Tok tok tok!
Danila mengetuk pintu itu. Ruang kerjanya Hugo, sebab sebelumnya dia sempat meminta Danila untuk menemuinya ke sana. Dengan langkah gontai, Danila membuka pintunya.Kriek!“T-tuan? Anda memanggil saya?” ujar Danila hati-hati bertanya. Kepalanya menyembul ke dalam pintu itu. Terlihat dari kejauhan sana, Hugo tengah duduk diatas kursi kerjanya seraya menatap pada layar monitor komputer miliknya.“Ya, masuklah!” sahut Hugo.Danila berjalan mendekatinya dengan wajah tertunduk. Seperti enggan untuk menatap ke arahnya. Namun....“Ada apa dengan wajahmu?” sambung Hugo bertanya, suaranya terdengar dingin. Bahkan tatapan matanya pun juga sama halnya. Spontan Danila menggelengkan kepalanya pelan.“T-tidak apa-apa, tuan.” Danila menyahuti ucapannya. Walau sebenarnya ia gugup dan takut ketika berhadapan dengan orang itu.“Aku tidak akan berlama-lama mengatakannya. Lihat dan bacalah dengan seksama!” tutur Hugo seraya melemparkan sebuah map berwarna cokelat keemasan. Danila terperanjat, ia ragu mengambilnya. “Ambillah! Itu adalah surat perjanjian kontrak tertulis, antara kau denganku,” lanjutnya berkata.DEG!Danila meneguk salivanya, ia tidak menyangka bahwa pernikahannya benar-benar akan berjalan bukan dengan kemauannya. Bahkan harus ada perjanjian kontrak didalamnya. Ragu-ragu Danila mengambil dan membuka map itu. Ada sebuah lembaran surat yang sudah tertempel oleh materai.Satu persatu kalimat dibaca Danila. Disana tertulis peraturan-peraturan apa saja yang harus dia patuhi dan terapkan selama menjadi istri kedua untuk Hugo. Dan semua aturannya hanya menguntungkan salah sepihak saja. Itu pun sepenuhnya jatuh pada Hugo semata. Danila tidak setuju dengan aturan-aturannya.Danila berdecak kesal, dia lantas membanting map coklat itu diatas meja Hugo.“Aku tidak setuju dengan aturan-aturannya. Bagaimana mungkin, itu hanya menguntungkan kau saja?!” cerca Danila dengan ekspresi yang berbeda dari sebelumnya.Wajah datar dan dingin itu tetap tidak berubah pada ekspresi Hugo saat ini. Dia lantas beranjak bangun, lalu berdiri menyamai Danila.“Kau lupa dengan siapa kau berhadapan sekarang? Apa kau tidak takut? Kalau aku melakukan sesuatu yang berbahaya dan bisa merugikan perusahaan Ayahmu?” gertak Hugo dengan kata-kata tajamnya.Danila membelalakkan kedua matanya. Tatapan emosionalnya berubah tertunduk lagi ke bawah. Yang dikatakan pria kejam itu benar. Danila tidak bisa melawan perintahnya. Lalu apa yang dia bisa lakukan sekarang?Hanya menurut dan mengikuti kemauan Hugo. Maka hidupnya serta keluarganya akan baik-baik saja kedepannya.Danila mengepal kuat kedua tangannya, dia benci pada Hugo. Tatapannya sedu menatap ke bawah sana. Agak lama, ia mengerjapkan kedua matanya sampai ia rasa cukup untuk berekspresi seperti itu. Danila kembali mendongakkan pandangannya menatap pria yang ada dihadapannya sekarang.“Baik. Aku akan mengikuti semua aturan-aturannya. Tapi aku juga boleh memberikan peraturanku sendiri!” ucap Danila menyerah. Gurat senyum mengukir tipis diwajah Hugo.Ya, senyum kecut dan liciknya!“Silakan. Kau bebas melakukan apa pun yang kau inginkan. Asalkan itu tidak mencemarkan namaku menjadi buruk.” Hugo membalas perkataannya.Danila mengambil kembali surat perjanjian itu. Dari awal lagi ia membacanya hingga ke bagian kalimat terakhir yang dekat dengan materai.“Apa ini? Peraturan ini pasti dibuat olehnya sendiri, kan? Dasar harimau gila!” gerutu Danila mengumpatnya dalam hati.“Kau sudah baca semuanya? Hafalkan itu, karena aku tidak mau kau terus menerus membacanya seperti orang bodoh!” celetuk Hugo.“Hei, dia bilang aku bodoh? Dasar harimau gila! Maumu sebenarnya apa, sih? Dia memang sengaja sepertinya membuat peraturan begini. Apa ini? Dia menyuruhku agar menyiapkan semua pakaiannya, lalu menyambutnya pulang setelah bekerja, tidak boleh mengusik kehidupannya? Kalau itu aku terserah padanya. Dan apalagi yang ini? Aku tidak boleh membuat Haga putra kecilnya terusik apalagi terganggu. Memangnya aku mengganggunya? Kami bahkan tak pernah berbicara lembut,” tutur Danila berceloteh dan kembali mengumpat Hugo dalam hatinya.Mengumpatnya dalam hati adalah kesenangan bagi Danila semata. Bisa mengeluarkan semua unek-uneknya.“Sudah selesai bacanya? Aku akan pergi. Kau masih ingin berdiam diri didalam sini atau ikut pergi denganku?!” sanggah Hugo berkata. Danila tergelak kaget, sebab ia hampir saja lupa. Bahwa ia harus segera pulang dan memberitahu pada kedua orang tuanya.Bahwa pernikahannya dengan Hugo akan dilaksanakan lusa. Ia juga harus beritahukan hal itu pada Bagas. Dan secepatnya Danila mengakhiri hubungannya dengan kekasihnya. Sebab tidak mungkin dia akan terus bertahan pada hubungan itu.Hugo pasti akan melakukan sesuatu yang lebih mengerikan dari sekadar gertakannya yang mengancam. Danila tidak ingin keluarganya sengsara hanya karena keegoisan dirinya.“A-aku ikut! T-tolong antarkan aku kembali ke rumahku,” ujar Danila memohon.“Hem ...,” sahut Hugo hanya dengan deheman.“A-apa?” balas Danila bingung, dia tidak paham dengan bahasa Hugo.“Aku bilang, ya. Apa kau tidak dengar tadi?” sungut Hugo sedikit emosional menjawabnya. Danila mengerutkan keningnya sesaat.“Kapan dia bilang begitu? Bukankah dia hanya berdehem? Aneh!” gumam Danila menggerutu dalam hati.Hugo berjalan keluar dari dalam ruangan itu. Diikuti Danila yang mengekor dibelakangnya. Mereka bersiap untuk pergi lagi. Namun, sesampainya mereka didepan pintu, Haga si bayi genius itu tiba-tiba menghalangi langkah kaki keduanya. Betapa imut dan lucunya Haga. Danila begitu gemas melihat tubuhnya yang kecil.“Haga! Kamu sedang apa di sini?” sapa Danila ramah. Dia teringin menyentuh wajah imut Haga, namun langsung ditepis oleh balita berumur tiga tahun itu.“Apa kau punya hak untuk menyentuhku?!” cerca Haga dengan kata-kata tajamnya.“Astaga, aku hampir saja lupa. Dia kan, sama seperti Ayahnya. Sama-sama bermulut tajam dan menyebalkan!” gerutu Danila dalam hati.“Haga, masuklah ke dalam. Ayah akan pergi dan pulang sore nanti,” ujar Hugo menyuruh putra kecilnya pergi dan masuk. Namun Haga menggeleng cepat, dia sepertinya merengek tak ingin ayahnya pergi lagi.“Tidak! Ayah tidak boleh pergi lagi! Aku bahkan belum bermain dengan Ayah?” gumam Haga dengan ekspresi sedunya. Matanya berkaca-kaca menatap wajah Hugo sang ayah.Danila tidak tega melihat pemandangan itu. Seketika hatinya terenyuh menatap Haga. Tapi tiba-tiba Hugo sang ayah berjongkok menyamakan posisi tubuh kecilnya. Helaan napas terdengar panjang keluar dari dalam mulut Hugo.“Haga, Ayah harus kembali ke perusahaan. Biasanya kau tidak begini pada Ayah. Ada apa? Apa kau kesulitan menghadapi pelajaranmu?” tanya Hugo dengan suara yang berbeda. Spontan Danila mendelik menatap ke arahnya dibawah sana.“A-apa?! Seorang Hugo bisa bersikap lembut begitu? Eh, tapi kan dia memang anaknya. Seharusnya tidak heran, kan? Kalau dia baik pada Haga si kecil itu,” celoteh Danila dalam hatinya menerka-nerka.Haga menggeleng kepalanya pelan. Kedua tangan kecilnya merentang dan memeluk sang ayah dengan erat. Anak sekecil itu memang masih membutuhkan kasih sayang yang banyak dari kedua orang tuanya. Sayangnya, Haga harus menerima kenyataan pahit. Bahwa ia hanya mempunyai satu orang tua saja, yakni ayahnya.Sebab ibunya telah meninggal setelah berjuang melahirkannya.Namun kini, Danila hadir sebagai ibu sambung untuknya. Akankah Haga bisa menerima Danila seperti ibu kandungnya sendiri?Singkatnya, Danila dan Hugo telah tiba di kediaman rumah keluarga Danila. Helikopter milik Hugo mendarat tepat disamping halamannya. “Ingat, jangan pernah katakan apapun pada kedua orang tuamu. Kalau kau ingin keluargamu tetap hidup baik-baik saja,” ujar Hugo menggertak Danila. Helaan napas terdengar keluar dari dalam mulutnya, ia tak menyangka bahwa Hugo akan sekejam itu. Dengan anggukan kepala, Danila menuruti perintahnya.Danila dan Hugo keluar secara bersamaan. Keduanya rupanya langsung disambut hangat oleh orang tua Danila. Yang tidak akan pernah tahu hubungan diantara putri dan calon menantunya sebenarnya seperti apa dan bagaimana. “Ayah, Ibu?” gumam Danila ketika pandangannya melihat kedua orang tuanya sudah berdiri di ambang pintu rumahnya. Menyambut kedatangan mereka berdua.“Danila, kau tidak berkata apapun pada Ayah sebelumnya? Kalau Tuan Hugo akan datang ke rumah kita,” ucap ayah Danila menanyakan itu pada putrinya. “Aku ... Tuan Hugo yang tiba-tiba datang menjemputku k
“Maaf, aku tidak bisa melakukan itu. Aku takut, keluargaku tidak baik-baik saja kalau aku pergi bersamamu. Sebaiknya kita akhiri saja hubungan ini sekarang. Sebelum semuanya terlambat. Aku harus pergi, maaf.” Danila melepaskan pelukannya dari Bagas setelah mengatakan hal itu padanya. Bagas tercengang mendengarnya, tak bisa berkata-kata lagi selain helaan napas yang keluar dari mulutnya.Dengan berat hati, Bagas menerima keputusan Danila. Tubuhnya berdiri mematung menatap kepergian kekasihnya. Sejenak, Bagas mengerjapkan kedua matanya. Dia lalu berjalan pergi seusai berbicara pada Danila tadi. “Kau sudah memutuskan orang itu, apa kau tidak takut akan menyesal nantinya?” tiba-tiba Hugo bertanya setelah Danila kembali memasuki dirinya ke dalam rumah. “Aku lebih menyesal jika tidak mendengarkan kata-kata Ayahku,” balas Danila dengan ekspresi datar. Walau sebenarnya dalam hati ia benar-benar bimbang. Langkah kakinya gontai menaiki tangga, menuju kamarnya. Namun....“Danila! Apa yang kau
Tanpa terasa, hari pernikahan Danila dan Hugo telah tiba. Sejak pagi, Danila sudah sibuk dengan persiapannya. Seperti boneka yang hanya akan menuruti, perintah dari tuannya. Helaan napas panjang keluar dari mulut Danila. Ia kelihatan lebih cantik dari biasanya. Memakai gaun pengantin berwarna putih, membuatnya tampak bagaikan peri. “Percayalah pada Ibu, Danila. Kau akan hidup bahagia setelah menikah dengan Tuan Hugo nanti. Ayo, kita harus bergegas menuju hotel. Helikopter Tuan Hugo sudah menunggu didepan,” ujar ibu Danila. Gadis itu hanya terdiam mematung, lalu berjalan mengikuti arahan dari sang ibu. Ketika sudah tiba didepan pintu rumahnya, seorang pria memakai jas hitam tengah berdiri seraya menatap ke arahnya. Sesaat, orang itu memberikan salam hormatnya pada Danila. Baru kali ini, seorang pengantin datang ke acara pernikahannya menaiki helikopter. Bak seperti di negeri dongeng, yang pergi menunggangi kuda poninya. Danila dan ibunya masuk ke dalam helikopter itu. Sementara ayahn
Malam semakin larut, suhu ruang didalam kamar juga semakin dingin menelusuk ke dalam pori-pori kulit. Danila sudah tertidur lelap dalam mimpinya. Tubuhnya masih berbalut gaun pengantinnya. Namun ia tidak tahu bahwa sepasang mata tengah menatap ke arahnya sekarang. Ya, seseorang memasuki ke dalam kamar. Wajah dingin serta senyum kecut terukir pada bibirnya. Orang itu adalah, Hugo. “Ck, dia memakai pakaian begitu untuk dibawa tidur. Apa dia sengaja melakukannya?” cerca Hugo mendengus sebal. Ia tampak merogoh ponselnya dan menelepon seseorang dibalik telepon itu. “Cepat datang ke kamarku, wanita ini tertidur dalam keadaan masih memakai gaun,” ujarnya lagi berbicara pada orang yang tersambung ditelepon itu. Ia lalu berjalan dan menaruh ponselnya diatas meja kecil yang letaknya berada disebelah ranjang sana. Tok Tok Tok Suara ketukan pintu diketuk dari luar. Hugo menoleh, helaan napasnya terdengar berat. Langkah kakinya berjalan gontai mendekati pintu itu dan membukanya. Terlihat seoran
Suara teriakan Haga rupanya terdengar sampai ke lantai atas. Membuat sepasang telinga mendengarnya dengan tajam. Hugo yang baru saja keluar dari dalam kamarnya langsung berlari kecil menuruni anak tangga itu. “Apa yang terjadi dengan Haga?” suara Hugo sang ayah yang panik berjalan mendekati putranya. “Ayah! Wuwu ... aku tidak suka dia, Ayah!” sahut Haga si kecil seraya memeluk ayahnya. GREP! “Dia? Kenapa? Apa yang terjadi memangnya?” tanya Hugo sembari menatap ke arah Danila yang tampak fokus memakan makanannya. “I-itu Tuan, Nona Danila tadi teringin menyuapi Tuan muda kecil, tapi Tuan muda kecil tidak mau dan berteriak pada Nona Danila,” tutur ibu pelayan menjawab pertanyaan dari tuannya. Hugo tampak menghela napasnya panjang. Dia lantas menatap pada putranya yang berada didekatnya sekarang. Tatapan yang begitu dingin membuatnya lebih menakutkan bagi siapa saja yang melihatnya.“Kenapa kau melakukan itu? Dia juga Ibumu,” ujar Hugo mengatakan pada Haga. Anak itu mendongak dan men
Danila terpaku melihat Hugo yang tiba-tiba datang ke sekolah untuk menjemputnya. Namun dia tetaplah Hugo. Semua tindakannya pasti ada maksud tertentu. Danila sebisa mungkin tidak akan terpincut oleh perlakuan manisnya. “T-tuan ... kau juga datang untuk menjemputku?” ujar Danila bertanya-tanya. Hugo tampak biasa saja ekspresinya. Masih tetap datar dan dingin. “Memangnya siapa lagi yang harus kujemput selain kau di sekolah ini? Cepatlah naik!” balas Hugo dingin. Kata-katanya terdengar tajam dan selalu begitu. Danila menghela napasnya seraya tertunduk diam. “Danila, kau hampir saja terpincut oleh kedatangannya ke sini. Untung saja aku tidak lupa, bahwa dia adalah Tuan Hugo yang berkuasa,” tutur Danila dalam hati menggerutu. Sudah pasti akan ada maksud lain. Hugo tiba-tiba datang, bukankah ada sesuatu? Apa di rumahnya telah kedatangan seseorang? Apa itu Kakeknya yang datang ke rumah? Entah, Danila terus menerka-nerka dan bertanya dalam hatinya. “Kakek tiba-tiba datang ke rumahku hari
Malam semakin larut dan hawa dingin menyeruak masuk ke dalam kamar Hugo dan Danila. Samar-samar kedua bola mata Danila terbuka secara perlahan. Tubuhnya menggeliat pelan, berusaha melancarkan otot-ototnya setelah lama tertidur tadi. Sebelah tangannya meraba-raba sekitar tempat tidur itu. Danila terperanjat saat menyadari sebuah tangan melingkar kuat ditubuhnya. Hugo memeluknya dengan sangat erat. Wajah dinginnya sama sekali tak terlihat sekarang. Justru malah menampakkan sosok tampan dalam dirinya. Degup jantung Danila seketika berdebar tidak karuan. Ketika berada dalam situasi seperti ini.“A-apa yang dia lakukan? Kenapa kau malah memelukku erat begini? Bukankah Kakek tidak ada di sini, apa masih harus berakting saat didalam kamar?” gumam Danila dalam hati bertanya-tanya.Krukkk! Krukkk! Krukkk!Suara perut Danila berbunyi tiba-tiba. Ia baru teringat sekarang, bahwa sejak sepulang sekolah tadi belum sempat memakan apapun. Bahkan langsung tertidur pulas saat dalam perjalanan didalam h
Setelah menghabiskan makanannya, Danila kembali lagi ke kamar. Tapi Hugo, pria itu pergi ke ruang kerjanya hingga menjelang pagi. Danila meraba-raba sebelah ranjangnya. Tak ada siapapun selain dirinya sendiri. Perasaan hangat akan dekapan tubuh kekar Hugo semalam tiba-tiba berkelebat. Namun Danila langsung teringat pada kata-katanya yang terdengar tajam semalam. Bahwa pria itu mengatakan tidak akan pernah mau menyentuhnya. Seharusnya Danila senang karena mendapatkan batasan itu darinya. Tapi entah mengapa, perasaannya berubah sedu. Seperti tergores sesuatu benda yang tajam.“Aku tidak ingin jatuh cinta pada pria kejam sepertimu, tapi kau juga yang membuatku menjadi serba salah akan sikapmu itu,” tutur Danila pelan. Pukul 06.00 pagi.Danila beranjak bangun dari tempat tidurnya. Rutinitasnya untuk berangkat ke sekolah setiap pagi tak bis ia tinggalkan. Karena hanya tinggal menghitung hari dan bulan. Danila akan lulus dari masa SMA-nya. Entah akankah ia melanjutkan kuliahnya atau tida
Memaafkan adalah perjalanan melalui lorong kepedihan yang dalam, dan melupakan seperti menelan pahitnya pil kesalahan yang terus menghantui. Dalam redupnya hati, memaafkan terasa seperti mencari cahaya di tengah malam, sementara melupakan adalah luka yang tak pernah lekas sembuh, merajut kisah kesedihan."Jika dipikir-pikir lagi, seharusnya aku sudah benar-benar berpisah dari pria ini. Lantas apa yang terjadi sekarang? Begitu mudahnya dia memaksaku untuk menerimanya kembali sementara semua luka yang pernah dia goreskan untukku masih menyisakannya," tutur Danila dalam hati sedu. Raut wajahnya langsung berubah begitu saja. Namun Hugo menyadari akan hal itu."Ada apa denganmu?" tanya Hugo seolah tak pernah melakukan kesalahan untuknya. Danila menggeleng pelan dan menjauhkan tubuhnya sedikit dari pria itu. "Tak ada apa-apa. Aku hanya ingin beristirahat saja." Danila beralasan. Walau sebenarnya dia masih berduka atas kejadian lalu. Jika diingat lagi, tak mudah baginya untuk melawan semua
Dokter pribadi keluarga Danila tiba di kediaman rumahnya. Seorang pria muda berwajah tampan rupawan yang memakai jas putih ala kedokteran, memasuki diri ke dalam kamar sana. Diikuti oleh kepala pelayan yang bertugas untuk mengantarkannya sampai menemui nona rumah.Tok! Tok! Tok!"Nona muda, dokter pribadinya sudah datang. Apakah beliau boleh masuk sekarang?" teriak sang pelayan wanita itu didepan pintu kamar Danila."Masuk saja. Pintunya tidak dikunci," sahut dari dalam. Terdengar suara bariton khas pria dewasa. Itu pasti Hugo. Ya, ya, ya. Serigala satu ini memang terdengar cukup seksi, suaranya. Eh.Kriek!Pintu kamar terbuka lebar. Terlihat, Danila tengah berbaring diatas ranjang sana dengan tubuh yang tertutupi oleh selimut tebal dari ujung leher hingga kaki. Dokter itu terdengar menghela napas panjang. Lalu mendekati ke arah Danila dan Hugo berada. "Apa keluhan Anda, Nona?" tanya dokter itu pada Danila seraya mengeluarkan alat-alat dari dalam tasnya. Danila justru terdiam sambil
"Selamat pagi, Tuan Hugo! Aku minta maaf karena hanya baju itu yang bisa kuberikan pada Anda, Tuan. Itu adalah baju terbagus yang tak pernah saya gunakan selama ini didalam lemari," tutur ayah mertua pada Hugo. Pria itu tak memberikan reaksi apapun, hanya mengerjapkan kedua matanya sejenak. Danila tiba-tiba menggenggam erat jari jemarinya dibawah sana. Yang kini keduanya tengah duduk bersebelahan di ruang makan ini sekarang."Ayah, tapi bajunya sedikit kebesaran," gumam Danila merasa tidak enak hati dengan Hugo. Sang ayah langsung mengubah ekspresi wajahnya. Tampaknya, beliau takut jika Tuan Hugo tak menyukainya."B-benarkah? K-kalau begitu Ayah akan berikan lagi yang baru."Hugo lantas menoleh dan menatap dalam Danila sambil mengeratkan genggaman tangannya. "Tidak perlu. Ini sudah cukup untukku. Terimakasih, Ayah mertua." Hugo berkata dingin. Yeah, pria itu memang selalu begitu, kan. Menampilkan ekspresi wajah dinginnya. "T-tidak ... akulah yang seharusnya berterimakasih pada Tuan
Tok! Tok! Tok!Suara pintu kamar Danila diketuk dari arah luar. Wanita itu mencoba beranjak bangun untuk membukakan pintunya. Namun Hugo langsung menepisnya. "Aku saja yang membukanya," katanya seraya berjalan ke sana.Kriek!"Tuan Hugo, m-maaf ... i-ini ... saya hanya mengantarkan baju ini untuk Nona muda. Tuan besar memintaku agar membawakannya ke sini," ujar seorang pelayan wanita berkata gugup padanya. suaranya tampak terdengar gemetar ketakutan.Serigala satu itu memang senang membuat orang lain ketakutan. Dasar mengesalkan!"Terima kasih. Katakan pada Ayah mertuaku, aku menyukai bajunya," ucap Hugo membalasnya. Pelayan itu mengangguk paham sambil membungkukkan sedikit bahunya."B-baik, Tuan. Kalau begitu saya permisi pergi." Hugo mengibaskan tangannya ke arah pelayan itu. "Ayah sudah mengirimkannya?" tanya Danila yang saat ini tengah berada diatas ranjang sana. Bermain dengan Dilan sembari menyusuinya."Ya. Aku akan memakainya." Danila mengangguk mengiyakan.Hugo lantas memasu
GREP!Pelukan Danila langsung mengubah suasana hati Hugo dalam sekejap mata. Pria itu berubah kaku dan terdiam ditempatnya. Detik kemudian, Hugo berbalik badan menghadapnya. Keduanya lantas tampak saling pandang sekarang. Cup!Hugo mengecup lembut bibir ranum Danila setelah menatap matanya agak lama. Perasaan aneh yang tumbuh didalam hati Danila. Yang sebenarnya benci, namun enggan melupakannya apalagi menjauhkan dirinya dari pria itu."Kau menikmati ciumanku. Apa itu berarti aku diberikan kesempatan?" ucap Hugo tanpa melepaskan aktivitasnya. Danila tak berkata apa-apa. Wanita itu terdiam kaku dan mempererat pelukannya."Huh ... hah!" deru napas Danila memburu. Setelah melepaskan ciumannya dari Hugo tadi."Bukankah Tuan sudah tahu apa jawabannya? Kenapa masih berta..." tutur Danila langsung terpotong sebab Hugo kembali membungkam bibirnya dengan ciuman. Namun kali ini agak kasar. Hingga menimbulkan beberapa tanda kissmark dibagian leher jenjangnya."Jangan memanggilku dengan sebutan i
"Beri aku waktu untuk memikirkannya," ujar Danila seraya menjauhkan dirinya dari Hugo. Pria itu menatapnya nanar sesaat, lalu mengembuskan napasnya yang terdengar cukup berat."Baiklah. Aku tunggu jawabanmu besok pagi." Danila lantas membelalakkan matanya lebar-lebar. "Aku tidak suka menunggu lama," lanjutnya lagi berkata. Danila mengembuskan napasnya panjang. "Dilan membutuhkanku. Kalau begitu aku pergi," kata Danila sambil membuka pintu mobilnya. Namun Hugo tiba-tiba berkata...."Haga selalu menunggu kedatanganmu. Dia bilang ... merindukan Bundanya," gumam Hugo dengan suara pelan. Bahkan hampir tak terdengar jelas ditelinga Danila. "A-apa?" ucap Danila berbalik tanya. Hugo lantas melengos dan mulai menyalakan mesin mobilnya."Pergilah. Dia pasti lebih membutuhkanmu," kilah Hugo mengganti topik. Danila terdiam beberapa saat. Lalu mengangguk mengiyakan."Aku pergi." Hugo tak membalasnya. Namun raut wajahnya tampak berubah memerah sekarang.Hei, hei, hei! Lihat itu, serigala gila ini
"Apa yang kau lakukan?" cetus Danila bertanya. Hugo lantas semakin bertindak melebihi batas. Pria itu menenggelamkan kepalanya pada bahu Danila. Sosok arogan yang biasanya ia tampakkan untuk menindas istri kecilnya kini berubah bertekuk lutut dihadapannya. Dalam hati, Danila tersenyum penuh kemenangan. Merasa puas dengan melihat sosoknya yang lemah. Itulah bayaran dari perlakuannya terhadap Danila pada kehidupan sebelumnya."Maaf..." gumam Hugo sambil mendekap erat tubuh Danila dengan melingkarkan kedua tangannya pada perutnya yang rata. Saat semuanya sudah terjadi, kata maaf saja tak mampu bisa menghapus segala ingatan memori yang sudah terlanjur tenggelam dalam benak Danila. Hugo sudah melewati batas kesabarannya. Dengan mudahnya dia mengatakan kata-kata maaf. Setelah melakukan semua yang terjadi. Kasus penculikan, bahkan Danila hampir saja keguguran karena perencanaan aborsi itu."Hujan semakin deras. Sebaiknya kau kembali ke rumahmu," sanggah Danila mengalihkan obrolan. Tapi reak
Hugo melakukan pertemuan dengan dokter yang menangani laboratorium uji tes DNA pada bayinya Danila secara rahasia. Tampaknya, pria itu masih belum percaya dengan hasilnya. Aura serta raut wajah yang dingin begitu menyergap di meja pertemuan itu. Dokter Reno terlihat memberikan secarik surat berisi hasil tes uji coba yang kedua. Hugo lantas mengambilnya sambil menatap dokter tampan ini dengan tatapan tajam pada kedua mata elangnya.“Apa kau tahu, aku benci dengan kesalahan. Kau harusnya tahu, kan. Apa akibatnya jika kau benar-benar melakukan kesalahan?” ujar Hugo menggertak. Dokter tampak meneguk salivanya, lalu menunduk ke bawah sana sembari mengangguk pelan.Hei, hei, hei! Dia mengatakan itu karena dia sendiri tidak pernah melakukan kesalahan. Yang benar saja, orang perfeksionis sepertinya membandingkan dirinya dengan orang lain. Benar-benar serigala yang menyebalkan!“I-iya, Tuan. S-saya yakin seratus persen, kalau saya tidak melakukan kesalahan.” Hugo mengernyit sambil membaca isi d
Yang pergi akan tetap pergi, walaupun kau telah menjaganya dengan begitu kuat. Dan yang datang akan datang, walaupun kau tidak menginginkan kedatangannya. Bukan berarti hatinya tak sakit, bukan pula hatinya tak hancur, bukan pula hatinya tak perih, namun hanya kepasrahan yang mengiringi. Danila telah tiba didepan halaman kediaman rumah keluarganya. Tubuh kecil dan lemah itu terlihat menggendong makhluk mungil dengan penuh ketulusan. Sekretaris Jo mengantarkannya sampai didepan pintu saja. Bahkan para pengawal itu pun tak membawakan barang-barang miliknya sampai ke dalam sana. Mereka pasti begitu malu, dan tak punya wajah untuk melihat kedua orang tua Danila yang sampai detik ini masih belum mengetahui kehamilan serta kelahiran cucu pertama mereka. “Terima kasih, sekretaris Jo.” Danila berkata sungkan seraya menundukkan pandangannya. Tatapan sekretaris Jo justru tampak bimbang menatap ke arahnya. Seperti orang yang kehabisan kata-kata tuk menjawabnya. “Tak perlu berterima kasih, Nona