"Mas, nggak pulang?" tanya Salsa tiba-tiba.Dia sempat mendengar saat Raka berbicara dengan Indri melalui sambungan telepon seluler."Kalau, pulang ngapain Mas bawa kamu ke sini?" tanya Raka kembali. Salsa terdiam seakan larut dalam pikirannya. Pelukan Raka begitu hangat padanya hingga membuatnya menjadi panas dingin. "Kenapa diam?" "Jadi, Mas nggak pulang, dong?" Hanya saja, Raka tak peduli dengan pembahasan Salsa. Dia lebih memilih menikmati kebersamaan ini. Tangan pria itu sudah menelusup masuk ke dalam dress milik Salsa. Membuat sang empunya merasa tidak nyaman karena terlalu ekstrim! Ingin menolak, tidak memiliki keberanian.Pun menikmati suasana ini, rasanya terlalu sulit. "Masss," ucap Salsa menahan deru nafas yang mulai terengah-engah akibat tindakan Raka. Sentuhan Raka semakin menguasai tubuhnya, menimbulkan hawa panas memenuhi tubuhnya Alih-alih menghentikan, Raka justru mengangkat tubuh Salsa, hingga gadis itu terlungkup berada di atas tubuh Raka. Jujur
Keesokannya, Salsa pun mulai menggeliat, merenggangkan otot-otot tubuhnya. "Kamu sudah bangun?" ujar Raka yang baru saja kembali ke kamar setelah menyiapkan sarapan pagi ini.Tunggu... Raka menyiapkan sarapan pagi? Seketika itu Salsa pun terkejut, cepat-cepat dia pun mendudukkan tubuhnya sambil mencengkram erat selimut di bagian dadanya. Dirinya baru menyadari masih bersama dengan Raka! Mengapa bisa Salsa melupakannya? "Mas, sudah buatkan sarapan pagi. Ayo mandi, atau mau Mas mandikan?" goda Raka.Salsa pun menggelengkan kepalanya dengan panik.Bagaimana mungkin Raka yang memandikannya?Mengerikan!Raka pun terkekeh geli melihat wajah panik Salsa, kemudian berkata, "Ya sudah kalau begitu ayo mandi, Mas tunggu di luar." Salsa menatap pintu yang masih terbuka dengan lebarnya.Dia lagi-lagi bingung mengapa bisa Raka bersikap semanis ini?Siapa yang akan bertanggung jawab atas perasaan nyamannya ini?Bagaimana jika dirinya semakin nyaman berada di sisi pria tampan ini?Salsa t
Drrt... Suara ponsel Raka menyadarkan keduanya, terutama Raka yang tampak tak ingin melepaskan Salsa. "Kalau gitu, Salsa...." Entah mengapa, gadis itu merasa canggung setelah apa yang terjadi, sehingga hanya menunjuk pintu mobil tanpa melanjutkan ucapannya. Padahal, itu bukan pertama kalinya, tapi tetap saja dirinya dibuat panas dingin! "Nanti, Mas jemput," Raka pun mengusap bibir Salsa yang basah karena saliva. Salsa pun tersenyum kecil sambil menahan rasa gugupnya. Hanya saja, Raka tiba-tiba mengulurkan tangannya."Cium tangan suami, Salsa!" ujarnya sambil terkekeh geli.Deg!Salsa pun segera melakukannya, mencium tangan Raka dan dibalas dengan Raka yang mencium keningnya. Ampun! Apa ini? Salsa bisa mati berdiri jika saja Raka terus sehangat ini padanya. Saat itu, dia pun mulai bergerak turun, tentunya sambil tersenyum karena merasa bahagia. Begitu juga dengan Raka yang jelas bahagia. Dia tak percaya jika pernikahan keduanya ini bisa membawanya pada sebuah keb
Selamat membaca pembaca setia Munthe.... Love love love you Kakak semuanya
"Ya ampun, Salsa. Lutut aku sampai bergetar," ungkap Mayang masih terlalu terkejut dengan apa yang dia ketahui di hari ini. "Aku aja nggak percaya ini bisa terjadi, kadang aku ngerasa ini mimpi," balas Salsa. Mayang pun menatap Salsa dalam diam. Sepertinya, dia masih butuh waktu untuk bisa mengerti dengan apa yang terjadi. "Jaga rahasia ini ya, May. Aku ngomong ke kamu karena aku tahu kamu orang baik," mohon Salsa."Iya, aku nggak akan ngomong ke siapapun. Yang sabar ya." Keduanya pun berpelukan, peluk persahabatan yang akan segera dimulai. "Salsa," panggil Evan. Salsa pun menoleh dan saat itu Evan pun menghampirinya. "Evan," sahut Salsa."Aku nyariin kamu dari tadi," ujar Evan."Kenalin temen aku," Salsa pun memperkenalkan Mayang pada Evan, begitu pun sebaliknya. "Salam kenal," kata Mayang. "Iya, salam kenal juga," balas Evan, "tangan kamu gimana?" tanya Evan pada Salsa. "Nggak papa kok, udah baikan," Salsa pun menunjukan tangannya yang masih diperban. "Sukur
[Pulang jam berapa?] Melihat pesan dari Raka, Salsa pun segera membalasnya. [Pulang sekarang, Mas] [Baiklah, Mas jemput.] Salsa membelalakan mata. Untuk apa? [Naik ojek aja, Mas] balasnya, cepat. [Tunggu sampai Mas datang.] Salsa menghela napas. Ucapan Raka sama dengan perintah. Jadi, gadis itu pun memilih untuk menurut saja karena tak ingin nantinya melihat Raka marah besar. Namun entah mengapa ... tiba-tiba Salsa kembali merasa mual.Segera Salsa pun menuju toilet dan lagi-lagi muntah."Kayaknya aku masuk angin deh," gumam Salsa sambil menatap wajahnya pada cermin untuk sejenak. Diperhatikannya wajah yang sedikit pucat, hingga dia pun mulai berpikir sesuatu yang mungkin saja terjadi. Salsa lantas mengambil ponselnya dan mencari tahu ciri-ciri wanita hamil.Ya, bisa saja dia hamil, kan?Tapi anehnya, Salsa tidak memiliki perasaan bahagia atau sedih. Dia seperti kebingungan sendiri mengingat pernikahan yang ia jalani, tidaklah normal.... "Sa, buruan!" Tangan Sal
"Maaf sebelumnya, tapi semuanya boleh bubar, gak?" mohon Salsa pada akhirnya. Digabungkannya kedua tangan agar yang lain mengerti. "Kok bubar? Kita nungguin tahu, Sa," protes Wanda tiba-tiba.Hal ini membuat yang lainnya pun ikut menimpali. "Tau nih anak!" "Kamu malu, ya?" "Nggak usah malu, biasa aja. Evan juga romantis banget," ujar Wanda sambil cekikikan menahan rasa geli karena ikut hanyut dalam suasana indah ini.Tak tahu saja dia bila Salsa tengah gundah gulana karena takut pada Raka yang masih menatapnya! Kemudian matanya pun melihat ke arah Mayang, meminta pertolongan.Untungnya, teman Salsa itu peka.Diberikannya kode pada Salsa. "Pura-pura pingsan," kata Mayang sambil melebarkan matanya memberi ide. Akan tetapi, suaranya tidak terdengar karena tak ingin ada yang tahu.Menangkap itu, Salsa pun mengangguk.Dengan cepat, ia pura-pura memegang dahinya. Hanya saja, mendadak Salsa malah benar-benar merasa pusing dan mual. "Kamu kenapa?" Evan pun segera berdiri tegak
"Evan, aku mohon jangan," ucap Salsa berharap Evan menghentikannya. Entah apa yang dipikirkan pria itu, tapi Evan pun tersenyum kemudian mulai menjauhkan dirinya. "Turunlah," katanya.Itu seperti angin segar bagi Salsa. Ia tak menyangka jika Evan akhirnya melepaskan dirinya. Bahkan, Evan sendiri yang membukakan pintu mobil agar Salsa segera pergi.Ya, Evan tidak mau lepas kendali. Dia memang sempat lupa diri akibat tidak terima dengan penolakan Salsa. Akan tetapi, Evan sadar jika dirinya tak bisa memaksakan kehendaknya.Jadi setelah Salsa turun, dia pun segera melajukan mobilnya dengan membawa perasaan kecewa terhadap Salsa.Kecewa yang mendalam membuatnya menjadi seperti hampir gila."Sial!" makinya di mobil.Di sisi lain, Salsa mengusap wajahnya yang basah karena keringat bercampur dengan air mata.Ia masih merasa lega setelah Evan melepaskan dirinya.Sungguh tak bisa dia bayangkan jika saja Evan berbuat buruk padanya.Hanya saja, belum sempat Salsa melangkahkan kakinya untuk
Salsa merasa sedih karena Indri telah memutuskan untuk pergi. Tapi apa yang bisa dia lakukan untuk mencegahnya, meskipun telah berusaha untuk meyakinkan Indri tapi hasilnya tetap sia-sia. *** Kini Salsa telah menjadi istri satu-satunya, pernikahannya pun tak lagi menjadi rahasia, semua orang juga telah mengetahui bahwa Salsa lah istri Raka yang sah. Hingga beberapa bulan kemudian Salsa pun melahirkan seorang anak perempuan, keluarga besar Januartha sangat berbahagia menyambutnya. Salsa juga tidak lagi merasa takut, jelas terlihat semua anggota keluarga suaminya menerima anaknya penuh kehangatan. Salsa melahirkan anaknya secara normal, tapi Raka merasa kasihan terhadap istrinya tersebut karena menyaksikan sendiri bagaimana sebelumnya Salsa menahan sakit sendirian. Andai saja rasa sakit itu bisa dibagi dia mau mengurangi rasa sakitnya. "Terima kasih," ucap Raka sambil menggenggam tangan Salsa dengan sangat erat. Salsa pun tersenyum sebagai jawaban, dia merasa sempurna
"Kak Indri," ucap Salsa sambil berjalan masuk ke kamar Indri. Krang! Piring di tangannya seketika terjatuh dari tangganya, tak menyangka melihat Indri telah berdiri tegak. Dirinya seperti sedang dikejutkan dengan apa yang kini dia lihat. "Salsa," panggil Indri. Saat itu Salsa pun mulai tersadar dari keterkejutannya. Dia tak menyangka jika kini Indri bisa berdiri sendiri. "Salsa, ada apa?" tanya Sinta yang menyusul masuk setelah mendengar suara pecahan. Sinta takut jika saja Salsa yang terpeleset, bagaimana dengan keadaan janinnya? Bahkan Sinta juga sangat mengkhawatirkan keadaan Salsa. Semua pikiran buruknya benar-benar membuatnya panik bukan main. Tapi dia pun dibuat terkejut melihat Indri sudah bisa berdiri. Rasanya tak percaya dengan apa yang telah dia lihat saat ini. Ini seperti tidak mungkin, tapi itulah yang terjadi. "Indri?" Sinta menatap tidak percaya tapi inilah kenyataannya. Matanya membulat sempurna tanpa bisa berkedip sama sekali, sekarang dia men
Salsa pun tersenyum bahagia karena hari ini dirinya telah menjadi seorang sarjana, tidak ada yang menyangka bahwa dirinya mampu untuk menyelesaikan pendidikan. Bahkan dirinya sendiri sekalipun merasa ini adalah sebuah hal yang mengejutkan, siapa sangka ternyata disaat dirinya merasa terjatuh-sejatuh-jatuhnya ternyata ada setitik cahaya yang membawanya sampai di hari ini. Hari dirinya menjadi salah satu dari mereka yang menyelesaikan pendidikan seperti yang diinginkan oleh sang Nenek. Ya, air mata Salsa juga menetes haru seiring mengenang kembali wajah mending sang Nenek yang telah menghadap sang illahi. Semua ini juga tak lepas dari peran penting dalam proses pencapaian pendidikannya. Mendukungnya dalam segala hal, sayang kini Neneknya tak bisa mengucapkan selamat padanya. Padahal Salsa juga ingin mengucapkan selamat juga pada sang Nenek karena perjuangan Neneknya tidak sia-sia. Kini hasilnya dirinya telah seperti ini, bahagia rasanya tak dapat terucap oleh kata-kata.
Salsa langsung mengambil ponselnya dia tidak lagi menggunakan ponsel lamanya, karena kata Raka sudah butut. Lagi pula ponsel seharga 1 m nya juga harus digunakan, sebab dia sudah membayarnya mahal tadi malam. Tentu saja mahal karena dirinya harus bergoyang seperti orang gila, ah sudahlah. Salsa pun tidak lagi bisa berkata-kata. Dan ketika panggilan telepon tersambung dia langsung saja berbicara. "Abang, Salsa mau kasih tahu hal yang penting," ucap Salsa dengan cepat. "Kamu sakit? Mau melahirkan?" tanya Raka panik. Dia takut terjadi sesuatu pada istrinya tersebut. "Kok melahirkan? Hamil juga masih 6 bulan," gerutunya. "Jadi berapa bulan baru bisa melahirkan?" tanya Raka dengan bodohnya. Inilah Raka jika sudah berbicara dengan Salsa otaknya tak akan bisa bekerja dengan baik lagi. "Sembilan bulan, Abang!" kesal Salsa. "Oh iya, lupa," ucap Raka sambil menggaruk kepalanya. Dia sendiri bingung kenapa bisa bodoh seperti ini, tapi sudahlah saat ini dia ingin berbicar
Salsa pun tersenyum sambil melangkahkan kakinya, dia tak dapat menahan kebahagiaan yang tengah dia rasakan. Bahkan tidak menyangka jika hari ini keluarga suaminya begitu menyayangi dirinya. Hingga akhirnya langkah kakinya pun terhenti saat melihat Indri tengah berjemur di halaman. Segera Salsa pun melangkah mendekati Indri.Dia ingin melihat bagaimana keadaan Indri, semoga saja ada kemajuan. "Nyonya Indri, apa kabar?" tanya Salsa. Sebab, kemarin tidak bertemu dengan Indri sama sekali. Rasanya ada banyak hal yang harus dia tanyakan, terutama apakah sudah ada kemajuan.Meskipun sadar Indri tidak bisa menjawab pertanyaannya, tidak apa yang terpenting adalah kesehatan Indri baik. "Sa, aku ke toilet bentar ya," kata Mayang yang bertugas membantu Indri untuk melakukan segala sesuatunya. Termasuk berjemur juga. "Iya, nggak papa aku juga pengen berjemur dulu. Kamu istirahat dulu aja sekalian, nanti kalau ada sesuatu aku panggil kamu ya," jawab Salsa. "Siap, makasih Nyonya
Pagi ini rasanya sangat melelahkan karena malam panjang yang terlalu panas. Namun, meskipun sedemikian Salsa juga harus bangun pagi-pagi karena perutnya terasa lapar. Tentunya setelah dia mandi pagi. "Lho, kamu sudah sarapan pagi?" tanya Sinta ketika melihat Salsa sudah selesai sarapan. Padahal dirinya baru saja bangun dan sarapan pun tengah disiapkan oleh para Art. Sepertinya Salsa membuat sarapannya sendiri dan untuk dirinya sendiri saja agar lebih cepat prosesnya. "Iya, Ma. Maaf ya, Salsa sarapan duluan. Soalnya laper banget," ucap Salsa dengan perasaan tidak enak karena biasanya sarapan pagi bersama. "Tidak masalah, bahkan itu sangat bagus karena cucu Mama butuh nutrisi juga," balas Sinta. Kemudian dia pun segera duduk di samping Salsa Tentu saja karena ingin memegang perut buncit Salsa. "Cucu, Oma," katanya dengan senyuman penuh kebahagiaan. "Ma," panggil Salsa dengan ragu, dia ingin tahu apakah benar Sinta sudah tahu jenis kelamin calon anaknya seperti yan
Dengan terpaksa Salsa pun harus menuruti keinginan Raka. Bukan, mungkin lebih tepatnya dia harus memenuhi janji yang telah dia ucapkan sendiri dengan penuh kesadaran. Jika mungkin waktu bisa diputar kembali maka dia akan menarik ucapannya. Sayangnya itu tidak mungkin. Karena kenyataan kini Raka terus menagih janjinya. Malu rasanya tidak terkira dan tidak dapat terucapkan oleh kata-kata. Lihatlah kini dirinya harus memakai lingerie, warnanya begitu kontras dengan warna kulitnya. Dan membuat Raka semakin bersemangat untuk melihatnya. "Mana goyangannya?" pinta Raka sekaligus menggoda Salsa. Semakin Salsa merasa malu maka semakin membuatnya merasa gemas. "Aku tidak bisa gerak," ucap Salsa memberi alasan. "Benarkah?" tanya Raka lagi. "Hu'um," Salsa pun mengangguk cepat. Berharap Raka memintanya untuk segera menghentikan semua kekonyolan ini. "Coba dulu," ucap Raka. Ah! Batinnya pun mendesah pasrah karena ternyata Raka tidak memintanya untuk menghentikan semu
"Salsa." "Ya, Oma," jawab Salsa. Salsa pun merasa bahagia karena kedatangan Oma Mala cukup membantunya. Artinya dia bisa lolos dari Raka. "Ini Oma bawakan rujak, barusan Oma dan yang lainnya ngerujak," Oma Mala pun tersenyum sambil berjalan ke arah Salsa. "Wah terima kasih, Oma. Melihatnya saja udah ngiler," kata Salsa. Bertempat dengan Raka yang keluar dari kamar mandi, tentunya setelah menyelesaikan mandinya. "Kalau gitu Oma keluar dulu," pamit Oma Mala. "Lho, kok buru-buru?" tanya Salsa dengan panik. Padahal sebelumnya sudah begitu bersemangat karena merasa mendapatkan bantuan. Sayangnya tidak. "Memangnya kenapa?" Oma Mala terlihat bingung dengan pertanyaan Salsa. Salsa pun tersenyum kecut sambil menatap wajah Raka dengan horor. Padahal pria tampan itu hanya diam saja menyaksikan dirinya dan Oma Mala tengah berbicara. Tapi kenapa dia merasa bulu kuduknya berdiri? "Oma, jadikan ngajakin Salsa masak?" tanya Salsa tiba-tiba. Membuat sang Oma pun bingung
Perlahan Salsa pun mulai tersadar dari ingatannya, dia pun mengedarkan pandangannya untuk mencari ponsel yang telah dia jatuhkan. Hingga akhirnya menemukan ponsel tersebut. Kakinya pun kembali melangkah dan tangannya pun bergerak untuk meraih ponsel tersebut. Namun, karena perutnya yang sudah begitu membuncit membuatnya kesulitan untuk berjongkok. Raka yang dari tadi hanya berdiri di ambang pintu sambil memperhatikan seperti apa reaksi Salsa pun kini mulai melangkah lebih maju. Dengan cepat membantu Salsa untuk mengambil ponsel tersebut. Tapi Salsa yang dibuat sok bukan main, bukan karena takut pada Raka. Namun, ada ingatan yang membuatnya menjadi sulit untuk bernafas sekalipun. Bahkan untuk menerima ponsel yang diberikan Raka padanya pun sulit rasanya untuk menerimanya. "Ambil," kata Raka sambil menggerakkan ponsel di tangannya. Glek! Salsa dibuat meneguk saliva dengan begitu pahitnya, padahal Raka tidak marah, apa lagi suka memukulnya. Namun, tetap sa