"Angie." Mendengar suara bariton yang memanggilnya, Kina reflek berhenti tertawa dan langsung menoleh ke arah seseorang tersebut. Melihat mimik wajah suaminya yang dipenuhi pancaran khawatir, ekspresi dongkol seketika muncul pada Kina. "Kau tidak apa-apa?" tanya Zayyan, duduk di sebelah Kina dengan langsung menarik perempuan itu dalam dekapannya. Kina yang kesal, memberontak. Dia memukul dada bidang Zayyan lalu menggeser tempat duduk supaya menjauh dari Zayyan. "Aku tidak gila, tidak kesurupan juga," ucap Kina lantang. 'Ketawa dikit langsung dikira kumat. Nasib mantan orang gila gini amat yah,' batin Kina, masih menatap berang ke arah Zayyan. "Hum." Zayyan berdehem pelan, dia mendekati Kina lalu mengangkat tubuh perempuan itu ke atas pangkuannya–mendudukkan Kina di sana. "Maaf, aku hanya khawatir, Kitten," ucapnya sembari mengecup ubun-ubun Kina secara berulang. "Aku sudah sehat dan aku tidak gila," ungkap Kina, mendongak kepada Zayyan–menatap suaminya tersebut dengan tampang mu
"Bagaimana kau akan jatuh cinta padaku, sedangkan kau lebih suka berbagi cerita dengan temanmu dibandingkan aku, Kina Anggita Azam!!" dingin Zayyan sembari meraih handphone Kina, menatap pesan dari pemuda bernama Bintang tersebut. Kina mendongak ke arah Zayyan, memperhatikan wajah kaku suaminya secara panik. Kina seperti sedang ketahuan berselingkuh padahal dia tidak begitu. Kina buru-buru merampas ponselnya, akan tetapi Zayyan lebih dulu menjauhkan ponsel tersebut dari jangkauan Kina. Saat Kina ingin beranjak dari pangkuan pria itu karena tak nyaman dengan aura mengerikan sang suami, Zayyan mengeratkan pelukannya. Kina terjebak dan semakin takut. Bagaimana tidak? Wajah Zayyan seperti ingin mengulitinya hidup-hidup. "Bintang dan aku bersahabat, dan hubungan kami tidak pernah melebihi batas. Kalau tidak percaya, baca saja chetku dengannya," ucap Kina, bersuara santai tetapi dia berkeringat dingin. "Aku tahu kalian bersahabat," jawab Zayyan datar, menjatuhkan kepala di pundak Kina.
Zayyan mengusap-usap puncak Kina, mengecup beberapa kali demi menenangkan istrinya. "Habis itu … aku benci banget ke Nathalia. Dia mirip seperti Sheila. Mereka orang jahat yang sama-sama pernah-- mau merebut Zana da-dariku," ucap Kina susah payah, suaranya mendadak rapuh dan bergetar. Pundak Kina naik turun, napasnya tak teratur karena guncangan emosional. Hatinya sangat sakit ketika ingat tulisan Sheila di diary itu. Kina mengerjapkan mata, berusaha menyembunyikan bulir kristal yang akan jatuh dari sana. Yang paling Kina sesali adalah … belum sempat dia balas dendam pada Sheila, perempuan itu sudah duluan mati. Padalah Kina ingin-- setidaknya menampar dan menjambak Sheila. Kina sangat ingin meluapkan kemarahannya pada wanita jahat itu. Sangat!Tes'Bulir kristal itu pada akhirnya berhasil jatuh. Namun, dengab cepat jemari Zayyan mengusap. Hal tersebut membuat Kina mendongak, menepis tangan Zayyan dan buru-buru mengusap air mata sendiri. Kina bersedia berteriak dan meraung sepert
Tanpa Kina sadari, sejak tadi interaksi Kina dan Zana tersebut diperhatikan oleh seseorang. Setelah puas berbelanja, Kina dan Zana ke kasir untuk melakukan transaksi pembayaran. Mereka antri tetapi tidak terlalu panjang. Hingga saat giliran keduanya, seseorang berdehem dari belakang Kina. Sontak Kina menoleh ke arah belakangnya. "Ekhem." Kina menoleh ke belakang, reflek menaikkan kedua alis sembari menatap pria di belakangnya dengan ekspresi sedikit kaget dan canggung. "Hai, Kin," sapa pria itu. Seperti sebelumnya, selalu hangat dan manis. "Oh hai, Ed," sapa Kina balik, tersenyum seadanya pada Edgar. "Makin cantik yah," puji pria itu terus terang, tersenyum manis dan tak canggung sama sekali. Kecuali matanya yang bergerak tak tenang, gugup karena kembali bertemu dengan perempuan yang pernah ia taksir. "Terimakasih, Ed," jawab Kina, lagi dan lagi seadanya. Kina bukan ingin bersikap sok-sokan ataupun sombong, dia sedang menjaga sesuatu. Terakhir kali dia dan Edgar bertemu, Zayyan
Zayyan mengerutkan kening ketika ponselnya berdering. Dari posisi berbaring, Zayyan langsung mengambil posisi duduk. Seulas senyuman muncul di bibir, hanya karena melihat nama kontak yang menghubunginya. 'Kesayangan'Zayyan langsung mengangkat telepon, menempelkan ponsel di telinga. 'Halo, Daddy.' Suara manis dan lembut menyapa dari seberang sana. Zayyan kembali tersenyum, suara putrinya sangat menggemaskan. Dia segera meraih kemeja yang sempat ia lepas kemudian kembali mengenakannya. "Humm?" Zayyan berdehem, berjalan ke balkon kamar lalu menatap ke bawah. Mobil yang sering istrinya gunakan sudah ada di depan, itu berarti kedua perempuan yang ia cintai sudah pulang. Zayyan berada di rumahnya, pulang dari kantor khusus untuk mengantar tas istrinya yang telah ditemukan. Dia kira dia akan bertemu dengan Kina saat ke sini, ternyata Kina sudah berangkat menjemput Zana. Pada akhirnya Zayyan mengirim pesan pada istrinya, memberitahu bahwasanya tas Kina telah ditemukan dan Zayyan meleta
Zayyan membuka pintu ruangannya, menatap sosok perempuan cantik yang terlihat sedang memegang sesuatu. Mata Zayyan yang tajam, tentu mengenali dan melihat benda apa yang istrinya tersebut pegang. "Angie.''Brug.'Karena kaget, benda tersebut terlepas dari tangan Kina. Kina begitu terkejut saat mendengar suara bariton Zayyan memanggil namanya. Dia segera buru-buru berjongkok, meraih bunga mawar yang sudah diberi resin tersebut. Namun, sebuah tangan lebih dulu merampasnya dari Kina. "Mas Zay, aku tidak sengaja menjatuhkannya," ucap Kina cepat, takut dimarahi oleh Zayyan karena merusak benda istimewa milik suaminya. Sepertinya benda itu memang sangat berharga. Cara Zayyan menatap bunga tersebut, begitu dalam dan penuh makna–membuat Kina semakin takut dimarahi. "Ini masih bisa diperbaiki. Jangan khawatir," ucap Zayyan santai, dia meraih pergelangan tangan Kina kemudian membawa Kina dari depan rak. Saat melewati meja kerjanya, Zayyan meletakkan bunga mawar resin. Zayyan mendudukkan K
"Katakan kau di mana, Nathalia?" tanya Zayyan dengan nada datar–masih tetap merokok. Zayyan melirik sedikit ke arah Kina, ingin melihat seperti apa reaksi Kina. Dia tahu perempuan ini kemari, Zayyan peka dengan sekitar dan tentu dia menyadari keberadaan orang lain di tempat ini. Bisikan kecil menyuruh Zayyan untuk melakukan hal tersebut, berharap Kina marah dan cemburu. Jika perempuan itu cemburu, berarti dia punya perasaan pada Zayyan. Itu yang ingin Zayyan buktikan. 'Aku di jalan xxx, Zayyan. Di sini sangat sepi, aku sedikit cemas. Cepatlah datang,' pinta Nathalia di sembarang sana. "Humm." Zayyan berdehem singkat. Sedangkan Kina, mendengar percakapan Zayyan dengan seseorang di seberang sana, jantungnya berdebar kencang. Tubuhnya terasa membeku, dadanya sesak dan hatinya bergemuruh hebat. Zayyan tahu jika Nathalia termasuk orang yang sangat Kina benci dikehidupannya. Akan tetapi kenapa Zayyan masih berhubungan dengan perempuan itu? Bahkan terlihat seperti mengkhawatirkannya.
Kina memaksa otaknya untuk berpikir keras, menyuruh dirinya untuk mendapatkan ide pamer tetapi cukup gila. Hingga pada akhirnya dia mendapatkan ide brilian. Dia kan sudah lama menghilang dari peradaban, ini saatnya Kina comeback dengan cara legendaris. Kina menyalakan perekam vidio, kemudian mengambil rekaman dirinya dan putrinya yang masih asyik salon-salonan dengan rambutnya. "Assalamualaikum, Bunda-bunda. Bagaimana kabarnya? Sehat? Hari ini Bunda sedang bersama putri Bunda, sedang menikmati waktu bersama. Nak, lihat ke kamera. Sebentar saja, Putri Ibu." Zana menatap mommynya dengan air muka julid. Lalu menoleh ke arah kamera dengan ekspresi sangat konyol. Hais! Mommynya sepertinya kumat. "Mommy …." Zana berucap gemas. "Sapa ke kamera, Putri Ibu," pinta Kina begitu lembut dan manis. Tetapi dalam batin, ingin tertawa karena geli dengan dirinya sendiri. Bukannya menyapa, Zana buru-buru membalikkan tubuh untuk membelakangi Kina. Dia malu! "Ini mau Bunda posting, Sayang, k