglah Dimas, Nita dan Nico memasuki ruangan Desti. Saat Nita duduk di samping Jona, Jona pun berkata, “Hebat kau Nit, keluar bawa satu cowok dan masuk bawa dua, Good girls.” Jon
“Kakiku seperti digigit,” ucap Desti yang terdengar rintihan kesakitan di sela-sela ucapannya.Mendengar itu Winarta pun langsung menyingkap selimut Desti, alangkah kagetnya Winarta saat melihat kaki Desti yang dililit dan digigit ular. Winarta tanpa menunggu lama pun langsung mengambil ular itu dan membuangnya melalui jendela, dengan sigap Winarta menyobek selimut Desti dan mengikatnya di kaki Desti yang di gigit ular. Setelahnya Winarta langsung memencet tombol yang mana akan langsung terhubung ke Dimas. Winarta memeluk Desti dan membenamkan kepalanya di dada Winarta. “Sayang, tahan ya … sebentar lagi DImas datang,” ucap Winarta dengan suara yang gemetar. Tak lama kemudian Dimas datang dengan membawa peralatannya dan berkata, “Ada apa?” “Perlukah kau bertanya? Tidaknya kain itu bisa menjelaskannya!” ucap Winarta dengan suara yang tertahan. Dimas yag melihat kain yang terlilit di kaki Desti pun langsung mengeluarkan peralatannya sampai beberapa waktu kemudian Dimas selesai. Namu
Melihat wanita itu, membuat Winarta memasang wajah garang dengan alis yang mengerut. Dimas yang melihat ekspresi itu pun segera berbicara, "Wou … Wou … tenang dulu, tenang … dia itu suster yang akan menjaga istrimu selama dia sakit." "Kenapa kau memilih wanita menjijikan seperti ini?" Tatapan mengerikan itu berganti kepada Dimas dan membuatnya panik. "Astaga Zirah kenapa menggunakan pakaian seperti itu sih! Sekarang aku jadi harus menghadapi siang 'kan!" umpat Dimas dalam hati. "Maaf Tuan, apa yang salah dengan saya?" ucap Zirah dengan berjalan mendekat dan nada menggoda.“Menjauh dariku!!!” bentak Winarta membuat langkah Zirah terhenti. “Winarta! Kenapa kau mesti membentaknya! Dia hanya meminta maaf,” bentak Desti, bahkan Desti sampai mengerutkan keningnya. Winarta yang mendengar itu pun terdiam seketika. Mengingat kondisi Desti yang sedang sakit membuatnya tidak ingin memperburuk keadaan Desti. Winarta menatap ke arah Dimas tajam.“Sayang–”“Sus, nama Anda siapa?” tanya Desti
Desti mendengar itu pun tersentak dan perlahan melihat ke arah wanita paruh baya yang mengaku adalah ibunya. “Apa itu artinya aku sudah meninggal?” “Tidak, Sayang … Rohmu masih bisa masuk ke dalam tubuhmu. Itu semua tergantung dengan keinginanmu, Di sana ada suamimu yang sedang menunggumu. Apa kau tidak ingin kembali?” Wanita paruh baya itu memegang tangan Desti dan menumpuknya dengan tangannya. “Jika aku kembali, bagaimana denganmu, Bu … bukankah kau mengatakan kau ibuku? Akankah kau kembali bersamaku juga?” tanya Desti dengan matanya yang mulai berkaca-kaca. Wanita itu tersenyum dan perlahan mengusap pelan kepala Desti dan berkata, “Aku tidak bisa lagi kembali ke dunia, Nak. Namun, aku akan selalu ada di sisimu dalam bentuk roh. “ Air mata Desti pun meluncur ke luar dari matanya. “Kenapa kau menangis, Nak?” “Aku ingin selalu bersamamu, Bu … tetapi aku juga ingin bersama suamiku. Jujur seiring berjalannya waktu, aku semakin mencintainya, rasa sayang itu mulai muncul, seiring be
Terlihat wajah Winarta yang sudah berubah warna, bahkan aura di dalam ruangan itu pun terasa sangat menyeramkan. "Astaga … sepertinya aku baru saja memasuki kuburan," ucap Nico saat baru saja ia membuka pintu ruangan Desti dan merasakan aura yang sangat menyeramkan dari dalam ruangan itu. Saat Nico akan menutup kembali pintu, Winarta berkata dengan suara berat, "Kau melangkah satu langkah saja keluar dari ruangan ini, aku akan membasmi semua bisnismu yang ada." Mendengar ucapan Winarta membuat Nico mengurungkan niatnya untuk keluar dari ruangan tersebut. Nico pun dengan rasa takutnya berjalan masuk ke dalam ruangan Desti dan berkata, "Winarta Sayang … apa yang membuatmu marah? Bisakah kau redam sedikit aku akan membantumu." Nico berbicara dengan bersikap manis, membuat seolah-olah dirinya terlihat imut. "Singkirkan wajah menjijikanmu itu!" bentak Winarta seraya mendorong wajah Nico. "Kejam," gumama Nico dan mendapatkan plototan dari Winarta. "Sekarang kau bawa wanita bernama Lil
Tak lama kemudian, mereka sampai di rumah sakit di mana Desti di rawat. “Berani kalian membawaku lebih jauh lagi habis kalian!" Ancam Winarta yang mana saat ini sedang berada dalam mobil Nico dengan mata dan tangan yang teriakan. Mendengar ancaman itu membuat Nico dan Wirlond yang ada di dalam mobil menjadi ketakutan. Namun, keingintahuan mereka lebih besar dari rasa takut akan ancaman Winarta. "Tenang kawan, aku hanya ingin menunjukan calon istriku saja. Sebentar lagi kau pasti akan mengakui kecantikannya. Tapi maaf dia milikku kau tidak boleh merebutnya dariku," ucap Nico dengan nada sombong dan sebuah seringai di bibirnya. "Aku tidak peduli secantik apa calon istrimu, aku hanya ingin menemukan istriku! Tidak ada yang lebih cantik darinya," ucap Winarta acuh tak acuh. "Hehe … kita lihat saja nanti bagaimana reaksimu saat kau melihatnya." Seringai tipis terukir di bibir Nico. "Tuan kita sudah sampai," ucap sopir pribadi Nico."Wirlond," ucap Nico sembari menunjuk Winarta dengan m
"Bocah tengik, lepas … aku ini bapakmu bukan bantalmu," ucap Pak Karja mendorong jauh wajah Wirlond. "Dasar kau seperti anak perempuan saja, alat," ucap Nico. "Namanya juga sudah lama tidak ketemu Tuan, kangen saya," ucap Wirlond dengan menggaruk kepala belakangnya. Yap, Pak Karja adalah ayah dari Wirlond tangan kanan dari Nico. "Owh ya, Pak kenapa bapak bisa ada di mansion ini?" tanya Nico."Loh, Anda tidak tau? Ini 'kan mansionnya Tuan Winarta," ucap Pak Karja. "Apa? Sejak kapan manusia es itu pindah ke Amerika?" ucap Nico kaget. "Tak lama setelah pernikahan Tuan Winarta dan juga Nyonya Desti, Tuan." Bukan Pak Karja yang menjawab melainkan Wirlond. "Winarta menikah lagi? Dan kau tidak memberitahuku?" ucap Nico dengan sorot mata tajam kepada Wirlond. "Eh … hehehe … bukan begitu maksud saya, Tuan. Saat itu saya ingin memberitahu Anda tapi karena Jecky menyerang markas saya tidak mengatakannya dan say