"Hari ini, Anda sudah diperbolehkan pulang," kata seorang dokter yang menangani Salsa. "Terima kasih, Dok," ucap Salsa. "Sama-sama." Begitu sang dokter keluar, Raka yang berdiri di depan ruangan pun berpura-pura memunggungi pintu dan fokus pada ponselnya. Karena dokter tersebut adalah teman ayahnya yang juga merupakan seorang dokter. Raka tak ingin mendapatkan banyak pertanyaan. Lagi pula, dokter tersebut tahu istrinya adalah Indri. Bukan Salsa, wanita yang kini dia hampiri. Setelah memastikan dokter tersebut pergi, Raka pun menghubungi Gio. "Gio, siapkan apartemen untuk tempat tinggal Salsa sampai dia melahirkan," katanya sambil meletakkan ponselnya pada daun telinganya. Tak hanya itu, Raka juga melakukan beberapa instruksi pada asisten dan sahabatnya itu. Ia terlihat sangat serius. Bahkan tak menyadari jika Indri sudah menyusul Raka ke rumah sakit. Wanita itu mengintip dari kejauhan dan mendengar apa yang dikatakan oleh Raka barusan. "Oh, jadi kamu mau melindu
"Kamu dari mana?" tanya Mayang yang berpapasan dengan Salsa. "Mayang?" balas Salsa dia juga bingung harus menjawab yang sebenarnya atau tidak. Apalagi tentang kehamilannya dan juga tentang apa yang terjadi pada adiknya. Salsa sangat terbebani dengan itu semua, tetapi tidak memiliki keberanian untuk bercerita. "Aku tanya, soalnya kamu dihubungin juga nggak bisa," omel Mayang. "Aku sakit," jawab Salsa. "Oalah." Mayang pun mengangguk mengerti. "Tapi, aku kangen sama kamu!" Kini Mayang langsung saja memeluk Salsa seakan begitu bahagia bisa bertemu kembali.Salsa juga tersenyum karena Mayang begitu baik padanya."Mayang!" panggil seseorang. Gadis itu pun menoleh dan ternyata Sinta yang memanggilnya. "Ya, Nyonya?" sahut Mayang."Tolong bantu saya masak, Mbok Iyem lagi sakit," kata Sinta. "Baik, Nyonya." Mayang pun segera mengikuti perintah dari sang majikan. "Dan, kamu? Siapa namamu?" Sinta lupa siapa nama seorang wanita yang masih terbilang baru di rumah anaknya itu.I
"Bereskan ini semua," ucap Raka tiba-tiba pada Mayang.Gadis itu pun membalas dengan anggukan kepala karena bingung. Namun, sesaat kemudian Raka pun menarik lengan Salsa untuk ikut dengannya. Ternyata Raka membawanya ke kamar dan menguncinya dengan cepat. Salsa yang berdiri di sudut ruangan pun kini menundukkan kepalanya. Dia tak tahu apakah Raka pun akan marah padanya juga seperti Sinta, akibat kecerobohan yang dia lakukan barusan. Akan tetapi, ternyata Raka memeluknya erat seakan tak ingin melepaskannya. Perasaan Salsa terasa lebih baik saat Raka memeluknya erat seperti ini.Entah mengapa, rasa nyaman itu kian semakin terasa. Seakan beban yang begitu berat terasa lebih ringan dan itu hanya karena sebuah pelukan hangat Raka. "Kamu masih butuh istirahat, makanya Mas mau kamu tidak tinggal di sini dulu," kata Raka sambil mengecup singkat kening Salsa. Raka tak mengerti, mengapa Salsa begitu ingin tinggal di sana. Padahal, sudah jelas dia akan kesulitan untuk meluangka
Tok tok tok! "Salsa!" seru Indri yang semakin tidak sabaran. Kesal rasanya sejak tadi sudah mengetuk pintu namun tak kunjung dibuka. "Salsa, buka pintu! Kamu tidur atau mati di dalam sana, hah?!"Di sisi lain, Salsa semakin panik kala mendengar suara Indri yang memanggilnya dari luar."Mas, sembunyi!" Sedangkan Raka terlihat santai, bahkan tidak terusik sama sekali. Padahal sudah jelas Indri yang saat ini mengetuk pintu kamar. Tidakkah Raka takut jika saja Indri murka nantinya? Sebenarnya, apa isi kepala Raka hingga tak perduli pada suara istri pertamanya di luar sana? Apakah tidak takut pada amukan Indri nantinya? "Mas," panggil Salsa lagi. "Kita tidur aja, yuk." Raka pun menarik Salsa untuk kembali naik ke atas ranjang dan tidur bersamanya. Benar-benar membingungkan seorang Salsa. "Kok tidur sih? Di luar ada Nyonya Indri istri, Mas!" terang Salsa yang tampak sangat kesal pada Raka. "Dan, kita juga sudah menikah Salsa!" terang Raka. "Iya, Mas. Tapi, beda."
"Kamu di sini? Di kamar pembantu ini?!" Indri pun mengepalkan tangannya menahan emosi yang tertahan.Sebenarnya, Indri tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Mungkin jika Raka berada di belakangnya, Indri akan mengira bahwa Raka baru saja masuk ke kamar Salsa.Tapi, posisi Raka ada di hadapannya. Tepat di samping Salsa yang tampak saat ini berjalan menjauhi Raka, mungkin agar lebih berjarak lagi! "Iya," jawab Raka singkat.Kali ini, Indri tak habis pikir dengan jawaban Raka, bahkan dari wajahnya saja tampak begitu tenang. Mengakui dengan pasti tanpa ada bantahan sana sekali. "Ini dompetku! Salsa tidak mencurinya. Aku yang tanpa sengaja menjatuhkannya di atas ranjang itu," terang Raka.Ia tak tega kala mendengar ucapan penuh tuduhan yang dilayangkan oleh Indri terhadap Salsa.Bagaimanapun Salsa tak bersalah. Kasihan jika harta mendapatkan hinaan yang begitu menyakitkan seakan tidak perduli dengan perasaannya. "Jangan bilang kamu tidur di sana juga dengan gembel sialan ini?!" t
"Ada apa? Kenapa semuanya ada di sini?" tanya Sinta lagi. Seketika Indri merasa sedikit lebih lega. Artinya, mama mertuanya ini tidak mendengar apa yang terjadi, kan?"Kami..." "Ma, Raka mau bicara," potong Raka, tiba-tiba. Deg! Jantung Indri berdetak kencang karena ketakutan mendengar apa yang dikatakan oleh Raka. Begitu juga dengan Salsa, jika pernikahan Raka dan Indri hancur. Maka, hidup adiknya juga bisa hancur di tangan Indri. "Nyonya, ada Tuan besar di depan," ujar Mayang yang diminta untuk memberitahu bahwa suaminya telah tiba dan mencari dirinya. "Oh, iya. Saya segera ke sana," jawab Sinta. Kemudian dia pun melihat wajah Raka dan Indri kembali. "Ayo kembali ke ruang makan! Papa juga sudah sampai. Kita makan bersama." Kali ini, Sinta mengajak semua anggota keluarga untuk makan bersama di rumah Raka. Apalagi semuanya memang belum makan siang karena ada insiden yang tak diinginkan, sekaligus akan mengumumkan bahwa Indri tengah hamil anak pertama. "Raka, Indr
Sinta dan Rama pun kini telah kembali ke meja makan. Tapi, kali ini Sinta tak menyembunyikan rasa penasarannya. "Indri, apa Art baru itu sudah menikah?" tanyanya. Indri pun baru menyadari bahwa Salsa sedang hamil.Tidak seharusnya ini diketahui oleh keluarga. Karena nanti bayi itu akan menjadi miliknya. Dia yang berpura-pura akan memiliki bayi! Tapi, apa-apaan ini? Wanita sialan itu benar-benar pembawa sial! Rumah tangganya di ujung tanduk sekarang. Lihat saja, Indri tak akan tinggal diam. Ia juga akan menghukum Mayang! "Indri?" panggil Sinta lagi. Sedangkan Raka memilih untuk pergi dari sana, dia terlalu memikirkan keadaan Salsa saat ini. Yang ada dipikirannya, hanya ada Salsa dan janin di kandungannya. Bagaimana bisa dia makan dengan tenang saat Salsa sedang tidak baik-baik saja? "Raka, kamu belum makan?" ujar Sinta. Tapi, Raka lebih memilih untuk pergi tanpa menoleh lagi. Setelah apa yang diperdebatkan tadi, rasanya nafsu makannya juga menghilang. "Indri
Sementara itu, Mayang kembali ke kamar Salsa dengan membawakan segelas air di tangannya.Entah mengapa, perasaannya tidak baik-baik saja setelah apa yang dilakukan oleh Indri tadi.Hanya saja, ternyata Salsa menyadari keanehannya.Terlebih, melihat memar di dahi Mayang yang sebelumnya, tidak ada. "Kepala kamu, kenapa?" tanya Salsa sambil menerima segelas air mineral yang diberikan Mayang. Temannya itu tersenyum kecut sambil memegang dahinya. Dia juga ragu, apakah harus menceritakan pada Salsa tentang apa yang terjadi atau tidak? "Kamu minum dulu, aja, Sa," balasnya, memilih menghindar.Salsa pun mengangguk. Ia menuruti perkataan temannya itu meskipun pikirannya masih pada dahi Mayang. "Dahi kamu kenapa?" tanya Salsa lagi setelah menegak air."Itu..." Mayang tampak ragu untuk bercerita, tetapi Salsa menatapnya dalam. "Tadi, Nyonya Indri marah besar sampai mendorongku. Karena, aku minta Tuan Rama Januartha untuk memeriksa keadaan kamu, Sa," jujur Mayang, akhirnya. "Aku panik k
Salsa merasa sedih karena Indri telah memutuskan untuk pergi. Tapi apa yang bisa dia lakukan untuk mencegahnya, meskipun telah berusaha untuk meyakinkan Indri tapi hasilnya tetap sia-sia. *** Kini Salsa telah menjadi istri satu-satunya, pernikahannya pun tak lagi menjadi rahasia, semua orang juga telah mengetahui bahwa Salsa lah istri Raka yang sah. Hingga beberapa bulan kemudian Salsa pun melahirkan seorang anak perempuan, keluarga besar Januartha sangat berbahagia menyambutnya. Salsa juga tidak lagi merasa takut, jelas terlihat semua anggota keluarga suaminya menerima anaknya penuh kehangatan. Salsa melahirkan anaknya secara normal, tapi Raka merasa kasihan terhadap istrinya tersebut karena menyaksikan sendiri bagaimana sebelumnya Salsa menahan sakit sendirian. Andai saja rasa sakit itu bisa dibagi dia mau mengurangi rasa sakitnya. "Terima kasih," ucap Raka sambil menggenggam tangan Salsa dengan sangat erat. Salsa pun tersenyum sebagai jawaban, dia merasa sempurna
"Kak Indri," ucap Salsa sambil berjalan masuk ke kamar Indri. Krang! Piring di tangannya seketika terjatuh dari tangganya, tak menyangka melihat Indri telah berdiri tegak. Dirinya seperti sedang dikejutkan dengan apa yang kini dia lihat. "Salsa," panggil Indri. Saat itu Salsa pun mulai tersadar dari keterkejutannya. Dia tak menyangka jika kini Indri bisa berdiri sendiri. "Salsa, ada apa?" tanya Sinta yang menyusul masuk setelah mendengar suara pecahan. Sinta takut jika saja Salsa yang terpeleset, bagaimana dengan keadaan janinnya? Bahkan Sinta juga sangat mengkhawatirkan keadaan Salsa. Semua pikiran buruknya benar-benar membuatnya panik bukan main. Tapi dia pun dibuat terkejut melihat Indri sudah bisa berdiri. Rasanya tak percaya dengan apa yang telah dia lihat saat ini. Ini seperti tidak mungkin, tapi itulah yang terjadi. "Indri?" Sinta menatap tidak percaya tapi inilah kenyataannya. Matanya membulat sempurna tanpa bisa berkedip sama sekali, sekarang dia men
Salsa pun tersenyum bahagia karena hari ini dirinya telah menjadi seorang sarjana, tidak ada yang menyangka bahwa dirinya mampu untuk menyelesaikan pendidikan. Bahkan dirinya sendiri sekalipun merasa ini adalah sebuah hal yang mengejutkan, siapa sangka ternyata disaat dirinya merasa terjatuh-sejatuh-jatuhnya ternyata ada setitik cahaya yang membawanya sampai di hari ini. Hari dirinya menjadi salah satu dari mereka yang menyelesaikan pendidikan seperti yang diinginkan oleh sang Nenek. Ya, air mata Salsa juga menetes haru seiring mengenang kembali wajah mending sang Nenek yang telah menghadap sang illahi. Semua ini juga tak lepas dari peran penting dalam proses pencapaian pendidikannya. Mendukungnya dalam segala hal, sayang kini Neneknya tak bisa mengucapkan selamat padanya. Padahal Salsa juga ingin mengucapkan selamat juga pada sang Nenek karena perjuangan Neneknya tidak sia-sia. Kini hasilnya dirinya telah seperti ini, bahagia rasanya tak dapat terucap oleh kata-kata.
Salsa langsung mengambil ponselnya dia tidak lagi menggunakan ponsel lamanya, karena kata Raka sudah butut. Lagi pula ponsel seharga 1 m nya juga harus digunakan, sebab dia sudah membayarnya mahal tadi malam. Tentu saja mahal karena dirinya harus bergoyang seperti orang gila, ah sudahlah. Salsa pun tidak lagi bisa berkata-kata. Dan ketika panggilan telepon tersambung dia langsung saja berbicara. "Abang, Salsa mau kasih tahu hal yang penting," ucap Salsa dengan cepat. "Kamu sakit? Mau melahirkan?" tanya Raka panik. Dia takut terjadi sesuatu pada istrinya tersebut. "Kok melahirkan? Hamil juga masih 6 bulan," gerutunya. "Jadi berapa bulan baru bisa melahirkan?" tanya Raka dengan bodohnya. Inilah Raka jika sudah berbicara dengan Salsa otaknya tak akan bisa bekerja dengan baik lagi. "Sembilan bulan, Abang!" kesal Salsa. "Oh iya, lupa," ucap Raka sambil menggaruk kepalanya. Dia sendiri bingung kenapa bisa bodoh seperti ini, tapi sudahlah saat ini dia ingin berbicar
Salsa pun tersenyum sambil melangkahkan kakinya, dia tak dapat menahan kebahagiaan yang tengah dia rasakan. Bahkan tidak menyangka jika hari ini keluarga suaminya begitu menyayangi dirinya. Hingga akhirnya langkah kakinya pun terhenti saat melihat Indri tengah berjemur di halaman. Segera Salsa pun melangkah mendekati Indri.Dia ingin melihat bagaimana keadaan Indri, semoga saja ada kemajuan. "Nyonya Indri, apa kabar?" tanya Salsa. Sebab, kemarin tidak bertemu dengan Indri sama sekali. Rasanya ada banyak hal yang harus dia tanyakan, terutama apakah sudah ada kemajuan.Meskipun sadar Indri tidak bisa menjawab pertanyaannya, tidak apa yang terpenting adalah kesehatan Indri baik. "Sa, aku ke toilet bentar ya," kata Mayang yang bertugas membantu Indri untuk melakukan segala sesuatunya. Termasuk berjemur juga. "Iya, nggak papa aku juga pengen berjemur dulu. Kamu istirahat dulu aja sekalian, nanti kalau ada sesuatu aku panggil kamu ya," jawab Salsa. "Siap, makasih Nyonya
Pagi ini rasanya sangat melelahkan karena malam panjang yang terlalu panas. Namun, meskipun sedemikian Salsa juga harus bangun pagi-pagi karena perutnya terasa lapar. Tentunya setelah dia mandi pagi. "Lho, kamu sudah sarapan pagi?" tanya Sinta ketika melihat Salsa sudah selesai sarapan. Padahal dirinya baru saja bangun dan sarapan pun tengah disiapkan oleh para Art. Sepertinya Salsa membuat sarapannya sendiri dan untuk dirinya sendiri saja agar lebih cepat prosesnya. "Iya, Ma. Maaf ya, Salsa sarapan duluan. Soalnya laper banget," ucap Salsa dengan perasaan tidak enak karena biasanya sarapan pagi bersama. "Tidak masalah, bahkan itu sangat bagus karena cucu Mama butuh nutrisi juga," balas Sinta. Kemudian dia pun segera duduk di samping Salsa Tentu saja karena ingin memegang perut buncit Salsa. "Cucu, Oma," katanya dengan senyuman penuh kebahagiaan. "Ma," panggil Salsa dengan ragu, dia ingin tahu apakah benar Sinta sudah tahu jenis kelamin calon anaknya seperti yan
Dengan terpaksa Salsa pun harus menuruti keinginan Raka. Bukan, mungkin lebih tepatnya dia harus memenuhi janji yang telah dia ucapkan sendiri dengan penuh kesadaran. Jika mungkin waktu bisa diputar kembali maka dia akan menarik ucapannya. Sayangnya itu tidak mungkin. Karena kenyataan kini Raka terus menagih janjinya. Malu rasanya tidak terkira dan tidak dapat terucapkan oleh kata-kata. Lihatlah kini dirinya harus memakai lingerie, warnanya begitu kontras dengan warna kulitnya. Dan membuat Raka semakin bersemangat untuk melihatnya. "Mana goyangannya?" pinta Raka sekaligus menggoda Salsa. Semakin Salsa merasa malu maka semakin membuatnya merasa gemas. "Aku tidak bisa gerak," ucap Salsa memberi alasan. "Benarkah?" tanya Raka lagi. "Hu'um," Salsa pun mengangguk cepat. Berharap Raka memintanya untuk segera menghentikan semua kekonyolan ini. "Coba dulu," ucap Raka. Ah! Batinnya pun mendesah pasrah karena ternyata Raka tidak memintanya untuk menghentikan semu
"Salsa." "Ya, Oma," jawab Salsa. Salsa pun merasa bahagia karena kedatangan Oma Mala cukup membantunya. Artinya dia bisa lolos dari Raka. "Ini Oma bawakan rujak, barusan Oma dan yang lainnya ngerujak," Oma Mala pun tersenyum sambil berjalan ke arah Salsa. "Wah terima kasih, Oma. Melihatnya saja udah ngiler," kata Salsa. Bertempat dengan Raka yang keluar dari kamar mandi, tentunya setelah menyelesaikan mandinya. "Kalau gitu Oma keluar dulu," pamit Oma Mala. "Lho, kok buru-buru?" tanya Salsa dengan panik. Padahal sebelumnya sudah begitu bersemangat karena merasa mendapatkan bantuan. Sayangnya tidak. "Memangnya kenapa?" Oma Mala terlihat bingung dengan pertanyaan Salsa. Salsa pun tersenyum kecut sambil menatap wajah Raka dengan horor. Padahal pria tampan itu hanya diam saja menyaksikan dirinya dan Oma Mala tengah berbicara. Tapi kenapa dia merasa bulu kuduknya berdiri? "Oma, jadikan ngajakin Salsa masak?" tanya Salsa tiba-tiba. Membuat sang Oma pun bingung
Perlahan Salsa pun mulai tersadar dari ingatannya, dia pun mengedarkan pandangannya untuk mencari ponsel yang telah dia jatuhkan. Hingga akhirnya menemukan ponsel tersebut. Kakinya pun kembali melangkah dan tangannya pun bergerak untuk meraih ponsel tersebut. Namun, karena perutnya yang sudah begitu membuncit membuatnya kesulitan untuk berjongkok. Raka yang dari tadi hanya berdiri di ambang pintu sambil memperhatikan seperti apa reaksi Salsa pun kini mulai melangkah lebih maju. Dengan cepat membantu Salsa untuk mengambil ponsel tersebut. Tapi Salsa yang dibuat sok bukan main, bukan karena takut pada Raka. Namun, ada ingatan yang membuatnya menjadi sulit untuk bernafas sekalipun. Bahkan untuk menerima ponsel yang diberikan Raka padanya pun sulit rasanya untuk menerimanya. "Ambil," kata Raka sambil menggerakkan ponsel di tangannya. Glek! Salsa dibuat meneguk saliva dengan begitu pahitnya, padahal Raka tidak marah, apa lagi suka memukulnya. Namun, tetap sa