"Lalu saya akan tinggal di mana Tuan? Saya tidak memiliki tempat tinggal lagi," ucap Desti, ia pikir jika dirinya akan dibuang oleh Winarta tanpa Winarta menepati kontrak yang sudah mereka tanda tangani. "Di Amerika," ucap Winarta yang mana semakin membuat Desti bingung. "Tapi aku tidak punya rumah di sana … dan lagi aku tidak bisa bahasa Inggris," ucap Desti menundukan kepalanya. "Tidak perlu … itu urusanku," ucap Winarta yang mana masih mengompres bibir Desti. "Balik ke kamarmu," ucap Winarta dengan ketua. "Iya Tuan," ucal Desti. Namun saat akan menurunkan kakinya ternyata ia salah jalan. Yang Desti injak adalah lemari sepatu Winarta dan itu membuat Desti kembali menarik kembali kakinya ke atas kasur. "Wanita ini … sudah tau tidak bisa melihat, bukanya meminta tolong malah asal jalan," batin winarta menggelengkan kepalanya saat melihat Desti. Winarta menggenggam pergelangan tangan Desti dan menuntunnya menuju pintu keluar kamarnya. Saat sampai di luar kamar Winarta pun berter
Winarta keluar dari kamar Desti untuk menelpon Dimas, dokter pribadi yang memang bekerja sebagai dokter untuknya. Selain menjadi dokter Dimas juga adalah sahabat Winarta yang sudah bersama Winarta sejak mereka duduk di bangku SD. Cukup lama Winarta menunggu panggilannya tersambung sampai dari seberang sana terdengar suara seorang pria. [Hallo.] Terdengar suara pria dari dalam telepon. [Datang ke mansionku sekarang juga!] Suara Winarta terdengar sangat dingin dan menyeramkan dari dalam telpon. "Gila, habis makan apa ni orang sampai bisa seperti singa yang sedang terusik?" batin Dimas menjauhkan handphonenya dari telinganya. [Untuk apa? Bukankah kau baik-baik saja?] tanya Dimas. Karena selama ini dimas tidak memeriksa siapa pun di keluarga Winarta selain Winarta sendiri bahkan untuk memeriksa Siska yang sedang demam beberapa hari lalu saja tidak di izinkan oleh Winarta. Winarta memilih untuk memanggil dokter lain untuk memeriksa Siska. [Datang sekarang atau gajimu akan hangus!] Anc
Entah kenapa saat mendengar itu hati winarta menjadi sakit. Namun, Winarta berusaha untuk tidak menunjukkannya dan berkata, "Lakukan apa pun asal dia selamat." Setelah mendengar perkataan Winarta, Dimas pun menyerahkan berkas yang harus ditandatangani oleh Winarta untuk bisa melakukan pencangkokkan kulit. “Apa ini?” tanya Winarta bingung. “Tandatangani ini untuk melakukan operasi pencangkokan kulit,” ucap Dimas menjawab kebingungan Winarta.. Winarta pun langsung menandatangani berkas itu dan menyerahkannya kembali kepada Dimas. Setelah Dimas menerimanya, Dimas kembali masuk ke dalam ruangan Desti untuk melakukan pencangkokan kulit. Winarta duduk di kursi tunggu dengan kepalanya yang menunduk ke bawah. Entah kenapa Winarta merasa gelisah saat ini, ada sesuatu yang tak bisa ia jabarkan dalam hatinya saat mendengar Desti akan melakukan pencangkokan kulit. Bahkan hatinya merasa sakit saat mendengar itu. winata sendiri juga tidak tau apa yang terjadi dengan dirinya.Winata mengambil h
Kurang lebih sekitar sebulan dari hari setelah Desti operasi pencangkokan kulit. Saat ini adalah hari di mana Desti dan Winarta akan pergi ke Amerika. Akan tetapi saat Winarta, Desti dan Jemi akan naik ke dalam Jet pribadi milik Winarta, terdengar suara teriakan seseorang dari belakang mereka sampai membuat mereka bertiga menoleh kebelakang. "Winarta …," teriakan seorang wanita membuat orang-orang yang berada di bandara itu melihat ke arah wanita yang berteriak itu. Wanita itu tidak lain adalah Siska, istri pertama Winarta yang sedang berlari menuju ke arah jet pribadi Winarta. Winarta yang melihat Siska yang berlari ke arahnya hanya menaikan sebelah alisnya, dan Desti yang mendengar suara teriakan Siska pun gemetar ketakutan. Semenjak kejadian Siska menyiram Desti dengan air yang sangat panas membuat Desti trauma."Ada apa kau berteriak seperti orang gila?" tanya Winarta acuh tak acuh kepada Desti."Sayang … aku ingin ikut denganmu, hanya beberapa hari saja tidak apa, setelahnya aku
[Terserah kau sajalah …,] ucap Winarta, dengan nada yang terdengar seperti orang pasrah.[Ok, akan aku bawakan ke mansionmu.] Setelah mengatakan itu, Jemi langsung mematikan sambungan teleponnya. Winarta yang mendengar jawaban Jemi menaikan sebelah Alisnya. “Dia sudah mencari tau sebelumnya?” gumam Winarta. “Ada apa dengannya tidak biasanya dia ingin mencari tau soal wanita?” batin Winarta. ***Brakkk “Bisakah kau tidak membuat keributan!” ucap Winarta dengan nada sedikit membentak. “Okey-okey … slow dong.” Jemi yang dibentak hanya memperlihatkan senyum manisnya. “Nah, aku sudah mencari tau tentang Desti semenjak dua hari lalu. Aku yakin kau akan kaget setelah membacanya?” ucap Jemi merasa bangga dengan dirinya semdiri. Winarta menaikan sebelah alisnya dan berkata, “Sejak kapan kau peduli dengan yang namanya Wanita?” “Jika ini tidak bersangkutan denganmu aku tidak akan mau mencari tau tentang Desti,” ucap Jemi santai, dan mengambil kopi yang ada di atas meja Winarta. “Tidakka
"Gadis ini? Apakah dia gadis yang aku selamatkan dulu? Apakah itu dia?" tanya Winarta dengan rasa senang yang membuncah. "Hmmm … sepertinya tadi ada yang mengatakan jika dia tidak tertarik dengan document yang aku bawa," ucap Jemi menggoda Winarta. "Katakan saja, atau aku akan memecatnya saat ini juga!" Ancam Winarta tidak main-main. "Okey, okey. Santai dong jangan bawa emosi …," ucap Jemi dengan tangannya yang seperti menahan Winarta. Jemi menghembuskan nafasnya kasar saat melihat Winarta yang sudah mulai tenang dan Jemi pun mulai berkata, "Iya … anak kecil yang ada di foto itu adalah Desti, dan kau tau lagi? Desti adalah keponakan dari Burdan. Orang yang sebenarnya akan kau nikahi, itu dialah orangnya. Dia kabur karena mengetahui jika Burdan akan menjualnya karena itu dia kabur dengan bantuan dari temannya, dan ternyata owh ternyata … temannya itu adalah orang bayaran Siska istri pertama lo dan lo taulah bagaimana kisah selanjutnya.” Rasa marah, senang dan sedih bercampur di ha
Siska pun cepat-cepat menarik Desti, Jona dan Nita ke dalam gudang yang ada di kamar Desti. Nita yang masih sadar pun memberontak saat di seret oleh Siska. Sampai-sampai membuat Siska sulit untuk menarik Nyata. “Diam! Apa kamu mau aku melukai mereka berdua?” Ancam Siska, seraya menodongkan pisau kepada Desti. Melihat hal itu membuat Nita bungkam. Sehingga membuat Siska dengan leluasa menyeret Nita masuk ke dalam gudang. Setelahnya Siska keluar dan tak lupa Siska mengunci pintu gudang. “Iya, Sayang …,” teriak Siska dari dalam, dan segera membuka pintu kamar. Namun, saat Siska hendak membuka pintu kamar, langkah Siska terhenti saat melihat ada sisa darah di lantai. Siska pun buru-buru membersihkan darah yang berceceran itu. Apa lagi mendengar gedoran pintu yang semakin keras semakin membuatnya buru-buru untuk membersihkan darah itu. "Siska … apa yang kamu lakukan di kamar Desti?" teriak Winarta sedikit panik. Karena Winarta tau seberap
“Desti,” gumam Winarta. Winarta langsung menggendong Desti, ia mendekap wajah desti di dadanya. “Jemi keluarkan mobil!” teriak Winarta, tanpa memperdulikan dua pelayan Desti yang masih di alam gudang. Tapi untung saja ada beberapa bodyguard yang membuka ikatan di tangan dan kaki mereka dan langsung membawa Jona yang tak sadarkan diri ke rumah sakit. Di sisi lain, Winarta sedang dilanda khawatir menunggu Desti yang sedang memasuki ruangan UGD. Bahkan Jemi sendiri merasa pusing melihat Winarta yang sedari tadi bolak balik di depannya. “Ta, bisakah kau diam. Tidak ada gunanya juga kau mondar-mandir seperti cacing kepanasan seperti itu,” ucap Jemi yang merasa jengah melihat tingkah Winarta, apalagi hampir setiap orang yang melewati ruangan UGD memperhatikan apa yang Winarta lakukan. Winarta tidak menjawab perkataan Jemi, ia terus berbolak balik di depan pintu UGD. Jemi yang melihat itu lebih memilih untuk memainkan handphone miliknya. Jemi bukannya tidak khawatir dengan Desti, tetapi
Waktu terus berlalu, dan kini sudah hari kelima Desti berada di rumah sakit. Sesuai dengan apa yang dikatakan Dimas hari itu, Desti bisa pulang dalam waktu satu minggu jika kondisinya selalu berjalan membaik. Hari itu adalah besok jadi hari ini, hari terakhir Desti di rumah sakit. “Sayang, aku akan ke ruang kerja dulu, apa kau menginginkan sesuatu sebelum aku pergi?” ucap Winarta yang berharap jika Desti bisa sedikit saja bersikap manja kepadanya. “Aku tidak menginginkan apa pun, aku akan tidur,” ucap Desti. Mendengar jawaban Desti membuat wajah Winarta cemberut, dan berkata, “Baiklah ….” “Sayang … aku pinjam Jona dan Nita dulu, ya. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan,” ucap Winarta. “Iya … tapi nanti saat kau kembali bawakan aku es krim,” ucap Desti dengan memeluk guling. Mendengar itu membuat Winarta tersenyum dan berkata, “Baiklah, Sayang ….”Winarta berjalan ke ruangan kerjanya yang mana ruangan yang berada di samping kamar Desti itu menjadi ruang kerja Winarta selama Desti
“Ada apa denganmu? Seperti kalah perang saja,” ucap Dimas dengan sebelah alisnya yang naik. Nico berjalan ke arah Winarta dan melihat layar laptop Winarta. “Astaga … untuk apa kau sampai meretas keamanan sistem negara?” Mendengar itu membuat Dimas yang bermain handphone kaget. "Ta, yang bener aja, lo pakek laptop gue buat meretas keamanan negara. Bisa abis gua, Ta." Bhuggg"Diam, sialan," umpat Winarta seraya melempar bantal yang ada di sofanya ke arah Dimas. “Untuk apa kau meretas keamanan negara?” tanya Nico, memperhatikan isi dari laptop Winarta, dan kembali berkata, “apa kau meretas keamanan negara hanya untuk mencari pelaku yang menaruh ular di ruangan Desti?” Mendengar jika masalah keselamatan istrinya yang dianggap sepele oleh Nico membuat Winarta menatap tajam ke arah Nico. Yang mana membuat Nico tidak melanjutkan perkataannya. “Di dunia ini keselamatan istriku yang utama!” ucap Winarta dengan tegas. “Okey … oke, tapi kenapa kau sampai harus meretas keamanan negara? Kej
Dimas yang merasa bersalah melihat Nita yang menangis seperti itu pun mengejar Nita. Tak lama setelah mereka keluar, Zirah pun datang dengan membawa nampan yang berisi makanan, dengan pakaian yang menggoda Zirah pun berkata, “Tuan, ini makanan untuk nyonya.”Winarta tidak menjawab, tetapi melihat ke arah Jona yang sedang duduk di sofa. Jona yang mengerti arti tatapan itu pun segera bangun dan mengambil nampan itu dari tangan Zirah. Mendapat perlakuan seperti itu membuat Zirah kesal. Melihat wajah kesal Zirah membuat Jona senang dan hal itu membuat Jona teringat hal yang Zirah katakan saat ia akan memasuki ruangan Desti. Jona menaruh nampan itu di nakas samping tempat tidur Desti dan kembali duduk di sofa diikuti dengan Zirah. Sampai 4 jam mereka duduk di sana tanpa melakukan apa pun dan tak lama kemudian datanglah Dimas, Nita dan Nico memasuki ruangan Desti. Saat Nita duduk di samping Jona, Jona pun berkata, “Hebat kau Nit, keluar bawa satu cowok dan masuk bawa dua, Good girls.” Jon
“Kakiku seperti digigit,” ucap Desti yang terdengar rintihan kesakitan di sela-sela ucapannya.Mendengar itu Winarta pun langsung menyingkap selimut Desti, alangkah kagetnya Winarta saat melihat kaki Desti yang dililit dan digigit ular. Winarta tanpa menunggu lama pun langsung mengambil ular itu dan membuangnya melalui jendela, dengan sigap Winarta menyobek selimut Desti dan mengikatnya di kaki Desti yang di gigit ular. Setelahnya Winarta langsung memencet tombol yang mana akan langsung terhubung ke Dimas. Winarta memeluk Desti dan membenamkan kepalanya di dada Winarta. “Sayang, tahan ya … sebentar lagi DImas datang,” ucap Winarta dengan suara yang gemetar. Tak lama kemudian Dimas datang dengan membawa peralatannya dan berkata, “Ada apa?” “Perlukah kau bertanya? Tidaknya kain itu bisa menjelaskannya!” ucap Winarta dengan suara yang tertahan. Dimas yag melihat kain yang terlilit di kaki Desti pun langsung mengeluarkan peralatannya sampai beberapa waktu kemudian Dimas selesai. Namu
Melihat wanita itu, membuat Winarta memasang wajah garang dengan alis yang mengerut. Dimas yang melihat ekspresi itu pun segera berbicara, "Wou … Wou … tenang dulu, tenang … dia itu suster yang akan menjaga istrimu selama dia sakit." "Kenapa kau memilih wanita menjijikan seperti ini?" Tatapan mengerikan itu berganti kepada Dimas dan membuatnya panik. "Astaga Zirah kenapa menggunakan pakaian seperti itu sih! Sekarang aku jadi harus menghadapi siang 'kan!" umpat Dimas dalam hati. "Maaf Tuan, apa yang salah dengan saya?" ucap Zirah dengan berjalan mendekat dan nada menggoda.“Menjauh dariku!!!” bentak Winarta membuat langkah Zirah terhenti. “Winarta! Kenapa kau mesti membentaknya! Dia hanya meminta maaf,” bentak Desti, bahkan Desti sampai mengerutkan keningnya. Winarta yang mendengar itu pun terdiam seketika. Mengingat kondisi Desti yang sedang sakit membuatnya tidak ingin memperburuk keadaan Desti. Winarta menatap ke arah Dimas tajam.“Sayang–”“Sus, nama Anda siapa?” tanya Desti
Desti mendengar itu pun tersentak dan perlahan melihat ke arah wanita paruh baya yang mengaku adalah ibunya. “Apa itu artinya aku sudah meninggal?” “Tidak, Sayang … Rohmu masih bisa masuk ke dalam tubuhmu. Itu semua tergantung dengan keinginanmu, Di sana ada suamimu yang sedang menunggumu. Apa kau tidak ingin kembali?” Wanita paruh baya itu memegang tangan Desti dan menumpuknya dengan tangannya. “Jika aku kembali, bagaimana denganmu, Bu … bukankah kau mengatakan kau ibuku? Akankah kau kembali bersamaku juga?” tanya Desti dengan matanya yang mulai berkaca-kaca. Wanita itu tersenyum dan perlahan mengusap pelan kepala Desti dan berkata, “Aku tidak bisa lagi kembali ke dunia, Nak. Namun, aku akan selalu ada di sisimu dalam bentuk roh. “ Air mata Desti pun meluncur ke luar dari matanya. “Kenapa kau menangis, Nak?” “Aku ingin selalu bersamamu, Bu … tetapi aku juga ingin bersama suamiku. Jujur seiring berjalannya waktu, aku semakin mencintainya, rasa sayang itu mulai muncul, seiring be
Terlihat wajah Winarta yang sudah berubah warna, bahkan aura di dalam ruangan itu pun terasa sangat menyeramkan. "Astaga … sepertinya aku baru saja memasuki kuburan," ucap Nico saat baru saja ia membuka pintu ruangan Desti dan merasakan aura yang sangat menyeramkan dari dalam ruangan itu. Saat Nico akan menutup kembali pintu, Winarta berkata dengan suara berat, "Kau melangkah satu langkah saja keluar dari ruangan ini, aku akan membasmi semua bisnismu yang ada." Mendengar ucapan Winarta membuat Nico mengurungkan niatnya untuk keluar dari ruangan tersebut. Nico pun dengan rasa takutnya berjalan masuk ke dalam ruangan Desti dan berkata, "Winarta Sayang … apa yang membuatmu marah? Bisakah kau redam sedikit aku akan membantumu." Nico berbicara dengan bersikap manis, membuat seolah-olah dirinya terlihat imut. "Singkirkan wajah menjijikanmu itu!" bentak Winarta seraya mendorong wajah Nico. "Kejam," gumama Nico dan mendapatkan plototan dari Winarta. "Sekarang kau bawa wanita bernama Lil
Tak lama kemudian, mereka sampai di rumah sakit di mana Desti di rawat. “Berani kalian membawaku lebih jauh lagi habis kalian!" Ancam Winarta yang mana saat ini sedang berada dalam mobil Nico dengan mata dan tangan yang teriakan. Mendengar ancaman itu membuat Nico dan Wirlond yang ada di dalam mobil menjadi ketakutan. Namun, keingintahuan mereka lebih besar dari rasa takut akan ancaman Winarta. "Tenang kawan, aku hanya ingin menunjukan calon istriku saja. Sebentar lagi kau pasti akan mengakui kecantikannya. Tapi maaf dia milikku kau tidak boleh merebutnya dariku," ucap Nico dengan nada sombong dan sebuah seringai di bibirnya. "Aku tidak peduli secantik apa calon istrimu, aku hanya ingin menemukan istriku! Tidak ada yang lebih cantik darinya," ucap Winarta acuh tak acuh. "Hehe … kita lihat saja nanti bagaimana reaksimu saat kau melihatnya." Seringai tipis terukir di bibir Nico. "Tuan kita sudah sampai," ucap sopir pribadi Nico."Wirlond," ucap Nico sembari menunjuk Winarta dengan m
"Bocah tengik, lepas … aku ini bapakmu bukan bantalmu," ucap Pak Karja mendorong jauh wajah Wirlond. "Dasar kau seperti anak perempuan saja, alat," ucap Nico. "Namanya juga sudah lama tidak ketemu Tuan, kangen saya," ucap Wirlond dengan menggaruk kepala belakangnya. Yap, Pak Karja adalah ayah dari Wirlond tangan kanan dari Nico. "Owh ya, Pak kenapa bapak bisa ada di mansion ini?" tanya Nico."Loh, Anda tidak tau? Ini 'kan mansionnya Tuan Winarta," ucap Pak Karja. "Apa? Sejak kapan manusia es itu pindah ke Amerika?" ucap Nico kaget. "Tak lama setelah pernikahan Tuan Winarta dan juga Nyonya Desti, Tuan." Bukan Pak Karja yang menjawab melainkan Wirlond. "Winarta menikah lagi? Dan kau tidak memberitahuku?" ucap Nico dengan sorot mata tajam kepada Wirlond. "Eh … hehehe … bukan begitu maksud saya, Tuan. Saat itu saya ingin memberitahu Anda tapi karena Jecky menyerang markas saya tidak mengatakannya dan say