Season 1Bab 47Anya terpejam, tidak sadarkan diri, tetapi dia bisa mendengar dan ikut merasakan apa yang Stefan rasakan saat ini.Sedih.“Apa kalau aku mati Stefan akan senang?” Anya yang ada di alam antara hidup dan mati bertanya. Entah bertanya kepada siapa.Sudah berapa lama jiwa Anya seperti mengambang, bebas.Ingin kembali ke raganya, tetapi Anya merasa nyaman ada di alam ini.Apalagi selalu ditemani neneknya yang sudah lama meninggal.“Apa kau tidak rindukan anakmu?” tanya nenek mereka menikmati teh hangat. Sama seperti dulu waktu nenek masih hidup.Hangatnya teh, bisa Anya rasakan sampai ke hatinya.“Rindu, tapi, aku tenang. Ada Stefan bersamanya.”“Anak itu membutuhkan ibunya.”Anya menghela napas, kecewa dan marah. Dia pikir nenek akan selalu mendukungnya. “Tapi aku tidak pernah menginginkannya. Rayan ada saat aku masih muda.”“Itu kesalahanmu. Dosamu. Anakmu tidak pernah mau dilahirkan.” Nasihat nenek, dengan suara bergetar, tetapi dalam dan penuh makna.“Stefan sudah banya
Season 1Bab 48“Jadi, Bu Liana menelepon kamu?” tanya Andini sambil tertawa kecil, dia baru melihat wajah Stefan yang sedang kesal.“Kenapa kamu tertawa begitu, seperti sedang meledek saya,” jawab Stefan.“Wajahmu itu lucu,” ucap Andini sambil mengusap rahang Stefan. “Aku tidak pernah sekali pun melihat ekspresi kesalmu seperti ini.”“Apa iya?” tanya Stefan lalu menatap Andini. Mengapa wajah wanita itu sangat cantik malam ini.Tunggu dulu, Andini memang cantik. Lebih cantik lagi kalau dia sedang mendesah, menjerit di ranjang.Atau tidak berdaya karena serangan Stefan.“Jadi, karena itu kamu mengadukan semua kejahatan Aska?”“Ya.” Stefan menopang kepalanya dengan tangan. Tapi tangannya yang bebas, berekreasi di tubuh Andini.“Apa kamu siap membuka kebocoran dana di Liberate?” tanya Stefan tetiba sambil menatap istrinya dalam.Seolah juga berkata, kalau Andini akan berjalan sendirian.Andini mengangguk, “Harus ada yang membuktikan dan juga memaparkan semua bukti ini, kan?”Stefan menga
Bab 1Bab 49Naluri Stefan setelah selesai rapat mencari Andini, ada rasa khawatir dan cemas.Lelaki itu baru merasakannya kali ini, ingin selalu melindungi Andini. Stefan tidak banyak berpikir, hanya mengikuti ke mana kakinya melangkah.Sampai di sisi ruang rapat, tempat yang sunyi. Ada pintu keluar tetapi jarang sekali orang lewat pintu ini.Sampai dia mendengar suara pukulan, seperti telapak tangan yang saling beradu. Plak!“Perempuan jalang sampah!”“Ibu berkata apa pun, saya tidak peduli. Saya sudah bisa mengurus Liberate dengan tangan dan kepintaran saya sendiri.”“Tapi kamu tidak pantas, jalang!” maki Liana dengan suara tinggi.Stefan menggeram, siapa pun itu, Stefan tidak pernah menyetujui ada kekerasan dalam bentuk apa pun dalam area perusahaannya.Makin berang ketika melihat siapa yang ada di depannya, Andini dan Liana.Jadi, Stefan ambil posisi di samping Andini. “Ada masalah apa, Bu Liana?” tanya Stefan, lalu merangkul Andini. Tubuhnya menggigil, Stefan makin gusar menatap
Season 1Bab 50 Ketegangan yang ada di ruangan itu terasa ketika Stefan dan Andini masuk ke ruangan terbuka Liberate. Karyawan yang ada di ruangan itu matanya terfokus kepada Aska. Andini tidak mau berkata apa-apa, kali ini dia mengandalkan Stefan sepenuhnya.Ada polisi yang menghampiri Stefan, “Maaf, Pak, kami dapat laporan soal penggelapan dana besar-besaran oleh saudari Andini.”“APA?!” mata Andini membeliak. “Tidak mungkin!”“Permintaan langsung dari kejaksaan wilayah agar bisa menangkap Bu Andini segera.”Stefan mengusap dagunya, “Bisa saya lihat surat penangkapannya?” tangannya menengadah.Andini tidak bisa berkata banyak, dalam hatinya menyangkal. Bukan dia yang melakukan penggelapan dana itu.“Saya mau hubungi pengacara,” kata Stefan.“Maaf, Anda ini siapa, Pak?” tanya si polisi itu.“Apa bapak tidak tahu siapa pemilik Liberate sebenarnya?” tanya balik Stefan menggertak, menatap si polisi, tubuhnya maju perlahan. “Dan, bapak tidak tahu siapa saya?”Si polisi itu menggeleng, “
Season 1Bab 51Bab 51 Stefan“Kita masih menyelidiki melalui kamera pengawas di gedung perkantoran Pak Stefan,” papar salah satu orang yang dikirm Karim. Dia melapor kepada atasannya.Stefan ada di sebelah salah satu penyidik berbaju bebas. Serius menatap layar monitor rekaman kamera pengawas.“Sekitar jam berapa, Pak?” tanya si petugas kamera pengawas. Sambil sibuk menggerakkan kursor dan mencari kamera si setiap lantai.“Rasanya sekitar pukul dua belas,” jawab Stefan menyuruh seseorang untuk memutar maju.Stefan lantas menunjuk, “Ini dia.”Salah satu penyidik memastikan yang dilihat Stefan. “Apa ini? Mereka ada tiga?”“Benar,” jawab Stefan. Matanya menelisik setiap gambar yang tampil di monitor. “Apa kalian akan langsung menangkap orang itu? Saya mau memastikan siapa yang menyuruh mereka.”Salah satu penyidik meminta rekaman kamera pengawas ke divisi keamanan. “Kami akan proses dulu, Pak Stefan.”Stefan mengangguk, tidak paham cara kerja para aparat hukum ini.“Kalau begitu, kita k
Season 1Bab 52“Di sini, saya bosnya. Jadi, apa pun yang saya lakukan, tidak ada yang boleh protes,” Suara Stefan berat, patah-patah.Andini bertahan, mengernyit tidak mau membuka matanya.“Kenapa?” tanya Stefan menuntut.“Ini kantor, Mas,” sahut Andini dengan cepat. Wanita itu bergerak cepat bangkit dari kunkungan tubuh Stefan.Lelaki itu menyeringai, puas melihat Andini ketakutan dan panik sampai wajahnya pucat.Diwaktu yang bersamaan, Felix masuk begitu saja ke ruangan Stefan. Asistennya itu lupa kalau Stefan sedang bersama Andini.Felix langsung memalimgkan wajah melihat Andini sedang merapikan baju. Wajahnya lantas tegang, kaget mendengat suara pintu terbuka.Stefan yang masih menyeringai menoleh ke arah suara pintu terbuka.“Kenapa kamu tidak sopan?” Stefan bangkit dari sofa.“Maaf, Pak, saya lupa …” Felix buru-buru menutup pintu ruangan Stefan.“Lebih baik aku kembali ke kantor,” kata Andini melirik jam tangan. “Masih ada rapat jam empat nanti.,” lanjutnya sambil menghampiri S
Season 1Bab 53 “Lelaki itu, hih …” tangan Andini mengepal memukul tangan sofa yang empuk.Si mbok menatap Andini ketakutan. “Astagfirullah, Non … eling, Non. Eling, jangan sampai dadanya penuh emosi.”Andini mendengus, wajahnya makin tegang, menatap si mbok.“Apa kelakuannya selalu seperti ini sama Anya?” tanya Andini sarkas ke arah si mbok.“Tuan sama nyonya, tidak pernah bicara. Kalo pun ketemu wajah, mereka saling menghindar. Tuan dan nyonya bicara kalau ada perlu, kecuali, ya, anu, soal Den Prayan.”Dahi Andini mengerut memajukan badan, “Masa?”Si mbok mengangguk terpatah-patah. Perlahan menelan ludah, apa Andini akan marah?“Non, tidak akan marah seperti nyonya, kan? Karena Nyonya Anya kalo marah, bikin orang takut.”Dahi Andini mengerut makin dalam. Jadi, mereka … Andini tidak berani memikirkan soal ini lebih lanjut.Dia juga ingat pembicaraan asisten rumah tangga di rumah pantai. Apa mungkin, Stefan tidak pernah menyentuh Anya.Andini merenung dalam kamarnya. Lalu menatap ran
Season 1Bab 54 StefanDan, Liana tahu sekali suara itu.Siapa juga yang tidak tahu suara anak sendiri? Perlahan Liana menatap Anya.Monitor detak jantungnya ribut. Panik menyerang Liana melihat mata anaknya terbuka lebar. Antara bahagia dan tidak percaya sulit sekali dibedakan.“Anya!” panggil Liana, seraya makin erat menggenggam tangan anak semata wayangnya.“Mami, mana Stefan?” tanya Anya terbata-bata, matanya berkaca menatap Liana, memelas. Berharap dia akan melihat Stefan saat pertama kali membuka mata.“Um. Sebaiknya Mami panggilkan dokter dulu,” cetus Liana, bergetar, air matanya jatuh di pipi. Bahagia.Dala hitungan menit, nakes yang ada di rumah sakit itu datang ke ruang perawatan.Liana masih menatap anaknya yang baru saja membuka mata.“Anya,” panggilnya. “Kamu harus tetap bangun, Sayang,” katanya histeris. Membuat nakes kebingungan dan bingung.“Ibu sebaiknya tunggu di luar,” usul seorang perawat lalu mengantarnya ke luar ruangan perawatan.Liana cemas tak karuan, apa yang
Season IIBab 117“Mau beli apa?” tanyanya pedagang wanita itu dengan kasar.Stefan melirik Andini yang sedang salah tingkah, dia mengambil sembarang sayuran.Lelaki itu menahan tangan Andini.“Biasanya, pengasuh Adam membeli wortel, jagung dan brokoli untuk kebutuhan sehari-hari.”Andini terpaku dengan analisa Stefan, “Dari mana kamu ….”“Saya, kan, ayahnya, masa tidak tahu,: seloroh Stefan. “Walau saya sibuk bekerja, tapi, saya juga memperhatikan apa saja kebutuhan anak saya.”Andini tidak bisa menyimpan kebahagiaan yang ada di hatinya. Dia menggigit bibir bawahnya, lalu mencium pipi Stefan.“Kamu tahu, kan, kita ada di tempat umum,” peringat Stefan tetapi tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan. Pipinya menghangat.Andini menoleh ke arah penjual sayuran, wajahnya makin memerah. Napasnya berembus cepat.“Maafkan aku, aku hanya tidak menyangka kalau suamiku perhatian,” kata Andini malu-malu.“Jadi, tiga puluh ribu,” kata si penjual ketus. Lalu menaruh barang yang dibeli Stefan dengan k
Season IIBab 116Andini merasa asing, pagi ini terbangun di ranjang yang berbeda.Ah, terang saja ini masih di rumah mertuanya.Tidak seperti Andini yang merasa asing, Stefan malah masih tidur dengan pulas. Jadi, Andini memutuskan untuk ke kamar mandi, cuci muka, sikat gigi, dan mandi.Sekalian saja, karena dia juga tidak tahu apa yang harus dia lakukan.Jadi, apa yang harus dilakukan dihari pertama menginap di rumah mertua? Pikir Andini.Mungkin keluar dari kamar adalah ide yang tidak buruk.“Memangnya kamu mau ke mana?”Andini hampir melonjak mendengar pertanyaan Stefan yang tiba-tiba. Sejak kapan dia bangun?“Kamu …”“Saya sudah bangun dari tadi. Kamu saja yang tidak tahu.”Andini mengedikkan bahu. Acuh tak acuh, ini adalah balasan atas ketidak acuhan Stefan tadi malam.Ranjang mereka malam ini pun rasanya dingin. Sangat dingin.Memang, Stefan itu kenapa, sih, begini?Andini membatin, sambil becermin, matanya melirik ke arah suaminya yang perlahan bangkit, lalu ke kamar mandi.Apa
Season II Bab 115Sepanjang perjalanan, Andini hanya bisa mengira-ngira akan ke mana.Arahnya, si, akan ke rumah pantai. Tapi, untuk apa Stefan bilang, katanya akan mengungkap masa lalunya.Apa masa lalunya dengan perempuan dekat pantai?Andini memicing menatap Stefan.Lagian, awas saja kalau Stefan ternyata punya pacar sebelum Andini.Stefan hari ini setir sendiri. Adam dengan pengasuhnya di jok belakang.“Mungkin, kamu akan kaget nanti kalau kita sudah sampai di tempat tujuan.”Andini makin curiga ketika Stefan berkata demikian.“Kamu belum pernah bertemu dengan orang tua saya, kan? Dan dua adik saya.”Andini membeku, menatap Stefan dari samping. Astaga! Jadi, selama ini Andini salah sangka.“Jadi ini adalah jalan ke ….” Andini tidak bisa meneruskan perkataannya.“Ya,” jawab Stefan singkat. “Selama ini, saya selalu minta cuti dalam satu bulan 2 atau 3 hari untuk mengunjungi orang tua. Apa kamu tidak memperhatikan?”Andini membuang pandangan ke arah jendela. Ternyata prasangkanya sa
Season IIBab 114“Saya rasa, perlu bawa baju untuk kita, And,” kata Stefan tetiba sambil menatap ke laptop.Andini sudah menyiapkan keperluan Adam sejak malam. Karena Stefan mengubah jadwal kepergiannya menjadi besok.“Baju ganti untuk kita?” Andini sekadar mengkonfirmasi. “Sebenarnya kita mau ke mana?”Stefan menutup laptopnya, lalu menatap Andini. “Sudah saya bilang, kan, ini kejutan.”Andini menghela napas dan memutar bola mata.Stfena bisa melohat kejengkelan istrinya yang penasaran. Lelaki itu tersenyum tipis, lalu bangkit dari ranjang menghampiri istrinya.Berlutut, memperhatikan Andini yang sedang sibuk mengepak pakaian. “Apa yang kamu perlukan biar saya ambilkan,” tawar Stefan.Andini menggaruk kepala, “Baju yang kamu mau pakai selama di sana dan baju aku. Lalu pakaian dalam.”“Baik, saya akan ambilkan di lemari,” ucap Stefan sambil berjalan menuju lemari besar yang ada di kamar itu.“Terima kasih,” ucap Andini begitu Stefan memberikan beberapa pakaian untuk dimasukkan ke kop
Season IIBab 113“Bisa saya bertanya sesuatu?” tanya Stefan, lalu menopang kepala di tangan sambil menatap Andini.“Ada apa?” tanya balik Andini, “Sesuatu yang serius?”Stefan mengangguk pelan.Tubuh mereka belum berpakaian lengkap, hanya pakaian dalam yang masih melekat dan ditutupi selimut.“Pertanyaan serius macam apa yang mau kamu tanyakan?” Andini meledek Stefan, dia pikir suaminya akan bercanda, setelah itu menggodanya lagi untuk babak kedua.“Di mana kamu tinggal selama tidak bersama saya?” suara Stefan tegas, namun, seperti ada senyuman singkat terulas di bibirnya.Andini tahu, kalau Stefan pasti akan menanyakan hal ini cepat atau lambat. Wanita itu melemaskan badan, tatapannya lurus ke langit-langit kamar.“Apa aku harus jujur kepadamu?”“Saya suamimu, tentu saja kamu harus jujur kepada saya. Walaupun kejujuran itu akan menyakiti saya.”“Baiklah ….” Andini menarik napas, menyiapkan kata. “Tapi, sungguh ini semua keinginanku sendiri, bukan karena suruhan atau tawaran orang la
Season IIBab 112Beberapa minggu kemudian ….“Harusnya kamu tidak perlu bawa barang dari rumah kamu. Di sini semuanya sudah saya sediakan,” ucap Stefan ketika melihat Andini repot mengatur barang yang masuk ke rumah barunya.Andini menghela napas, “Kamu ini, kan suami, jadi diam saja. Aku yang atur semua. Ingat, kan?” sambil menatap Stefan, Andini mengerling. Stefan mencibir, Adam dalam gendongannya. “Apa mamamu selalu begitu?” candanya, bayi itu hanya tersenyum, lalu menguap. “Karena kita lelaki bagaimana kalau kita tidur siang dulu?”“Itu lebih baik,” sambar Andini sambil menunjuk ke sisi rumah yang masih kosong.Pekerja yang dia bayar lalu lalang di rumah yang Stefan sudah renovasi itu.Andini cukup terkesan dengan penataan ruangan di rumah ini. Stefan yang membuatnya demikian. Ada jendela besar di ruang tamu, jadi rumah ini terang oleh sinar matahari. Kolam renang yang terkoneksi dengan kamar utama.Rumah ini serasa bagai Surga.Andini tidak berhenti bersyukur Stefan bisa member
Season IIBab 111Beberapa bulan lalu di Kalimantan ….Andini gelisah dan terganggu dengan sikap Jeff yang tidak membalas pesan dan tidak menjawab telepon. Selain itu, dia juga merasa bersalah, tidak bisa membalas perasaan Jeff.Karena yang ada dalam pikiran Andini selama berjauhan hanya Stefan. Walau Andini bersikeras ingin menceraikannya, bayangan lelaki itu melekat di kepala Andini.Walau Jeff adalah pria yang baik, peduli dan sangat penyayang. Tidak ada celah dalam kepriadian Jeff. Namun, sulit sekali menyukai Jeff seperti Andini mencintai Stefan.Hah, salahnya sendiri, belum apa-apa sudah bilang cinta. Padahal, Stefan tidak benar-benar menikahinya.Sebelum antar ayah ke bandara, Veronica mampir ke rumah Jeff.Andini yang mendengar bel pintu berdentang membukakan pintu. Matanya langsung membesar ketika membuka pintu, Veronica.“Silakan masuk,” ujar Andini ramah, penuh senyuman.Veronica wajahnya datar. Dibilang tidak menyenangkan juga tidak.Andini yang tidak enak, langsung mencar
Season IIBab 110Andini menepati janjinya memasak beberapa menu saat Stefan datang ke rumah.Ayah menyambut kedatangan Stefan dengan wajah yang datar. Pak Tarso tahu ini bukan sepenuhnya kesalahan Stefan. Dalam pernikahan, Pak Tarso berpikir, pasangan suami istri seperti kaki yang berjalan mengarungi kehidupan.Jadi, di antaranya tidak ada yang salah. Kalau pun perceraian itu harus terjadi, artinya itu adalah keputusan terbaik yang Stefan dan Andini ambil.“Tidak sangka, kan, aku bisa masak?” celetuk Andini begitu Stefan menghela napas sambil memegang perutnya.Stefan tersenyum, “Ya. Harus saya akui kalau ini enak.” Ingatan Stefan tersedot ke masa beberapa tahun lalu. Ketika Anya menyiapkan kejutan untuknya.“Apa kamu ingat kejutan untuk saya beberapa tahun lalu? Anya bilang dia masak sendiri, apa itu ….”Andini tertawa kecil dan mengangguk, “Ya. Itu aku yang memasaknya.”“Harusnya saya yang memuji kamu waktu itu,” timpal Stefan melirik ke arah Pak Tarso yang berwajah suram.“Pak, ja
Season IIBab 109“Mbak! Mbak!” panggil Edo di luar kamar Andini. “Ditanyain sama Mbak Sarah, tuh!”Andini berpikir, apa yang sudah dia lakukan sampai Sarah menghubungi Edo?“Masuk aja, Do, aku lagi gantiin baju Adam,” kata Andini memekik.Edo masuk begitu Andini izinkan, “Mbak, ini Mbak Sarah, katanya Mbak Andini nggak bisa dihubungi. Jadi … Mas Stefan juga mencari Mbak Andini.”“Hah?” Andini merasa tak percaya, Adam ada dalam gendongannya, mulai menangis.Konsentrasi Andini pecah antara tangisan dan mengingat antara di mana ponselnya.Perlahan, Andini duduk di kursi, lalu menerima ponsel dari Edo.“Hallo?” sapa Andini. “Ah, iya, maaf, Sarah, rasanya ponselku terselip, entah di mana. Ada yang penting?”Andini melirik Edo yang keluar dari kamarnya. Karena Andini bersiap akan menyusui Adam.“Stefan, dia menghubungiku secara langsung. Dia tidak bisa menghubungi kamu. Aku pikir kamu sedang dalam masa … berpikir?” tebak Sarah.Andini diam sejenak, “Ya … aku hanya lupa di mana menaruhnya.