"Kamu mau kemana?" tanya Raka saat melihat Salsa melangkahkan kakinya keluar dari rumah. Dengan terpaksa Salsa pun harus berhenti melangkah dan menoleh pada Raka dengan malas. "Aku mau pulang ke rumah Oma aja dulu, Nyonya Miska benar. Ini bukan tempat ku," jelas Salsa. "Sayang, ini rumah mu juga," jawab Raka. "Bukan, aku bisa pergi naik taksi," ucap Salsa yang tampak putus asa dan ingin segera pergi dari sana. "Tunggu," kata Raka. Tidak mungkin Raka membiarkan Salsa pergi sendirian. Dia juga malas berdebat karena sepertinya Salsa tak ingin terus mendengar dirinya disebut sebagai pelakor, sehingga memilih untuk mengalah saja. *** Kini keduanya telah sampai di rumah Oma Mala, Salsa lebih memilih tinggal disana karena tidak ingin di cap sebagai wanita jahat. Dia juga tak mau dianggap berkuasa di rumah Indri dan Raka, sekalipun Raka mengatakan itu bukan rumah Indri. Tetapi, tetap saja rumah tersebut ditempati oleh Raka dan Indri sebelum dirinya hadir. Salsa juga ya
Sinta pun kembali ke rumah setelah memutuskan Indri akan berobat di luar negeri. Kini dia kembali ke rumah setelah beberapa hari ini tidak kembali ke rumah. Namun, saat baru saja melangkahkan kakinya di depan pintu utama dia malah melihat Salsa. Salsa tengah berdiri di depan pintu juga. Sepertinya Salsa akan keluar. Tapi, saat itu Sinta pun menghentikan langkah kakinya. Memperhatikan wajah Salsa dengan penuh intimidasi. Kemudian Salsa pun menundukkan kepalanya. Sesaat kemudian Sinta pun menatap perut buncit Salsa. Cukup lama Sinta menatapnya dalam diam, tapi sesaat kemudian dia pun kembali melanjutkan langkah kakinya masuk ke dalam rumah. Sampai akhirnya Sinta pun melihat wajah anaknya. Raka yang menyusul Salsa yang terlebih dahulu keluar terpaksa harus menghentikan langkah kakinya saat Sinta mengajaknya berbicara. "Mau kemana kamu?" tanya Sinta. "Keluar, Ma," jawab Raka singkat. "Mama mau bicara." Raka pun mengangguk kemudian menunggu Sinta untuk berbica
"Aku mau rawat, Nyonya Indri!" tegas Salsa. Salsa merobek surat cerai yang hanya tinggal diserahkan pada Indri dan perceraian mereka pun sah. Akan tetapi, Salsa tidak mau jika Raka menceraikan Indri saat ini. Karena keadaan Indri yang begitu memprihatinkan. Apa lagi sebelumnya Salsa mendengar sendiri bahwa dokter mengatakan bahwa usia Indri tak lama lagi, karena benturan keras itu telah membuat kerusakan pada otaknya sangat parah. Sekalipun Indri telah mempersiapkan semua itu untuk dirinya tapi tidak lantas membuatnya menjadi wanita penuh dendam. Akan tetapi Raka yang dibuat kesal karena dia sudah tak ingin melihat wajah-wajah penuh kebencian menatap Salsa. Selama semuanya masih berlanjut maka perselisihan tidak akan pernah selesai. "Salsa, apa kamu tidak pusing setiap hari dipersalahkan?!" tanya Raka dengan frustasi karena Salsa terus saja menghalangi dirinya untuk menceraikan Indri. "Aku tanya, kamu punya hati nurani apa enggak?!" Salsa pun mengembalikan pertanyaan
Sementara di sisi lainnya Sinta telah mengambil keputusan untuk membawa Indri pulang ke rumah mereka. Sehingga kini menemui Raka untuk mengatakan bahwa Raka juga harus bisa merawat Indri nantinya, sebab dukungan dari Raka diharapkan bisa membantu keadaan Indri lebih baik. Sebab, jika bukan Raka yang merawat siapa lagi? Miska pun entah kemana perginya, sementara ayah kandung Indri juga entah siapa. Tidak ada tempat untuk Indri selain dari rumah mereka. Akan tetapi ketika masih berdiri didepan pintu kamar yang tak tertutup rapat dia pun tanpa sengaja mendengar suara perdebatan dari dalam sana. Tidak ada keinginan untuk menguping pembicaraan orang lain, tapi saat ini bingung dengan keinginan Salsa yang ternyata cukup mengejutkannya. Dia tak menyangka jika Salsa menentang Raka untuk menceraikan Indri dalam keadaan seperti ini. Bahkan, Salsa sendiri mengatakan ingin merawat Indri dengan tangannya sendiri setelah kembali dari luar negeri. Salsa mengetahui apa yang terjadi pa
Makan malam ini tampak sangat hening, semuanya hanya sibuk dengan makanan mereka saja. Tapi disana tidak ada Salsa, setiap kali waktu makan tiba Salsa tak pernah ikut. Kecuali sebelum Sinta kembali ke rumah, sebab saat terakhir kali dirinya satu meja makan dengan Sinta ternyata hanya mengundang keributan saja. Sejak saat itu Salsa memilih untuk makan setelah yang lainnya selesai. Ataupun makan di dapur bersama dengan para pembantu. Mungkin juga dia memilih untuk makan di kamar, asalkan tidak dimeja makan bersama dengan yang lainnya. Entah sampai kapan dia akan seperti ini, tinggal bersama mereka tapi dirinya memilih untuk mengasingkan diri Yang jelas ini demi menjaga kenyamanan dirumah tersebut. Apa lagi saat ini menantu yang diakui Sinta hanya Indri saja. Salsa malu jika ada di sana padahal tidak diinginkan sama sekali. Bahkan, Salsa telah meminta Raka untuk mengerti dengan keinginannya tersebut. Bahkan Salsa telah meminta pada Raka untuk kembali saja ke rumah l
"Bagaimana, sudah lebih baik?" tanya Raka. Salsa pun mengangguk cepat, kemudian dia pun segera menghampiri Sinta kembali. "Maaf, Nyonya," kata Salsa merasa tidak enak hati. Tapi, sungguh Salsa tak kuat dengan aroma parfum Sinta yang begitu luar biasa tajam di indra penciumannya. Meskipun demikian tetap saja Salsa tak berani mengatakannya. Dia pun mencoba untuk tidak lagi muntah, menahan rasa mual dengan susah payahnya. "Tidak apa, kamu istirahat saja. Saya bisa bicara nanti," ucap Sinta. Sinta pun segera keluar dari kamar tersebut, dia mendadak merasa tidak tega melihat wajah pucat Salsa yang menahan rasa mual. Meskipun Sinta tak tahu jika aroma parfum nya yang membuat Salsa menjadi mual seperti itu. *** "Huuueekkk....." Salsa pun kembali masuk ke dalam toilet. Lagi-lagi memuntahkan isi perutnya yang benar-benar tidak nyaman. Sesaat kemudian dia pun keluar. "Minum dulu," Raka pun memberikan mineral untuk diteguk oleh Salsa. Setelah itu dia pun merasa lebih
Pagi harinya.. "Kenapa istri mu tidak ikut sarapan?" tanya Sinta. Raka pun menatap sang Mama dengan bertanya-tanya, lagi-lagi Sinta bertanya tentang Salsa. Akan tetapi Raka tampak biasa saja tanpa ada keanehan yang terlihat. Dia memang seperti itu, sulit ditebak dari raut wajahnya. "Dia sarapan di dapur, Ma," jawab Raka singkat. "Di dapur?" tanya Sinta yang sepertinya cukup terkejut. Tetapi lagi-lagi Raka pun membenarkan yang akhirnya membuat Sinta pun terdiam sejenak. "Iya." "Kenapa kamu bertanya tentang Salsa?" kini Oma Mala yang kembali bertanya pada Sinta. Dia juga bingung dengan Sinta yang kini sepertiinya mulai penasaran dengan Salsa. Tadi malam juga sama, Sinta menanyakan tentang Salsa. "Nggak papa, Bu. Tapi, kenapa tidak sarapan bersama saja," balas Sinta. "Biasanya kamu tidak suka, jadi dia tidak mau membuat keributan. Begitulah," jelas Oma Mala. "Raka berangkat ke kantor," pamit Raka kemudian setelah bangkit dari duduknya. Dia pun tak langsung p
Salsa terkejut melihat kehadiran Sinta di dapur. Dia pun menjauh dari Raka, bahkan merasa tidak nyaman. "Sayang, kamu kenapa?" tanya Raka yang belum menyadari kehadiran Sinta. Tapi, sesaat kemudian tatapan mata Salsa yang melihat ke lain arah membuatnya penasaran. Dia pun mengikuti arah pandang Salsa dan ternyata ada Mamanya disana. Tentu saja Raka tahu apa yang kini dipikirkan oleh istrinya tersebut. "Abang, berangkat ke kantor dulu, ya," pamit Raka. Salsa pun menjawab dengan anggukan kepala. Kemudian saat Raka hendak mengecup keningnya dia pun mundur menghindarinya. Raka pun tak lagi memaksa, karena tahu alasan Salsa untuk kali inipun menolaknya. Tidak mungkin juga Salsa menolak jika bukan karena keberadaan Mamanya di sana. "Raka berangkat, Ma." Raka pun benar-benar pergi setelah berpamitan pada Salsa dan Sinta. "Permisi, Nyonya," pamit Salsa. Salsa juga ingin segera pergi dari sana dia takut jika Sinta marah padanya. Sesaat kemudian dia pun mengangkat
Salsa merasa sedih karena Indri telah memutuskan untuk pergi. Tapi apa yang bisa dia lakukan untuk mencegahnya, meskipun telah berusaha untuk meyakinkan Indri tapi hasilnya tetap sia-sia. *** Kini Salsa telah menjadi istri satu-satunya, pernikahannya pun tak lagi menjadi rahasia, semua orang juga telah mengetahui bahwa Salsa lah istri Raka yang sah. Hingga beberapa bulan kemudian Salsa pun melahirkan seorang anak perempuan, keluarga besar Januartha sangat berbahagia menyambutnya. Salsa juga tidak lagi merasa takut, jelas terlihat semua anggota keluarga suaminya menerima anaknya penuh kehangatan. Salsa melahirkan anaknya secara normal, tapi Raka merasa kasihan terhadap istrinya tersebut karena menyaksikan sendiri bagaimana sebelumnya Salsa menahan sakit sendirian. Andai saja rasa sakit itu bisa dibagi dia mau mengurangi rasa sakitnya. "Terima kasih," ucap Raka sambil menggenggam tangan Salsa dengan sangat erat. Salsa pun tersenyum sebagai jawaban, dia merasa sempurna
"Kak Indri," ucap Salsa sambil berjalan masuk ke kamar Indri. Krang! Piring di tangannya seketika terjatuh dari tangganya, tak menyangka melihat Indri telah berdiri tegak. Dirinya seperti sedang dikejutkan dengan apa yang kini dia lihat. "Salsa," panggil Indri. Saat itu Salsa pun mulai tersadar dari keterkejutannya. Dia tak menyangka jika kini Indri bisa berdiri sendiri. "Salsa, ada apa?" tanya Sinta yang menyusul masuk setelah mendengar suara pecahan. Sinta takut jika saja Salsa yang terpeleset, bagaimana dengan keadaan janinnya? Bahkan Sinta juga sangat mengkhawatirkan keadaan Salsa. Semua pikiran buruknya benar-benar membuatnya panik bukan main. Tapi dia pun dibuat terkejut melihat Indri sudah bisa berdiri. Rasanya tak percaya dengan apa yang telah dia lihat saat ini. Ini seperti tidak mungkin, tapi itulah yang terjadi. "Indri?" Sinta menatap tidak percaya tapi inilah kenyataannya. Matanya membulat sempurna tanpa bisa berkedip sama sekali, sekarang dia men
Salsa pun tersenyum bahagia karena hari ini dirinya telah menjadi seorang sarjana, tidak ada yang menyangka bahwa dirinya mampu untuk menyelesaikan pendidikan. Bahkan dirinya sendiri sekalipun merasa ini adalah sebuah hal yang mengejutkan, siapa sangka ternyata disaat dirinya merasa terjatuh-sejatuh-jatuhnya ternyata ada setitik cahaya yang membawanya sampai di hari ini. Hari dirinya menjadi salah satu dari mereka yang menyelesaikan pendidikan seperti yang diinginkan oleh sang Nenek. Ya, air mata Salsa juga menetes haru seiring mengenang kembali wajah mending sang Nenek yang telah menghadap sang illahi. Semua ini juga tak lepas dari peran penting dalam proses pencapaian pendidikannya. Mendukungnya dalam segala hal, sayang kini Neneknya tak bisa mengucapkan selamat padanya. Padahal Salsa juga ingin mengucapkan selamat juga pada sang Nenek karena perjuangan Neneknya tidak sia-sia. Kini hasilnya dirinya telah seperti ini, bahagia rasanya tak dapat terucap oleh kata-kata.
Salsa langsung mengambil ponselnya dia tidak lagi menggunakan ponsel lamanya, karena kata Raka sudah butut. Lagi pula ponsel seharga 1 m nya juga harus digunakan, sebab dia sudah membayarnya mahal tadi malam. Tentu saja mahal karena dirinya harus bergoyang seperti orang gila, ah sudahlah. Salsa pun tidak lagi bisa berkata-kata. Dan ketika panggilan telepon tersambung dia langsung saja berbicara. "Abang, Salsa mau kasih tahu hal yang penting," ucap Salsa dengan cepat. "Kamu sakit? Mau melahirkan?" tanya Raka panik. Dia takut terjadi sesuatu pada istrinya tersebut. "Kok melahirkan? Hamil juga masih 6 bulan," gerutunya. "Jadi berapa bulan baru bisa melahirkan?" tanya Raka dengan bodohnya. Inilah Raka jika sudah berbicara dengan Salsa otaknya tak akan bisa bekerja dengan baik lagi. "Sembilan bulan, Abang!" kesal Salsa. "Oh iya, lupa," ucap Raka sambil menggaruk kepalanya. Dia sendiri bingung kenapa bisa bodoh seperti ini, tapi sudahlah saat ini dia ingin berbicar
Salsa pun tersenyum sambil melangkahkan kakinya, dia tak dapat menahan kebahagiaan yang tengah dia rasakan. Bahkan tidak menyangka jika hari ini keluarga suaminya begitu menyayangi dirinya. Hingga akhirnya langkah kakinya pun terhenti saat melihat Indri tengah berjemur di halaman. Segera Salsa pun melangkah mendekati Indri.Dia ingin melihat bagaimana keadaan Indri, semoga saja ada kemajuan. "Nyonya Indri, apa kabar?" tanya Salsa. Sebab, kemarin tidak bertemu dengan Indri sama sekali. Rasanya ada banyak hal yang harus dia tanyakan, terutama apakah sudah ada kemajuan.Meskipun sadar Indri tidak bisa menjawab pertanyaannya, tidak apa yang terpenting adalah kesehatan Indri baik. "Sa, aku ke toilet bentar ya," kata Mayang yang bertugas membantu Indri untuk melakukan segala sesuatunya. Termasuk berjemur juga. "Iya, nggak papa aku juga pengen berjemur dulu. Kamu istirahat dulu aja sekalian, nanti kalau ada sesuatu aku panggil kamu ya," jawab Salsa. "Siap, makasih Nyonya
Pagi ini rasanya sangat melelahkan karena malam panjang yang terlalu panas. Namun, meskipun sedemikian Salsa juga harus bangun pagi-pagi karena perutnya terasa lapar. Tentunya setelah dia mandi pagi. "Lho, kamu sudah sarapan pagi?" tanya Sinta ketika melihat Salsa sudah selesai sarapan. Padahal dirinya baru saja bangun dan sarapan pun tengah disiapkan oleh para Art. Sepertinya Salsa membuat sarapannya sendiri dan untuk dirinya sendiri saja agar lebih cepat prosesnya. "Iya, Ma. Maaf ya, Salsa sarapan duluan. Soalnya laper banget," ucap Salsa dengan perasaan tidak enak karena biasanya sarapan pagi bersama. "Tidak masalah, bahkan itu sangat bagus karena cucu Mama butuh nutrisi juga," balas Sinta. Kemudian dia pun segera duduk di samping Salsa Tentu saja karena ingin memegang perut buncit Salsa. "Cucu, Oma," katanya dengan senyuman penuh kebahagiaan. "Ma," panggil Salsa dengan ragu, dia ingin tahu apakah benar Sinta sudah tahu jenis kelamin calon anaknya seperti yan
Dengan terpaksa Salsa pun harus menuruti keinginan Raka. Bukan, mungkin lebih tepatnya dia harus memenuhi janji yang telah dia ucapkan sendiri dengan penuh kesadaran. Jika mungkin waktu bisa diputar kembali maka dia akan menarik ucapannya. Sayangnya itu tidak mungkin. Karena kenyataan kini Raka terus menagih janjinya. Malu rasanya tidak terkira dan tidak dapat terucapkan oleh kata-kata. Lihatlah kini dirinya harus memakai lingerie, warnanya begitu kontras dengan warna kulitnya. Dan membuat Raka semakin bersemangat untuk melihatnya. "Mana goyangannya?" pinta Raka sekaligus menggoda Salsa. Semakin Salsa merasa malu maka semakin membuatnya merasa gemas. "Aku tidak bisa gerak," ucap Salsa memberi alasan. "Benarkah?" tanya Raka lagi. "Hu'um," Salsa pun mengangguk cepat. Berharap Raka memintanya untuk segera menghentikan semua kekonyolan ini. "Coba dulu," ucap Raka. Ah! Batinnya pun mendesah pasrah karena ternyata Raka tidak memintanya untuk menghentikan semu
"Salsa." "Ya, Oma," jawab Salsa. Salsa pun merasa bahagia karena kedatangan Oma Mala cukup membantunya. Artinya dia bisa lolos dari Raka. "Ini Oma bawakan rujak, barusan Oma dan yang lainnya ngerujak," Oma Mala pun tersenyum sambil berjalan ke arah Salsa. "Wah terima kasih, Oma. Melihatnya saja udah ngiler," kata Salsa. Bertempat dengan Raka yang keluar dari kamar mandi, tentunya setelah menyelesaikan mandinya. "Kalau gitu Oma keluar dulu," pamit Oma Mala. "Lho, kok buru-buru?" tanya Salsa dengan panik. Padahal sebelumnya sudah begitu bersemangat karena merasa mendapatkan bantuan. Sayangnya tidak. "Memangnya kenapa?" Oma Mala terlihat bingung dengan pertanyaan Salsa. Salsa pun tersenyum kecut sambil menatap wajah Raka dengan horor. Padahal pria tampan itu hanya diam saja menyaksikan dirinya dan Oma Mala tengah berbicara. Tapi kenapa dia merasa bulu kuduknya berdiri? "Oma, jadikan ngajakin Salsa masak?" tanya Salsa tiba-tiba. Membuat sang Oma pun bingung
Perlahan Salsa pun mulai tersadar dari ingatannya, dia pun mengedarkan pandangannya untuk mencari ponsel yang telah dia jatuhkan. Hingga akhirnya menemukan ponsel tersebut. Kakinya pun kembali melangkah dan tangannya pun bergerak untuk meraih ponsel tersebut. Namun, karena perutnya yang sudah begitu membuncit membuatnya kesulitan untuk berjongkok. Raka yang dari tadi hanya berdiri di ambang pintu sambil memperhatikan seperti apa reaksi Salsa pun kini mulai melangkah lebih maju. Dengan cepat membantu Salsa untuk mengambil ponsel tersebut. Tapi Salsa yang dibuat sok bukan main, bukan karena takut pada Raka. Namun, ada ingatan yang membuatnya menjadi sulit untuk bernafas sekalipun. Bahkan untuk menerima ponsel yang diberikan Raka padanya pun sulit rasanya untuk menerimanya. "Ambil," kata Raka sambil menggerakkan ponsel di tangannya. Glek! Salsa dibuat meneguk saliva dengan begitu pahitnya, padahal Raka tidak marah, apa lagi suka memukulnya. Namun, tetap sa