"Hay, Bos," sapa Gio pada Raka.Namun, pria yang duduk di kursinya tampak tak bersemangat untuk membalas sapaan akrab Gio.Raka terlalu kesal pada sahabat sekaligus asistennya itu sebab sang Oma berkeinginan untuk menjodohkan dengan istri keduanya. Istri kedua yang begitu cantik dan membuatnya begitu tertarik, bahkan sebentar lagi dirinya akan menjadi seorang ayah. "Mukamu terlihat kusut, Bos. Apa perlu disetrika?" seloroh Gio. "Mulutmu yang perlu kusetrika. Kalau bisa, aku sumpal pakai batu!" balas Raka. Seketika itu juga, Gio tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban ketus Raka.Tidak ada wajah persahabatan yang ditunjukkan oleh bosnya itu saat ini padanya. Jelas terlihat kecemburuan di wajah seorang Raka Januartha. Tentu saja Gio tahu bahwa Raka berkeinginan untuk menceraikan Indri dan menjadikan Salsa menjadi istri satu-satunya.Bahkan, Raka juga akan meresmikan pernikahannya dengan Salsa, sehingga semua orang akan tahu bahwa Salsa adalah miliknya. Sayangnya, semua itu
Sementara itu, Salsa telah memakai dress yang tampak sangat indah di tubuhnya. Dress yang dipersiapkan untuk acara makan malam bersama dengan Gio oleh Oma Mala. Bahkan Oma Mala merasa puas setelah melihat betapa cantiknya Salsa dengan dress sederhana yang dia berikan. Pada dasarnya Salsa adalah wanita yang cantik, anggun dan menawan. Sehingga tidak perlu memakai sesuatu yang berlebih-lebihan pun sudah membuatnya bersinar. "Dia seperti mutiara yang keluar dari cangkang kerang, sangat luar biasa," kata Oma Mala yang tak hentinya mengagumi kecantikan Salsa. Sementara Gio juga dibuat tidak berkedip kala menyadari ternyata istri kedua Raka itu begitu cantik. Kini dia tahu mengapa Raka memutuskan untuk memilih Salsa sebagai istrinya! Salsa bukan hanya cantik parasnya, tapi juga baik hatinya dan lembut tutur katanya. "Luar biasa," gumam Gio penuh pujian sembari membenarkan celananya yang sedikit kedodoran.Ya, celana pilihan Oma Mala yang harus dia pakai makam ini. Tepatnya
Seperti yang dikatakan oleh Oma Mala sebelumnya bahwa ia telah menyiapkan makan malam romantis untuk Salsa dan Gio di salah satu restoran miliknya. Bahkan untuk malam ini restoran tersebut ditutup agar tidak ada yang menggangu. "Ayo duduk," kata Gio mempersilahkan. Salsa menurut saja meskipun dengan perasaan terpaksa.Benar-benar pasrah pada keadaan yang sebenarnya sangat tidak diinginkan olehnya."Sudahlah, jangan terlalu pusing memikirkan Oma. Kita nikmati saja makanan ini seakan semuanya sesuai dengan keinginan Oma," ujar Gio. "Aku males ribut dengan, Mas Raka," terang Salsa. "Ya, aku mengerti." Gio paham apa yang ada dipikiran Salsa.Biar bagaimanapun, Raka adalah sahabatnya yang ia hapal tingkahnya sejak lama. Gio lantas meminta agar pemain piano untuk menghentikan permainannya. Karena ini bukan makan malam romantis sungguh seperti perintah dari Oma Mala. Suasana benar-benar sangat romantis jika saja yang menikmati adalah sepasang kekasih. Tetapi, tidak untuk Gio
"Nih!" Gio membuka pintu mobil dan bermaksud memberikan jagung bakar pada Salsa dan Raka. Akan tetapi, dia dibuat terkejut dengan apa yang dia lihat. Begitu juga dengan Raka dan juga Salsa, keduanya juga tak kalah terkejut padahal masih tidak ingin diganggu oleh siapapun. "Emang dasar ya!" umpat Gio. "Makanya nikah!" ejek Raka. "Udahlah, ini ambil," Gio pun tak ingin membahas tentang pernikahan. Lagipula dengan siapa ia akan menikah? Gio tak memiliki kekasih karena tak punya waktu selama bekerja dengan Raka. "Dasar ya kalian berdua, pantas saja nyuruh aku keluar!" gerutu Gio yang tak lupa saat memergoki Salsa dan Raka barusan. Wajah Salsa pun memerah menahan malu yang tak dapat dia jelaskan. Bagaimana bisa Gio sampai melihatnya? "Berisik!" balas Raka tak perduli dengan ucapan Gio. Kemudian ketiganya pun memutuskan untuk kembali ke rumah.Karena Raka takut Salsa kelelahan dan juga terlalu lama terkena angin malam tentunya tak baik bagi ibu hamil. Akan tetapi, R
Salsa duduk di sebuah kursi taman. Suasana malam mulai sepi. Mungkin seperti perasaannya saat ini. Hati Salsa terasa sakit kala Indri mengatakan bahwa dirinya adalah wanita murahan, wanita rendah yang suka bergonta-ganti pria. Terkadang Salsa juga bingung akan sikap Indri terhadap dirinya. Mengapa ia tak pernah menyukai Salsa, padahal dia yang menarik Salsa masuk ke dalam rumah tangganya sendiri? Bukankah dulunya Salsa pernah menolak kerja sama gila ini?Akan tetapi, Indri memaksa Salsa yang hanya orang miskin, hingga tak mampu berbuat apapun selain menurut. Lantas mengapa seakan posisi Salsa begitu hina, bahkan sampai dituduh begitu kejam? Tanpa punya perasaan, Indri juga sering kali mengejutkan kata kasar yang sebenarnya tidak pantas untuk didengar.Padahal Salsa tak pernah menentang apapun keinginan Indri, dirinya hanya menurut seperti yang dikatakan sejak awal.Salsa memejamkan mata. Berusaha keras mencoba untuk mengingat kesalahan yang pernah dia lakukan terhadap Indr
"Kamu darimana?" tanya Raka. Baru saja Salsa kembali ke rumah tapi ternyata Raka ada di kamarnya. Bahkan, saat membuka pintu kamar sudah dikejutkan dengan kehadiran Raka yang awalnya tak terpikirkan oleh Salsa. "Kamu darimana?" Raka pun kembali mengulangi pertanyaannya karena Salsa tampak diam saja. Sejak tadi Raka mencari keberadaan Salsa, bahkan ponselnya juga tak bisa dihubungi membuatnya semakin cemas saja. "Dari luar cari angin segar, Mas ngapain di sini?" tanya Salsa kembali. Salsa memilih untuk tidak menceritakan apa yang membuatnya keluar rumah ditengah malam hari begini. Dirinya sudah lebih baik dan tak ingin mengingatnya lagi. Tapi pertanyaan Salsa malah membuat Raka kesal. "Kenapa kalau aku di sini?" Raka pun mengembalikan pertanyaan pada Salsa. "Kalau istri sah, Mas tahu aku bisa dapat masalah!" terang Salsa dengan perasaan kesal. Sebab, Salsa ingin mendapatkan ketenangan untuk bisa beristirahat. Raka yang kini menatap wajah Salsa dengan bingung, se
"Dasar!" gerutu Salsa sambil terus melangkahkan kakinya menuju dapur, tak perduli pada Raka yang juga mengikutinya dari belakang. Sampai akhirnya Salsa pun bertemu dengan Mayang. "Sa, kamu belum tidur?" tanya Mayang. Raka pun menghentikan langkah kakinya dengan terpaksa, tapi dia masih memperhatikan Salsa dari kejauhan. "Udah, tapi kebangun karena haus," jawab Salsa. "Aku juga gitu, cuman bedanya aku lapar soalnya lupa makan malam," ujar Mayang. "Kamu aneh, makan aja bisa lupa." "Hehe." Salsa pun mulai mendapatkan sebuah ide yang mungkin cukup bagus. "May, aku tidur sama kamu ya," kata Salsa. Raka yang mendengar ucapan Salsa pun dibuat terkejut. Matanya bahkan sampai melebar sempurna sepertinya tidak percaya dengan ucapan Salsa. "Boleh, tapi aku makan dulu." "Iya." Salsa merasa senang karena bisa istirahat, kalau bersama dengan Raka dirinya terus dibayangi oleh wajah Indri yang tiba-tiba datang dan memergoki mereka berdua. Salsa benar-benar lelah untuk me
Pagi harinya, Indri merasa tubuhnya sakit. Kepalanya juga sedikit pusing. Wanita itu lantas mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, tapi Raka tak tampak di sana. Kemudian dia pun melihat jam dinding yang ternyata menunjuk pukul 06:00 wib. "Raka di mana, ya? Seharusnya dia di sini," gumamnya.Indri masih mengingat dengan jelas saat tadi malam memberikan obat tidur pada Raka. Sayangnya, tidak ada Raka di sana. Seketika itu Indri pun berpikir jika Raka bersama dengan Salsa. "Apa itu mungkin? Kalau sampai itu terjadi, habislah dia!" umpat Indri. Wanita itu pun mengepalkan kedua tangannya kemudian segera menuju ke kamar Salsa. Sayangnya, pintu kamar itu terkunci rapat, tetapi siapa sangka bertepatan dengan pintu yang terbuka karena ternyata Raka yang hendak keluar dari kamar? Wajah Indri seketika memerah. "Kamu di sini?" tanyanya, geram.Meski demikian, suaranya dapat terdengar oleh Salsa yang sebelumnya masih berbaring di atas ranjang. Gadis itu pun segera turun dari r
Salsa merasa sedih karena Indri telah memutuskan untuk pergi. Tapi apa yang bisa dia lakukan untuk mencegahnya, meskipun telah berusaha untuk meyakinkan Indri tapi hasilnya tetap sia-sia. *** Kini Salsa telah menjadi istri satu-satunya, pernikahannya pun tak lagi menjadi rahasia, semua orang juga telah mengetahui bahwa Salsa lah istri Raka yang sah. Hingga beberapa bulan kemudian Salsa pun melahirkan seorang anak perempuan, keluarga besar Januartha sangat berbahagia menyambutnya. Salsa juga tidak lagi merasa takut, jelas terlihat semua anggota keluarga suaminya menerima anaknya penuh kehangatan. Salsa melahirkan anaknya secara normal, tapi Raka merasa kasihan terhadap istrinya tersebut karena menyaksikan sendiri bagaimana sebelumnya Salsa menahan sakit sendirian. Andai saja rasa sakit itu bisa dibagi dia mau mengurangi rasa sakitnya. "Terima kasih," ucap Raka sambil menggenggam tangan Salsa dengan sangat erat. Salsa pun tersenyum sebagai jawaban, dia merasa sempurna
"Kak Indri," ucap Salsa sambil berjalan masuk ke kamar Indri. Krang! Piring di tangannya seketika terjatuh dari tangganya, tak menyangka melihat Indri telah berdiri tegak. Dirinya seperti sedang dikejutkan dengan apa yang kini dia lihat. "Salsa," panggil Indri. Saat itu Salsa pun mulai tersadar dari keterkejutannya. Dia tak menyangka jika kini Indri bisa berdiri sendiri. "Salsa, ada apa?" tanya Sinta yang menyusul masuk setelah mendengar suara pecahan. Sinta takut jika saja Salsa yang terpeleset, bagaimana dengan keadaan janinnya? Bahkan Sinta juga sangat mengkhawatirkan keadaan Salsa. Semua pikiran buruknya benar-benar membuatnya panik bukan main. Tapi dia pun dibuat terkejut melihat Indri sudah bisa berdiri. Rasanya tak percaya dengan apa yang telah dia lihat saat ini. Ini seperti tidak mungkin, tapi itulah yang terjadi. "Indri?" Sinta menatap tidak percaya tapi inilah kenyataannya. Matanya membulat sempurna tanpa bisa berkedip sama sekali, sekarang dia men
Salsa pun tersenyum bahagia karena hari ini dirinya telah menjadi seorang sarjana, tidak ada yang menyangka bahwa dirinya mampu untuk menyelesaikan pendidikan. Bahkan dirinya sendiri sekalipun merasa ini adalah sebuah hal yang mengejutkan, siapa sangka ternyata disaat dirinya merasa terjatuh-sejatuh-jatuhnya ternyata ada setitik cahaya yang membawanya sampai di hari ini. Hari dirinya menjadi salah satu dari mereka yang menyelesaikan pendidikan seperti yang diinginkan oleh sang Nenek. Ya, air mata Salsa juga menetes haru seiring mengenang kembali wajah mending sang Nenek yang telah menghadap sang illahi. Semua ini juga tak lepas dari peran penting dalam proses pencapaian pendidikannya. Mendukungnya dalam segala hal, sayang kini Neneknya tak bisa mengucapkan selamat padanya. Padahal Salsa juga ingin mengucapkan selamat juga pada sang Nenek karena perjuangan Neneknya tidak sia-sia. Kini hasilnya dirinya telah seperti ini, bahagia rasanya tak dapat terucap oleh kata-kata.
Salsa langsung mengambil ponselnya dia tidak lagi menggunakan ponsel lamanya, karena kata Raka sudah butut. Lagi pula ponsel seharga 1 m nya juga harus digunakan, sebab dia sudah membayarnya mahal tadi malam. Tentu saja mahal karena dirinya harus bergoyang seperti orang gila, ah sudahlah. Salsa pun tidak lagi bisa berkata-kata. Dan ketika panggilan telepon tersambung dia langsung saja berbicara. "Abang, Salsa mau kasih tahu hal yang penting," ucap Salsa dengan cepat. "Kamu sakit? Mau melahirkan?" tanya Raka panik. Dia takut terjadi sesuatu pada istrinya tersebut. "Kok melahirkan? Hamil juga masih 6 bulan," gerutunya. "Jadi berapa bulan baru bisa melahirkan?" tanya Raka dengan bodohnya. Inilah Raka jika sudah berbicara dengan Salsa otaknya tak akan bisa bekerja dengan baik lagi. "Sembilan bulan, Abang!" kesal Salsa. "Oh iya, lupa," ucap Raka sambil menggaruk kepalanya. Dia sendiri bingung kenapa bisa bodoh seperti ini, tapi sudahlah saat ini dia ingin berbicar
Salsa pun tersenyum sambil melangkahkan kakinya, dia tak dapat menahan kebahagiaan yang tengah dia rasakan. Bahkan tidak menyangka jika hari ini keluarga suaminya begitu menyayangi dirinya. Hingga akhirnya langkah kakinya pun terhenti saat melihat Indri tengah berjemur di halaman. Segera Salsa pun melangkah mendekati Indri.Dia ingin melihat bagaimana keadaan Indri, semoga saja ada kemajuan. "Nyonya Indri, apa kabar?" tanya Salsa. Sebab, kemarin tidak bertemu dengan Indri sama sekali. Rasanya ada banyak hal yang harus dia tanyakan, terutama apakah sudah ada kemajuan.Meskipun sadar Indri tidak bisa menjawab pertanyaannya, tidak apa yang terpenting adalah kesehatan Indri baik. "Sa, aku ke toilet bentar ya," kata Mayang yang bertugas membantu Indri untuk melakukan segala sesuatunya. Termasuk berjemur juga. "Iya, nggak papa aku juga pengen berjemur dulu. Kamu istirahat dulu aja sekalian, nanti kalau ada sesuatu aku panggil kamu ya," jawab Salsa. "Siap, makasih Nyonya
Pagi ini rasanya sangat melelahkan karena malam panjang yang terlalu panas. Namun, meskipun sedemikian Salsa juga harus bangun pagi-pagi karena perutnya terasa lapar. Tentunya setelah dia mandi pagi. "Lho, kamu sudah sarapan pagi?" tanya Sinta ketika melihat Salsa sudah selesai sarapan. Padahal dirinya baru saja bangun dan sarapan pun tengah disiapkan oleh para Art. Sepertinya Salsa membuat sarapannya sendiri dan untuk dirinya sendiri saja agar lebih cepat prosesnya. "Iya, Ma. Maaf ya, Salsa sarapan duluan. Soalnya laper banget," ucap Salsa dengan perasaan tidak enak karena biasanya sarapan pagi bersama. "Tidak masalah, bahkan itu sangat bagus karena cucu Mama butuh nutrisi juga," balas Sinta. Kemudian dia pun segera duduk di samping Salsa Tentu saja karena ingin memegang perut buncit Salsa. "Cucu, Oma," katanya dengan senyuman penuh kebahagiaan. "Ma," panggil Salsa dengan ragu, dia ingin tahu apakah benar Sinta sudah tahu jenis kelamin calon anaknya seperti yan
Dengan terpaksa Salsa pun harus menuruti keinginan Raka. Bukan, mungkin lebih tepatnya dia harus memenuhi janji yang telah dia ucapkan sendiri dengan penuh kesadaran. Jika mungkin waktu bisa diputar kembali maka dia akan menarik ucapannya. Sayangnya itu tidak mungkin. Karena kenyataan kini Raka terus menagih janjinya. Malu rasanya tidak terkira dan tidak dapat terucapkan oleh kata-kata. Lihatlah kini dirinya harus memakai lingerie, warnanya begitu kontras dengan warna kulitnya. Dan membuat Raka semakin bersemangat untuk melihatnya. "Mana goyangannya?" pinta Raka sekaligus menggoda Salsa. Semakin Salsa merasa malu maka semakin membuatnya merasa gemas. "Aku tidak bisa gerak," ucap Salsa memberi alasan. "Benarkah?" tanya Raka lagi. "Hu'um," Salsa pun mengangguk cepat. Berharap Raka memintanya untuk segera menghentikan semua kekonyolan ini. "Coba dulu," ucap Raka. Ah! Batinnya pun mendesah pasrah karena ternyata Raka tidak memintanya untuk menghentikan semu
"Salsa." "Ya, Oma," jawab Salsa. Salsa pun merasa bahagia karena kedatangan Oma Mala cukup membantunya. Artinya dia bisa lolos dari Raka. "Ini Oma bawakan rujak, barusan Oma dan yang lainnya ngerujak," Oma Mala pun tersenyum sambil berjalan ke arah Salsa. "Wah terima kasih, Oma. Melihatnya saja udah ngiler," kata Salsa. Bertempat dengan Raka yang keluar dari kamar mandi, tentunya setelah menyelesaikan mandinya. "Kalau gitu Oma keluar dulu," pamit Oma Mala. "Lho, kok buru-buru?" tanya Salsa dengan panik. Padahal sebelumnya sudah begitu bersemangat karena merasa mendapatkan bantuan. Sayangnya tidak. "Memangnya kenapa?" Oma Mala terlihat bingung dengan pertanyaan Salsa. Salsa pun tersenyum kecut sambil menatap wajah Raka dengan horor. Padahal pria tampan itu hanya diam saja menyaksikan dirinya dan Oma Mala tengah berbicara. Tapi kenapa dia merasa bulu kuduknya berdiri? "Oma, jadikan ngajakin Salsa masak?" tanya Salsa tiba-tiba. Membuat sang Oma pun bingung
Perlahan Salsa pun mulai tersadar dari ingatannya, dia pun mengedarkan pandangannya untuk mencari ponsel yang telah dia jatuhkan. Hingga akhirnya menemukan ponsel tersebut. Kakinya pun kembali melangkah dan tangannya pun bergerak untuk meraih ponsel tersebut. Namun, karena perutnya yang sudah begitu membuncit membuatnya kesulitan untuk berjongkok. Raka yang dari tadi hanya berdiri di ambang pintu sambil memperhatikan seperti apa reaksi Salsa pun kini mulai melangkah lebih maju. Dengan cepat membantu Salsa untuk mengambil ponsel tersebut. Tapi Salsa yang dibuat sok bukan main, bukan karena takut pada Raka. Namun, ada ingatan yang membuatnya menjadi sulit untuk bernafas sekalipun. Bahkan untuk menerima ponsel yang diberikan Raka padanya pun sulit rasanya untuk menerimanya. "Ambil," kata Raka sambil menggerakkan ponsel di tangannya. Glek! Salsa dibuat meneguk saliva dengan begitu pahitnya, padahal Raka tidak marah, apa lagi suka memukulnya. Namun, tetap sa