Danila memagut paham seraya tersenyum tipis menatap Bagas. “Terima kasih, ini saja sudah cukup untukku,” kata Danila. “Sama-sama,” balas Bagas sambil menampilkan senyumnya yang terkesan canggung.Tak ada obrolan lagi setelah keduanya melakukan percakapan itu. Danila mulai asyik menikmati makanannya. Dengan lahap ia mengunyah pizza dan susu yang dibuatkan oleh Bagas tadi. “Pelan-pelan, nanti kalau tersedak bagaimana?” Bagas mengingatkan. Namun detik kemudian....SETSentuhan tangan tiba-tiba menyentuh bibir Danila yang berlepotan karena susu putih yang ia minum itu. Sontak Danila membelalakkan kedua matanya seketika. Tapi langsung ia tepis dan menjauh sedikit jaraknya dari posisi Bagas duduk saat ini.“Maaf ... aku refleks hanya mencoba membersihkan sisa-sisa makanan yang kau makan tadi,” tutur Bagas seraya tertunduk canggung. Danila spontan terdiam sejenak.Banyak orang yang tidak sadar apa yang mereka punya sampai ia kehilangan. Namun, itu bukan berarti mereka harus mendapat
“Lepaskan aku!” teriak Danila memberontak terhadap para pengawalnya Hugo. “Nona muda, saya harap Anda tidak melawan. Karena itu akan membuat Tuan muda semakin segan untuk melakukan hal lebih daripada ini untuk Anda,” cetus salah seorang pengawal itu pada Danila. Dalam sekejap mata, Danila lantas terdiam. Matanya berkaca-kaca menatap lurus ke depan. Tubuhnya begitu lemah dan tak bertenaga untuk kembali memberontak seperti tadi. Berbagai rasa penyesalan pada dirinya karena sudah melibatkan Bagas ke dalam permasalahan hidupnya. “Kumohon, lepaskanlah Bagas! Jangan sentuh sedikit pun dia. Atau aku akan bunuh diri di sini!” ancam Danila pada para pengawal itu. Nyalinya sudah menggila sekarang. Ia tidak lagi memikirkan dirinya sendiri. Melainkan mantan kekasihnya Bagas, yang sudah banyak menolongnya kemarin hari. “Jangan memberikan kami perintah yang tidak akan pernah kami lakukan, Nona. Karena kami hanya akan mendengarkan kata-kata dari Tuan muda saja,” tutur salah seorang pengawal Hugo
"Katakan lagi nama orang itu! Katakan sekali lagi!" gertak Hugo dengan suara lantang membentak Danila seraya menggigit lekukan tubuhnya. "Awh! Hiks ... hiks! S-sakit ... sudah cukup," tutur Danila sedu meringis kesakitan.Hugo tidak menggubris perkataannya. Pria itu semakin brutal menyentuhnya. Hal yang membuat Danila bertambah membencinya. "Bagian termanis dari menjadi pasangan adalah berbagi hidupmu dengan orang lain. Tapi hidupku ternyata, tidak cukup baik untuk dibagikan," gumam Danila dalam hati sedu."Apa kau tahu? Semakin kau membelanya, semakin berkeinginan untuk melenyapkan orang itu dari dunia ini," bisik Hugo tiba-tiba ditelinga Danila.DEG!Kedua bola mata Danila membulat lebar. Degupan jantungnya berdebar kencang tak beraturan. Danila spontan mendongak menatap Hugo dengan tatapan tajam. Tangannya bergetar kuat, detik kemudian....Plak!Sebuah tamparan mendarat pada wajah Hugo. Ya, Danila dengan berani menamparnya tanpa ragu. Entah sudah kemasukan setan apa Danila bisa me
“Bagas, sadarlah. Dia sudah jadi Istri orang lain. Kenapa kau belum sadar pula? Aku ini tunanganmu! Kita akan menikah beberapa hari lagi. Tapi kamu malah membicarakan ini padaku?” Kania tiba-tiba mengumpatnya dengan raut wajah kesalnya. Seraya beranjak bangun dari sana dan bersiap untuk pergi keluar dari rumah itu. “Aku sebaiknya kembali saja. Kau ... istirahatlah sampai lukamu sembuh,” lanjutnya berkata. Tidak ada penahanan dari Bagas terhadap Kania. Lelaki itu hanya terdiam mematung sambil mencerna ucapan Kania barusan. Bahkan sampai Kania menghilang dari balik pintu itu, Bagas tak kunjung mengejarnya. “Kau benar, aku harusnya sadar. Tapi sayangnya, rasa cintaku untuk Danila tetap tidak berubah, Kania.” Bagas bergumam seraya tertunduk sedu. "Dia mengajariku cara mencintai, tapi bukan cara untuk berhenti," lanjutnya lagi berkata sambil menekan keningnya.Hal yang dilakukan Bagas, begitu nekat untuk merebut kembali seseorang yang dia cintai. Tanpa sadar, kapasitas dirinya tidak bisa
“Tapi aku tidak menganggapmu temanku,” cerca Hugo dengan raut datarnya. Dokter Alex sontak menyipitkan kedua matanya, dengan lubang hidungnya yang tampak kembang kempis sekarang.“Baiklah, baiklah. Walaupun kau tidak menganggapku, tapi aku akan mencoba berbaur dan akrab dengan Kakak ipar ini. Siapa namamu, Nona cantik? Hei, dia masih kecil sekali, Hugo. Apa kau menikahi seorang gadis SMA?” celoteh dokter Alex kini beralih pada Danila. Kedua matanya berbinar menatapnya. Namun....“Berhenti berceloteh tidak penting atau kau akan kukirimkan ke bagian Kutub Utara?!” gertak Hugo tidak suka. “Kau pun juga tidak boleh asal memanggil Danila. Ingatlah dengan batasan-batasanmu,” lanjutnya lagi berkata.Glek!Dokter Alex seketika meneguk salivanya ketika mendengar kata-kata tajamnya Hugo. Pria dewasa itu memagutkan kepalanya dengan ekspresi wajah piasnya. Tapi Danila, sedari tadi hanya diam dan memperhatikan orang-orang didepannya ini. Memandang aneh pada hubungan Hugo dan dokter Alex.Pria
“B-bagaimana mungkin kau menyuruhku untuk membunuh bayi yang darah dagingmu sendiri?! Kau keterlaluan!” sungut Danila sedikit emosional. Hugo tampak menyeringai tipis menatapnya, seraya berjalan mendekat pada Danila. SET Hugo menyentuh dagu Danila, mencengkeramnya dengan kuat. “Kau berpikir aku akan mengakui bayi itu? Ck! Kau tidak lain dari wanita murahan, Danila. Mana mungkin aku mengakui anak haram dari hubungan gelapmu dengan orang itu?! Benar-benar hebat, akting yang hebat!” cerca Hugo sambil menghempaskan wajah Danila. Lalu bertepuk tangan didepan wajah Danila yang sudah berkaca-kaca karena mendengar perkataannya yang menyakitkan. Seorang anak yang tidak diakui oleh ayahnya sendiri, lalu menuduh pria lain yang telah menghamili istrinya. Danila tak menyangka, Hugo akan sejahat itu. Bahkan dia lebih kejam daripada iblis. Plak! Dengan berani, Danila menampar wajah pria itu. Ini adalah yang kedua, Danila melakukan hal yang dibenci oleh Hugo. Hatinya bergetar dan bergemuruh heba
"T-tentu saja ... boleh," ujar Danila sambil mengulum senyum kecilnya. GREP!Tiba-tiba Haga kecil mendekap tubuhnya dengan sangat erat. Danila membalas sentuhan tangannya yang kecil. Perasaan hangat dan nyaman, membuat anak itu tampaknya merasa terlindungi. Sesuatu hal yang belum pernah Haga lakukan bersama mendiang ibu kandungnya. Sebab Sania meninggal setelah melahirkan dirinya ke dunia ini."Teman-temanku sering melakukan hal seperti ini dengan Ibunya. Sekarang aku juga bisa melakukannya bersamamu," tutur Haga terdengar sedu. Danila terenyuh seketika."Haga juga bisa memelukku seperti ini kapan pun Haga mau," balas Danila sambil mengelus lembut pucuk kepala kecilnya. Anak itu memagutkan kepalanya pelan.Hanya orang yang hatinya penuh cinta dapat memilih untuk mencintai anak orang lain seperti anaknya sendiri. Kedekatan antara anak tiri dan ibu tiri memang bisa dibilang sulit. Dan ibu tiri yang baik benar-benar dapat mengubah kehidupan seorang anak, menjadi lebih baik dan bisa mene
Satu minggu berlalu, Danila masih menjalani kehidupan didalam rumah utama bak seperti orang asing. Bahkan Adriana, wanita itu masih berada di sana. Entah apa alasannya, Hugo mempertahankan dia tetap tinggal bersamanya. Danila terus merasa terancam akan keberadaan wanita itu disisinya. Karena dia, Hugo semakin membenci dan memperlakukannya tidak adil.Suasana sarapan pagi bersama di kediaman utama. Danila menyiapkan menu sarapannya. Hanya dia sendiri yang melakukannya. Hugo melarang semua pelayan di kediaman utama untuk membantu Danila. Rajanya iblis yang benar-benar tega. Dia sengaja melakukan itu agar mempercepat Danila mengalami keguguran. Mempercayai apa yang dia lihat dengan sebelah matanya. Bukan dari apa yang benar-benar dia ketahui sebenarnya. Bahwa bayi yang didalam kandungan Danila, ialah darah dagingnya sendiri.Hugo, jangan sampai kau menyesal dikemudian hari."Bunda, ayo kita sarapan bersama." Haga tiba-tiba memanggil Danila saat wanita itu masih melayani mereka untuk sara
Memaafkan adalah perjalanan melalui lorong kepedihan yang dalam, dan melupakan seperti menelan pahitnya pil kesalahan yang terus menghantui. Dalam redupnya hati, memaafkan terasa seperti mencari cahaya di tengah malam, sementara melupakan adalah luka yang tak pernah lekas sembuh, merajut kisah kesedihan."Jika dipikir-pikir lagi, seharusnya aku sudah benar-benar berpisah dari pria ini. Lantas apa yang terjadi sekarang? Begitu mudahnya dia memaksaku untuk menerimanya kembali sementara semua luka yang pernah dia goreskan untukku masih menyisakannya," tutur Danila dalam hati sedu. Raut wajahnya langsung berubah begitu saja. Namun Hugo menyadari akan hal itu."Ada apa denganmu?" tanya Hugo seolah tak pernah melakukan kesalahan untuknya. Danila menggeleng pelan dan menjauhkan tubuhnya sedikit dari pria itu. "Tak ada apa-apa. Aku hanya ingin beristirahat saja." Danila beralasan. Walau sebenarnya dia masih berduka atas kejadian lalu. Jika diingat lagi, tak mudah baginya untuk melawan semua
Dokter pribadi keluarga Danila tiba di kediaman rumahnya. Seorang pria muda berwajah tampan rupawan yang memakai jas putih ala kedokteran, memasuki diri ke dalam kamar sana. Diikuti oleh kepala pelayan yang bertugas untuk mengantarkannya sampai menemui nona rumah.Tok! Tok! Tok!"Nona muda, dokter pribadinya sudah datang. Apakah beliau boleh masuk sekarang?" teriak sang pelayan wanita itu didepan pintu kamar Danila."Masuk saja. Pintunya tidak dikunci," sahut dari dalam. Terdengar suara bariton khas pria dewasa. Itu pasti Hugo. Ya, ya, ya. Serigala satu ini memang terdengar cukup seksi, suaranya. Eh.Kriek!Pintu kamar terbuka lebar. Terlihat, Danila tengah berbaring diatas ranjang sana dengan tubuh yang tertutupi oleh selimut tebal dari ujung leher hingga kaki. Dokter itu terdengar menghela napas panjang. Lalu mendekati ke arah Danila dan Hugo berada. "Apa keluhan Anda, Nona?" tanya dokter itu pada Danila seraya mengeluarkan alat-alat dari dalam tasnya. Danila justru terdiam sambil
"Selamat pagi, Tuan Hugo! Aku minta maaf karena hanya baju itu yang bisa kuberikan pada Anda, Tuan. Itu adalah baju terbagus yang tak pernah saya gunakan selama ini didalam lemari," tutur ayah mertua pada Hugo. Pria itu tak memberikan reaksi apapun, hanya mengerjapkan kedua matanya sejenak. Danila tiba-tiba menggenggam erat jari jemarinya dibawah sana. Yang kini keduanya tengah duduk bersebelahan di ruang makan ini sekarang."Ayah, tapi bajunya sedikit kebesaran," gumam Danila merasa tidak enak hati dengan Hugo. Sang ayah langsung mengubah ekspresi wajahnya. Tampaknya, beliau takut jika Tuan Hugo tak menyukainya."B-benarkah? K-kalau begitu Ayah akan berikan lagi yang baru."Hugo lantas menoleh dan menatap dalam Danila sambil mengeratkan genggaman tangannya. "Tidak perlu. Ini sudah cukup untukku. Terimakasih, Ayah mertua." Hugo berkata dingin. Yeah, pria itu memang selalu begitu, kan. Menampilkan ekspresi wajah dinginnya. "T-tidak ... akulah yang seharusnya berterimakasih pada Tuan
Tok! Tok! Tok!Suara pintu kamar Danila diketuk dari arah luar. Wanita itu mencoba beranjak bangun untuk membukakan pintunya. Namun Hugo langsung menepisnya. "Aku saja yang membukanya," katanya seraya berjalan ke sana.Kriek!"Tuan Hugo, m-maaf ... i-ini ... saya hanya mengantarkan baju ini untuk Nona muda. Tuan besar memintaku agar membawakannya ke sini," ujar seorang pelayan wanita berkata gugup padanya. suaranya tampak terdengar gemetar ketakutan.Serigala satu itu memang senang membuat orang lain ketakutan. Dasar mengesalkan!"Terima kasih. Katakan pada Ayah mertuaku, aku menyukai bajunya," ucap Hugo membalasnya. Pelayan itu mengangguk paham sambil membungkukkan sedikit bahunya."B-baik, Tuan. Kalau begitu saya permisi pergi." Hugo mengibaskan tangannya ke arah pelayan itu. "Ayah sudah mengirimkannya?" tanya Danila yang saat ini tengah berada diatas ranjang sana. Bermain dengan Dilan sembari menyusuinya."Ya. Aku akan memakainya." Danila mengangguk mengiyakan.Hugo lantas memasu
GREP!Pelukan Danila langsung mengubah suasana hati Hugo dalam sekejap mata. Pria itu berubah kaku dan terdiam ditempatnya. Detik kemudian, Hugo berbalik badan menghadapnya. Keduanya lantas tampak saling pandang sekarang. Cup!Hugo mengecup lembut bibir ranum Danila setelah menatap matanya agak lama. Perasaan aneh yang tumbuh didalam hati Danila. Yang sebenarnya benci, namun enggan melupakannya apalagi menjauhkan dirinya dari pria itu."Kau menikmati ciumanku. Apa itu berarti aku diberikan kesempatan?" ucap Hugo tanpa melepaskan aktivitasnya. Danila tak berkata apa-apa. Wanita itu terdiam kaku dan mempererat pelukannya."Huh ... hah!" deru napas Danila memburu. Setelah melepaskan ciumannya dari Hugo tadi."Bukankah Tuan sudah tahu apa jawabannya? Kenapa masih berta..." tutur Danila langsung terpotong sebab Hugo kembali membungkam bibirnya dengan ciuman. Namun kali ini agak kasar. Hingga menimbulkan beberapa tanda kissmark dibagian leher jenjangnya."Jangan memanggilku dengan sebutan i
"Beri aku waktu untuk memikirkannya," ujar Danila seraya menjauhkan dirinya dari Hugo. Pria itu menatapnya nanar sesaat, lalu mengembuskan napasnya yang terdengar cukup berat."Baiklah. Aku tunggu jawabanmu besok pagi." Danila lantas membelalakkan matanya lebar-lebar. "Aku tidak suka menunggu lama," lanjutnya lagi berkata. Danila mengembuskan napasnya panjang. "Dilan membutuhkanku. Kalau begitu aku pergi," kata Danila sambil membuka pintu mobilnya. Namun Hugo tiba-tiba berkata...."Haga selalu menunggu kedatanganmu. Dia bilang ... merindukan Bundanya," gumam Hugo dengan suara pelan. Bahkan hampir tak terdengar jelas ditelinga Danila. "A-apa?" ucap Danila berbalik tanya. Hugo lantas melengos dan mulai menyalakan mesin mobilnya."Pergilah. Dia pasti lebih membutuhkanmu," kilah Hugo mengganti topik. Danila terdiam beberapa saat. Lalu mengangguk mengiyakan."Aku pergi." Hugo tak membalasnya. Namun raut wajahnya tampak berubah memerah sekarang.Hei, hei, hei! Lihat itu, serigala gila ini
"Apa yang kau lakukan?" cetus Danila bertanya. Hugo lantas semakin bertindak melebihi batas. Pria itu menenggelamkan kepalanya pada bahu Danila. Sosok arogan yang biasanya ia tampakkan untuk menindas istri kecilnya kini berubah bertekuk lutut dihadapannya. Dalam hati, Danila tersenyum penuh kemenangan. Merasa puas dengan melihat sosoknya yang lemah. Itulah bayaran dari perlakuannya terhadap Danila pada kehidupan sebelumnya."Maaf..." gumam Hugo sambil mendekap erat tubuh Danila dengan melingkarkan kedua tangannya pada perutnya yang rata. Saat semuanya sudah terjadi, kata maaf saja tak mampu bisa menghapus segala ingatan memori yang sudah terlanjur tenggelam dalam benak Danila. Hugo sudah melewati batas kesabarannya. Dengan mudahnya dia mengatakan kata-kata maaf. Setelah melakukan semua yang terjadi. Kasus penculikan, bahkan Danila hampir saja keguguran karena perencanaan aborsi itu."Hujan semakin deras. Sebaiknya kau kembali ke rumahmu," sanggah Danila mengalihkan obrolan. Tapi reak
Hugo melakukan pertemuan dengan dokter yang menangani laboratorium uji tes DNA pada bayinya Danila secara rahasia. Tampaknya, pria itu masih belum percaya dengan hasilnya. Aura serta raut wajah yang dingin begitu menyergap di meja pertemuan itu. Dokter Reno terlihat memberikan secarik surat berisi hasil tes uji coba yang kedua. Hugo lantas mengambilnya sambil menatap dokter tampan ini dengan tatapan tajam pada kedua mata elangnya.“Apa kau tahu, aku benci dengan kesalahan. Kau harusnya tahu, kan. Apa akibatnya jika kau benar-benar melakukan kesalahan?” ujar Hugo menggertak. Dokter tampak meneguk salivanya, lalu menunduk ke bawah sana sembari mengangguk pelan.Hei, hei, hei! Dia mengatakan itu karena dia sendiri tidak pernah melakukan kesalahan. Yang benar saja, orang perfeksionis sepertinya membandingkan dirinya dengan orang lain. Benar-benar serigala yang menyebalkan!“I-iya, Tuan. S-saya yakin seratus persen, kalau saya tidak melakukan kesalahan.” Hugo mengernyit sambil membaca isi d
Yang pergi akan tetap pergi, walaupun kau telah menjaganya dengan begitu kuat. Dan yang datang akan datang, walaupun kau tidak menginginkan kedatangannya. Bukan berarti hatinya tak sakit, bukan pula hatinya tak hancur, bukan pula hatinya tak perih, namun hanya kepasrahan yang mengiringi. Danila telah tiba didepan halaman kediaman rumah keluarganya. Tubuh kecil dan lemah itu terlihat menggendong makhluk mungil dengan penuh ketulusan. Sekretaris Jo mengantarkannya sampai didepan pintu saja. Bahkan para pengawal itu pun tak membawakan barang-barang miliknya sampai ke dalam sana. Mereka pasti begitu malu, dan tak punya wajah untuk melihat kedua orang tua Danila yang sampai detik ini masih belum mengetahui kehamilan serta kelahiran cucu pertama mereka. “Terima kasih, sekretaris Jo.” Danila berkata sungkan seraya menundukkan pandangannya. Tatapan sekretaris Jo justru tampak bimbang menatap ke arahnya. Seperti orang yang kehabisan kata-kata tuk menjawabnya. “Tak perlu berterima kasih, Nona