"Teh Eca?"Entah karena terlalu lelah setelah berkeliling, atau karena terlalu berkonsentrasi mencari tempat duduk— sehingga Annabelle tak menyadari keberadaan Eca yang duduk tak jauh dari kursi Annabelle.Yang lebih mengejutkan Annabelle, rupanya Eca tak hanya datang seorang diri. Annabelle baru sadar bahwa wanita berperangai ramah itu juga datang bersama suaminya, Zuco, adik sepupunya yang jutek yang Annabelle kenal sebagai Niken, dan seorang pria yang membuat jantung Annabelle nyaris tak bisa berdetak untuk beberapa detik.Bukan karena pria yang duduk di samping Zuco itu berwajah tampan, tetapi karena Annabelle pernah bertemu dengan pria itu.Zuco beranjak berdiri dari tempat duduk dan menghampiri Annabelle sambil berkata, "Akhirnya Samantha bisa sama kamu lagi. Samuel nggak berbuat macem-macem 'kan tadi sama kamu, Anna?"Pertanyaan Zuco berhasil menarik perhatian Annabelle yang sedikit gugup, bahkan tangannya yang masih memegangi pegangan stroller kini sedikit berkeringat.Untuk b
Ketika Samuel menyalakan mesin dan memanuver mobil untuk keluar dari pelataran parkir, Annabelle tiba-tiba bergumam lirih, "Aku nggak mau pulang ke rumah. Niken pasti nyebarin apa yang baru aja terjadi. Aku belum tau gimana jelasinnya kalau berita ini sampe ke telinga bapak sama ibuku.""Siapa Niken?" tanya Samuel sambil mengemudi perlahan."Dia sepupunya Zuco. Rumahnya nggak jauh dari rumah bapakku, dan dia suka banget ngegosip bareng ibu-ibu.""Nanti aku yang nyoba jelasin ke bapak sama ibu," kata Samuel setelah beberapa saat, meski dia pun tak tahu dari mana harus memulai jika sampai Niken benar-benar menyebarkan berita tentang Annabelle. Terlebih lagi, mereka tak akan tahu seberapa banyak Niken akan bergosip tentang Annabelle."Tapi aku juga nggak mau pulang ke villa kamu lagi," Annabelle buru-buru menambahkan saat teringat hal pahit yang terjadi tadi siang ketika mereka bertengkar. Dan harus Annabelle akui, menginjak villa itu rasanya sama saja seperti di menginjak duri tajam.Sa
Tak berbeda dengan Annabelle yang tak bisa tertidur, begitu pula yang terjadi pada Samuel. Setelah dia mandi dan menghabiskan waktu selama beberapa jam terakhir di teras villa— ditemani beberapa batang rokok yang sudah dia hisap, rasa kantuk tak kunjung muncul meski kini waktu menunjukkan pukul dua dini hari.Bayangan mata Annabelle yang memerah setelah keluar dari kamar mandi, yang jelas-jelas menunjukkan Annabelle menangis lagi. Entah mengapa, melihat Annabelle terus bersedih selalu berhasil membuat ulu hati Samuel terasa ditusuk-tusuk.Terutama ketika ucapan Annabelle tadi siang kembali terngiang di telinganya, yang berkata, 'Aku mau nikah sama Zuco, karena jelas statusku janda, bukan gadis yang tidak 'suci'. Kita nggak ketemu selama aku hamil, dan Zuco menawarkan diri untuk jadi ayah pengganti buat anakku ...''Aku cuma mau anakku punya orang tua utuh, punya ayah ibu lengkap, terdaftar di kartu keluarga dengan orang tua yang utuh, bukan ibu tunggal!"Samuel termenung, menatap hamp
Untuk beberapa saat, Annabelle sedikit kesulitan mengatur napas yang terasa hanya sampai di kerongkongan. Tanpa mempedulikan apakah sikapnya agak keterlaluan, Annabelle beranjak naik ke lantai atas, dan sesekali dia menoleh dengan waspada— khawatir orang-orang asing itu akan mengikutinya.Setelah tiba di lantai atas, Annabelle langsung masuk ke kamar dan mengunci pintu. Barulah dia mengembuskan napas panjang, dan sedikit berhasil mengurangi kepanikan yang sejak tadi menyelubungi jiwanya.Detik berikutnya, barulah Annabelle tersadar bahwa di ujung ranjang berukuran besar itu sudah terpasang boks bayi yang semalam Samuel belikan untuk Samantha. Kelambu putih berkain halus mengelilingi bagian atas ranjang bayi, senada dengan warna tempat tidur tersebut.Masih sambil menggendong bayinya dengan begitu erat, Annabelle bergerak melangkah, lalu melongokkan kepala dan mendapati satu set kasur busa kecil dengan sprai dan sarung bantal serba pink sudah terpasang di sana, dan dia tak tahu kapan S
"Kenapa sih maksa terus? Dibilang nggak nafsu makan, ya nggak nafsu, masa harus dipaksa kayak gini sih?""Kamu dari kemarin cuma makan mochi sebutir, malemnya makan bubur sesuap. Susu nggak diminum, sekarang makan baru sesuap udah bilang kenyang? Kasian atuh sama diri sendiri kalau ngikutin nggak nafsu terus.""Nelennya susah, nggak masuk." Annabelle bersikukuh dan menghindari Samuel yang masih berupaya menyuapinya. "Lagian udah dibilang berkali-kali kalau aku nggak lapar. Kamu mau makan, ya udah makan aja sana."Samuel meletakkan sendok di atas piring yang masih berisi penuh nasi goreng, lalu menyimpan di atas meja.Hanya agar Annabelle mau sarapan, Samuel sudah berupaya membujuk dengan berbagai cara, tetapi tampaknya wanita itu saat ini memang terlalu sulit diajak berkompromi."Terus mau kamu makan apa kalau nggak mau makan ini?" Samuel masih menjaga suaranya setenang mungkin."Bukan masalah makanannya, aku emang nggak mau makan, ih! Masa kamu nggak ngerti juga sih? Kan udah dibilang
"Tapi kan aku nggak gila.""Yang bilang kamu gila siapa, Sayang?"Dengan suasana hati yang kacau, Annabelle membenamkan wajahnya yang murung di bahu Samuel. Kedua tangannya memeluk leher pria itu, sementara Samuel memeluk Annabelle yang berada di pangkuannya.Sebelah tangan Samuel bergerak naik turun mengelus-elus punggung Annabelle dengan penuh kasih sayang, berharap bisa membuat wanita itu sedikit tenang setelah berjam-jam Annabelle menangis sambil mengurung diri, karena merasa buruk sudah membahayakan Samantha.Setelah hampir satu minggu mereka tinggal bersama di villa Samuel, ini pertama kalinya bagi Samuel bisa membujuk Annabelle agar mau berbicara. Samuel tahu, Annabelle memang masih marah karena upaya Samuel yang mengajaknya rujuk tanpa berkompromi terlebih dahulu.Namun, yang dilakukan Annabelle tadi pagi benar-benar membuat Samuel tak bisa diam lagi, dan dia berupaya membujuk agar Annabelle mau berbicara padanya.Beruntung Annabelle mau membuka pintu kamar setelah Samuel memo
"Kamu minta dicium, Anna?"Itu bukan sebuah pertanyaan atau ucapan meminta persetujuan yang dilontarkan Samuel pada Annabelle. Karena di detik berikutnya, pria itu menundukkan dan menempelkan bibirnya pada bibir Annabelle.Awalnya, Samuel hanya ingin mengecup singkat bibir Annabelle. Namun, dia merasakan bibir Annabelle yang selembut dan semanis madu, otomatis lidah Samuel bergerak mengetuk-ngetuk bibir Annabelle, meminta wanita itu memberikan akses agar dia bisa menjelajahi bibir Annabelle lebih banyak lagi.Namun, yang terjadi bukan ciuman panjang yang didapatkan Samuel dari sang istri. Annabelle yang sejak tadi bersiap memakai pashmina, di tangannya sudah tersedia peniti kecil yang siap disematkan pada pashminanya.Ketika mendapati Samuel yang tiba-tiba mencium sambil memeluk pinggangnya dengan kencang, tentu saja Annabelle terkejut bukan main. Dia tak tahu di mana harus meletakkan kedua tangannya, terutama ketika Samuel tiba-tiba mendesak hingga punggung Annabelle membentur dindin
"Selain perasaan ngeri, paranoid, perubahan pola makan, gangguan tidur secara drastis, khawatir secara berlebih, sakit kepala, banyaknya pikiran menakutkan yang datang, mual, serta demam yang Ibu sebutkan barusan, apa ada gejala tambahan lain?""Kadang saya ngerasa sulit konsentrasi," Annabelle menambahkan dengan terus terang. "Terus kalau udah kalut, detak jantung saya kayak lebih cepet, ntarnya tiba-tiba punggung sama tangan keluar keringet dingin."Dokter lelaki tua itu mengangguk-angguk sambil menggoreskan pena di atas kertas, menuliskan serangkaian lain gejala yang diawali Annabelle. Sambil memperbaiki kacamata baca yang bertengger di hidungnya, dokter tersebut meraih dokumen hasil pemeriksaan laboratorium milik Annabelle. Lalu menekuni setiap informasi dan angka-angka yang tertera pada list."Ini hasil tes dua minggu lalu, ya?" Dokter itu mengintip Annabelle sekilas dari atas bingkai kacamata untuk melihat anggukan sang pasien."Ya, kurang lebih." Annabelle memberitahu, mengikut
Samuel berhasil tiba di rumah ketika waktu menunjukkan pukul lima subuh, persis seperti yang Annabelle ingatkan.Selimut tebal berbulu lembut menggulung di atas betis Annabelle, dan Samuel memperkirakan wanita itu tampaknya berulang kali terbangun. Lalu, keadaan kembali menyeret Samuel pada realita tentang Annabelle. Menyadarkan dirinya tentang apa yang sudah dia lakukan pada wanita itu.Wanita yang sekali lagi Samuel paksa untuk masuk ke kehidupan dirinya dengan sisa-sisa kebahagiaan yang mungkin masih dia miliki. Jika Samuel berpikir masa lalunya begitu mengerikan, lalu bagaimana dengan Annabelle yang tadi siang histeris di rumah sakit?Samuel berjalan mengendap-endap ke arah tempat tidur, menarik selimut dan menutupi tubuh Annabelle. Meski gerakan Samuel begitu hati-hati, tetapi tetap saja hal itu membuat Annabelle terperanjat dengan mata terbelalak sekaligus. Untuk beberapa saat, keterkejutan jelas mewarnai Annabelle.Lalu, kemudian wanita itu mengembuskan napas lega— meskipun wa
"Banyak, Om, banyak ..." Annabelle menaikkan dagu dan menatap Samuel dengan angkuh."Misalnya?" Samuel menaikkan sebelah alis, mendesak penjelasan yang sama sekali tidak bisa dia pahami."Kan waktu itu kamu kasih aku sembilan juta, waktu kamu bilang mau pergi ke Bali sama istri dan anakmu selama sebelas hari, kamu janjinya mau luangin waktu seharian buat aku kalau udah pulang—""Anna, aku udah hampir dua minggu ini nemenin kamu seharian, masa kamu masih mau ungkit—""Dengerin dulu ih!" gerutu Annabelle kesal.Jadi, Samuel mengamati Annabelle sambil menahan sorot geli. Samuel menatap Annabelle lekat-lekat sementara dia menanti untaian kalimat yang akan bergulir di bibir ranum istrinya."Nih, yah, dengerin ... Kalau sebelas hari kepergian kamu sama dengan satu hari buat aku, aku perkirakan waktu kita berpisah itu selama dua ratus dua puluh hari, yang artinya utang waktu kamu buat aku itu ada dua puluh hari ..."Annabelle memelototi Samuel ketika pria itu hampir menertawainya, dan saat S
Tepat pukul sepuluh malam, Annabelle dan Samuel bersama anak mereka tiba di villa. Annabelle sudah terlihat sangat lelah, seolah ingin segera melemparkan tubuhnya ke tempat tidur— tak berbeda dengan Samuel.Namun, sayangnya Samuel tak bisa langsung beristirahat, terutama karena dia sudah ditunggu Dika sejak tadi.Selama tinggal di villa, Annabelle sudah terbiasa melihat kehadiran adik lelaki Samuel yang datang setiap malam, dan dia tak pernah mempertanyakan apa yang dilakukan Samuel dan adiknya.Saat itu, dia memilih untuk sama sekali tak peduli dengan apa yang dilakukan Samuel, atau pun ke mana pria itu pergi.Akan tetapi, kali ini mungkin dia harus sedikit peduli dan mencari tahu lebih banyak tentang suaminya. Terutama setelah dia Annabelle menyadari bahwa rumah tangganya dengan Samuel kali ini benar-benar dimulai dari awal, dengan status yang jelas berbeda dari sebelumnya."Kamu istirahat duluan, nanti aku nyusul," kata Samuel setelah mengantar Annabelle ke kamar. "Kalau mau mandi
Untuk pertama kalinya Annabelle memindai wajah Yunita, seolah merekam wajah dan penampilan wanita tersebut dalam memorinya. Namun, semakin menyadari bahwa wajah Yunita begitu mulus dan pandai bersolek, Annabelle semakin membandingkan dirinya dengan wanita itu, dan tak salah jika dia berkecil hati untuk saat ini.Yunita mengenakan jeans hitam ketat, dipadu atasan merah muda yang juga ketat, sehingga membentuk setiap lekuk tubuh wanita itu. Bahkan, kerah bajunya yang berpotongan rendah sedikit memperlihatkan payudaranya yang penuh dan tampak sintal.Harus Annabelle akui, bahwa dirinya lebih pendek dari pada Yunita. Posisi mereka yang berdekatan membuatnya tersadar bahwa tinggi Annabelle hanya sebatas dagu Yunita. Dari awal melihat wanita itu, pandangan Annabelle memang hanya terfokus pada bibir dan mata Yunita, tetapi kini dia juga bisa melihat hidung Yunita sedikit lebih mancung dibanding dirinya.Hal tersebut membuat Annabelle berpikir, pantas saja dulu Samuel langsung menceraikan Ann
"Kamu aja yang ke sana, aku nunggu di sini. Ngambil Samantha doang, terus nanti kamu langsung—""Kamunya ikut turun, Anna," tukas Samuel yang berdiri sambil menahan pintu di dekat Annabelle. Terkadang, Samuel harus ekstra sabar saat mendapati Annabelle bersikap kekanak-kanakan seperti itu. "Aku khawatir bakalan sedikit lama, soalnya si Alfian udah seminggu nggak ketemu aku. Ikut turun, ya?""Ish, tapi kan aku malu sama kakak kamu, Om!" Annabelle memberingis masam. "Pas ketemu waktu itu aku bentak-bentak kakak kamu. Masa sekarang—""Sayang, nggak apa-apa, dia juga nggak ambil hati, kok," Samuel membujuk sambil mengulurkan tangan, tetapi Annabelle tetap tak bergerak dari kursinya. "Lagian, kamu bilang kan waktu itu kaget karena Samantha nggak ada. Turun, yuk? Kakakku nggak suka gigit orang, kok."Annabelle tampak ragu. Sekali lagi dia mengedarkan pandangan ke depan, pada sederet motor yang terparkir di pelataran rumah. Sesungguhnya, dia benar-benar malu saat berpikir akan berhadapan den
"Kamu mah bener-bener keterlaluan. Udah mah ngasih hadiah ke cowok lain, ngerepotin sampe harus nemenin kamu nyari kantor pos buat kirim barang. Terbuka sih terbuka sama suami, nggak mau nyembunyiin hal apa pun, tapi kalau sampe perhatiannya kayak gitu, aku juga bisa sakit hati, Anna."Annabelle memiringkan kepala melihat bagaimana wajah Samuel begitu kusut, sementara bibir Samuel terus menggerutu selagi pria itu melaju dengan kecepatan tinggi.Bahkan, manuver-manuver yang dilakukan Samuel sedikit kasar. Dan Annabelle hanya bisa kasihan sekaligus berbunga-bunga melihat kecemburuan Samuel yang begitu besar.Sebelumnya, Annabelle tak pernah merasa dicemburui sebegitu terang-terangan oleh pria. Jadi, ketika Samuel bersikap demikian, bukan salah Annabelle jika dia ingin berlama-lama melihat suaminya terbakar cemburu. Entah mengapa, ada kebanggaan tersendiri bagi Annabelle dicemburui oleh pria yang dia cintai, suaminya."Ya udah ntar mah nggak usah bilang-bilang kamu kalau aku mau kasih ha
"Bisa nggak sih beli susunya di minimarket pertigaan villa aja? Kanapa harus ke mall cuma mau beli susu doang?""Nggak ada salahnya mampir sekalian lewat 'kan?" Samuel menggandeng tangan Annabelle ketika berjalan memasuki gedung pusat perbelanjaan."Emang susunya Samantha beneran udah mau abis?" Annabelle berusaha mengingat-ingat sebelum akhirnya kembali berkata, "Perasaan aku liat masih ada dua kaleng yang belum dibuka. Minggu lalu kan kamu belinya tiga, masa seminggu udah abis semua sih?"Samuel tak menjawab, hanya mengulum senyum nakal sambil melirik Annabelle ketika mereka berjalan ke ekskalator.Annabelle mendongak dan menyadari bahwa susu Samantha yang katanya habis hanya alasan Samuel agar dia mau diajak mampir ke mall. Jadi, tak heran jika sekarang Annabelle mendengkus jengkel dan mengempas tangan Samuel yang menggandengnya."Dasar pria licik," gerutu Annabelle ketika mereka tiba di lantai dua. "Udah pulang aja sekarang. Ini udah sore, kasian Samantha.""Pulang sekarang atau
"Jadi itu alesannya kenapa kamu juga konsultasi ke dokter Cheppy?" Annabelle tak tahu sejak kapan air matanya bercucuran saat lagi-lagi mengetahui fakta yang dialami Samuel selama ini.Ketika Samuel hanya mengangguk dan mengembuskan napas berat, Annabelle kembali menambahkan dengan pedih, "Kenapa Om nggak datang sejak awal dan ngasih tau aku, kenapa kamu nggak bilang kalau kamu butuh aku?"Air wajah Samuel masam dan serba salah ketika sejak tadi tak bisa menghentikan tangis Annabelle. "Akunya malu, Anna. Aku sadar udah nyakitin kamu, aku takut kamu nggak maafin aku," kata Samuel pahit. "Lagian, aku bener-bener takut, takut aku bawa penyakit yang ujung-ujungnya bakal nular ke kamu. Aku nggak mau kamu sampe kenapa-kenapa gara-gara aku.""Nyampe nahan diri nggak mau nemuin aku, padahal kamu kangen pengen ketemu aku? Gitu?" Annabelle terisak-isak menahan sesak. "Padahal, setelah aku tau kalau aku hamil, tiap hari aku nungguin kamu. Tiap hari aku berdoa supaya Tuhan buka hati kamu biar sek
Malam itu, seusai menjatuhkan talak tiga pada Yunita, Samuel langsung pergi tanpa membawa Alfian. Awalnya, Samuel berpikir dia bisa melepaskan Alfian begitu saja.Akan tetapi, kehilangan Alfian ternyata jauh lebih menyakitkan dari pada kehilangan Annabelle dan pengkhianatan yang dilakukan Yunita.Ketika malam semakin larut dan semakin banyak Samuel meneguk Marteel, dia mendapati dirinya semakin hancur dalam kesendirian dan rasa sakit.Dalam kondisinya yang berada di bawah pengaruh alkohol, benak Samuel dipenuhi oleh bayang-bayang Annabelle yang begitu terluka ketika dia menceraikannya tadi sore.Samuel tertawa getir saat berkelebat pemikiran bahwa karma tersadis yang dia lakukan pada Annabelle dibayar kontan sebelum dua puluh empat jam. Samuel tak bisa menebak seberapa terlukanya Annabelle, tetapi dia sadar, rasa sakit yang dia dapatkan saat ini mungkin tak sebanding dengan luka yang dirasakan Annabelle.Meski demikian, Samuel hanya berharap wanita itu belum benar-benar jatuh cinta p