"Ayo, tunggu apa lagi? Kamu jangan khawatir, aku cuma mau mengantar kamu pulang saja!" ungkapnya.Tio -- Sepupu Aderson itu sampai kini belum tahu mengenai Camelina yang bukan lagi asisten rumah tangga, melainkan sudah menjadi istri sepupunya dan kini mereka keluarga."Baiklah," sahutnya. Camelina memasuki mobil itu karena hari semakin panas dan ia merasakan rasa lapar dan haus yang tak tertahankan lagi."Kamu kenapa bisa ada di sini?" tanya Tio. Ia memperhatikan pakaian Camelina yang sungguh jauh berbeda dibanding sebelumnya. "Ternyata kamu cantik juga, ya," sanjungnya sambil tersenyum. Camelina hanya diam membalas senyum Tio. Sekalipun ia kurang nyaman dengan sepupu Aderson itu, tetapi dirinya berusaha seramah mungkin."Aku ada sedikit urusan.""Lalu, pakaianmu kenapa aneh begitu? Pakai topi hitam juga," celetuk Tio sambil mengemudikan mobilnya.Camelina pun menjawab, "Tidak apa-apa. Terima kasih sudah tersedia mengantar saya pulang," ucapnya.Tio tersenyum lagi. "Saya senang menga
“Tolong jangan laporkan saya ke polisi ...!” erang Camelina dengan isak tangis di wajahnya.Namun, wanita dengan rambut agak bergelombang itu tidak memberi ampun. Ia terus menyeret Camelina keluar dari rumah seraya sesekali menampar wajah asisten rumah tangganya.“Argh!” Ia memekik kesakitan dan refleks tangannya memegang pipi yang baru saja menerima tamparan itu. Urai air netra yang tiada habisnya, tetapi demi hidupnya ia tidak menyerah sekalipun sesak dalam dada serta mata yang mulai perih karena banyaknya air netra yang mengaliri pipi tanpa henti. ”Saya berjanji akan melakukan apapun!” rengek Camelina.Amarah yang mengeraskan hati, membuat wanita itu tidak peduli atas segala kepedihan yang dirasakan Camelina, sekalipun air netra terus bercucur membasahi lantai dengan pipi yang sudah memerah agak lebam akibat berkali-kali ditampar oleh Sarah.Perkataan Camelina saat itu rupanya malah berdampak besar pada hidupnya dan kini Berliana merasa senang sebab dirinya bisa mengambil keuntung
Tak lama setelah ajudan pribadi Aderson pergi, secara mendadak Camelina langsung dikagetkan dengan kedatangan istri pertama Aderson yang menghampirinya. Ia kembali harus merasakan jantung yang berdetak kencang gelisah tak karuan – intuisinya seolah memberitahu akan ada kejadian buruk yang menimpa dirinya. Dan benar saja, Sarah langsung menarik rambut bagian belakangnya begitu saja tanpa alasan yang jelas. ”Setelah berhasil mencuri perhiasan, sekarang malah beraninya mencuri suamiku juga! Apa jangan-jangan kamu memang sengaja merencanakan hal ini sejak awal, wanita jalang!” tuduh istri pertama Aderson dengan ketus.Sekalipun di depan Berliana tamp
Dari tadi, ia terus mendengar Berliana yang tidak menyerah merayunya demi kepentingan dirinya sendiri, sedangkan dirinya hanya diam. Kini giliran Camelina yang dirasa perlu mengutarakan ketidaknyamanan mengenai situasi yang dirasakannya.“Ma, kalau tujuannya untuk memiliki anak dan merasa malu mengakui menantu seperti saya yang hanya orang miskin, kenapa tidak menikahkan Mas Aderson dengan wanita yang setara?” tanya Camelina dengan pandangan intens ke arah mertuanya.Berliana tersenyum. “Hal semacam itu tidak penting untuk dibahas. Yang terpenting kita bisa mendapat keuntungan masing-masing. Kamu terbebas dari hukuman itu dan saya bisa memiliki cucu.”Lagi-lagi, Camelina merasa menyesal dengan bibirnya yang sudah ia gunakan untuk bertanya pada orang yang sudah jelas-jelas pasti akan menyudutkan dirinya. Meskipun begitu dan apapun alasannya, tetap saja ia tidak bisa menolak.“Baiklah, kalau memang itu mau Mama.” Camelina beranjak dari duduknya. Ia melangkah keluar dari kamarnya. Sed
Malam ini menjadi malam yang mencekam. Hati yang dingin dengan suasana panas. Tubuhnya terhimpit kuat oleh pria yang kini bersamanya – ia menggagahinya malam ini.Deru nafas Aderson kian terdengar jelas di telinga. Tak bisa menampik, tampak dari wajah pria itu seolah menikmati malam ini. “Bibir bawah milikmu masih tampak perawan, aku sampai kesulitan,” bisik Aderson di telinga Camelina. Ia melontarkan seringai miring di bibirnya.`Ugh, sungguh... rasanya ingin muntah!`Namun, saat itu Camelina hanya terdiam jijik kala mendengar kalimat kotor yang terlontar keluar dari mulut pria yang kini harus ia akui paksa sebagai suaminya, walau ia sendiri tidak tahu entah sampai kapan ia diam menahan sakit batin dan raganya. Hatinya pun belum bisa seutuhnya menerima bahwa Aderson kini adalah suaminya."Hentikan cengkeraman tanganmu itu dariku, ini sungguh menyakitkan!" racau Camelina seraya menggertakkan giginya kuat-kuat. Ia sudah tidak bisa lagi diam dalam kesakitan."Kamu akan kulepaskan set
Beberapa wanita memasuki ruangan khusus yang telah disediakan dengan berbagai macam sajian yang terdapat di meja tamu. Tentu di tempat itu seperti biasa mereka saling memamerkan diri, saling menyanjung satu sama lain dengan segala kepalsuan yang terlontar keluar dari mulut manis mereka, bahkan terkadang membicarakan rumor yang beredar.Tetapi begitu Camelina memasuki ruangan itu dengan membawa buah semangka di piring lonjong yang telah dipotong-potong kecil berbentuk segitiga, suasana mendadak hening. Ini sungguh aneh bagi Berliana sekaligus Camelina itu sendiri, karena tidak biasanya teman-teman arisan Berliana begini. Pandangan mereka langsung terfokus pada penampilan Camelina saat itu. Lalu, tampak sedikit berbisik satu sama lain.”Hei, kalian lihat wanita itu? Apa kamu tidak salah informasi mengenainya?””Tidak. Selama ini aku tidak pernah salah kan dalam menyampaikan gosip terbaru.”Mereka yang menunjukkan jelas dengan saling berbisik satu sama lain membuat Camelina tidak nyaman
“Dengarkan aku baik-baik. Mulai sekarang, apapun yang terjadi tetap sembunyikan kebenaran itu. Apalagi kalau suatu saat nanti sudah hamil besar, kau jangan berani keluar menunjukkan dirimu kepada siapapun!” bisik Berliana seraya menggertakkan gigi.“Mohon maaf, Nyonya. Tapi bukankah pernikahan ini terjadi juga atas persetujuan darimu?”Bukan maksud Camelina untuk membantah. Hanya saja ia tidak bisa terus diinjak atau bahkan dimanfaatkan. Baginya, sesekali perlu mengatakan pernyataan yang ia yakini. Wanita miskin seperti dirinya pun juga manusia yang ingin dhargai.“Memang benar. Tapi kamu sendiri juga tahu kalau derajat kita ini sungguh sangat berbeda. Aku harap kamu paham maksudku.”Camelina tersenyum pahit seraya menahan sesak dalam dada. Namun ia tidak bisa membenarkan apa yang ia yakini dan Berliana yakini. Pilihannya saat ini adalah mengikuti alur yang ada.“Baiklah kalau memang itu maumu.”Tidak mau banyak terlibat dalam pembicaraan lain yang menurutnya hanya membuat sakit hat
Malam tiba, saat ia hanyut dalam lamunannya. Namun itu tak bertahan lama, sebab berisik pintu dibuka dari arah luar membuatnya seketika tersentak, lalu menoleh dengan wajah datar. Raut mukanya seolah menyimpan sedikit tanya. `Siapa itu?` pikirnya, menelan ludah tegang.“Kamu ikut saya sekarang!” ajak Aderson, memasang wajah dingin.Camelina sudah tidak aneh lagi dengan ajakan itu. `Apa malam itu belum cukup menyiksaku sampai badanku sakit semua?` batinnya menerka sembari menghela nafas. Begitu Aderson ada di dekatnya, ia langsung bertanya, “Sampai kapan kita akan melakukan itu?” tanya Camelina.Sudah kedua kalinya Aderson mendapat pertanyaan yang serupa dari Camelina dan ia pun ingat pernah menjawabnya, menurutnya kali ini tidak perlu ia jawab lagi.“Gak usah banyak tanya!” jawab Aderson dengan ketus.`Padahal aku cuma tanya, kenapa jawabannya harus seketus itu? Memangnya pertanyaanku tadi itu salah?” umpatnya, pelan.Walaupun tampak tidak peduli, rupanya Aderson mendengarkan setia
"Ayo, tunggu apa lagi? Kamu jangan khawatir, aku cuma mau mengantar kamu pulang saja!" ungkapnya.Tio -- Sepupu Aderson itu sampai kini belum tahu mengenai Camelina yang bukan lagi asisten rumah tangga, melainkan sudah menjadi istri sepupunya dan kini mereka keluarga."Baiklah," sahutnya. Camelina memasuki mobil itu karena hari semakin panas dan ia merasakan rasa lapar dan haus yang tak tertahankan lagi."Kamu kenapa bisa ada di sini?" tanya Tio. Ia memperhatikan pakaian Camelina yang sungguh jauh berbeda dibanding sebelumnya. "Ternyata kamu cantik juga, ya," sanjungnya sambil tersenyum. Camelina hanya diam membalas senyum Tio. Sekalipun ia kurang nyaman dengan sepupu Aderson itu, tetapi dirinya berusaha seramah mungkin."Aku ada sedikit urusan.""Lalu, pakaianmu kenapa aneh begitu? Pakai topi hitam juga," celetuk Tio sambil mengemudikan mobilnya.Camelina pun menjawab, "Tidak apa-apa. Terima kasih sudah tersedia mengantar saya pulang," ucapnya.Tio tersenyum lagi. "Saya senang menga
Sarah menatap kedua mata Camelina dengan tajam dan penuh kebencian. "Lihat saja, nanti aku akan membuatmu tidak tenang!" batin Sarah dengan seringai bibir. Hatinya panas, tetapi ia tetap bermuka dua karena saat itu ada Aderson yang membuatnya harus menjaga image agar tetap dianggap wanita baik.Ia melirik ke arah kursi -- tepat di samping suaminya. "Sayang, kenapa siang ini kamu gak ajak aku makan bersama?" ungkapnya dengan sebuah pertanyaan. Kalimat manis yang membuat Camelina sangat tidak betah berada di sana."Maaf ya, tadi aku lupa memberitahu kamu kalau Camelina datang ke kantor."Camelina yang sudah tidak tahan berada di tempat yang sama sekali tidak diinginkannya itu membuat ia langsung angkat bicara. "Saya menemuimu untuk membicarakan sesuatu. Tapi ... ya sudah, kita bicara nanti saja!" ujar Camelina, geram. Ia melangkah pergi tanpa mempedulikan perutnya yang terasa perih karena belum makan lagi.Sekalipun Aderson menawarkan makanan dan siap membayari semuanya, tetapi ia meras
Seketika Aderson langsung menoleh ke arah Camelina dengan mata membelalak.Reaksi Aderson yang demikian pun membuat Camelina bertanya, "Kenapa, Mas?" "Tidak apa-apa. Kamu aneh!" celetuk Aderson. Ia memalingkan wajahnya ke arah lain dengan wajah yang tampak tegang. Ekhem! Aderson mendeham."Kamu sudah makan?" tanyanya. Camelina menggelengkan kepala. "Saya tidak berniat untuk makan siang bersama. Kita bicara sebentar!" pinta Camelina. "Sambil makan saja."Aderson memarkirkan mobilnya di salah satu restoran yang ia miliki. "Ayo keluar! Saya sudah lapar. Kalau kamu bawa makan siang, saya gak bakal ajak kamu ke sini!""Kalau gak ikhlas, jangan saja. Saya 'kan datang ke kantor karena ada kepentingan," ungkap Camelina yang terus diam di dalam mobil sekalipun Aderson sudah membukakan pintu mobil untuknya."Cepatan!" sentak Aderson kepada Camelina.Aderson menarik tangan Camelina hingga membuat wanita itu mau tidak mau harus keluar dari mobil. "Tidak perlu menarik tangan saya.""Kamu beba
Resepsionis itu terus memperhatikan wajah Camelina yang bersembunyi di balik topi abu tua yang dipakainya. Sejak tadi Camelina juga terus menunduk karena tidak mau jika wajahnya sampai tersekspos ke media.“Maaf, tapi berdasarkan ketentuan yang ada di sini, yang belum ada janji dilarang bertemu Pak Aderson!” ucap resepsionis itu.Camelina terdiam sejenak mendengar jawaban itu. Isi kepalanya bekerja keras bagaimana agar dirinya bisa menemui Aderson.Saat resepsionis itu agak lengah, Camelina mencoba mengendap-endap pergi dari sana untuk menuju tangga mencari keberadaan Aderson. Namun, begitu resepsionis itu menyadarinya, Camelina langsung diberhentikan. “Kamu mau ke mana? Siapa yang mengizinkanmu masuk?!” ujar resepsionis itu menarik bagian belakang baju Camelina.Camelina berbalik dan kemudian berkata, "Kalau begitu izinkan saya bertemu Pak Aderson sebentar saja ...!" pinta Camelina. Ia bersikukuh dengan keinginannya tersebut. Setelah menyempatkan waktunya untuk datang ke tempat
Camelina yang merasa bahwa berbicara dengan Sarah tidak ada gunanya dan ini hanya membuang-buang waktunya.“Sarah, selama ini saya tidak ada urusan apapun sama kamu, jadi sebaiknya kamu diam!” tegas Camelina, ia memasang wajah serius.Tentu saja Sarah langsung mendengus kesal, karena posisinya yang jauh lebih penting di rumah itu seperti tidak dihargai. Ia merasa bahwa dirinya seperti direndahkan. “Heh! Semua yang berhubungan denganmu, urusannya denganku juga, karena tanpa ada izin dariku kamu tidak akan bisa menikah dengan suamiku!”“Sudah, Sarah. Kali ini biarkan kamu mundur selangkah. Yang membuat perjanjian itu bukan kamu melainkan aku!” pinta Berliana kepada Sarah.Sarah langsung menoleh dengan ternganga tak percaya. “Sungguh! Bagaimana bisa Ibu metuaku mendadak berkata begitu!” umpat Sarah dalam benaknya, bibirnya mengerucut dan matanya melirik ke arah Berliana.Berliana memejamkan matanya sejenak. “Ya sudah, kamu boleh keluar. Asal jangan lama-lama dan jangan keseringan ju
Dugaan Aderson langsung ke arah sana karena sebelumnya ia sempat melihat Camelina yang agak menekan perutnya dengan wajah yang tampak kesakitan. Melihat usia kandungan Camelina yang masih sangat muda dan pertama kalinya pula Camelina hamil, membuatnya khawatir terjadi sesuatu kepada janin yang di kandung istri keduanya.[Begini, Nak. Demi kebaikan calon cucu Mama. Bagaimana kalau kita carikan perawat pribadi yang bisa menjaga semua asupan gizi untuk janin itu?][Aku setuju sama Mama, tapi apa itu berbahaya bagi keluarga kita? Karena jika berani menghadirkan orang baru di lingkungan rumah kita, orang itu lama kelamaan pasti akan mengetahui apa yang selama ini disembunyikan. Sebaiknya sesekali panggil Dokter Ikhsan saja untuk memastikan kesehatan sekaligus mengatur pola makanannya!]Pada saat yang sama, Firhan mendatangi Aderson dan memberitahu. "Tuan, ada yang datang," ucap Firhan. Sontak, Aderson langsung menoleh ke arah pintu.Berliana terdiam sejenak mencerna perlahan apa yang di
“Sebelum kamu lanjut makan. Mama mau bicarakan sesuatu dulu sama kamu!”Saat Camelina tengah mengunyah, ia pun kemudian menaruh sendok dan garpu yang ada di tangannya. Ia mengambil air putih dan menenggaknya sedikit.“Masalah apa lagi yang dibuat Sarah kali ini? Kenapa dia tidak pernah bosan mengganggu kenyamananku?” batinnya.Antara siap dan tidak siap, ia mengambil nafas lalu membuangnya perlahan. Barulah ia bicara – menyahut permintaan Berliana sebelumnya.“Mau bicarakan soal apa, ya, Ma? Apa Mama mau saya masakkan buat sarapan juga?” tanya Camelina. Sekalipun intuisinya mengatakan bahwa Berliana tengah mencurigai sesuatu terhadapnya, tetapi ia malah mengusulkan pertanyaan lain yang menurutnya perlu ia katakan dibanding fokus pada apa yang ia pikirkan. Dibanding balas mencurigai, Camelina memancing Berliana agar segera mengatakan yang seharusnya.“Tadi kamu mendatangi Aderson? Buat apa? Apa kamu mau minta transfer padanya karena kamu belum mampu mengganti piring yang pecah?”
Camelina berjalan menuju samping rumah. Sengaja ia menggunakan jalan belakang karena menurutnya jika menggunakan jalan depan rumah maka tentu Sarah ataupun Berliana akan melihat dirinya.“Itu dia. Kamu pikir bisa lepas dari mataku? Tidak akan pernah aku biarkan kamu menjalankan rencana sendirian tanpa aku ketahui!” gumam Sarah seraya pergi.Saat itu, Camelina sama sekali tidak menyadari bahwa ada yang memantaunya sejak tadi. Ia hanya terfokus pada rencananya dan melihat ke depan rumah sekilas tanpa memperhatikan lebih jelas mengenai keberadaan istri pertama suaminya yang terus memata-matai.“Lebih baik sekarang aku langsung pergi ke kamar!” gumam Camelina seraya terburu-buru.Begitu Camelina membuka pintu belakang. Di sana ia langsung terhenyak kaget dan refleks menghentikan langkah kakinya saat melihat Sarah yang sudah berdiri di hadapannya dekat pintu dengan kedua tangan menyilang di dada. Sarah tersenyum sinis ke arahnya.Namun, Camelina menghiraukan Sarah dan kemudian melanjutka
“Tunggu, Tuan!” pinta Camelina. Aderson saat itu sungguh tidak menyangka jika ternyata Camelina sampai berani menyusulnya keluar rumah hanya untuk menemuinya. Sejak tadi – tepatnya ketika tengah berbicara dengan istri pertamanya, Camelina terus membuntuti karena ada hal yang menurutnya penting.“Mulai sekarang dan secara pribadi kamu tidak perlu memanggil saya `Tuan`, panggil saja sebagaimana seharusnya! Walaupun kontrak, tapi kita sudah menikah!” tegasnya.“Iya, Mas!” sahutnya seraya memejamkan matanya sejenak.Camelina celingak-celinguk untuk memastikan bahwa tidak ada Sarah atau bahkan Berliana yang memata-matai dirinya. Sebab ia tidak mau jika setelahnya malah dihujani dengan banyak pertanyaan yang bahkan tidak ada hubungannya dengan mereka sama sekali.“Kamu lihat-lihat apa?” Aderson yang menduga bahwa mungkin saja pembicaraan itu dengannya bersifat rahasia membuatnya langsung membuka pintu mobil dan kemudian menarik tangan Camelina sampai wanita itu jatuh tersungkur di paha