Hanya saja, bertepatan dengan itu, pintu yang tak terkunci pun terbuka. Menampakkan Indri di sana. Salsa dan Raka cukup terkejut melihat kehadiran Indri.Apakah mungkin Oma Mala ikut mengajak Indri berlibur juga? Namun, rasanya itu sangat tidak mungkin mengingat bertapa bencinya Oma Mala terhadapnya. "Kamu ngapain di sini?" tanya Raka. "Liburan. Kalian juga di sini?" tanya Indri berpura-pura terkejut melihat Raka dan Salsa juga ada di sana. Sementara Salsa memilih untuk diam, karena tidak ingin berdebat dengan Indri yang tak akan pernah bisa selesai dengan mudahnya. Membiarkan Raka yang menyelesaikan apapun urusan dengan Indri. Bahkan, jika ingin bersama dengan Indri dan membiarkan dirinya sendiri pun tidak masalah. Justru itu bagus karena Salsa bisa tenang menikmati suasana liburnya. "Jadi, Intan ngajakin liburan. Katanya dia butuh waktu untuk refreshing untuk membuat dirinya lebih baik. Mungkin bisa juga untuk segera hamil," terang Indri. Meskipun sebenarnya di
"Sayang, kamu mau ke mana?" tanya Raka saat melihat Salsa berjalan ke arah pintu. "Keluar. Ngapain di kamar terus? Kita ke sini itu, mau liburan. Jadi, tolong jangan buat pertengkaran!" Salsa pun memberikan peringatan pada Raka yang akhirnya menjawab dengan anggukan kepala. Setelah itu, Raka juga mengikuti Salsa yang berjalan ke luar. Ternyata yang lainnya sedang berada di taman belakang vila. Vila yang letaknya ada di atas bukit cukup menyuguhkan pemandangan yang indah. Alam seakan begitu damai dan membuat siapapun akan betah berlama-lama memandangnya. "Damai sekali di sini ya, Oma," kata Salsa. "Oh, tentu saja," jawab Oma Mala yang duduk di kursi dengan memakai kacamata hitamnya. "Lihat deh, Kak!" Dara tiba-tiba menunjuk sesuatu. "Itu, air terjunnya bagus banget." Salsa sontak mengangguk kala menyadarinya. Sebelumnya dia tak tahu ada air terjunnya bagus di sana. "Bagus sekali," kata Salsa ikut memuji. "Kalau kamu mau ke sana boleh, tapi ditemani oleh Raka," cel
"Sakit banget...." gerutu Indri sambil memegang kakinya. "Kenapa, Kak?" tanya Intan saat melihat langkah kaki Indri yang tampak sangat memprihatikan saat memasuki kamar. "Aku nggak ngerti lagi harus gimana. Sekarang ini kesannya aku seperti sampah yang tidak berguna," ucap Indri dengan raut wajah putus asa. Sedangkan Intan menatap Indri dengan prihatin dengan apa yang kini terjadi. "Aku udah relakan Raka menikah lagi dengan wanita itu, tapi kenyataannya sekarang aku yang disingkirkan dari hidupnya. Aku seperti seorang pengemis dalam rumah tanggaku sendiri," kata Indri lagi.Sejujurnya, ia masih tak percaya ini terjadi.Namun sekarang, Indri memang benar-benar tidak ada artinya lagi di pernikahannya.Raka bahkan tak segan sama sekali bercerai dengannya. Ternyata semua yang dia pikirkan dulu tidak sama dengan kenyataan yang terjadi.Andai Indri tahu menikahkan Raka dan Salsa adalah kesalahan, dia tak akan pernah melakukan ini. "Wanita itu jahat banget ya, Kak," kata Intan.
"Mas!" seru Salsa. "Baiklah," Raka pun akhirnya menghentikan aksinya, "minum dulu, takutnya ngompol beneran," Raka pun mengambil mineral dan memberikan pada Salsa. Sesaat kemudian Salsa merasa lega dan kini kembali melanjutkan memasak mie instan. Hingga akhirnya selesai. Kemudian Raka pun mengambil ponselnya untuk mengirimkan pesan pada Intan. [Nyonya, pesanan Anda sudah siap] Raka. Intan pun tersenyum kesal karena dia tahu Kakaknya itu sedang marah padanya. Tapi, dia tak perduli. Baginya saat ini, Kakaknya sedang berada dalam keadaan tidak sadar sebab godaan seorang pelakor. Sehingga apapun yang terjadi harus disadarkan agar bisa kembali lagi pada istri yang sebenarnya yaitu; Indri.Ting!Sebuah pesan kembali masuk masih dari orang yang sama. [Apa perlu saya antar ke kamar Anda, sekalian saya siram ke muka Anda, Nyonya?] Raka.Ck!Tak berselang lama Intan pun tiba di ruang makan, kemudian dia melihat sepiring mie instan disana. "Ini mie instannya," kata Salsa.
Kriet!"Kenapa Mas bisa masuk?" tanya Salsa saat melihat Raka telah berhasil masuk ke dalam kamar."Apa yang Mas nggak bisa? Mas juga bisa menembus hati kamu," celetuk Raka. Salsa pun tersenyum miring mendengar ucapan Raka. "Nggak jelas!" gerutunya. "Kamu bisa lihat ini?" Raka pun membuka kedua telapak tangannya. "Tangan," jawab Salsa. "Di tangan ada apa?" kata Raka. "Nggak ada apa-apa!" jawab Salsa lagi dengan raut wajah masamnya. "Benar, karena yang ada itu cuman kamu di hati Mas," ujar Raka. Hah?Salsa pun dibuat melongo dengan ucapan Raka. Yang membuat Raka merasa malu karena tidak ada respon apa-apa. Pada dasarnya, Raka tidak bisa romantis, jadi terlihat sangat kaku. Bahkan, cringe.Entah apa yang dilakukan Salsa pada dirinya, hingga begini. "Aneh!" gerutu Salsa. "Hehe...." Raka pun menggaruk tengkuknya seakan malu menyadari keanehannya. "Mas, coba deh pakai ini. Pasti keren," Salsa pun menunjukkan gambar pada ponselnya. Hal itu ,embuat Raka penasaran dan di
"Kamu mau nantangin aku, Mas?!" tanya Salsa dengan perasaan kesalnya.Ya, Raka yang memulai semua ini. Tapi, kenapa pria itu malah diam tanpa menyelesaikan permainannya? Hanya saja, Raka tampak mengangkat kedua tangannya seakan tak memiliki rasa bersalah sambil bergerak menjauhi Salsa.Tunggu ... ke mana dia akan pergi?Salsa tak sanggup lagi untuk menunda hasrat ini, tapi terlalu banyak pertimbangan untuk memulai terlebih dahulu. Andai saja Raka tahu bahwa dirinya sangat menginginkan sentuhan panas Raka. Mungkin, Raka akan menertawakan dirinya. "Sayang, apa yang kamu pikirkan? Kamu mau?" tanya Raka.....Salsa terdiam.Mau mengatakan dirinya menginginkan, terlalu malu. Tapi jika diam lebih lama, pun begitu menyiksa. Benar-benar keterlaluan! Di sini bukan hanya hasrat yang telah membuncah, tetapi emosi juga ikut membuncah dibuatnya. Haruskah Salsa yang memulai kembali agar semuanya segera tuntas? Tapi, bagaimana jika nanti dirinya malah malu lagi karena melakukan kesalahan?
Salsa yang sudah selesai membersihkan dirinya, kini keluar dari kamar mandi dengan balutan handuk yang melilit di tubuhnya. Sementara Raka yang duduk di sisi ranjang tampak menatap dirinya. Saat itu pandangan keduanya pun bertemu. Ada rasa malu setelah menyadari kembali apa yang terjadi.Ini memang bukan yang pertama kali untuk keduanya, tapi kali ini cukup berbeda. Karena, Salsa pun begitu menginginkan sentuhan Raka. Bahkan, Salsa sendiri pun tak mengerti mengapa dirinya bisa seperti ini. Hingga wajah Salsa tampak memerah karena Raka tersenyum padanya. Salsa merasa senyuman Raka ada sesuatu hal yang dia pikirkan. Akan tetapi, Salsa memilih untuk segera mencari keberadaan koper miliknya agar segera memakai pakaiannya.Itu lebih baik dibanding terus berdebat dengan pikirannya sendiri, kan? Sayangnya saat ini, tak ada koper miliknya di sana. Salsa pun mencoba untuk terus mengedarkan pandangannya untuk menemukan keberadaan kopernya. Namun, tetap tidak ada!Wanita itu
Raka pun mengecup dahi Salsa penuh cinta, rasa yang bergejolak ini adalah sebuah hal yang tak dapat dihindari. "Kamu mau memancing, Mas?" goda Raka tiba-tiba. Salsa pun segera menjauhkan diri saat mendengar pertanyaan Raka. "Memancing apanya?" "Lihat ini? Pakai handuk, terus peluk-peluk, Mas." "Enak aja" sinis Salsa, "dari tadi juga aku nyariin koper, tapi nggak ada!" kata Salsa. "Sayang, panggilnya Abang aja gitu, pasti lebih gimana gitu," saran Raka. "Abang?" tanya Salsa. "Ya, Adek," jawab Raka. Salsa yang merasa geli dengan panggilan Raka, rasanya sangat aneh karena belum biasa. Lagi pula sejak kapan Raka jadi konyol begini? Makin hari Raka memang semakin aneh di mata Salsa. Sebab, selama ini dirinya hanya mengenal Raka yang dingin dan selalu memasang wajah serius. Rasanya semakin bertolak belakang dengan apa yang diketahui oleh Salsa selama ini. "Tau ah, aneh!" gerutu Salsa yang pusing karena ulah Raka. Kemudian dia pun kembali mencari keberadaan kop
Salsa merasa sedih karena Indri telah memutuskan untuk pergi. Tapi apa yang bisa dia lakukan untuk mencegahnya, meskipun telah berusaha untuk meyakinkan Indri tapi hasilnya tetap sia-sia. *** Kini Salsa telah menjadi istri satu-satunya, pernikahannya pun tak lagi menjadi rahasia, semua orang juga telah mengetahui bahwa Salsa lah istri Raka yang sah. Hingga beberapa bulan kemudian Salsa pun melahirkan seorang anak perempuan, keluarga besar Januartha sangat berbahagia menyambutnya. Salsa juga tidak lagi merasa takut, jelas terlihat semua anggota keluarga suaminya menerima anaknya penuh kehangatan. Salsa melahirkan anaknya secara normal, tapi Raka merasa kasihan terhadap istrinya tersebut karena menyaksikan sendiri bagaimana sebelumnya Salsa menahan sakit sendirian. Andai saja rasa sakit itu bisa dibagi dia mau mengurangi rasa sakitnya. "Terima kasih," ucap Raka sambil menggenggam tangan Salsa dengan sangat erat. Salsa pun tersenyum sebagai jawaban, dia merasa sempurna
"Kak Indri," ucap Salsa sambil berjalan masuk ke kamar Indri. Krang! Piring di tangannya seketika terjatuh dari tangganya, tak menyangka melihat Indri telah berdiri tegak. Dirinya seperti sedang dikejutkan dengan apa yang kini dia lihat. "Salsa," panggil Indri. Saat itu Salsa pun mulai tersadar dari keterkejutannya. Dia tak menyangka jika kini Indri bisa berdiri sendiri. "Salsa, ada apa?" tanya Sinta yang menyusul masuk setelah mendengar suara pecahan. Sinta takut jika saja Salsa yang terpeleset, bagaimana dengan keadaan janinnya? Bahkan Sinta juga sangat mengkhawatirkan keadaan Salsa. Semua pikiran buruknya benar-benar membuatnya panik bukan main. Tapi dia pun dibuat terkejut melihat Indri sudah bisa berdiri. Rasanya tak percaya dengan apa yang telah dia lihat saat ini. Ini seperti tidak mungkin, tapi itulah yang terjadi. "Indri?" Sinta menatap tidak percaya tapi inilah kenyataannya. Matanya membulat sempurna tanpa bisa berkedip sama sekali, sekarang dia men
Salsa pun tersenyum bahagia karena hari ini dirinya telah menjadi seorang sarjana, tidak ada yang menyangka bahwa dirinya mampu untuk menyelesaikan pendidikan. Bahkan dirinya sendiri sekalipun merasa ini adalah sebuah hal yang mengejutkan, siapa sangka ternyata disaat dirinya merasa terjatuh-sejatuh-jatuhnya ternyata ada setitik cahaya yang membawanya sampai di hari ini. Hari dirinya menjadi salah satu dari mereka yang menyelesaikan pendidikan seperti yang diinginkan oleh sang Nenek. Ya, air mata Salsa juga menetes haru seiring mengenang kembali wajah mending sang Nenek yang telah menghadap sang illahi. Semua ini juga tak lepas dari peran penting dalam proses pencapaian pendidikannya. Mendukungnya dalam segala hal, sayang kini Neneknya tak bisa mengucapkan selamat padanya. Padahal Salsa juga ingin mengucapkan selamat juga pada sang Nenek karena perjuangan Neneknya tidak sia-sia. Kini hasilnya dirinya telah seperti ini, bahagia rasanya tak dapat terucap oleh kata-kata.
Salsa langsung mengambil ponselnya dia tidak lagi menggunakan ponsel lamanya, karena kata Raka sudah butut. Lagi pula ponsel seharga 1 m nya juga harus digunakan, sebab dia sudah membayarnya mahal tadi malam. Tentu saja mahal karena dirinya harus bergoyang seperti orang gila, ah sudahlah. Salsa pun tidak lagi bisa berkata-kata. Dan ketika panggilan telepon tersambung dia langsung saja berbicara. "Abang, Salsa mau kasih tahu hal yang penting," ucap Salsa dengan cepat. "Kamu sakit? Mau melahirkan?" tanya Raka panik. Dia takut terjadi sesuatu pada istrinya tersebut. "Kok melahirkan? Hamil juga masih 6 bulan," gerutunya. "Jadi berapa bulan baru bisa melahirkan?" tanya Raka dengan bodohnya. Inilah Raka jika sudah berbicara dengan Salsa otaknya tak akan bisa bekerja dengan baik lagi. "Sembilan bulan, Abang!" kesal Salsa. "Oh iya, lupa," ucap Raka sambil menggaruk kepalanya. Dia sendiri bingung kenapa bisa bodoh seperti ini, tapi sudahlah saat ini dia ingin berbicar
Salsa pun tersenyum sambil melangkahkan kakinya, dia tak dapat menahan kebahagiaan yang tengah dia rasakan. Bahkan tidak menyangka jika hari ini keluarga suaminya begitu menyayangi dirinya. Hingga akhirnya langkah kakinya pun terhenti saat melihat Indri tengah berjemur di halaman. Segera Salsa pun melangkah mendekati Indri.Dia ingin melihat bagaimana keadaan Indri, semoga saja ada kemajuan. "Nyonya Indri, apa kabar?" tanya Salsa. Sebab, kemarin tidak bertemu dengan Indri sama sekali. Rasanya ada banyak hal yang harus dia tanyakan, terutama apakah sudah ada kemajuan.Meskipun sadar Indri tidak bisa menjawab pertanyaannya, tidak apa yang terpenting adalah kesehatan Indri baik. "Sa, aku ke toilet bentar ya," kata Mayang yang bertugas membantu Indri untuk melakukan segala sesuatunya. Termasuk berjemur juga. "Iya, nggak papa aku juga pengen berjemur dulu. Kamu istirahat dulu aja sekalian, nanti kalau ada sesuatu aku panggil kamu ya," jawab Salsa. "Siap, makasih Nyonya
Pagi ini rasanya sangat melelahkan karena malam panjang yang terlalu panas. Namun, meskipun sedemikian Salsa juga harus bangun pagi-pagi karena perutnya terasa lapar. Tentunya setelah dia mandi pagi. "Lho, kamu sudah sarapan pagi?" tanya Sinta ketika melihat Salsa sudah selesai sarapan. Padahal dirinya baru saja bangun dan sarapan pun tengah disiapkan oleh para Art. Sepertinya Salsa membuat sarapannya sendiri dan untuk dirinya sendiri saja agar lebih cepat prosesnya. "Iya, Ma. Maaf ya, Salsa sarapan duluan. Soalnya laper banget," ucap Salsa dengan perasaan tidak enak karena biasanya sarapan pagi bersama. "Tidak masalah, bahkan itu sangat bagus karena cucu Mama butuh nutrisi juga," balas Sinta. Kemudian dia pun segera duduk di samping Salsa Tentu saja karena ingin memegang perut buncit Salsa. "Cucu, Oma," katanya dengan senyuman penuh kebahagiaan. "Ma," panggil Salsa dengan ragu, dia ingin tahu apakah benar Sinta sudah tahu jenis kelamin calon anaknya seperti yan
Dengan terpaksa Salsa pun harus menuruti keinginan Raka. Bukan, mungkin lebih tepatnya dia harus memenuhi janji yang telah dia ucapkan sendiri dengan penuh kesadaran. Jika mungkin waktu bisa diputar kembali maka dia akan menarik ucapannya. Sayangnya itu tidak mungkin. Karena kenyataan kini Raka terus menagih janjinya. Malu rasanya tidak terkira dan tidak dapat terucapkan oleh kata-kata. Lihatlah kini dirinya harus memakai lingerie, warnanya begitu kontras dengan warna kulitnya. Dan membuat Raka semakin bersemangat untuk melihatnya. "Mana goyangannya?" pinta Raka sekaligus menggoda Salsa. Semakin Salsa merasa malu maka semakin membuatnya merasa gemas. "Aku tidak bisa gerak," ucap Salsa memberi alasan. "Benarkah?" tanya Raka lagi. "Hu'um," Salsa pun mengangguk cepat. Berharap Raka memintanya untuk segera menghentikan semua kekonyolan ini. "Coba dulu," ucap Raka. Ah! Batinnya pun mendesah pasrah karena ternyata Raka tidak memintanya untuk menghentikan semu
"Salsa." "Ya, Oma," jawab Salsa. Salsa pun merasa bahagia karena kedatangan Oma Mala cukup membantunya. Artinya dia bisa lolos dari Raka. "Ini Oma bawakan rujak, barusan Oma dan yang lainnya ngerujak," Oma Mala pun tersenyum sambil berjalan ke arah Salsa. "Wah terima kasih, Oma. Melihatnya saja udah ngiler," kata Salsa. Bertempat dengan Raka yang keluar dari kamar mandi, tentunya setelah menyelesaikan mandinya. "Kalau gitu Oma keluar dulu," pamit Oma Mala. "Lho, kok buru-buru?" tanya Salsa dengan panik. Padahal sebelumnya sudah begitu bersemangat karena merasa mendapatkan bantuan. Sayangnya tidak. "Memangnya kenapa?" Oma Mala terlihat bingung dengan pertanyaan Salsa. Salsa pun tersenyum kecut sambil menatap wajah Raka dengan horor. Padahal pria tampan itu hanya diam saja menyaksikan dirinya dan Oma Mala tengah berbicara. Tapi kenapa dia merasa bulu kuduknya berdiri? "Oma, jadikan ngajakin Salsa masak?" tanya Salsa tiba-tiba. Membuat sang Oma pun bingung
Perlahan Salsa pun mulai tersadar dari ingatannya, dia pun mengedarkan pandangannya untuk mencari ponsel yang telah dia jatuhkan. Hingga akhirnya menemukan ponsel tersebut. Kakinya pun kembali melangkah dan tangannya pun bergerak untuk meraih ponsel tersebut. Namun, karena perutnya yang sudah begitu membuncit membuatnya kesulitan untuk berjongkok. Raka yang dari tadi hanya berdiri di ambang pintu sambil memperhatikan seperti apa reaksi Salsa pun kini mulai melangkah lebih maju. Dengan cepat membantu Salsa untuk mengambil ponsel tersebut. Tapi Salsa yang dibuat sok bukan main, bukan karena takut pada Raka. Namun, ada ingatan yang membuatnya menjadi sulit untuk bernafas sekalipun. Bahkan untuk menerima ponsel yang diberikan Raka padanya pun sulit rasanya untuk menerimanya. "Ambil," kata Raka sambil menggerakkan ponsel di tangannya. Glek! Salsa dibuat meneguk saliva dengan begitu pahitnya, padahal Raka tidak marah, apa lagi suka memukulnya. Namun, tetap sa