"Sinta dengar, Ibu membawa pelakor itu tinggal di rumah kita?" tanya Sinta pada Oma Mala. Pagi ini, semua sudah siap di meja makan untuk menikmati sarapan pagi. Akan tetapi, ibu dari Raka itu cukup terkejut mengetahui bahwa Salsa telah tinggal bersama mereka di rumah yang bukan hanya dihuni oleh Oma Mala, tetapi Sinta dan juga Rama! Di sana Rama dibesarkan, begitu juga dengan ketiga anaknya--Raka, Fika dan Intan--sebelum mereka menikah dan memiliki rumah masing-masing. Tentu saja, Indri yang memberitahu Sinta melalui sambungan telepon!Wanita yang baru saja pulang ke rumah setelah beberapa hari ini dirawat di rumah sakit, sontak dibuat syok kembali.Sungguh, Sinta tidak habis pikir dengan jalan pikiran sang Ibu mertua yang justru membela seorang wanita yang telah menghancurkan rumah tangga Raka. "Iya, dia juga bagian dari keluarga kita," jawab Oma Mala, santai.Pada saat yang sama, Salsa pun muncul. "Permisi." Ia memang dipanggil untuk ikut sarapan pagi bersama atas perint
"Sayang!" Raka pun langsung saja melingkarkan tangannya pada pinggang Salsa. Salsa yang tengah mengambil gelas pun merasa kesal. Dia pun segera melepaskan diri dari pelukan Raka. Meskipun wajah Raka tampak kecewa dia tetap tak perduli. Bahkan, tanpa bicara sepatah katapun dia berjalan beberapa langkah untuk mengisi mineral pada gelas di tangannya. Akibat ingin lebih cepat dari ruang makan dia bisa melupakan minum, bahkan tenggorokan terasa tak nyaman karena makan terlalu cepat.Tapi tidak apa.Paling tidak, pagi ini telinganya tak mendengar suara cacian seperti biasanya saat bertemu dengan Indri. Namun, saat menunggu gelas yang diisinya penuh, Raka kembali memeluknya. Memeluknya begitu erat, bahkan menyimpan wajahnya di tengkuk Salsa. Gadis itu sendiri bingung apakah Raka tidak ada pekerjaan lain yang jauh lebih penting selain meminta maaf terus-menerus padanya? Bukankah biasanya setiap pagi harinya Raka harus bekerja? Entahlah, Salsa tak tahu dan tak mau tahu.Yang d
Indri terdiam.Dia semakin kesal menyaksikan pertunjukan gila di depan matanya. Harusnya dia melenyapkan Salsa, tapi sayangnya itupun gagal karena orang suruhannya malah berbalik menyerangnya. Apa lagi yang bisa dia lakukan saat ini? Mengancam? Itu pun sudah tidak mungkin, sebab Salsa telah berubah menjadi pembangkang.Wanita sialan ini telah menjadi lawan yang tangguh, bukan lagi boneka yang bisa dia mainkan sesukanya seperti dulu.Tak tahan dengan apa yang dia saksikan, Indri pun menghampiri Salsa dan Raka. Salsa sendiri berpura-pura tidak tahu, dia terlihat sibuk bermesraan dengan Raka. Hingga suara Indri pun menghentikan keduanya yang tampak sangat asik bercumbu mesra."Raka!"Pria itu pun harus menghentikan aktivitas nya dengan terpaksa. Begitu juga dengan Salsa yang seakan cepat-cepat merapikan pakaiannya yang berantakan karena ulah Raka. Padahal semua itu dia lakukan untuk membuat mulut Indri berhenti menyebutnya sebagai jalang.Setiap manusia punya batas kesaba
Di sisi lain, Salsa dan Raka melangkah beriringan.Mereka baru berhenti tepat di depan pintu kamar.Raka sendiri masih menunggu aba-aba dari Salsa untuk memintanya ikut masuk.Namun, ia tak menyangka ucapan istrinya itu. "Mas, sampai di sini aja," ucap Salsa. "Maksudnya bagaimana?" Sebelumnya Salsa yang memintanya untuk segera ke kamar bersamanya 'kan?. Tetapi, mengapa setelah mereka berada di ambang pintu kamar malah tidak mengizinkan dirinya ikut masuk? "Mas, cukup sampai di sini aja. Nggak usah masuk, Salsa butuh istirahat!" terang Salsa. "Terus, Mas gimana?" Raka tampak panik mendengar ucapan Salsa. Bahkan, bertanya-tanya mengapa bisa Salsa berubah dalam waktu yang singkat. "Bodo amat!" gerutu Salsa sambil berjalan masuk ke dalam kamar. Sepertinya Salsa kembali ke mode awal, karena memang belum benar-benar ingin berdamai dengan Raka.Tapi, saat Salsa akan menutup pintu kamar justru kaki Raka menahannya. "Mas!" kesal Salsa. "Tapi, tadi kamu ngajakin Mas. Katanya
Di tempat lainnya, Indri tengah pusing bukan main karena kabar yang baru saja ia dapat.Sinta, sang mertua, telah berangkat ke luar negeri bersama dengan Rama.Padahal, wanita tersebut adalah satu-satunya alat yang paling ampuh dalam memperbaiki hubungannya dengan Raka.Orang yang sama kuatnya dengan Oma Mala.Bisa-bisanya, dia kini malah dibawa berlibur oleh Rama?Meski ia tahu Rama membawa Sinta pergi ke luar negeri untuk menenangkan diri agar wanita itu tak terlalu stress, Indri tetap tak bisa terima."Sialan itu orang, aku lagi pusing sempat-sempatnya mereka liburan," gerutunya sambil membayangkan wajah ibu mertuanya tersebut. Bahkan, Indri juga belum bisa melupakan seperti apa menjengkelkannya Salsa saat pagi tadi. Gadis kampungan itu benar-benar menjadi bumerang untuk rumah tangganya. Gilanya lagi, Raka telah tergoda. Indri yang tak kuasa menahan amarahnya pun kini meluapkan pada benda-benda yang ada di kamarnya.Krang! Dilemparnya benda apa saja yang ada di dekatnya d
Tak ada cara selain menemui suaminya. Indri tak mau ancaman Vino menjadi kenyataan. Dia bukan hanya akan kehilangan kemewahan, tapi juga kepercayaan yang diberikan oleh Sinta akan hancur. Tidak. Sungguh, itu mimpi buruk yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya. "Bos, ada nyonya Indri," kata Gio memberitahu. "Suruh masuk," jawab Raka mempersilahkan. Tak lama kemudian, Indri pun masuk. Raka menatap Indri yang melangkahkan kakinya ke arahnya, hingga saat itu Indri pun mencoba untuk merangkul leher Raka. "Jangan sentuh aku," tolak Raka, cepat. Tangan Indri pun mengambang di udara.Dia tentu saja kesal atas penolakan itu! "Sayang, aku ini istrimu. Jangan memperlakukanku seperti orang asing," kata Indri dengan suara kesal. Raka sontak tersenyum miring mendengar ucapan Indri yang seolah lupa kejahatan yang telah dia lakukan selama ini."Aku tidak mau disentuh oleh wanita yang baru saja bersenang-senang dengan pria lain," ucap Raka. Deg! Indri pun terkejut mendengar
Sementara itu...Sepulang dari kantor, Raka langsung menunju kediaman sang Oma.Ia tak ingin pulang ke rumahnya.Selain karena menghindari bertemu dengan Indri, tentu saja dia ingin bertemu Salsa. Akan tetapi, Raka tak menyangka jika pintu gerbang terkunci rapat dan tak ada satupun satpam yang tampak membuka pintu gerbang untuknya. Semua Satpam telah bersembunyi di dalam toilet khusus karyawan karena takut pada Raka!Mungkin jika ada yang berani menampakkan diri mereka akan dibuat babak belur. Lagipula, perintah dari Nyonya besar sudah jelas.Mereka tidak ada yang boleh membiarkan Raka masuk. Jika ada yang membukakan pintu gerbang untuk Raka, apapun alasannya maka akan dipecat. Tentu saja ancaman itu serius. Pekerjaan sebagai satpam di sana sangat dibutuhkan untuk membiayai anak istri mereka di rumah.Sayangnya, Raka pun tak putus asa.CEO kaya itu bahkan memanjat pintu gerbang untuk bisa masuk. Oma Mala yang melihat dari balkon kamarnya pun dibuat menahan tawa. Denga
Uhuk uhuk uhuk! Salsa pun mulai terbatuk.Ia sadar dirinya terlalu banyak tertawa. Tapi, siapapun pasti akan tertawa jika berada di posisi Salsa, kan?"Makanya jangan ketawa terus," sahut Raka.Salsa kali ini mengangguk. Ia tampak berjalan ke arah meja di mana ada mineral di sana dan segera meneguknya.Raka memperhatuikan bagaimana istri keduanya itu meneguk air dan tampak lega.Hanya saja, ia tak menyangka dengan tindakan Salsa selanjutnya.Ibu anaknnya itu memegang perutnya--seakan berbicara pada janinnya, "Jangan seperti ayah dudut kamu ya, Nak. Kerjanya marah terus."Hah?Raka terkejut mendengar ucapan Salsa. Dia tak menyangka kalau Salsa akan berkata demikian pada calon anaknya. "Sayang, kamu kok gitu sih ngomongnya?" tanya Raka. "Memang benar, kamu kerjanya marah terus!" balas Salsa. Glek!Kali ini, Raka pun hanya bisa meneguk saliva mendengarkan kekesalan Salsa."Marah, pakek nampar lagi," ketus Salsa seakan tak terima dengan apa yang telah dilakukan oleh Raka padanya.
Salsa merasa sedih karena Indri telah memutuskan untuk pergi. Tapi apa yang bisa dia lakukan untuk mencegahnya, meskipun telah berusaha untuk meyakinkan Indri tapi hasilnya tetap sia-sia. *** Kini Salsa telah menjadi istri satu-satunya, pernikahannya pun tak lagi menjadi rahasia, semua orang juga telah mengetahui bahwa Salsa lah istri Raka yang sah. Hingga beberapa bulan kemudian Salsa pun melahirkan seorang anak perempuan, keluarga besar Januartha sangat berbahagia menyambutnya. Salsa juga tidak lagi merasa takut, jelas terlihat semua anggota keluarga suaminya menerima anaknya penuh kehangatan. Salsa melahirkan anaknya secara normal, tapi Raka merasa kasihan terhadap istrinya tersebut karena menyaksikan sendiri bagaimana sebelumnya Salsa menahan sakit sendirian. Andai saja rasa sakit itu bisa dibagi dia mau mengurangi rasa sakitnya. "Terima kasih," ucap Raka sambil menggenggam tangan Salsa dengan sangat erat. Salsa pun tersenyum sebagai jawaban, dia merasa sempurna
"Kak Indri," ucap Salsa sambil berjalan masuk ke kamar Indri. Krang! Piring di tangannya seketika terjatuh dari tangganya, tak menyangka melihat Indri telah berdiri tegak. Dirinya seperti sedang dikejutkan dengan apa yang kini dia lihat. "Salsa," panggil Indri. Saat itu Salsa pun mulai tersadar dari keterkejutannya. Dia tak menyangka jika kini Indri bisa berdiri sendiri. "Salsa, ada apa?" tanya Sinta yang menyusul masuk setelah mendengar suara pecahan. Sinta takut jika saja Salsa yang terpeleset, bagaimana dengan keadaan janinnya? Bahkan Sinta juga sangat mengkhawatirkan keadaan Salsa. Semua pikiran buruknya benar-benar membuatnya panik bukan main. Tapi dia pun dibuat terkejut melihat Indri sudah bisa berdiri. Rasanya tak percaya dengan apa yang telah dia lihat saat ini. Ini seperti tidak mungkin, tapi itulah yang terjadi. "Indri?" Sinta menatap tidak percaya tapi inilah kenyataannya. Matanya membulat sempurna tanpa bisa berkedip sama sekali, sekarang dia men
Salsa pun tersenyum bahagia karena hari ini dirinya telah menjadi seorang sarjana, tidak ada yang menyangka bahwa dirinya mampu untuk menyelesaikan pendidikan. Bahkan dirinya sendiri sekalipun merasa ini adalah sebuah hal yang mengejutkan, siapa sangka ternyata disaat dirinya merasa terjatuh-sejatuh-jatuhnya ternyata ada setitik cahaya yang membawanya sampai di hari ini. Hari dirinya menjadi salah satu dari mereka yang menyelesaikan pendidikan seperti yang diinginkan oleh sang Nenek. Ya, air mata Salsa juga menetes haru seiring mengenang kembali wajah mending sang Nenek yang telah menghadap sang illahi. Semua ini juga tak lepas dari peran penting dalam proses pencapaian pendidikannya. Mendukungnya dalam segala hal, sayang kini Neneknya tak bisa mengucapkan selamat padanya. Padahal Salsa juga ingin mengucapkan selamat juga pada sang Nenek karena perjuangan Neneknya tidak sia-sia. Kini hasilnya dirinya telah seperti ini, bahagia rasanya tak dapat terucap oleh kata-kata.
Salsa langsung mengambil ponselnya dia tidak lagi menggunakan ponsel lamanya, karena kata Raka sudah butut. Lagi pula ponsel seharga 1 m nya juga harus digunakan, sebab dia sudah membayarnya mahal tadi malam. Tentu saja mahal karena dirinya harus bergoyang seperti orang gila, ah sudahlah. Salsa pun tidak lagi bisa berkata-kata. Dan ketika panggilan telepon tersambung dia langsung saja berbicara. "Abang, Salsa mau kasih tahu hal yang penting," ucap Salsa dengan cepat. "Kamu sakit? Mau melahirkan?" tanya Raka panik. Dia takut terjadi sesuatu pada istrinya tersebut. "Kok melahirkan? Hamil juga masih 6 bulan," gerutunya. "Jadi berapa bulan baru bisa melahirkan?" tanya Raka dengan bodohnya. Inilah Raka jika sudah berbicara dengan Salsa otaknya tak akan bisa bekerja dengan baik lagi. "Sembilan bulan, Abang!" kesal Salsa. "Oh iya, lupa," ucap Raka sambil menggaruk kepalanya. Dia sendiri bingung kenapa bisa bodoh seperti ini, tapi sudahlah saat ini dia ingin berbicar
Salsa pun tersenyum sambil melangkahkan kakinya, dia tak dapat menahan kebahagiaan yang tengah dia rasakan. Bahkan tidak menyangka jika hari ini keluarga suaminya begitu menyayangi dirinya. Hingga akhirnya langkah kakinya pun terhenti saat melihat Indri tengah berjemur di halaman. Segera Salsa pun melangkah mendekati Indri.Dia ingin melihat bagaimana keadaan Indri, semoga saja ada kemajuan. "Nyonya Indri, apa kabar?" tanya Salsa. Sebab, kemarin tidak bertemu dengan Indri sama sekali. Rasanya ada banyak hal yang harus dia tanyakan, terutama apakah sudah ada kemajuan.Meskipun sadar Indri tidak bisa menjawab pertanyaannya, tidak apa yang terpenting adalah kesehatan Indri baik. "Sa, aku ke toilet bentar ya," kata Mayang yang bertugas membantu Indri untuk melakukan segala sesuatunya. Termasuk berjemur juga. "Iya, nggak papa aku juga pengen berjemur dulu. Kamu istirahat dulu aja sekalian, nanti kalau ada sesuatu aku panggil kamu ya," jawab Salsa. "Siap, makasih Nyonya
Pagi ini rasanya sangat melelahkan karena malam panjang yang terlalu panas. Namun, meskipun sedemikian Salsa juga harus bangun pagi-pagi karena perutnya terasa lapar. Tentunya setelah dia mandi pagi. "Lho, kamu sudah sarapan pagi?" tanya Sinta ketika melihat Salsa sudah selesai sarapan. Padahal dirinya baru saja bangun dan sarapan pun tengah disiapkan oleh para Art. Sepertinya Salsa membuat sarapannya sendiri dan untuk dirinya sendiri saja agar lebih cepat prosesnya. "Iya, Ma. Maaf ya, Salsa sarapan duluan. Soalnya laper banget," ucap Salsa dengan perasaan tidak enak karena biasanya sarapan pagi bersama. "Tidak masalah, bahkan itu sangat bagus karena cucu Mama butuh nutrisi juga," balas Sinta. Kemudian dia pun segera duduk di samping Salsa Tentu saja karena ingin memegang perut buncit Salsa. "Cucu, Oma," katanya dengan senyuman penuh kebahagiaan. "Ma," panggil Salsa dengan ragu, dia ingin tahu apakah benar Sinta sudah tahu jenis kelamin calon anaknya seperti yan
Dengan terpaksa Salsa pun harus menuruti keinginan Raka. Bukan, mungkin lebih tepatnya dia harus memenuhi janji yang telah dia ucapkan sendiri dengan penuh kesadaran. Jika mungkin waktu bisa diputar kembali maka dia akan menarik ucapannya. Sayangnya itu tidak mungkin. Karena kenyataan kini Raka terus menagih janjinya. Malu rasanya tidak terkira dan tidak dapat terucapkan oleh kata-kata. Lihatlah kini dirinya harus memakai lingerie, warnanya begitu kontras dengan warna kulitnya. Dan membuat Raka semakin bersemangat untuk melihatnya. "Mana goyangannya?" pinta Raka sekaligus menggoda Salsa. Semakin Salsa merasa malu maka semakin membuatnya merasa gemas. "Aku tidak bisa gerak," ucap Salsa memberi alasan. "Benarkah?" tanya Raka lagi. "Hu'um," Salsa pun mengangguk cepat. Berharap Raka memintanya untuk segera menghentikan semua kekonyolan ini. "Coba dulu," ucap Raka. Ah! Batinnya pun mendesah pasrah karena ternyata Raka tidak memintanya untuk menghentikan semu
"Salsa." "Ya, Oma," jawab Salsa. Salsa pun merasa bahagia karena kedatangan Oma Mala cukup membantunya. Artinya dia bisa lolos dari Raka. "Ini Oma bawakan rujak, barusan Oma dan yang lainnya ngerujak," Oma Mala pun tersenyum sambil berjalan ke arah Salsa. "Wah terima kasih, Oma. Melihatnya saja udah ngiler," kata Salsa. Bertempat dengan Raka yang keluar dari kamar mandi, tentunya setelah menyelesaikan mandinya. "Kalau gitu Oma keluar dulu," pamit Oma Mala. "Lho, kok buru-buru?" tanya Salsa dengan panik. Padahal sebelumnya sudah begitu bersemangat karena merasa mendapatkan bantuan. Sayangnya tidak. "Memangnya kenapa?" Oma Mala terlihat bingung dengan pertanyaan Salsa. Salsa pun tersenyum kecut sambil menatap wajah Raka dengan horor. Padahal pria tampan itu hanya diam saja menyaksikan dirinya dan Oma Mala tengah berbicara. Tapi kenapa dia merasa bulu kuduknya berdiri? "Oma, jadikan ngajakin Salsa masak?" tanya Salsa tiba-tiba. Membuat sang Oma pun bingung
Perlahan Salsa pun mulai tersadar dari ingatannya, dia pun mengedarkan pandangannya untuk mencari ponsel yang telah dia jatuhkan. Hingga akhirnya menemukan ponsel tersebut. Kakinya pun kembali melangkah dan tangannya pun bergerak untuk meraih ponsel tersebut. Namun, karena perutnya yang sudah begitu membuncit membuatnya kesulitan untuk berjongkok. Raka yang dari tadi hanya berdiri di ambang pintu sambil memperhatikan seperti apa reaksi Salsa pun kini mulai melangkah lebih maju. Dengan cepat membantu Salsa untuk mengambil ponsel tersebut. Tapi Salsa yang dibuat sok bukan main, bukan karena takut pada Raka. Namun, ada ingatan yang membuatnya menjadi sulit untuk bernafas sekalipun. Bahkan untuk menerima ponsel yang diberikan Raka padanya pun sulit rasanya untuk menerimanya. "Ambil," kata Raka sambil menggerakkan ponsel di tangannya. Glek! Salsa dibuat meneguk saliva dengan begitu pahitnya, padahal Raka tidak marah, apa lagi suka memukulnya. Namun, tetap sa