Dear Diary ...
Entah apa yang harus aku tulis untuk hari ini. Aku merasa bahagia sekaligus sedih. Tuhan, bolehkah aku egois untuk satu malam ini saja? Jujur saja aku tidak bisa lagi mengendalikan hati yang terus jatuh terlalu dalam padanya. Iya, dia adalah Mas Rayan. Aku tidak tahu kapan terakhir kali aku merasakan jatuh cinta seperti ini, tetapi untuk kali ini sungguh sangat berbeda! Mas Rayan adalah pria baik-baik dan pekerja keras, siapa yang tidak akan jatuh hati padanya? Kenapa takdir selalu menguji jalan percintaanku seperti ini?
Pertama, aku bertemu seorang pria yang sangat mencintaiku, tetapi nyatanya ia hanya bernafsu. Cinta dan kasih sayang yang ia beri hanyalah bisikan setan belaka. Lalu kedua, aku bertemu pria yang baik, tetapi ia menolakku saat tahu riwayat pendidikanku. Dan sekarang, aku bertemu pria yang membuat kepalaku hampir pecah dibuatnya. Ia pria yang sudah beristri, tetapi istrinya sendiri menjodohkanku de
Dear Diary .... Aku benar-benar bahagia hari ini! Tahu kenapa? Alasannya adalah karena Mas Rayan mengajakku sarapan bersama! Tentu saja hatiku sedang melompat-lompat kegirangan seharian ini! Rasanya aku ingin teriak agar seisi dunia tahu bahwa diriku sedang jatuh cinta. Aku tahu ini salah, tapi maafkan aku Mbak Allura, aku sudah benar-benar jatuh hati pada suamimu itu. Harus bagaimana kukatakan padamu? Mas Rayan adalah pria yang selama ini aku cari. Pikiranku terus mengutuk hatiku yang berani menaruh rasa begitu saja pada suami orang. Tetapi aku bukan wanita munafik, hatiku memang menginginkannya. Sekali lagi aku tegaskan, maafkan aku atas kelancangan hatiku ini Mbak Allura. Semua ini bisa terjadi juga berkat dirimu. Jika seandainya Mbak Allura tidak membuat akun dating untuk Mas Rayan, mungkin hari ini aku tidak akan merasa ssperti terbang ke langit ke tujuh. Tuhan ... jika benar Mas Rayan adalah jodohku, maka berilah aku
Safiya dan Rayan sudah tiba di Pusat Oleh-Oleh Jumbo. Tepatnya di jalan Padjajaran No. 3F. Baru saja hendak masuk ke dalam, wangi roti beraneka ragam sudah tercium. Pantas saja kalau toko oleh-oleh ini selalu ramai oleh pengunjung lokal maupun asing. Makanan-makanan khas Bogor yang beragam sudah tersaji dengan rasa dan isian yang berbeda. Safiya langsung mengajak Rayan untuk membeli beberapa roti khas Bogor. Salah satunya adalah Roti Unyil. Bentuknya yang kecil dan imut membuat mulut tidak bisa berhenti untuk melahapnya kembali. Varian rasanya pun beragam, ada rasa cokelat, keju, stroberi, cokelat keju, pisang, dan lain-lainnya. "Mas, cobain deh." Safiya menyodorkan satu Roti Unyil dengan rasa keju ke mulut Rayan. Mau tidak mau pun Rayan membuka mulutnya dan menerima suapan dari Safiya. "Gimana? Enak 'kan?" tanya Safiya setelah Rayan mengunyahnya. "Emm," jawab Rayan dengan anggukan masih dengan mengunyah ro
Rayan sudah mengirim pesan singkat pada Allura bahwa ia sedang menuju perjalanan pulang. Rayan menyetel radio di mobilnya. Ia begitu menikmati perjalanannya dengan menyanyi ria. Entah kenapa ia membayangkan masa depannya bersama Allura dan anaknya nanti. Mereka akan pergi liburan bersama sembari bercanda tawa. Sungguh keluarga bahagia yang selama ini ia impi-impikan. Dengarlah bintang hatiku Aku akan menjagamu Dalam hidup dan matiku Hanya kaulah yang kutuju Dan teringat janjiku padamu Suatu hari pasti akan kutepati Aku akan menjagamu Semampu dan sebisaku Walau kutahu ragamu tak utuh Kut'rima kekuranganmu dan ku tak akan mengeluh Karena bagiku engkaulah nyawaku (Demeises - Dengarlah Bintang Hatiku) * "Assalamualaikum, Dek, Mas pulang." Rayan mengetuk pintu rumahnya denga
Setibanya di apartemen, Safiya langsung menghempaskan tubuhnya ke kasur. Ia tertawa sembari senyum-senyum malu. Seperti orang tidak waras saja. Memang benar kalau ia tak waras. Ia sudah benar-benar jatuh cinta pada suami orang, eh, suami temannya sendiri. Safiya mengguling-gulingkan tubuhnya ke sana kemari sembari tertawa ria. Terus seperti itu sampai akhirnya ia memutuskan untuk mencurahkan segala perasaannya sekarang ke buku diary yang selama ini menjadi gudang rahasianya. Dear Diary .... Harus dari mana aku katakan, hatiku sungguh senang. Haruskah aku percaya hari-hari bahagia yang telah aku lewati itu? Atau seharusnya aku menganggap ia hanyalah mimpi? Tuhan ... aku sungguh ingin semua menjadi nyata, termasuk impianku untuk menjadi istri Mas Rayan. Aku tahu ini sangat egois, tapi aku yakin, yang aku rasakan saat bersama Mas Rayan adalah kebahagiaan dan kenyamanan yang sudah lama ingin kurasakan. Rasa ini, iya, rasa yang
Safiya terbangun dengan kaki yang terasa sangat sakit. Padahal seharian kemarin ia tidak merasakan apa pun saat pulang ke apartemennya. Mungkin ia melupakan sesuatu, ia tertidur begitu pulas setelah menulis banyak hal soal perasaannya terhadap Rayan. "Aw!" pekik Safiya. Sontak ia memendelikkan matanya setelah melihat kakinya bengkak. "Astaga, apa aku akan berubah menjadi gajah?" tanyanya pada diri sendiri yang ia tahu kalau pertanyaan itu sangatlah konyol. Namun, melihat kakinya membesar seperti itu, itu bukan hal yang mustahil baginya. "Bagaimana aku akan bersiap untuk bekerja jika seperti ini." Safiya menyentuh bagian pergelangan kakinya, mencoba untuk memijatnya sendiri. "Aw, astaga ini sakit sekali." Dengan susah payah Safiya turun dari ranjangnya. Ia berjalan dengan terpincang-pincang sambil memekik 'aduh' berkali-kali. Sekilas ia melihat jam weker yang terletak di nakas. "Sudah pukul tujuh kurang sepuluh menit. Aku
"Baiklah, Mas akan menjemputnya," ujar Rayan mengalah. Ia lelah jika harus berdebat dengan Allura. Bagaimana pun permintaan Allura untuk menjemput Safiya membuatnya kesal. "Terima kasih, Mas. Hati-hati di jalan." Allura tersenyum manis kepada Rayan walaupun suaminya itu hanya memandangnya sekilas. Rayan mengambil kunci mobil dan tas kerjanya lalu pergi tanpa mengucapkan salam atau sebagainya. Allura tahu suaminya itu sedang kesal. Ia sudah memaksa suaminya sendiri untuk menjemput wanita lain. Ya, Rayan tidak menyukai itu. Kalau Rayan adalah tipe pria yang playboy, mungkin dia akan merasa senang bisa menjemput wanita cantik seperti Safiya. Tetapi tidak, Rayan adalah tipe suami yang menomor satukan wanitanya. Only one, Allura. Tetapi istrinya itu tidak mau mengerti sama sekali. Allura memang harus melakukan itu karena dengan begitu Rayan akan menjadi lebih dekat dengan Safiya walaupun awalnya suaminya itu terpaksa. &
Allura masih bercerita bagaimana harapannya untuk hidup bahagia bersama keluarga kecilnya. Namun, dunia ini memang tempat ujian bagi para manusia. Ia mencoba memberikan seluruh kebahagiaannya untuk Rayan dan anaknya kelak. Walaupun ia harus menahan pahitnya membagi suami dengan Safiya. "Kenapa Mbak tidak beri tahu hal ini pada suami Mbak?" tanya Badai di sela-sela curhatan Allura. "Bagaimana aku katakan padanya Badai? Apa aku harus mengatakan bahwa umurku sudah tidak lama lagi? Bahwa sangat kecil kemungkinannya untuk aku bisa melahirkan anak?" cerca Allura dengan beberapa pertanyaan yang dulu selalu menghantuinya. "Iya, aku yakin suami Mbak pasti akan mengerti hal itu. Dia pasti tidak akan mengizinkan Mbak untuk hamil saat ini. Dia pasti menginginkan kesembuhan Mbak." "Sudahlah Badai, mau beribu kali kamu jelaskan itu, aku tidak akan pernah mengubah tujuan awalku. Aku tidak ingin menghancurkan kebahagiaan s
Allura bangun terlebih dahulu daripada Rayan. Sejak tadi suaminya itu tidak mengucapkan satu patah kata pun. Ketika Allura bertanya atau mengatakan sesuatu, Rayan hanya menjawabnya dengan dehaman atau kata 'ya' yang singkat. Allura masih berpikir kalau Rayan seperti itu karena sibuk memikirkan pekerjaannya. "Mas pulang jam berapa nanti?" tanya Allura sembari menyiapkan sarapan. "Entahlah," jawab Rayan acuh. "Hmm, Adek mau minta izin berbelanja dengan Safiya, boleh ya?" "Berdua saja?" "Iya, memangnya dengan siapa lagi." "Siapa tahu dia ikut." "Dia siapa, Mas?" Allura tampak bingung. Siapa yang Rayan maksud? "Pria yang mengantarmu kemarin." "Badai? Tunggu ...." Allura berpikir keras. Menyusun semua kejadian seperti puzzle. "Jadi, Mas bersikap dingin sejak kemarin karena Mas cemburu dengan Badai?" Rayan hanya diam menikmati sarapan kesukaannya. Mie
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, tidak terlalu cepat jaraknya sejak Rayan datang ke rumah orang tua Allura di kampung halamannya yang lumayan jauh jaraknya dari Jakarta. Pernikahan digelar di kampung saja karena Rayan sangat-sangat menghargai keputusan ibu dan ayah Allura yang ingin menjalankan tradisi adat di kampung beliau juga, ibu dan ayah Rayan tidak keberatan dengan hal itu karena menurut mereka apapun yang membuat anaknya bahagia maka biarlah seperti itu.Allura sudah mandi kembang di pagi-pagi hari sekali sesuai adat kampungnya, tidak ada yang menyalahi syariat dalam ajaran agama Islam menurut Rayan juga Allura karena itulah kedua sama-sama yakini.Acara pernikahan akan dilaksanakan pagi hari sekali di aula perkampungan. Seluruh warga di kampung sangat bersyukur dapat juga berpartisipasi dalam menyiapkan aula kampung sebagai tepat ijab kabul nanti dilakukan.Suasana kampung sangat meriah di hari sebelum hari pernikahan ini. Ada yang memasak, merapikan
Jujur saja seperti tidak ada pilihan yang tepat selain jawaban iya dari Allura karena memang itulah yang sekarang ada di hatinya. Rayan benar-benar mengagetkannya dengan lamaran yang mendadak ini dan mengatakan akan melakukan semuanya dalam waktu cepat, jika tidak ada yang sedang ditunggu-tunggu dan jika bisa.Saat ini hatinya benar-benar sedang berbunga-bunga karena Rayan akhirnya melamarnya dan mengatakan akan segera juga menyampaikan niat baiknya kepada keluarganya Allura di kampung.Seusai ke area panahan pun Rayan mengajak Allura ke tempat makan di kapal yang ada di tengah sungai tidak jauh dari tempat panahan itu. Allura masih dalam mode diam yang senang, tidak bisa merespon apapun yang sedang Rayan ingin lakukan dengannya.“Allura,” panggil Rayan sambil sedikit menepuk pundak Allura hingga gadis yang sudah mengetahui perasaannya juga tujuannya untuk masa depannya itu menoleh ke arahnya.Masih gugup, masih sangat gugup.
Sudah sejak ia bertemu Allura Rayan memikirkan banyak cara untuk memberi Allura sesuatu yang mengejutkan di kehidupan Allura.Ingin sekali Rayan selalu memberi kebahagiaan kepada Allura yang saat ini sedang menghiasi pikirannya di setiap malam yang kini selalu terasa panjang karena rindu.Seminggu sudah Rayan menyiapkan satu kejutan besar untuk Alluara. Harinya telah tiba, hari di mana Rayan akan memberi Allura sesuatu yang sepertinya akan terjalin seumur hidupnya, rencana Rayan.Semuanya Rayan lakukan sangat rahasia, karena Rayan ingin menjadi satu hal yang paling membahagiakan di hidup Allura. Rayan selalu berpikir itulah tujuannya kanapa dirinya selalu bernafas hingga saat ini.Rayan sudah janjian dengan Allura tiga hari yang lalu, ketika Rayan sudah yakin kalau kejutannya sudah siap.Kebetulan sekali Allura tertarik kepada panahan, Rayan mengajaknya ke tempat panahan yang berada di taman yang cukup indah, Taman Cornalia yang berte
Hari nampak mendung kebetulan yang sangat langka kembali terjadi, ini seakan pertemuannya yang pertama dengan Allura. namun kali ini tidak sama dengan kali pertama karena Rayan sudah banyak sekali mengetahui tentang kehidupan Allura dengan baik, bahkan dengan sangat baik. “Hay,” sapa Rayan kepapa Allura yang tengah berdiri seperti biasa menunggu bus yang tak kunjung datang. “Masih jadi misteri ya, Rayan.” Allura tiba-tiba mulai berkata namun terhenti setelah melihat wajahnya. Rayan bertanya, “Misteri, kenapa?” Allura malah tersenyum. “Ini … kenapa setiap mendung busnya telat datang, padahal kan semua orang kalau sudah mendung seperti ini pasti tergesa-gesa dan menjadi cepat kerena takut nanti hujan. Lah, coba lihat bus yang sekarang tidak ada di sini, ini sudah melanggar etika duniawi. Busnya malah telat datang. Aneh sekali, bukan?” tanya Allura kepada Rayan yang sangat tertawa karena Allura yang tidak seperti biasanya memikirkan hal ya
Rayan dan Allura sudah jarang bertemu untuk jalan-jalan bersama semenjak keduanya fokus pada pekerjaan masing-masing. Namun, keduanya masih sempat mengirim kabar melalu pesan singkat ataupun telepon suara. Allura kini sudah bisa memaklumi kalau Rayan begitu sibuk dan kadang tidak membalas pesannya walaupun masih dengan sedikit rasa kesal karena terabaikan. Ia juga masih sering curhat perihal Rayan pada Jena. Tentu saja Jena sebagai wanita yang lebih berpengalaman dalam hal pacaran daripada Allura pun memberinya banyak saran dan masukan. Walau terkadang saran dari Jena itu agak melenceng dan berbau hal-hal dewasa, tetapi Allura bisa memilahnya. Ia juga paham bagaimana sifat sahabatnya yang satu itu.Allura sangat senang karena ia baru saja mendapatkan kenaikan gaji setelah bekerja begitu keras. Ia sangat ingin membagi kebahagiaannya itu bersama Rayan. Saat itulah muncul ide untuk memberi sang kekasih kejutan. Allura berniat untuk datang ke rumah Rayan tanpa sepengetahuannya. U
"Jen, tanganmu kok jadi kekar begini sih? Kamu sering olahraga, ya?" tanya Allura memandang ke arah bawah tempat ia mengambil biji popcornnya. Ia merasa takut ketika tangan itu bukanlah tangan putih susu milik Jena. Melainkan tangan dengan warna tone yang lebih gelap.Allura langsung mengarahkan pandangannya ke samping. Betapa terkejutnya ia ketika mengetahui pemilik tangan itu bukanlah Jena. Pemilik tangan itu langsung tersenyum lebar ketika Allura memandangnya dengan tatapan terkejut. Mungkin jantungnya sudah hampir copot saat itu."Apa kabar, sayang?" tanya Rayan dengan senyum yang masih mengembang."Uhuk uhuk!" Allura langsung tersedak popcorn yang baru saja ia telan. Bagaimana bisa teman kostnya berubah menjadi Rayan?"Hei, pelan-pelan kalau makan. Ini minumlah," Rayan menyodorkan minuman lemon tea yang sudah ia beli sebelum masuk ke bioskop. "Kalau makan juga jangan sambil berbicara, yang ada kamu akan tersedak seperti ini."'Astaga bisa-bisa
Pagi-pagi sekali Allura sudah terbangun untuk memeriksa ponselnya. Padahal ini hari weekend, tidak biasanya ia bangun sepagi itu, terlebih langsung memeriksa ponselnya. Penyebab perubahan tingkah laku Allura itu tak lain adalah Rayan kekasihnya. Sudah beberapa hari ini Rayan tidak membalas pesan dari Allura. Ia tahu kalau Rayan sedang sibuk, tetapi apakah begitu sibuknya sampai tidak bisa mengirim satu pesan pun pada pacarnya sendiri?Dengan kesal Allura melempar ponselnya sembarangan ke kasur. Kemudian menenggelamkan kepalanya di bawah tumpukan bantal. Mencoba untuk memejamkan matanya kembali lalu menikmati kebahagiaan di alam mimpi. Daripada menunggu kabar dari Rayan yang seperti menunggu Bang Toyib pulang saja."Arrgghh!" teriak Allura frustasi. Ia tidak bisa begini terus. Mencoba tidur pun gagal ketika pikirannya hanya terus diisi oleh Rayan. "Aku harus bagaimana untuk menghilangkannya dari kepalaku?" tanya Allura sembari memegangi keningnya.
"Gadis yang aku sukai itu kamu, Allura," ucap Rayan sembari menyerahkan buket mawarnya pada Allura. "Aku sudah jatuh hati padamu sejak awal pertemuan kita. Bagaimana aku bisa melakukan saran yang kamu berikan tadi kalau gadis yang aku sukai itu adalah kamu?"Tiap kata yang dikeluarkan oleh Rayan saat itu bak mantra sihir yang bisa membuat orang menjadi patung. Begitulah yang dialami Allura sekarang, hanya diam tak bergerak. Betapa ia merasa malu karena sudah bertingkah sangat bodoh di depan Rayan saat itu. Semburat merah langsung terpampang jelas di permukaan pipinya. Ia sudah tidak bisa menahan lagi desiran hangat itu. Sebelum Rayan mengatakan hal yang lebih lanjut lagi, cepat-cepat Allura menghabiskan makanan penutupnya.Rayan bingung ia harus bersikap bagaimana. Jelas-jelas sang gadis sedang merasa malu karena sikapnya sendiri, tetapi Rayan tidak bermaksud untuk seperti itu. Sikap Allura yang salah tingkah pun tampak menggemaskan bagi Rayan. Sampai-sampai ia sangat
Satu pekan sudah berlalu, keadaan Ayah Allura pun sudah membaik. Itu berarti saatnya Allura kembali ke Jakarta untuk bekerja. Selama perjalanan pulang pikiran Allura selalu terganggu dengan satu lelaki yang belakangan ini memang sering berada di kepalanya. Hatinya gelisah ketika memikirkan wanita yang disukai oleh Rayan. Ia tak ada niat untuk berharap lebih, tetapi apalah daya jika hati tak sanggup tuk berdusta. Allura sudah terlanjur memiliki perasaan pada Rayan, tetapi Rayan malah menyukai wanita lain–begitu pikirnya.Melihat pemandangan melalu jendela adalah hal yang sangat menyenangkan. Apalagi jika pemandangan seperti desa tempat Allura dibesarkan. Namun, tatapan Allura hanya kosong seolah tak menikmati pemandangan yang ditangkap oleh netranya."Ah, untuk apa aku memikirkannya. Lagi pula dia pasti sedang memikirkan gadis yang disukainya," gumam Allura yang masih saja menatap kosong ke arah luar.Beberapa menit berlalu Allura masih saja memikirkan Raya