"Ya ampun, Salsa. Lutut aku sampai bergetar," ungkap Mayang masih terlalu terkejut dengan apa yang dia ketahui di hari ini. "Aku aja nggak percaya ini bisa terjadi, kadang aku ngerasa ini mimpi," balas Salsa. Mayang pun menatap Salsa dalam diam. Sepertinya, dia masih butuh waktu untuk bisa mengerti dengan apa yang terjadi. "Jaga rahasia ini ya, May. Aku ngomong ke kamu karena aku tahu kamu orang baik," mohon Salsa."Iya, aku nggak akan ngomong ke siapapun. Yang sabar ya." Keduanya pun berpelukan, peluk persahabatan yang akan segera dimulai. "Salsa," panggil Evan. Salsa pun menoleh dan saat itu Evan pun menghampirinya. "Evan," sahut Salsa."Aku nyariin kamu dari tadi," ujar Evan."Kenalin temen aku," Salsa pun memperkenalkan Mayang pada Evan, begitu pun sebaliknya. "Salam kenal," kata Mayang. "Iya, salam kenal juga," balas Evan, "tangan kamu gimana?" tanya Evan pada Salsa. "Nggak papa kok, udah baikan," Salsa pun menunjukan tangannya yang masih diperban. "Sukur
[Pulang jam berapa?] Melihat pesan dari Raka, Salsa pun segera membalasnya. [Pulang sekarang, Mas] [Baiklah, Mas jemput.] Salsa membelalakan mata. Untuk apa? [Naik ojek aja, Mas] balasnya, cepat. [Tunggu sampai Mas datang.] Salsa menghela napas. Ucapan Raka sama dengan perintah. Jadi, gadis itu pun memilih untuk menurut saja karena tak ingin nantinya melihat Raka marah besar. Namun entah mengapa ... tiba-tiba Salsa kembali merasa mual.Segera Salsa pun menuju toilet dan lagi-lagi muntah."Kayaknya aku masuk angin deh," gumam Salsa sambil menatap wajahnya pada cermin untuk sejenak. Diperhatikannya wajah yang sedikit pucat, hingga dia pun mulai berpikir sesuatu yang mungkin saja terjadi. Salsa lantas mengambil ponselnya dan mencari tahu ciri-ciri wanita hamil.Ya, bisa saja dia hamil, kan?Tapi anehnya, Salsa tidak memiliki perasaan bahagia atau sedih. Dia seperti kebingungan sendiri mengingat pernikahan yang ia jalani, tidaklah normal.... "Sa, buruan!" Tangan Sal
"Maaf sebelumnya, tapi semuanya boleh bubar, gak?" mohon Salsa pada akhirnya. Digabungkannya kedua tangan agar yang lain mengerti. "Kok bubar? Kita nungguin tahu, Sa," protes Wanda tiba-tiba.Hal ini membuat yang lainnya pun ikut menimpali. "Tau nih anak!" "Kamu malu, ya?" "Nggak usah malu, biasa aja. Evan juga romantis banget," ujar Wanda sambil cekikikan menahan rasa geli karena ikut hanyut dalam suasana indah ini.Tak tahu saja dia bila Salsa tengah gundah gulana karena takut pada Raka yang masih menatapnya! Kemudian matanya pun melihat ke arah Mayang, meminta pertolongan.Untungnya, teman Salsa itu peka.Diberikannya kode pada Salsa. "Pura-pura pingsan," kata Mayang sambil melebarkan matanya memberi ide. Akan tetapi, suaranya tidak terdengar karena tak ingin ada yang tahu.Menangkap itu, Salsa pun mengangguk.Dengan cepat, ia pura-pura memegang dahinya. Hanya saja, mendadak Salsa malah benar-benar merasa pusing dan mual. "Kamu kenapa?" Evan pun segera berdiri tegak
"Evan, aku mohon jangan," ucap Salsa berharap Evan menghentikannya. Entah apa yang dipikirkan pria itu, tapi Evan pun tersenyum kemudian mulai menjauhkan dirinya. "Turunlah," katanya.Itu seperti angin segar bagi Salsa. Ia tak menyangka jika Evan akhirnya melepaskan dirinya. Bahkan, Evan sendiri yang membukakan pintu mobil agar Salsa segera pergi.Ya, Evan tidak mau lepas kendali. Dia memang sempat lupa diri akibat tidak terima dengan penolakan Salsa. Akan tetapi, Evan sadar jika dirinya tak bisa memaksakan kehendaknya.Jadi setelah Salsa turun, dia pun segera melajukan mobilnya dengan membawa perasaan kecewa terhadap Salsa.Kecewa yang mendalam membuatnya menjadi seperti hampir gila."Sial!" makinya di mobil.Di sisi lain, Salsa mengusap wajahnya yang basah karena keringat bercampur dengan air mata.Ia masih merasa lega setelah Evan melepaskan dirinya.Sungguh tak bisa dia bayangkan jika saja Evan berbuat buruk padanya.Hanya saja, belum sempat Salsa melangkahkan kakinya untuk
Raka benar-benar merutuki kebodohannya sendiri karena dirinya ini bisa terjadi. Hingga terdengar suara ponselnya kembali berdering tampak nama Indri di sana. Tetapi, Raka memilih untuk tidak menjawabnya. Segera Raka mencari rumah sakit terdekat agar Salsa segera mendapatkan penanganan serius. Beruntung hanya beberapa menit saja sudah sampai. "Tuan, Anda suaminya?" tanya dokter setelah memeriksa keadaan Salsa.Deg! Raka pun terdiam sejenak sambil memikirkan ucapan sang dokter. "Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya pria itu pada akhirnya--tanpa menjawab pertanyaan sebelumnya. "Pasien hamil 4 Minggu, dia terlalu kelelahan, serta stress yang berlebihan." terang sang dokter. Raka pun mengangguk pelan. Jujur, ia bingung harus bereaksi seperti apa. Bahagia atau tidak?Sebab jika Salsa hamil artinya tidak lama lagi mereka akan bercerai, tepatnya setelah anak itu lahir. Akan tetapi, Raka juga menginginkan seorang anak untuk pewarisnya seperti yang diinginkan oleh keluarganya. "Tuan?"
"Om Raka!" seru Rendra dan Gea saat Raka tiba di rumah. Keduanya adalah anak dari Fika, adik perempuan Raka. Sudah beberapa bulan ini Raka tidak memiliki waktu untuk bermain dengan kedua bocah itu yang akhirnya kini mendatangi kediamannya. Padahal sebelumnya Raka selalu saja mengajak kedua bocah itu untuk bermain sepulang bekerja, tapi akhir-akhir ini Raka terlalu sibuk.Sibuk dengan banyaknya pekerjaan dan menikmati hidup bersama istri keduanya, Salsa. "Raka, Rendra dan Gea kangen sama Kamu. Mereka berdua merengek minta di antarkan ke sini," ujar Sinta. "Kedua orang tua mereka kemana, Ma?" tanya Raka yang kini menggendong keponakannya satu di depan dan satu lagi di belakang. "Ke luar negeri, untuk pekerjaan," jawab Sinta kemudian ia pun mengedarkan pandangannya mencari keberadaan menantunya. "Indri di mana?" tanya Sinta lagi. "Di sini, Ma," sahut Indri sambil berjalan ke arah Mama mertuanya itu. Sebelumnya, ia juga sudah diberi tahu bahwa Sinta akan menginap di rumah
Hari sudah malam, tetapi Raka tak kunjung memejamkan mata.Ia terus saja memikirkan Salsa.Padahal sejak tadi, ia terus bermain bersama dengan kedua keponakannya yang seharusnya membuat pikirannya teralihkan dari gadis itu. Entah mengapa, rasa bersalah karena telah menghukum Salsa terus menghantuinya. Terlebih, kala mengingat betapa pucatnya wajah Salsa kala itu. "Sial," umpat Raka tanpa sadar. Ia tak lagi bisa menahan diri untuk tetap berada di kamar.Diperhatikannya Indri yang sudah terlelap dalam tidur. Itu bagus karena tak perlu mendapatkan pertanyaan lagi yang akhirnya hanya menimbulkan pertengkaran di malam hari seperti ini. Tapi, saat menuruni tangga ternyata sang ibu ada di sana. "Kamu mau ke mana?" tanya Sinta sambil melihat anaknya yang berjalan sambil memakai jaketnya. "Keluar sebentar, Ma." "Malam-malam begini?" "Sebentar saja, ada urusan penting." Sinta pun mengangguk meski bingung. "Urusan apa malam-malam begini? Apakah sepenting itu?" gumamnya sambi
Indri sebenarnya terbangun dari tidurnya saat Raka turun dari ranjang.Ia juga melihat Raka yang begitu terburu-buru keluar dari rumah. Jadi, wanita itu pun segera mengikuti mobil Raka. Biasanya Indri tidak perduli dengan hal seperti ini. Tetapi, tidak untuk kali ini. Semua berjalan lancar, sampai saat dirinya hendak mengikuti mobil Raka menepi di sebuah rumah sakit.Indri justru menabrak pengendara motor yang melintas dari arah berlawanan! Terlalu fokus pada Raka membuatnya kehilangan konsentrasi saat akan membelokkan mobilnya mengikuti mobil Raka. Hingga Indri harus menyelesaikan "permasalahannya" terlebih dahulu.Tentunya dengan memberikan uang seperti biasa. "Uang yang berbicara, maka semuanya selesai," gumamnya sambil melangkahkan kakinya dengan cepat kala tidak dimintai pertanggungjawaban yang seharusnya.Untungnya, meski Indri kehilangan jejak Raka, tetapi dia sempat melihat suaminya itu berjalan masuk ke rumah sakit tersebut.Menahan rasa penasaran, dia pun terus berj
Salsa merasa sedih karena Indri telah memutuskan untuk pergi. Tapi apa yang bisa dia lakukan untuk mencegahnya, meskipun telah berusaha untuk meyakinkan Indri tapi hasilnya tetap sia-sia. *** Kini Salsa telah menjadi istri satu-satunya, pernikahannya pun tak lagi menjadi rahasia, semua orang juga telah mengetahui bahwa Salsa lah istri Raka yang sah. Hingga beberapa bulan kemudian Salsa pun melahirkan seorang anak perempuan, keluarga besar Januartha sangat berbahagia menyambutnya. Salsa juga tidak lagi merasa takut, jelas terlihat semua anggota keluarga suaminya menerima anaknya penuh kehangatan. Salsa melahirkan anaknya secara normal, tapi Raka merasa kasihan terhadap istrinya tersebut karena menyaksikan sendiri bagaimana sebelumnya Salsa menahan sakit sendirian. Andai saja rasa sakit itu bisa dibagi dia mau mengurangi rasa sakitnya. "Terima kasih," ucap Raka sambil menggenggam tangan Salsa dengan sangat erat. Salsa pun tersenyum sebagai jawaban, dia merasa sempurna
"Kak Indri," ucap Salsa sambil berjalan masuk ke kamar Indri. Krang! Piring di tangannya seketika terjatuh dari tangganya, tak menyangka melihat Indri telah berdiri tegak. Dirinya seperti sedang dikejutkan dengan apa yang kini dia lihat. "Salsa," panggil Indri. Saat itu Salsa pun mulai tersadar dari keterkejutannya. Dia tak menyangka jika kini Indri bisa berdiri sendiri. "Salsa, ada apa?" tanya Sinta yang menyusul masuk setelah mendengar suara pecahan. Sinta takut jika saja Salsa yang terpeleset, bagaimana dengan keadaan janinnya? Bahkan Sinta juga sangat mengkhawatirkan keadaan Salsa. Semua pikiran buruknya benar-benar membuatnya panik bukan main. Tapi dia pun dibuat terkejut melihat Indri sudah bisa berdiri. Rasanya tak percaya dengan apa yang telah dia lihat saat ini. Ini seperti tidak mungkin, tapi itulah yang terjadi. "Indri?" Sinta menatap tidak percaya tapi inilah kenyataannya. Matanya membulat sempurna tanpa bisa berkedip sama sekali, sekarang dia men
Salsa pun tersenyum bahagia karena hari ini dirinya telah menjadi seorang sarjana, tidak ada yang menyangka bahwa dirinya mampu untuk menyelesaikan pendidikan. Bahkan dirinya sendiri sekalipun merasa ini adalah sebuah hal yang mengejutkan, siapa sangka ternyata disaat dirinya merasa terjatuh-sejatuh-jatuhnya ternyata ada setitik cahaya yang membawanya sampai di hari ini. Hari dirinya menjadi salah satu dari mereka yang menyelesaikan pendidikan seperti yang diinginkan oleh sang Nenek. Ya, air mata Salsa juga menetes haru seiring mengenang kembali wajah mending sang Nenek yang telah menghadap sang illahi. Semua ini juga tak lepas dari peran penting dalam proses pencapaian pendidikannya. Mendukungnya dalam segala hal, sayang kini Neneknya tak bisa mengucapkan selamat padanya. Padahal Salsa juga ingin mengucapkan selamat juga pada sang Nenek karena perjuangan Neneknya tidak sia-sia. Kini hasilnya dirinya telah seperti ini, bahagia rasanya tak dapat terucap oleh kata-kata.
Salsa langsung mengambil ponselnya dia tidak lagi menggunakan ponsel lamanya, karena kata Raka sudah butut. Lagi pula ponsel seharga 1 m nya juga harus digunakan, sebab dia sudah membayarnya mahal tadi malam. Tentu saja mahal karena dirinya harus bergoyang seperti orang gila, ah sudahlah. Salsa pun tidak lagi bisa berkata-kata. Dan ketika panggilan telepon tersambung dia langsung saja berbicara. "Abang, Salsa mau kasih tahu hal yang penting," ucap Salsa dengan cepat. "Kamu sakit? Mau melahirkan?" tanya Raka panik. Dia takut terjadi sesuatu pada istrinya tersebut. "Kok melahirkan? Hamil juga masih 6 bulan," gerutunya. "Jadi berapa bulan baru bisa melahirkan?" tanya Raka dengan bodohnya. Inilah Raka jika sudah berbicara dengan Salsa otaknya tak akan bisa bekerja dengan baik lagi. "Sembilan bulan, Abang!" kesal Salsa. "Oh iya, lupa," ucap Raka sambil menggaruk kepalanya. Dia sendiri bingung kenapa bisa bodoh seperti ini, tapi sudahlah saat ini dia ingin berbicar
Salsa pun tersenyum sambil melangkahkan kakinya, dia tak dapat menahan kebahagiaan yang tengah dia rasakan. Bahkan tidak menyangka jika hari ini keluarga suaminya begitu menyayangi dirinya. Hingga akhirnya langkah kakinya pun terhenti saat melihat Indri tengah berjemur di halaman. Segera Salsa pun melangkah mendekati Indri.Dia ingin melihat bagaimana keadaan Indri, semoga saja ada kemajuan. "Nyonya Indri, apa kabar?" tanya Salsa. Sebab, kemarin tidak bertemu dengan Indri sama sekali. Rasanya ada banyak hal yang harus dia tanyakan, terutama apakah sudah ada kemajuan.Meskipun sadar Indri tidak bisa menjawab pertanyaannya, tidak apa yang terpenting adalah kesehatan Indri baik. "Sa, aku ke toilet bentar ya," kata Mayang yang bertugas membantu Indri untuk melakukan segala sesuatunya. Termasuk berjemur juga. "Iya, nggak papa aku juga pengen berjemur dulu. Kamu istirahat dulu aja sekalian, nanti kalau ada sesuatu aku panggil kamu ya," jawab Salsa. "Siap, makasih Nyonya
Pagi ini rasanya sangat melelahkan karena malam panjang yang terlalu panas. Namun, meskipun sedemikian Salsa juga harus bangun pagi-pagi karena perutnya terasa lapar. Tentunya setelah dia mandi pagi. "Lho, kamu sudah sarapan pagi?" tanya Sinta ketika melihat Salsa sudah selesai sarapan. Padahal dirinya baru saja bangun dan sarapan pun tengah disiapkan oleh para Art. Sepertinya Salsa membuat sarapannya sendiri dan untuk dirinya sendiri saja agar lebih cepat prosesnya. "Iya, Ma. Maaf ya, Salsa sarapan duluan. Soalnya laper banget," ucap Salsa dengan perasaan tidak enak karena biasanya sarapan pagi bersama. "Tidak masalah, bahkan itu sangat bagus karena cucu Mama butuh nutrisi juga," balas Sinta. Kemudian dia pun segera duduk di samping Salsa Tentu saja karena ingin memegang perut buncit Salsa. "Cucu, Oma," katanya dengan senyuman penuh kebahagiaan. "Ma," panggil Salsa dengan ragu, dia ingin tahu apakah benar Sinta sudah tahu jenis kelamin calon anaknya seperti yan
Dengan terpaksa Salsa pun harus menuruti keinginan Raka. Bukan, mungkin lebih tepatnya dia harus memenuhi janji yang telah dia ucapkan sendiri dengan penuh kesadaran. Jika mungkin waktu bisa diputar kembali maka dia akan menarik ucapannya. Sayangnya itu tidak mungkin. Karena kenyataan kini Raka terus menagih janjinya. Malu rasanya tidak terkira dan tidak dapat terucapkan oleh kata-kata. Lihatlah kini dirinya harus memakai lingerie, warnanya begitu kontras dengan warna kulitnya. Dan membuat Raka semakin bersemangat untuk melihatnya. "Mana goyangannya?" pinta Raka sekaligus menggoda Salsa. Semakin Salsa merasa malu maka semakin membuatnya merasa gemas. "Aku tidak bisa gerak," ucap Salsa memberi alasan. "Benarkah?" tanya Raka lagi. "Hu'um," Salsa pun mengangguk cepat. Berharap Raka memintanya untuk segera menghentikan semua kekonyolan ini. "Coba dulu," ucap Raka. Ah! Batinnya pun mendesah pasrah karena ternyata Raka tidak memintanya untuk menghentikan semu
"Salsa." "Ya, Oma," jawab Salsa. Salsa pun merasa bahagia karena kedatangan Oma Mala cukup membantunya. Artinya dia bisa lolos dari Raka. "Ini Oma bawakan rujak, barusan Oma dan yang lainnya ngerujak," Oma Mala pun tersenyum sambil berjalan ke arah Salsa. "Wah terima kasih, Oma. Melihatnya saja udah ngiler," kata Salsa. Bertempat dengan Raka yang keluar dari kamar mandi, tentunya setelah menyelesaikan mandinya. "Kalau gitu Oma keluar dulu," pamit Oma Mala. "Lho, kok buru-buru?" tanya Salsa dengan panik. Padahal sebelumnya sudah begitu bersemangat karena merasa mendapatkan bantuan. Sayangnya tidak. "Memangnya kenapa?" Oma Mala terlihat bingung dengan pertanyaan Salsa. Salsa pun tersenyum kecut sambil menatap wajah Raka dengan horor. Padahal pria tampan itu hanya diam saja menyaksikan dirinya dan Oma Mala tengah berbicara. Tapi kenapa dia merasa bulu kuduknya berdiri? "Oma, jadikan ngajakin Salsa masak?" tanya Salsa tiba-tiba. Membuat sang Oma pun bingung
Perlahan Salsa pun mulai tersadar dari ingatannya, dia pun mengedarkan pandangannya untuk mencari ponsel yang telah dia jatuhkan. Hingga akhirnya menemukan ponsel tersebut. Kakinya pun kembali melangkah dan tangannya pun bergerak untuk meraih ponsel tersebut. Namun, karena perutnya yang sudah begitu membuncit membuatnya kesulitan untuk berjongkok. Raka yang dari tadi hanya berdiri di ambang pintu sambil memperhatikan seperti apa reaksi Salsa pun kini mulai melangkah lebih maju. Dengan cepat membantu Salsa untuk mengambil ponsel tersebut. Tapi Salsa yang dibuat sok bukan main, bukan karena takut pada Raka. Namun, ada ingatan yang membuatnya menjadi sulit untuk bernafas sekalipun. Bahkan untuk menerima ponsel yang diberikan Raka padanya pun sulit rasanya untuk menerimanya. "Ambil," kata Raka sambil menggerakkan ponsel di tangannya. Glek! Salsa dibuat meneguk saliva dengan begitu pahitnya, padahal Raka tidak marah, apa lagi suka memukulnya. Namun, tetap sa