Safiya terbangun dengan kaki yang terasa sangat sakit. Padahal seharian kemarin ia tidak merasakan apa pun saat pulang ke apartemennya. Mungkin ia melupakan sesuatu, ia tertidur begitu pulas setelah menulis banyak hal soal perasaannya terhadap Rayan.
"Aw!" pekik Safiya. Sontak ia memendelikkan matanya setelah melihat kakinya bengkak. "Astaga, apa aku akan berubah menjadi gajah?" tanyanya pada diri sendiri yang ia tahu kalau pertanyaan itu sangatlah konyol. Namun, melihat kakinya membesar seperti itu, itu bukan hal yang mustahil baginya.
"Bagaimana aku akan bersiap untuk bekerja jika seperti ini." Safiya menyentuh bagian pergelangan kakinya, mencoba untuk memijatnya sendiri. "Aw, astaga ini sakit sekali."
Dengan susah payah Safiya turun dari ranjangnya. Ia berjalan dengan terpincang-pincang sambil memekik 'aduh' berkali-kali. Sekilas ia melihat jam weker yang terletak di nakas.
"Sudah pukul tujuh kurang sepuluh menit. Aku
"Baiklah, Mas akan menjemputnya," ujar Rayan mengalah. Ia lelah jika harus berdebat dengan Allura. Bagaimana pun permintaan Allura untuk menjemput Safiya membuatnya kesal. "Terima kasih, Mas. Hati-hati di jalan." Allura tersenyum manis kepada Rayan walaupun suaminya itu hanya memandangnya sekilas. Rayan mengambil kunci mobil dan tas kerjanya lalu pergi tanpa mengucapkan salam atau sebagainya. Allura tahu suaminya itu sedang kesal. Ia sudah memaksa suaminya sendiri untuk menjemput wanita lain. Ya, Rayan tidak menyukai itu. Kalau Rayan adalah tipe pria yang playboy, mungkin dia akan merasa senang bisa menjemput wanita cantik seperti Safiya. Tetapi tidak, Rayan adalah tipe suami yang menomor satukan wanitanya. Only one, Allura. Tetapi istrinya itu tidak mau mengerti sama sekali. Allura memang harus melakukan itu karena dengan begitu Rayan akan menjadi lebih dekat dengan Safiya walaupun awalnya suaminya itu terpaksa. &
Allura masih bercerita bagaimana harapannya untuk hidup bahagia bersama keluarga kecilnya. Namun, dunia ini memang tempat ujian bagi para manusia. Ia mencoba memberikan seluruh kebahagiaannya untuk Rayan dan anaknya kelak. Walaupun ia harus menahan pahitnya membagi suami dengan Safiya. "Kenapa Mbak tidak beri tahu hal ini pada suami Mbak?" tanya Badai di sela-sela curhatan Allura. "Bagaimana aku katakan padanya Badai? Apa aku harus mengatakan bahwa umurku sudah tidak lama lagi? Bahwa sangat kecil kemungkinannya untuk aku bisa melahirkan anak?" cerca Allura dengan beberapa pertanyaan yang dulu selalu menghantuinya. "Iya, aku yakin suami Mbak pasti akan mengerti hal itu. Dia pasti tidak akan mengizinkan Mbak untuk hamil saat ini. Dia pasti menginginkan kesembuhan Mbak." "Sudahlah Badai, mau beribu kali kamu jelaskan itu, aku tidak akan pernah mengubah tujuan awalku. Aku tidak ingin menghancurkan kebahagiaan s
Allura bangun terlebih dahulu daripada Rayan. Sejak tadi suaminya itu tidak mengucapkan satu patah kata pun. Ketika Allura bertanya atau mengatakan sesuatu, Rayan hanya menjawabnya dengan dehaman atau kata 'ya' yang singkat. Allura masih berpikir kalau Rayan seperti itu karena sibuk memikirkan pekerjaannya. "Mas pulang jam berapa nanti?" tanya Allura sembari menyiapkan sarapan. "Entahlah," jawab Rayan acuh. "Hmm, Adek mau minta izin berbelanja dengan Safiya, boleh ya?" "Berdua saja?" "Iya, memangnya dengan siapa lagi." "Siapa tahu dia ikut." "Dia siapa, Mas?" Allura tampak bingung. Siapa yang Rayan maksud? "Pria yang mengantarmu kemarin." "Badai? Tunggu ...." Allura berpikir keras. Menyusun semua kejadian seperti puzzle. "Jadi, Mas bersikap dingin sejak kemarin karena Mas cemburu dengan Badai?" Rayan hanya diam menikmati sarapan kesukaannya. Mie
Pria itu berdiri di depan Safiya dengan senyuman khasnya. Sweater biru mudanya sangat cocok dipadukan dengan kemeja putih yang kerahnya ia keluarkan. Tampaknya pria itu benar-benar mengerti style kekinian. Ditambah wajahnya yang tampan membuat wanita mana pun pasti jatuh terpikat saat melihatnya. Pesona yang sama seperti yang dulu Safiya kenal. Mungkin bedanya sekarang pria itu bukanlah siapa-siapa bagi Safiya. "Safiya?" sapa pria itu dengan senyuman dan sedikit merasa terkejut. "Iky?" ujar Safiya yang tak kalah terkejut. "Hai, bagaimana kabarmu?" tanya Iky dengan lambaian tangan dan senyum lebar sehingga menampakkan deretan giginya yang rapi. Safiya masih tidak percaya siapa yang ada di depannya sekarang. Perlahan luka lama di hatinya terasa perih lagi. Beberapa memori yang sudah lama ia pendam pun terputar kembali. Melintas di pikirannya tanpa meminta izin sama sekali. Terkadang ia bingung,
Tubuh Safiya masih tegang sejak tadi. Entah apa yang sedang wanita itu pikirkan sekarang. Mungkin ia sedang mengalami trauma. Allura terus menggenggam tangannya dan membiarkan Safiya bersandar di bahunya. Sesampainya di rumah Rayan dan Allura, Safiya tidak bisa lagi menahan tangisnya. Air matanya berhasil menerobos begitu saja bendungan yang sejak tadi sudah Safiya bangun. Terjun membasahi pipinya yang sudah berwarna merah muda. "Tenanglah Safiya," ujar Allura sembari mengelus lengan Safiya lembut. Sedangkan Rayan yang melihat Safiya tampak begitu sedih di depannya tidak tahu harus bagaimana. Hatinya merasa iba pada wanita itu. Baginya, Safiya adalah wanita yang sangat baik dan ramah, lalu kenapa ada lelaki yang menyakitinya sampai seperti ini. Allura mengalihkan pandangannya pada Rayan yang sejak tadi menatap Safiya nanar. Mendadak ia menemukan sebuah ide. Ia menutup mulutnya seolah-olah sedang mual. "Hump, Mas, t
Safiya masih menggenggam tangan Rayan erat. Padahal wanita itu kini tengah tidak sadarkan diri sejak lima belas menit yang lalu, tetapi genggamannya masih erat saja. Rayan berulang kali mencoba untuk menarik tangannya pun enggan karena ia takut pergerakannya akan membangunkan Safiya. Rayan juga merasa terkejut karena wanita seperti Safiya ternyata memiliki trauma dari masa lalunya, apa lagi itu terkait dengan laki-laki. Rayan pun sempat merasa bersalah karena saat dinas bersama, ia menanyakan soal suami Safiya. Ya, itu pertanyaan yang sangat bodoh. Seharusnya ia tanya terlebih dahulu apakah Safiya sudah menikah apa belum, tetapi Rayan malah langsung menanyakannya seolah-olah ia tahu benar tentang kehidupan Safiya. Rayan memperhatikan wajah Safiya yang tertidur pulas. Wajah yang lugu juga polos. 'Kasihan sekali Safiya, padahal ia adalah wanita yang baik, karirnya pun bagus. Entah bagaimana perasaannya saat aku menanyakan tentang suaminya. Dia pas
Rayan bangun di pagi hari seperti biasa. Melakukan sholat subuh berjamaah bersama sang istri sudah menjadi kebiasaannya sekarang. Dulu juga seperti itu, hanya saja tak serajin belakangan ini. Rayan mulai mempersiapkan dirinya sebagai seorang ayah. Dia bertekad untuk benar-benar siap sebelum buah hatinya lahir. Mungkin dia adalah salah satu pria yang perfeksionis. Segala sesuatunya harus ia lakukan dengan sempurna. Ia tidak ingin ada kecacatan sedikit pun nantinya. Allura membantu Rayan bersiap ketika suaminya itu akan berangkat kerja. Sebenarnya Rayan menyimpan beberapa pertanyaan sejak semalam, ia memilih diam dan memfokuskan diri pada pekerjaannya nanti. "Mas mungkin akan pulang agak terlambat hari ini. Atasan Mas menginginkan segalanya diawasi dan direncanakan dengan baik. Dia bilang proyek ini benar-benar penting," ujar Rayan sebelum melangkah menuju mobilnya. "Baiklah, semangat sayang." Allura mengecup pipi ka
Badai POV "Foto untuk hari pemakaman? Pemakaman Mbak Allura?" tanyaku dengan nada sangat tidak percaya atas ucapan Mbak Allura yang dikatakannya dengan cengengesan. "I-iya," jawab Mbak Allura gugup. Sepertinya ia takut padaku kali ini atau takut menceritakan sesuatu? "Apa? Mbak masih hidup dan umur Mbak tidak sesingkat itu. Bagaimana Mbak bisa berpikir untuk membuat foto pemakaman Mbak sendiri?" Aku benar-benar merasa marah. Aku pun langsung menaruh kamera ditanganku dengan sedikit membantingnya karena emosiku. Aku tidak peduli jika kamera itu akan rusak. Yang aku rasakan sekarang adalah ingin menceramahi Mbak Allura habis-habisan. "Apa salahnya? Hidupku sudah tidak lama lagi, Badai. Bagaimana pun aku berhak mempersiapkan pemakamanku sendiri." "Hah? Bagaimana Mbak bisa berpikir seperti itu?" Entah berapa kali aku harus menanyakan pertanyaan yang sama itu. "Mbak masih bisa sembuh dan Mbak tidak boleh
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, tidak terlalu cepat jaraknya sejak Rayan datang ke rumah orang tua Allura di kampung halamannya yang lumayan jauh jaraknya dari Jakarta. Pernikahan digelar di kampung saja karena Rayan sangat-sangat menghargai keputusan ibu dan ayah Allura yang ingin menjalankan tradisi adat di kampung beliau juga, ibu dan ayah Rayan tidak keberatan dengan hal itu karena menurut mereka apapun yang membuat anaknya bahagia maka biarlah seperti itu.Allura sudah mandi kembang di pagi-pagi hari sekali sesuai adat kampungnya, tidak ada yang menyalahi syariat dalam ajaran agama Islam menurut Rayan juga Allura karena itulah kedua sama-sama yakini.Acara pernikahan akan dilaksanakan pagi hari sekali di aula perkampungan. Seluruh warga di kampung sangat bersyukur dapat juga berpartisipasi dalam menyiapkan aula kampung sebagai tepat ijab kabul nanti dilakukan.Suasana kampung sangat meriah di hari sebelum hari pernikahan ini. Ada yang memasak, merapikan
Jujur saja seperti tidak ada pilihan yang tepat selain jawaban iya dari Allura karena memang itulah yang sekarang ada di hatinya. Rayan benar-benar mengagetkannya dengan lamaran yang mendadak ini dan mengatakan akan melakukan semuanya dalam waktu cepat, jika tidak ada yang sedang ditunggu-tunggu dan jika bisa.Saat ini hatinya benar-benar sedang berbunga-bunga karena Rayan akhirnya melamarnya dan mengatakan akan segera juga menyampaikan niat baiknya kepada keluarganya Allura di kampung.Seusai ke area panahan pun Rayan mengajak Allura ke tempat makan di kapal yang ada di tengah sungai tidak jauh dari tempat panahan itu. Allura masih dalam mode diam yang senang, tidak bisa merespon apapun yang sedang Rayan ingin lakukan dengannya.“Allura,” panggil Rayan sambil sedikit menepuk pundak Allura hingga gadis yang sudah mengetahui perasaannya juga tujuannya untuk masa depannya itu menoleh ke arahnya.Masih gugup, masih sangat gugup.
Sudah sejak ia bertemu Allura Rayan memikirkan banyak cara untuk memberi Allura sesuatu yang mengejutkan di kehidupan Allura.Ingin sekali Rayan selalu memberi kebahagiaan kepada Allura yang saat ini sedang menghiasi pikirannya di setiap malam yang kini selalu terasa panjang karena rindu.Seminggu sudah Rayan menyiapkan satu kejutan besar untuk Alluara. Harinya telah tiba, hari di mana Rayan akan memberi Allura sesuatu yang sepertinya akan terjalin seumur hidupnya, rencana Rayan.Semuanya Rayan lakukan sangat rahasia, karena Rayan ingin menjadi satu hal yang paling membahagiakan di hidup Allura. Rayan selalu berpikir itulah tujuannya kanapa dirinya selalu bernafas hingga saat ini.Rayan sudah janjian dengan Allura tiga hari yang lalu, ketika Rayan sudah yakin kalau kejutannya sudah siap.Kebetulan sekali Allura tertarik kepada panahan, Rayan mengajaknya ke tempat panahan yang berada di taman yang cukup indah, Taman Cornalia yang berte
Hari nampak mendung kebetulan yang sangat langka kembali terjadi, ini seakan pertemuannya yang pertama dengan Allura. namun kali ini tidak sama dengan kali pertama karena Rayan sudah banyak sekali mengetahui tentang kehidupan Allura dengan baik, bahkan dengan sangat baik. “Hay,” sapa Rayan kepapa Allura yang tengah berdiri seperti biasa menunggu bus yang tak kunjung datang. “Masih jadi misteri ya, Rayan.” Allura tiba-tiba mulai berkata namun terhenti setelah melihat wajahnya. Rayan bertanya, “Misteri, kenapa?” Allura malah tersenyum. “Ini … kenapa setiap mendung busnya telat datang, padahal kan semua orang kalau sudah mendung seperti ini pasti tergesa-gesa dan menjadi cepat kerena takut nanti hujan. Lah, coba lihat bus yang sekarang tidak ada di sini, ini sudah melanggar etika duniawi. Busnya malah telat datang. Aneh sekali, bukan?” tanya Allura kepada Rayan yang sangat tertawa karena Allura yang tidak seperti biasanya memikirkan hal ya
Rayan dan Allura sudah jarang bertemu untuk jalan-jalan bersama semenjak keduanya fokus pada pekerjaan masing-masing. Namun, keduanya masih sempat mengirim kabar melalu pesan singkat ataupun telepon suara. Allura kini sudah bisa memaklumi kalau Rayan begitu sibuk dan kadang tidak membalas pesannya walaupun masih dengan sedikit rasa kesal karena terabaikan. Ia juga masih sering curhat perihal Rayan pada Jena. Tentu saja Jena sebagai wanita yang lebih berpengalaman dalam hal pacaran daripada Allura pun memberinya banyak saran dan masukan. Walau terkadang saran dari Jena itu agak melenceng dan berbau hal-hal dewasa, tetapi Allura bisa memilahnya. Ia juga paham bagaimana sifat sahabatnya yang satu itu.Allura sangat senang karena ia baru saja mendapatkan kenaikan gaji setelah bekerja begitu keras. Ia sangat ingin membagi kebahagiaannya itu bersama Rayan. Saat itulah muncul ide untuk memberi sang kekasih kejutan. Allura berniat untuk datang ke rumah Rayan tanpa sepengetahuannya. U
"Jen, tanganmu kok jadi kekar begini sih? Kamu sering olahraga, ya?" tanya Allura memandang ke arah bawah tempat ia mengambil biji popcornnya. Ia merasa takut ketika tangan itu bukanlah tangan putih susu milik Jena. Melainkan tangan dengan warna tone yang lebih gelap.Allura langsung mengarahkan pandangannya ke samping. Betapa terkejutnya ia ketika mengetahui pemilik tangan itu bukanlah Jena. Pemilik tangan itu langsung tersenyum lebar ketika Allura memandangnya dengan tatapan terkejut. Mungkin jantungnya sudah hampir copot saat itu."Apa kabar, sayang?" tanya Rayan dengan senyum yang masih mengembang."Uhuk uhuk!" Allura langsung tersedak popcorn yang baru saja ia telan. Bagaimana bisa teman kostnya berubah menjadi Rayan?"Hei, pelan-pelan kalau makan. Ini minumlah," Rayan menyodorkan minuman lemon tea yang sudah ia beli sebelum masuk ke bioskop. "Kalau makan juga jangan sambil berbicara, yang ada kamu akan tersedak seperti ini."'Astaga bisa-bisa
Pagi-pagi sekali Allura sudah terbangun untuk memeriksa ponselnya. Padahal ini hari weekend, tidak biasanya ia bangun sepagi itu, terlebih langsung memeriksa ponselnya. Penyebab perubahan tingkah laku Allura itu tak lain adalah Rayan kekasihnya. Sudah beberapa hari ini Rayan tidak membalas pesan dari Allura. Ia tahu kalau Rayan sedang sibuk, tetapi apakah begitu sibuknya sampai tidak bisa mengirim satu pesan pun pada pacarnya sendiri?Dengan kesal Allura melempar ponselnya sembarangan ke kasur. Kemudian menenggelamkan kepalanya di bawah tumpukan bantal. Mencoba untuk memejamkan matanya kembali lalu menikmati kebahagiaan di alam mimpi. Daripada menunggu kabar dari Rayan yang seperti menunggu Bang Toyib pulang saja."Arrgghh!" teriak Allura frustasi. Ia tidak bisa begini terus. Mencoba tidur pun gagal ketika pikirannya hanya terus diisi oleh Rayan. "Aku harus bagaimana untuk menghilangkannya dari kepalaku?" tanya Allura sembari memegangi keningnya.
"Gadis yang aku sukai itu kamu, Allura," ucap Rayan sembari menyerahkan buket mawarnya pada Allura. "Aku sudah jatuh hati padamu sejak awal pertemuan kita. Bagaimana aku bisa melakukan saran yang kamu berikan tadi kalau gadis yang aku sukai itu adalah kamu?"Tiap kata yang dikeluarkan oleh Rayan saat itu bak mantra sihir yang bisa membuat orang menjadi patung. Begitulah yang dialami Allura sekarang, hanya diam tak bergerak. Betapa ia merasa malu karena sudah bertingkah sangat bodoh di depan Rayan saat itu. Semburat merah langsung terpampang jelas di permukaan pipinya. Ia sudah tidak bisa menahan lagi desiran hangat itu. Sebelum Rayan mengatakan hal yang lebih lanjut lagi, cepat-cepat Allura menghabiskan makanan penutupnya.Rayan bingung ia harus bersikap bagaimana. Jelas-jelas sang gadis sedang merasa malu karena sikapnya sendiri, tetapi Rayan tidak bermaksud untuk seperti itu. Sikap Allura yang salah tingkah pun tampak menggemaskan bagi Rayan. Sampai-sampai ia sangat
Satu pekan sudah berlalu, keadaan Ayah Allura pun sudah membaik. Itu berarti saatnya Allura kembali ke Jakarta untuk bekerja. Selama perjalanan pulang pikiran Allura selalu terganggu dengan satu lelaki yang belakangan ini memang sering berada di kepalanya. Hatinya gelisah ketika memikirkan wanita yang disukai oleh Rayan. Ia tak ada niat untuk berharap lebih, tetapi apalah daya jika hati tak sanggup tuk berdusta. Allura sudah terlanjur memiliki perasaan pada Rayan, tetapi Rayan malah menyukai wanita lain–begitu pikirnya.Melihat pemandangan melalu jendela adalah hal yang sangat menyenangkan. Apalagi jika pemandangan seperti desa tempat Allura dibesarkan. Namun, tatapan Allura hanya kosong seolah tak menikmati pemandangan yang ditangkap oleh netranya."Ah, untuk apa aku memikirkannya. Lagi pula dia pasti sedang memikirkan gadis yang disukainya," gumam Allura yang masih saja menatap kosong ke arah luar.Beberapa menit berlalu Allura masih saja memikirkan Raya