Uhuk uhuk uhuk! Salsa pun mulai terbatuk.Ia sadar dirinya terlalu banyak tertawa. Tapi, siapapun pasti akan tertawa jika berada di posisi Salsa, kan?"Makanya jangan ketawa terus," sahut Raka.Salsa kali ini mengangguk. Ia tampak berjalan ke arah meja di mana ada mineral di sana dan segera meneguknya.Raka memperhatuikan bagaimana istri keduanya itu meneguk air dan tampak lega.Hanya saja, ia tak menyangka dengan tindakan Salsa selanjutnya.Ibu anaknnya itu memegang perutnya--seakan berbicara pada janinnya, "Jangan seperti ayah dudut kamu ya, Nak. Kerjanya marah terus."Hah?Raka terkejut mendengar ucapan Salsa. Dia tak menyangka kalau Salsa akan berkata demikian pada calon anaknya. "Sayang, kamu kok gitu sih ngomongnya?" tanya Raka. "Memang benar, kamu kerjanya marah terus!" balas Salsa. Glek!Kali ini, Raka pun hanya bisa meneguk saliva mendengarkan kekesalan Salsa."Marah, pakek nampar lagi," ketus Salsa seakan tak terima dengan apa yang telah dilakukan oleh Raka padanya.
"Jadi, mau ngambil mangga, tidak?" tanya sang pemilik tampak bingung pada dua orang itu. "Perkara mangga aja gini amat, beli sama rumahnya, Bos," kesal Gio. "Jangan sombong ya, kamu pikir, kami orang kaya?" tanya wanita tersebut. "Orang miskin, mungkin?" kata Gio, mengoreksi. "Ya, kamu pikir saya orang miskin?! Satu lagi, nama saya Anjeli," kesalnya. "Anjeli?" Gio dan Raka pun terdiam sejenak sambil memikirkan nama wanita yang kini ada di hadapan mereka. "Iya, jangan panggil saya, Nyonya!" wanita itupun memberikan peringatan. "Iya," jawab Gio. Kemudian Raka dan Gio pun saling menahan tawa. Apa yang terjadi hari ini, hingga mereka berdua bertemu dengan Anjeli?Macam film India, saja. "Anjeli, bolehkah Rahul mengambil buah mangganya," kata Gio sambil menunjuk Raka, yang artinya dia mengatakan bahwa Raka adalah Rahul."Kamu tahu saja kalau saya suka sama Rahul, atau kamu saja yang jadi Rahul," ujar Anjeli dengan antusias menunjuk Raka. "Rahul," ejek Gio. "Saya Rak
"Anjeli?" tanya gadis itu tiba-tiba, "apa itu nama aslinya?" "Entahlah," jawab Raka sambil menggerakkan bahunya, dia geli bila mengingatnya lagi. Salsa mengangguk. "Kalau begitu, ayo makan. Aku udah kupas mangganya," ucap gadis itu sembari memberikan Raka buah mangga yang telah lagi-lagi ia kupas dan potong pada piring. "Iya," jawab Raka dengan tangannya yang mulai mengambil kembali sepotong mangga dengan garpu. Padahal sebelumnya saja, ia sudah tak sanggup, tapi malah ditambah lagi. Sesaat kemudian, dia pun memasukan ke dalam mulutnya. Ternyata rasanya masih luar biasa, sambil terus mengunyah dia pun terus menatap wajah Salsa yang menunggu jawaban darinya. Akan tetapi, Raka yang kebingungan harus menjawab apa.Mengatakan manis atau tidak, lanjutkan makan atau sudahan saja? Sebab, ia hanya ingin berdamai dengan Salsa. "Kamu nggak suka, Mas?" tanya Salsa dengan penasaran. "Suk-suka," jawab Raka dengan suara bergetar karena berusaha untuk tetap tenang saat sebentar n
"Kamu kenapa?" tanya Oma Mala pada Dara ketika melintasi ruang makan. Padahal, Oma Mala baru keluar dari kamar Gio dan tanpa sengaja melihat Dara yang duduk di kursi meja makan sendirian di malam hari ini. Terlihat wajah Dara menyimpan kesedihan membuat Oma Mala pun penasaran. "Nggak kenapa-kenapa kok, Oma," jawab Dara sambil tersenyum. "Cerita dong sama, Oma. Kamu kenapa murung begitu?" "Dara sedih aja pindah dari rumah lama, soalnya Dara punya teman namanya Mita. Kalau Kak Salsa sibuk kerja Dara ada temannya, Oma," jelas Rara. "Lho, disini, Dara kan juga banyak temen? Semuanya teman, Oma juga bisa jadi teman, Dara kan?" ujar Oma Mala untuk membuat Dara tak sedih lagi. Dara pun mengangguk walaupun perasaan sedihnya masih ada. "Dara, juga bisa aja temannya main ke sini. Kan, ini rumah kamu juga," terang Oma Mala sambil mengelus lembut rambut coklat Dara. "Makasih, Oma," ucap Dara walaupun dirinya masih saja merasa asing dengan lingkungan barunya itu. "Atau kita lib
"Perut kamu masih sakit?" tanya Salsa. "Masih. Sakit banget," bohong Raka agar tidak diusir oleh Salsa. "Aku kirain udah nggak sakit, soalnya udah minum obat juga semalam." "Masih sakit, Sayang. Aduh." Raka langsung memegang perutnya dan berpura-pura kesakitan. "Apa, Mas dirawat di rumah sakit aja ya?" "Nggak perlu," tolak Raka dengan cepat. Salsa pun melihat wajah Raka dengan bingung. Menyadari itu, Raka buru-buru menjelaskan agar Salsa tak curiga, "Maksudnya, di rumah aja istirahat. Mas, males diinfus." "Oh, gitu," kini Salsa pun mengerti dengan alasan Raka sepertinya cukup masuk akal. "Tapi, kamu kok udah wangi? Emangnya mau ke mana?" Raka pun baru menyadari bahwa Salsa sudah berpakaian rapi, menimbulkan pertanyaan saja. Tapi belum sempat Salsa menjawab sudah mendengar suara ketukan pintu, akhirnya Salsa pun memilih untuk membuka pintu terlebih dahulu. "Oma?" kata Salsa setelah melihat siapa yang datang. "Kamu udah siap?" tanya Oma Mala. "Udah," Salsa pun t
"Berangkat!" Gio bersama yang lain pergi menuju Vila milik keluarga Januartha--seperti yang telah mereka rencanakan sejak tadi malam. Tepatnya, Oma Mala yang mengajak mereka semua untuk pergi berlibur untuk menghibur Dara. Sekaligus untuk menciptakan kedekatan diantara mereka semua. Oma Mala juga ingin Salsa tak lagi stress dalam menjalani kehamilannya ini. "Kak Raka, nggak ikut ya, Oma?" tanya Dara yang tak melihat Raka. Sebab, hanya Raka yang tidak ada diantara mereka disana. "Dia sedang sakit. Jadi, orang sakit harusnya istirahat aja di rumah," jawab Oma Mala. Sementara Salsa yang mendengarnya pun tersenyum karena dia tahu Raka sakitnya hanya pura-pura saja. Rasa kesalnya tentunya bertambah karena merasa dibohongi dan Salsa pun memilih untuk ikut berlibur bersama yang lainnya. Bahkan, sesuai dengan keinginan sang Oma yang tidak mengajak Raka sama sekali. Tampaknya Oma Mala masih belum selesai mengibarkan bendera perang untuk cucunya itu.Dan tak terasa, mereka t
"Salsa?" Raka yang masih tak percaya--terus mencari keberadaannya di sekeliling rumah. Baginya, Gio hanya mengarang cerita!Namun, Salsa masih tak ketemu, hingga Raka memutuskna ke kamar sang Oma untuk memastikan semua ini.Dan ... kamar itu juga kosong. Segera saja Raka mengambil ponselnya--menghubungi Salsa secara langsung. Akan tetapi tidak terhubung.Kebetulan salah satu art di rumah oma lewat, akhirnya Raka pun memutuskan untuk bertanya langsung."Oma dan yang lain, pergi berlibur, Tuan," jawabnya segan.Tangan Raka mengepal.Ternyata benar jika yang lainnya sedang pergi berlibur. Tentu saja dengan perasaan kesal, Raka pun segera pergi menyusul. "Sialan, bisa-bisanya mereka pergi tanpa memberitahu padaku," geram Raka sambil terus saja mengemudikan mobilnya menuju vila.Secepat yang ia bisa.Sesampainya di vila dia pun melihat mobil sang Oma yang terparkir di sana. Raka semakin dibuat geleng-geleng kepala melihat wajah-wajah bahagia orang-orang disana tanpa dirinya.
Hanya saja, bertepatan dengan itu, pintu yang tak terkunci pun terbuka. Menampakkan Indri di sana. Salsa dan Raka cukup terkejut melihat kehadiran Indri.Apakah mungkin Oma Mala ikut mengajak Indri berlibur juga? Namun, rasanya itu sangat tidak mungkin mengingat bertapa bencinya Oma Mala terhadapnya. "Kamu ngapain di sini?" tanya Raka. "Liburan. Kalian juga di sini?" tanya Indri berpura-pura terkejut melihat Raka dan Salsa juga ada di sana. Sementara Salsa memilih untuk diam, karena tidak ingin berdebat dengan Indri yang tak akan pernah bisa selesai dengan mudahnya. Membiarkan Raka yang menyelesaikan apapun urusan dengan Indri. Bahkan, jika ingin bersama dengan Indri dan membiarkan dirinya sendiri pun tidak masalah. Justru itu bagus karena Salsa bisa tenang menikmati suasana liburnya. "Jadi, Intan ngajakin liburan. Katanya dia butuh waktu untuk refreshing untuk membuat dirinya lebih baik. Mungkin bisa juga untuk segera hamil," terang Indri. Meskipun sebenarnya di
Salsa merasa sedih karena Indri telah memutuskan untuk pergi. Tapi apa yang bisa dia lakukan untuk mencegahnya, meskipun telah berusaha untuk meyakinkan Indri tapi hasilnya tetap sia-sia. *** Kini Salsa telah menjadi istri satu-satunya, pernikahannya pun tak lagi menjadi rahasia, semua orang juga telah mengetahui bahwa Salsa lah istri Raka yang sah. Hingga beberapa bulan kemudian Salsa pun melahirkan seorang anak perempuan, keluarga besar Januartha sangat berbahagia menyambutnya. Salsa juga tidak lagi merasa takut, jelas terlihat semua anggota keluarga suaminya menerima anaknya penuh kehangatan. Salsa melahirkan anaknya secara normal, tapi Raka merasa kasihan terhadap istrinya tersebut karena menyaksikan sendiri bagaimana sebelumnya Salsa menahan sakit sendirian. Andai saja rasa sakit itu bisa dibagi dia mau mengurangi rasa sakitnya. "Terima kasih," ucap Raka sambil menggenggam tangan Salsa dengan sangat erat. Salsa pun tersenyum sebagai jawaban, dia merasa sempurna
"Kak Indri," ucap Salsa sambil berjalan masuk ke kamar Indri. Krang! Piring di tangannya seketika terjatuh dari tangganya, tak menyangka melihat Indri telah berdiri tegak. Dirinya seperti sedang dikejutkan dengan apa yang kini dia lihat. "Salsa," panggil Indri. Saat itu Salsa pun mulai tersadar dari keterkejutannya. Dia tak menyangka jika kini Indri bisa berdiri sendiri. "Salsa, ada apa?" tanya Sinta yang menyusul masuk setelah mendengar suara pecahan. Sinta takut jika saja Salsa yang terpeleset, bagaimana dengan keadaan janinnya? Bahkan Sinta juga sangat mengkhawatirkan keadaan Salsa. Semua pikiran buruknya benar-benar membuatnya panik bukan main. Tapi dia pun dibuat terkejut melihat Indri sudah bisa berdiri. Rasanya tak percaya dengan apa yang telah dia lihat saat ini. Ini seperti tidak mungkin, tapi itulah yang terjadi. "Indri?" Sinta menatap tidak percaya tapi inilah kenyataannya. Matanya membulat sempurna tanpa bisa berkedip sama sekali, sekarang dia men
Salsa pun tersenyum bahagia karena hari ini dirinya telah menjadi seorang sarjana, tidak ada yang menyangka bahwa dirinya mampu untuk menyelesaikan pendidikan. Bahkan dirinya sendiri sekalipun merasa ini adalah sebuah hal yang mengejutkan, siapa sangka ternyata disaat dirinya merasa terjatuh-sejatuh-jatuhnya ternyata ada setitik cahaya yang membawanya sampai di hari ini. Hari dirinya menjadi salah satu dari mereka yang menyelesaikan pendidikan seperti yang diinginkan oleh sang Nenek. Ya, air mata Salsa juga menetes haru seiring mengenang kembali wajah mending sang Nenek yang telah menghadap sang illahi. Semua ini juga tak lepas dari peran penting dalam proses pencapaian pendidikannya. Mendukungnya dalam segala hal, sayang kini Neneknya tak bisa mengucapkan selamat padanya. Padahal Salsa juga ingin mengucapkan selamat juga pada sang Nenek karena perjuangan Neneknya tidak sia-sia. Kini hasilnya dirinya telah seperti ini, bahagia rasanya tak dapat terucap oleh kata-kata.
Salsa langsung mengambil ponselnya dia tidak lagi menggunakan ponsel lamanya, karena kata Raka sudah butut. Lagi pula ponsel seharga 1 m nya juga harus digunakan, sebab dia sudah membayarnya mahal tadi malam. Tentu saja mahal karena dirinya harus bergoyang seperti orang gila, ah sudahlah. Salsa pun tidak lagi bisa berkata-kata. Dan ketika panggilan telepon tersambung dia langsung saja berbicara. "Abang, Salsa mau kasih tahu hal yang penting," ucap Salsa dengan cepat. "Kamu sakit? Mau melahirkan?" tanya Raka panik. Dia takut terjadi sesuatu pada istrinya tersebut. "Kok melahirkan? Hamil juga masih 6 bulan," gerutunya. "Jadi berapa bulan baru bisa melahirkan?" tanya Raka dengan bodohnya. Inilah Raka jika sudah berbicara dengan Salsa otaknya tak akan bisa bekerja dengan baik lagi. "Sembilan bulan, Abang!" kesal Salsa. "Oh iya, lupa," ucap Raka sambil menggaruk kepalanya. Dia sendiri bingung kenapa bisa bodoh seperti ini, tapi sudahlah saat ini dia ingin berbicar
Salsa pun tersenyum sambil melangkahkan kakinya, dia tak dapat menahan kebahagiaan yang tengah dia rasakan. Bahkan tidak menyangka jika hari ini keluarga suaminya begitu menyayangi dirinya. Hingga akhirnya langkah kakinya pun terhenti saat melihat Indri tengah berjemur di halaman. Segera Salsa pun melangkah mendekati Indri.Dia ingin melihat bagaimana keadaan Indri, semoga saja ada kemajuan. "Nyonya Indri, apa kabar?" tanya Salsa. Sebab, kemarin tidak bertemu dengan Indri sama sekali. Rasanya ada banyak hal yang harus dia tanyakan, terutama apakah sudah ada kemajuan.Meskipun sadar Indri tidak bisa menjawab pertanyaannya, tidak apa yang terpenting adalah kesehatan Indri baik. "Sa, aku ke toilet bentar ya," kata Mayang yang bertugas membantu Indri untuk melakukan segala sesuatunya. Termasuk berjemur juga. "Iya, nggak papa aku juga pengen berjemur dulu. Kamu istirahat dulu aja sekalian, nanti kalau ada sesuatu aku panggil kamu ya," jawab Salsa. "Siap, makasih Nyonya
Pagi ini rasanya sangat melelahkan karena malam panjang yang terlalu panas. Namun, meskipun sedemikian Salsa juga harus bangun pagi-pagi karena perutnya terasa lapar. Tentunya setelah dia mandi pagi. "Lho, kamu sudah sarapan pagi?" tanya Sinta ketika melihat Salsa sudah selesai sarapan. Padahal dirinya baru saja bangun dan sarapan pun tengah disiapkan oleh para Art. Sepertinya Salsa membuat sarapannya sendiri dan untuk dirinya sendiri saja agar lebih cepat prosesnya. "Iya, Ma. Maaf ya, Salsa sarapan duluan. Soalnya laper banget," ucap Salsa dengan perasaan tidak enak karena biasanya sarapan pagi bersama. "Tidak masalah, bahkan itu sangat bagus karena cucu Mama butuh nutrisi juga," balas Sinta. Kemudian dia pun segera duduk di samping Salsa Tentu saja karena ingin memegang perut buncit Salsa. "Cucu, Oma," katanya dengan senyuman penuh kebahagiaan. "Ma," panggil Salsa dengan ragu, dia ingin tahu apakah benar Sinta sudah tahu jenis kelamin calon anaknya seperti yan
Dengan terpaksa Salsa pun harus menuruti keinginan Raka. Bukan, mungkin lebih tepatnya dia harus memenuhi janji yang telah dia ucapkan sendiri dengan penuh kesadaran. Jika mungkin waktu bisa diputar kembali maka dia akan menarik ucapannya. Sayangnya itu tidak mungkin. Karena kenyataan kini Raka terus menagih janjinya. Malu rasanya tidak terkira dan tidak dapat terucapkan oleh kata-kata. Lihatlah kini dirinya harus memakai lingerie, warnanya begitu kontras dengan warna kulitnya. Dan membuat Raka semakin bersemangat untuk melihatnya. "Mana goyangannya?" pinta Raka sekaligus menggoda Salsa. Semakin Salsa merasa malu maka semakin membuatnya merasa gemas. "Aku tidak bisa gerak," ucap Salsa memberi alasan. "Benarkah?" tanya Raka lagi. "Hu'um," Salsa pun mengangguk cepat. Berharap Raka memintanya untuk segera menghentikan semua kekonyolan ini. "Coba dulu," ucap Raka. Ah! Batinnya pun mendesah pasrah karena ternyata Raka tidak memintanya untuk menghentikan semu
"Salsa." "Ya, Oma," jawab Salsa. Salsa pun merasa bahagia karena kedatangan Oma Mala cukup membantunya. Artinya dia bisa lolos dari Raka. "Ini Oma bawakan rujak, barusan Oma dan yang lainnya ngerujak," Oma Mala pun tersenyum sambil berjalan ke arah Salsa. "Wah terima kasih, Oma. Melihatnya saja udah ngiler," kata Salsa. Bertempat dengan Raka yang keluar dari kamar mandi, tentunya setelah menyelesaikan mandinya. "Kalau gitu Oma keluar dulu," pamit Oma Mala. "Lho, kok buru-buru?" tanya Salsa dengan panik. Padahal sebelumnya sudah begitu bersemangat karena merasa mendapatkan bantuan. Sayangnya tidak. "Memangnya kenapa?" Oma Mala terlihat bingung dengan pertanyaan Salsa. Salsa pun tersenyum kecut sambil menatap wajah Raka dengan horor. Padahal pria tampan itu hanya diam saja menyaksikan dirinya dan Oma Mala tengah berbicara. Tapi kenapa dia merasa bulu kuduknya berdiri? "Oma, jadikan ngajakin Salsa masak?" tanya Salsa tiba-tiba. Membuat sang Oma pun bingung
Perlahan Salsa pun mulai tersadar dari ingatannya, dia pun mengedarkan pandangannya untuk mencari ponsel yang telah dia jatuhkan. Hingga akhirnya menemukan ponsel tersebut. Kakinya pun kembali melangkah dan tangannya pun bergerak untuk meraih ponsel tersebut. Namun, karena perutnya yang sudah begitu membuncit membuatnya kesulitan untuk berjongkok. Raka yang dari tadi hanya berdiri di ambang pintu sambil memperhatikan seperti apa reaksi Salsa pun kini mulai melangkah lebih maju. Dengan cepat membantu Salsa untuk mengambil ponsel tersebut. Tapi Salsa yang dibuat sok bukan main, bukan karena takut pada Raka. Namun, ada ingatan yang membuatnya menjadi sulit untuk bernafas sekalipun. Bahkan untuk menerima ponsel yang diberikan Raka padanya pun sulit rasanya untuk menerimanya. "Ambil," kata Raka sambil menggerakkan ponsel di tangannya. Glek! Salsa dibuat meneguk saliva dengan begitu pahitnya, padahal Raka tidak marah, apa lagi suka memukulnya. Namun, tetap sa