Menikah, suatu hal yang belum pernah ia inginkan sebelumnya. Yang Shanaya harapkan, dia bisa menjalankan rumah tangganya dengan rasa cinta, berbagai suka dan duka bersama. Bukan malah seperti ini, hubungan dingin dan toxic yang malah Shanaya dapatkan.Dirinya pikir, wajah tampan rupawan bak malaikat seperti Farraz tidak sekejam dan sekasar itu. Dia malah seperti iblis kejam yang sangat menunjukan kebencian padanya.Baru saja kehidupan rumah tangganya dimulai, Shanaya harus mendapatkan perlakuan kasar dari orang terdekatnya, yang tak lain dan tak bukan adalah suaminya sendiri. Segitu bencinya Farraz, sampai pria itu melukainya hanya karena hal sepele."Baru awal saja sudah membuatku menderita, aku harus bagaimana? Apa aku harus belajar ilmu bela diri agar bisa melawan kekejaman Mas Farraz?" Shanaya terus bergumam, membiarkan keningnya berdenyut kantaran belum dia obati.Tubuhnya malas untuk beranjak, ia hanya ingin istirahatkan diri guna menghilangkan rasa lelah dan pusingnya. [Apa ka
Karena tidak ada alasan lagi bagi Shanaya untuk terus beralibi, akhirnya dia menganggukkan kepala pelan sebagai jawaban. Shanaya jadi resah, syaraf tubuhnya semakin menegang, hingga dia harus meremas ujung dressnya guna menetralisir ketegangan ini.Tuan Aryan menghembuskan napas panjang. Tidak bisa dia sangka jika Farraz akan melakukan kekerasa pada Shanaya, bahkan sudah menyakiti gadis yang tidak bersalah.Dibalik kacamata minesnya, Tuan Aryan membenarkan kacamata yang bertengger di hidung bangirnya. Dia menatap menantunya dengan perasaan bersalah. Dia merasa tidak enak hati, harus melibatkan Shanaya untuk menghadapi sikap putranya."Jujur saja, kau tidak bisa membohongi Ayah mertuamu ini, Shanaya. Ayah hanya ingin bilang padamu, tolong bertahanlah dan buat dia jatuh cinta padamu," pinta Tuan Aryan, nada bicaranya mulai terdengar serius.Gadis di hadapannya membalas tatapan Tuan Aryan sejenak, lalu membuang pandangan ke arah lantai. Permintaan Ayah mertuanya sangat sulit dia lakukan,
Selepas selesai memakai skincare di wajahnya, Shanaya memutuskan untuk turun ke bawah. Untuk menunggu kepulangan sang suami. Dia juga sudah menyiapkan makan malam sebelum mandi tadi, masakannya pun sudah tersaji di meja makan.Kaki-kaki jenjang Shanaya menuruni setiap anak tangga, dia berjalan di ruang tamu saja, karena jarak ruang itu dekat dengan pintu.Entah jam berapa suaminya itu pulang, Shanaya tidak tahu dan belum sempat bertanya. Ingin bertanya juga, Farraz selalu menjaga jarak dengannya.Sekian jam menunggu, hingga rasa kantuk terasa. Shanaya menguap dan menutup mulutnya, ia melirik jam dinding yang menunjukankan pukul 20.40 malam. Suara deru kendaraan, membuat kantuk Shanaya jadi hilang begitu saja. Itu pasti suaminya.Dengan gugup, Shanaya melangkahkan kakinya untuk menyambut sang suami di ambang pintu. Ketika sosok Farraz terlihat, mata Shanaya membelalak karena melihat wajah suaminya babak belur."Mas, wajah kamu kenapa? Kok banyak luka lebam kayak gitu?" Shanaya meraih t
Dengan cepat Tuan Aryan meraih tengkuk kepala istrinya, mengikis jarak antara keduanya. Tanpa basa-basi, Tuan Aryan langsung memagut bibir sang istri dengan brutal, hingga membuat Arsinta kewalahan tetapi ia masih bisa mengimbanginya.Arsinta melingkarkan tangannya di leher sang suami, supaya memperdalam peraduan bibir keduanya. Tangan Tuan Aryan menahan tengkuk Arsinta dan melahap bibir kenyal yang menjadi bagian favoritnya. Tangan Tuan Aryan yang tidak dibiarkan menganggur, hingga tangan berkulit keriput itu meremas buah dada Arsinta yang sangat menggoda.Akibat remasan kuat itu, Arsinta tidak kuat menahan desahan nikmatnya kala tangan sang suami semakin bergerilya ke setiap bagian sensitifnya."Nghhh ... ah ...." Arsinta melepaskan sejenak pagutan bibirnya kala tak kuat menahan erangan nikmat akibat ulah suaminya. Tuan Aryan merebahkan tubuh Arsinta, hingga terlentang, tubuh tanpa sehelai benang itu pun sangat menggoda dan sangat memanjakan matanya, hingga sesuatu di bawa sana sud
Farraz kembali ke dalam kamarnya dengan gejolak yang masih tertahan dalam tubuhnya. Sudah satu tahun ini dirinya tidak melakukan hubungan suami-istri. Wajar saja, dia mudah terangsang hanya melihat tubuh Shanaya barusan.Biasanya dia akan merasa biasa saja melihat wanita dengan penampilan sexy dan terbuka, tapi saat melihat Shanaya, alat kelelakiannya mendadak berdiri tegak. Apalagi saat kedua 'milik' keduanya saling menempel. Membuat Farraz semakin tersiksa saja.Farraz memajamkan mata, ia menatap foto Grisella yang terpanjang di dalam kamarnya, dia mengelus 'miliknya' yang masih tegak. Sudah lama ini Farraz tidak menyalurkan kebutuhan biologisnya. Meski sering datang ke club malam, dia hanya akan minum saja, tidak sampai menyewa wanita malam."Shit! Kau membuatku tersiksa!" umpat Farraz. Alhasil, dia hanya mampu menidurkan 'miliknya' sendiri, tanpa harus menuntaskannya dengan wanita lain.Tidak bisa bohong, jika wajah Shanaya memang cantik dan penampilannya selalu memukau. Bahkan ba
Kemarahan Shanaya semakin menjadi-jadi, kala Farraz malah menyangkut pautkan Ayahnya ke dalam masalah mereka. Jelas Shanaya merasa sakit hati, tidak sepatutnya sang suami menghina Ayahnya.Rasa kesal dan sakit hati dirasakan Shanaya. Dia ini tipikal orang yang sulit untuk marah, jika dia sudah kelepasan seperti ini, itu berarti sudah sangat menyakitkan baginya. Farraz dibuat bergeming, melihat kemarahan yang tertahan di wajah istrinya. Tidak bisa dipungkiri jika Shanaya akan berani melawannya, bahkan sampai mendorongnya, hal ini membuat Farraz merasa tertantang. Farraz menatap satu persatu maid yang masih berdiri tak jauh dari mereka."Apa yang sedang kalian lihat?! Pergi!" sentak Farraz. Ketiga maid itu langsung buru-buru meninggalkan meja makan, takut kena sasaran kemarahan Farraz."Kenapa kau harus marah? Kau setuju menikahiku karena hartaku, bukan? Kau diam-diam ingin mengeruk uangku, sama seperti Ayahmu?" tuduhnya.Bibir Shanaya bergetar, menahan isak tangis yang dia tahan. Diamn
Di kantor tempatnya bekerja, saat ini Farraz selalu disibukkan dengan pekerjaannya. Ada banyak sekali berkas dan data-data yang harus dia selesaikan. Begitu melelahkan jika setiap hari berkutat dengan hal seperti ini. Baguslah, setidaknya ada kegiatan yang mengalihkannya agar tidak terlalu teringat Grisella.Dia juga belum sempat menjenguk. Farraz menyimpan balpoin di tangannya, dia memijat pangkal hidung. Akibat kejadian semalam tadi, tubuhnya terasa lemas dan pusing. Sebagai seorang lelaki, Farraz juga tergoda jika disatu atapkan dengan gadis secantik Shanaya. Hanya saja, Farraz tidak menyentuh dan berdekatan dengannya. Menurutnya, hanya Grisella yang hanya berhak atasnya.Menepis bayang-bayang Shanaya dari benaknya, Farraz melanjutkan aktivitasnya dengan fokus, agar pekerjaannya terselesaikan. Jam makan siang nanti, dia berencana akan menjenguk Grisella seperti biasa.Suara ketukan pintu, kegiatan Farraz jadi terhenti. Dia menatap sekretaris yang memasuki ruangan ketika dipersilahk
Karena sudah mendapatkan izin dari suaminya. Hari ini Shanaya memutuskan untuk berkunjung ke rumahnya dan bertemu dengan sang Ayah. Semenjak menikah, Shanaya jadi jarang berkomunikasi dengan pria yang sudah membesarkannya itu. Rasa rindu terasa semakin menggebu dalam dada, Shanaya tidak tahu bagaimana kabar Ayahnya.Dengan menaiki angkutan umum, Shanaya memutuskan untuk pergi berbelanja ke sebuah Supermarket terdekat, untuk membeli bahan masakan dan cemilan untuk stok di dapur.Sebelum menikah, urusan dapur selalu Shanaya yang mengurusnya. Terbiasa hidup tanpa sosok seorang Ibu, Shanaya ingin menjadi sosok Ibunya yang bisa menjaga sang Ayah, sebagaimana sang Ayah sudah menjaga dan merawatnya.Gadis muda memakai baju kaos putih dan celana jenas itu sibuk berkeliling, melihat setiap rak makanan yang akan dia pilih. Tangannya sibuk memasukan satu persatu makanan dan dimasukkan ke dalam troli.Ketika berjalan, saking fokusnya menatap rak dia sampai tidak sengaja menabrak seseorang."Eh ma
"Maaf, Pak. Pak Nick mengatakan jika rapat dipercepat, saya sudah menyiapkan tiket pemberangkatan dua hari lagi," ujar sekretaris Arash mengabarkan perubahan jadwal kerja.Arash hanya bisa mengiyakan saja, tanpa membantah sama sekali. Biarkan saja sang sekretaris yang menghandle urusannya, Arash ingin menghabiskan waktu bersama anak dan istrinya sebelum pemberangkatan.Ia memasukkan ponsel ke dalam saku celana, kemudian kembali ke dalam kamar. Sengaja menghindar, agar Shiena tidak mendengar obrolan ini.Bisa-bisa Shiena bertambah marah saat tahu jadwal dipercepat. Shiena selesai menidurkan Keivandra, perempuan itu tampak kelelahan karena menyusui seharian."Kapan kau berangkat, Mas?" tanya Shiena, perlahan menarik puting payudaranya agar terlepas dari mulut Keivandra.Ditanyai seperti itu, Arash diam sejenak. "Tadi sekretarisku menghubungi."Wajah Shiena mendongak, menatap suaminya. "Terus kapan?""Ternyata jadwal dipercepat, aku akan melakukan pemberangkatan tiga hari lagi," kata Ara
Akira menunggu seseorang untuk menjemputnya. Gadis kecil itu sedang duduk di kursi depan sekolah seorang diri. Karena temannya yang lain sudah ada yang pulang, hanya menyisa beberapa saja dari mereka.Entah ke mana kedua orang tuanya, sampai sekarang belum menjemput. Akira hanya bisa mengerucutkan bibir kesal, luka di kakinya membuat dirinya sakit saat berjalan."Mommy dan Daddy ke mana, sih? Kok lama banget!" gerutu Akira.Dari arah gerbang sana, terlihat seorang dewasa yang melihat ke arah Akira yang sendirian di sana. Tidak tega membiarkannya, wanita tersebut lantas menghampiri."Boleh nggak Tante ikut duduk?" tanya wanita asing itu. Dia memiliki paras cantik, membuat Akira jadi mencuri-curi pandang ke arahnya.Akira jadi teringat nasihat kedua orang tuanya untuk tidak mudah dekat dengan orang asing. Dengan cepat ia menggeser tubuh untuk menjauh.Heran karena Akira tiba-tiba menjaga jarak, wanita tersebut hanya bisa terkekeh pelan."Jangan takut, Tante bukan orang jahat kok. Tante
Shiena kembali ke rumah dengan kegundahan di hatinya. Panggilan dari Arash saja tidak ia dengarkan, ia masih tidak menyangka akan hamil anak ke tiga.Arash berlari untuk mengimbangi langkah Shiena yang sudah menjauh ke dalam sana."Sayang, tunggu aku!" teriak Arash terus memanggil-manggil.Namun nihil, Shiena bahkan tidak mempedulikannya dan tetap berjalan menaiki tangga.Shanaya dan Farraz yang sedang mengasuh Keivandra pun melirik ke arah anaknya yang mengajar istrinya."Ada apa, Nak?" tanya Shanaya menghentikan langkah Arash.Napas Arash tersengal-sengal, ia menetralkan degup jantungnya yang tak karuan. Kemudian menghampiri mereka."Entah ... Shiena marah karena tahu dia sedang hamil," kata Arash.Sepasang mata Shanaya dan Farraz membola, terkejut mendengar kabar bahwa menantunya sedang mengandung lagi.Yang membuat kaget, anak mereka saja yang kedua baru berusia beberapa bulan."Ya sudah. Kau bujuk saja istrimu, lain kali pakai pengaman kalau mau berhubungan. Atau kalau perlu puas
Pagi ini, Shiena dan Arash dengan kompak mau mengantarkan Akira ke sekolahnya. Kebetulan juga, letak TK tak begitu jauh dari rumah.Arash juga sedang tidak terlalu sibuk, sehingga ia bisa bersantai. Toh, selagi ada waktu sebelum masuk jam kerja."Kalian mau nganter Rara?" tanya Shanaya. Lebih sering tinggal di sini, sekalian membantu Shiena mengurus anak-anak.Sementara Raisa dan Mark, mereka tinggal di luar negri dan pulang hanya sebulan sekali. Beruntung ada Shanaya, bisa membantu Shiena.Karena Akira ini memang susah dekat dengan orang, dulu pernah menyewa babysitter tetapi tak berlangsung lama."Iya, Mom. Rara ingin kami yang mengantar," jawab Shiena. Wajahnya masih terlihat lelah, Shanaya tahu itu."Oh ya sudah, Kevan bersama Mommy saja. Kalian pergilah." Shanaya mengambil alih Keivandra dalam gendongan menantunya. "Kalian tidak mau sarapan?"Arash melirik pada Shiena yang masih merasakan kantuk. "Mau sarapan dulu?"Kepala Shiena menggeleng, dia tidak selera makan, bawaanya mulai
"Nghhh, Masshh.""Ahh, Mas!""Kevan nangis tuh!"Di bawah kuasa suaminya, Shiena menahan desahan agar tak keluar saat Arash masiu masih sibuk meliuk-liukkan tubuhnya di atasnya.Suara tangisan bayi, membuat aktivitas dua insan itu terhenti dan melepaskan diri dengan peluh keringat membasahi."Cup, cup. Anak Mama jangan nangis, Nak," bisik Shiena, sembari menyusui anak bungsunya yang langsung tenang.Satu tahun sudah berlalu. Kehidupan rumah tangga Shiena dan Arash sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Mereka juga semakin harmonis, hanya ada cekcok biasa saja.Kini keduanya sudah dikaruniai seorang anak perempuan dan laki-laki. Anak bungsu mereka diberinama Keivandra Asrawijaya. Kini usianya sudah memasuki 3 bulan.Akira juga sudah tumbuh dewasa, bahkan sudah masuk TK. Kehidupan mereka tampak lebih bahagia dengan kehadiran anak-anak mereka."Kevan udah tidur lho, Sayang," bisik Arash, menunggu dengan sabar Shiena yang sedang menidurkan si bungsu.Shiena memutar bola mata malas, Arash
Shiena merasa penasaran, karena Arash memilih beberapa pakaian di dalam lemari bajunya. Dia bilang, katanya ingin mengajaknya makan malam bersama yang lainnya.Pasalnya Arash bilang secara mendadak, tidak merencanakan dari awal jika memang ada acara seperti ini."Tumben sekali tidak memberitahuku dari awal kalau akan makan, kenapa mendadak sekali?" tanya Shiena, pasrah saja saat Arash memilah baju yang cocok untuk istrinya.Meresponnya, Arash hanya menerbitkan senyum saja. "Tidak mendadak, Sayang. Aku hanya lupa menyampaikannya," elaknya.Padahal hari ini Arash berencana untuk mengajak istrinya bertemu dengan ayah biologisnya, sesuai rencana yang mereka susun sebelumnya.Tentun tanpa sepengetahuan Shiena, agar menjadi kejutan nantinya."Mangkannya jangan bahas ranjang mulu yang dipikiranmu, jadinya lupa seperti itu," cibir Shiena.Mau bagaimana lagi, urusan ranjang sudah menjadi kebutuhan biologisnya."Ssstt, diam saja, Sayang. Bibirmu ingin kusumpal agar bisa diam?" ancam Arash, dian
Meskipun ada keraguan di hati Raisa untuk menerima kehadiran Mark, dia menyuruh pria bule itu masuk ke dalam rumahnya karena ingin menjelaskan sesuatu padanya.Mereka duduk di kursi yang berbeda, dengan posisi berhadapan dan dilingkupi kegugupan. Mark terus menilik Raisa yang tetap cantik di usianya, sedangkan Raisa lebih banyak diam dan menunduk.Mark menerbitkan senyum hangat, bisa bertemu dengan Raisa setelah sekian tahun berpisah. "Kau tidak jauh beda, kau tetap cantik, Sa," puji Mark.Bulu mata Raisa mengerjap-ngejrap, menormalkan degup jantungnya seolah akan gempa. "Ah, ya—maksudku tidak juga. Aku tetaplah wanita tua. Cepat jelaskan yang ingin kau katakan padaku."Kekehan kecil terdengar, Mark masih ingin memeluk tubuh Raisa dalam waktu yang lama. Selama masa penantian dirinya mencari Raisa hingga bisa bertemu dengannya."Tidak ingin melepas rindu dulu?" kekeh Mark, menggoda mantan kekasihnya yang mulai merona akibat ulahnya.Sadar jika kini bukan lagi anak muda, yang akan luluh
Mobil yang mereka kendarai sudah tiba di pekarangan rumah besar dan mewah, yang lain dan tak bukan adalah rumah milik Raisa. Semenjak tahu dia adalah ibunya Shiena, Shiena sudah beberapa kali datang dan menginap, menemani Raisa yang tinggal sendirian.Dikabari Shiena akan datang ke rumah, Raisa mengosongkan jadwalnya untuk menyambung anak, menantu dan cucunya hari ini. Di depan terasa, terlihat seorang wanita paruh baya tampak antusias dengan kedangan mereka.Raisa melambaikan tangan, saat Akira menyapa neneknya terlebih dulu. "Nenek Isa!" sapa Akira kepada neneknya yang awet muda dan tampil cantik, tak jauh beda dengan Shanaya."Cucu Nenek Isa cantik sekali, kau benar-benar mirip Daddy-mu."Mereka bersalaman dan berpelukan, masuk ke dalam rumah dan lanjut mengobrol."Menginaplah dulu, Mama merindukanmu, Sayang," pinta Raisa pada putri semata wayangnya.Tidak ada jarak dan rasa sungkan bagi keduanya, mereka semakin dekat seperti anak dan ibu pada umumnya."Nanti aku datang lagi, Ma.
Senang mendengar kabar kehamilan Shiena yang kedua, pasalnya ini yang diinginkan Arash sejak lama. Siapa sangka, jika Shiena membeberkan berita bahagia ini.Hatinya terus bersyukur, karena kebahagiaannya terkabul satu persatu. Shiena ikut menangis bahagia, bisa mewujudkan keinginan Arash dan juga Akira."Selamat ulang tahun, Mas. Ini hadiah ulang tahun untukmu. Semoga kau suka," ucap Shiena, menunjukkan testpack bergaris dua pada suami.Arash melihat hasilnya. Benar, Shiena tengah positif hamil. Benar-benar membahagiakan, hadiah terindah yang Arash dapatkan."Terima kasih, aku sangat senang, Sayang," ungkap Arash, tidak membiarkan pelukan itu terlepas begitu saja.Di umurnya yang menginjak 28 tahun, dia sudah menjadi seorang ayah dari 2 anak. Ditambah istrinya masih sangat muda, bisa dibayangkan, jika mereka memiliki banyak anak nantinya."Aku gugup sekali, saat ingin memberitahumu. Aku baru ingat ulang tahunmu sebentar lagi. Jadi ... aku berpikir, menghadiahkan ini."Dua insan yang t