Andra terduduk di kursi, napasnya memburu. Dia tak henti memikirkan Kiara, istri keduanya, sejak malam itu. Malam di mana dia merenggut kesucian Kiara. Perasaan bersalah dan penyesalan menggerogoti hatinya. Dia tahu dia telah melakukan kesalahan besar. Dia telah menghancurkan kepercayaan Kiara padanya.Tapi, apa yang bisa dia lakukan? Dia terjebak dalam situasi yang rumit. Di satu sisi, dia muali suka dengan Kiara. Di sisi lain, dia juga mencintai Mimi, istri pertamanya. Dia tak ingin kehilangan salah satu dari mereka.Andra memejamkan matanya, mengingat wajah Kiara yang pucat dan ketakutan malam itu. Dia membayangkan rasa sakit yang dia rasakan saat pengusiran. Andra merasa seperti monster.Dia membuka matanya kembali dan menatap foto Mimi. Mimi, wanita yang selalu setia dan penyayang kepadanya. Mimi, wanita yang telah menemaninya di saat-saat terberat dalam hidupnya. Andra tak tega mencampakkan Mimi, apalagi dalam keadaan sakit seperti sekarang.Andra menghela napas panjang. Dia tah
Air hujan turun dengan deras, membasahi tubuh Kiara yang lemah tak berdaya. Dia berjalan tanpa tujuan, hatinya remuk redam setelah diusir oleh Andra, suaminya. Tak pernah terbayang dalam benaknya bahwa hidupnya akan seburuk ini.Langkah kakinya terasa berat, membawa beban kesedihan dan keputusasaan yang tak terkira. Dia tak tahu ke mana harus pergi, tak ada tempat untuk berlindung, tak ada keluarga yang bisa dia mintai pertolongan.Kiara menengadah ke langit, air hujan membasahi wajahnya. Dia tak mampu menahan tangisnya lagi. Air matanya mengalir deras, membasahi pipinya yang pucat."Kenapa hidup ini begitu kejam?" bisik Kiara dalam hati. "Apa salahku?"Kiara merogoh saku celananya, mencari dompetnya. Dia membuka dompet itu dengan tangan gemetar. Di dalamnya, hanya ada beberapa lembar uang kertas, sisa pemberian terakhir Andra saat dia pergi keluar bertemu dengan Ferdi.Kiara menghitung uang itu dengan jari-jarinya. Hanya 500 ribu rupiah. Jumlah yang sangat kecil untuk memulai hidup b
Kiara mencari resepsionis, tapi tidak menemukannya. Akhirnya, dia memberanikan diri untuk mengetuk sebuah pintu di ujung lorong. Pintu itu terbuka, dan seorang wanita muda dengan rambut berwarna merah menyala muncul di depan Kiara."Mau apa?" tanya wanita itu dengan nada ketus."Saya ingin menyewa kamar," jawab Kiara dengan suara lirih.Wanita itu menatap Kiara dari atas ke bawah dengan tatapan skeptis. "Ada uangnya?" tanyanya.Kiara menunjukkan dompetnya yang tipis. "Hanya ini," katanya.Wanita itu mendengus. "Uang segitu cuma cukup untuk kamar mandi bersama. Mau?"Kiara menelan ludah. Dia tidak punya pilihan lain. "Baiklah," katanya dengan suara pelan.Wanita itu mengantar Kiara ke sebuah kamar kecil di ujung lorong. Kamarnya gelap dan kotor, dengan kasur tipis yang sudah lusuh. Kiara meletakkan tasnya di atas kasur dan duduk di kursi yang reyot.Dia merasa putus asa. Dia tidak menyangka bahwa hidupnya akan berakhir di tempat seperti ini. Tapi, dia tidak punya pilihan lain. Dia haru
“Begini saja saran saya. Sebaiknya biarkan dulu gadis ini istirahat, nanti ibu tanyakan hal selanjutnya. Bagaimanapun juga kita tidak bisa mengusir mendadak jika memang dia bukan gadis baik-baik. Nanti pelan-pelan saja bicaranya, Bu. Kalau ada apa-apa bisa jemput saya lagi.”Dokter yag memeriksa memberikan saran kepada ibu kos agar menunggu hingga Kira sadar baru menanyakan langkah selanjtka kepada Kiara. Ibu kos terlihat kesal berulang kali mendengus saat Dokter sudah pulang.“Astaga, dosa apa yang sudah kuperbuat. Baru kali ini dapet musibah kayak gini. Semoga aku tidak mendapatkan masalah dengan orang yang berhubungan dengan gadis ini.”Ibu kos pun meninggalkan Kiara sendirian. Setelah memastikan gadis itu mendapatkan obat hingga terlelap tidur. Setelah beberapa waktu berlalu, dia kembali melihat kondisi Kiara setelah mendengar suara keributan.Ibu kos, seorang wanita tua dengan rambut beruban dan wajah penuh kerutan, tergopoh-gopoh menuju kamar Kiara. Suara teriakan penghuni kos l
Tidak jauh dari tempat itu ternyata Ferdi sedang mengintai buruannya, yaitu Kiara. Dia dengan tertawa puas memanfaatkan supir taksi yang lewat saat hujan gerimis. Dia melupakan kondisi tubuh yang kesakitan saat duduk. Dengan tertawa lepas mengetahui supir taksi suruhannya berhasil membawa Kiara pergi dari tempat itu.“Kamu lihat, Ren! Berhasil kan rencanaku. Tanpa susah payah, aku dapet duit banyak dari Kiara. Tidak masalah aku tidak bisa menidurinya. Yang penting cuan, Man” tawa Ferdi memenuhi badan mobil.“Kamu nggak takut, Kiara kenapa-napa? Aku lihat masih ada cinta di matamu, Fer!” pancing Rendi mencoba melunakkan hati temannya.“Wanita masih banyak, aku nanti yang akan menolong dia. Kita raih simpatinya dulu, dia nggak bakal tahan di luar tanpa uang. Mau dapet duit dari mana dia, ngemis?!”kata Ferdi.“Parah kamu, Fer. Udah aku nggak mau ikutan,” kata Rendi melajukan mobil meluncur menuju ke rumah Ferdi.Sampai di rumah, Ferdi dipapah oleh Rendi. Bokong yang masih sakit akibat te
Mimi yang baru terbangun dari tidurnya, sangat geram mendengar Ferdi semakin berani mengancamnya. Bahkan sekarang mulai membentaknya di telpon. Ingin melepas Ferdi, tapi cowok itu sudah terlanjur mengetahui semua rahasianya. Mimi takut jika Andra sampai tahu rahasia kejahatannya kepada Kiara.Meski masih di rumah sakit, Mimi terus berkomunikasi dengan Ferdi. Dia tidak ingin satu momen terlewat saat Kiara terpuruk dan hilang dari kehidupannya. Mimi saat ini mengutuk sakit yang tiba-tiba datang sehingga rencana untuk menjauhkan Kiara dari sisi Andra berantakan.“Ke mana Ferdi membuang bocah ingusan itu? Jangan sampai dia ceroboh dan rahasiaku terbongkar oleh Mas Andra. Mumpung dia tidak ada di sini sebaiknya aku segera mencari orang untuk menemukan Kiara dan membuang jauh-jauh gadis itu. Kiara dan Mas Andra sudah mengkhianati aku. Aku tidak terima,” gumam Kiara dengan napas memburu.Meski dalam kondisi sakit, Mimi tidak pernah jauh dari ponselnya. Berharap Ferdi memberi kabar yang baik
Sementara Kiara yang pingsan di tempat kost mendapatkan pertolongan dari ibu kost, kini mulai tersadar. Ibu Kos menatap tajam ke arah Kiara yang terbaring lemas.“Kamu hamil.”Kalimat yang keluar dai bibir Ibu kos yang menolaknya tentu membuat Kiara terkejut. Tubuhnya bergetar dengan tangan meraba perut yang masih rata.GlekJantung Kiara seakan berhenti mendengar suara Bu Kos yang dingin dan menyatakan jika dirinya hamil. Kiara meraba perut yang sejak keluar rumah terasa tidak enak. Dia sekarang bingung apa yang harus dilakukan sedangkan dia belaum punya pekerjaan untuk menghidupi diri sendiri, apalagi ini ditambah dengan hadirnya seorang bayi.“S-saya h-hamil, Bu?” ucapnya terbata.“Ya, kamu hamil. Dan saya tidak tahu, bagaimana saya bisa menampungmu. Aku tidak ingin tempat kosku dihuni oleh seorang pelakor.”“Buk, saya bukan pelakor. Saya punya suami. T-tapi sekarang ….”“Mana, mana buktinya? Tunjukkan identitas yang bisa membuat saya percaya jika kamu punya suami. Maaf, saya buka
Angin malam yang dingin menyusup melalui celah-celah jendela, membawa getaran yang tidak menyenangkan ke dalam ruangan. Kiara merasakan dinginnya hingga ke tulang-tulangnya, namun bukan hanya karena suhu udara—aura pemilik rumah itu lebih dingin dari hawa malam itu sendiri.Kiara dengan suara yang ragu-ragu. “Tuan, saya… saya bersedia menerima pekerjaan ini. Tapi, mohon waktu sebentar untuk saya bicarakan dengan ibu kost saya.”Pemilik Rumah dengan nada tajam dan tidak sabar. “Hem, pergilah. Tapi ingat, besok pagi kamu harus sudah ada di sini. Jika terlambat, kamu yang akan menanggung akibatnya!”Kiara mengangguk, merasakan berat tanggung jawab yang kini dia pikul. Dia tahu mencari pekerjaan bukanlah hal yang mudah, terutama dengan latar belakang pendidikannya yang hanya SMA dan tanpa keterampilan khusus. Namun, kebutuhan untuk bertahan hidup—untuk dirinya dan anak yang belum lahir—mendorongnya untuk mengambil risiko ini.Kiara berbicara pada diri sendiri saat meninggalkan rumah. “Ak
Setelah beberapa saat berpelukan, Andra dan Kiara duduk di sofa. Mereka mulai berbincang-bincang tentang masalah yang mereka hadapi. Kiara mendengarkan dengan seksama semua keluhan Andra. Ia memberikan semangat dan dukungan penuh pada suaminya.Mata Kiara bertemu dengan tatapan penuh harap Andra. Ia mengulurkan tangannya, menggenggam jemari suaminya erat."Aku yakin kita bisa melewati semua ini bersama-sama, Mas," ujarnya lembut, suaranya bagai belali yang menenangkan. "Kita harus tetap kuat dan saling mendukung."Andra mengangguk pelan. Ia merasa sangat beruntung memiliki istri seperti Kiara. Di tengah badai kehidupan yang sedang mereka hadapi, kehadiran Kiara bagaikan oase di tengah gurun. Namun, kekhawatiran masih menghantui pikirannya."Aku tahu, Sayang," jawabnya, "Tapi aku khawatir kalau Mimi akan melakukan hal-hal yang tidak terduga. Dia tidak akan menyerah begitu saja."Kiara tersenyum pahit. Ia pun merasakan kegelisahan yang sama. "Aku juga khawatir," akunya, "Tapi kita tidak
Andra merasa detak jantungnya semakin cepat saat dia mencoba membujuk Mimi. Darah mengalir dari luka di tangan Mimi, dan perban yang Andra pasang terlihat kurang rapi.“Mimi,” bisik Andra, “kita harus segera ke klinik. Lukamu perlu diperiksa lebih lanjut.”Mimi menatap Andra dengan mata yang penuh ketakutan, tapi akhirnya mengangguk setuju. Mereka berdua berjalan pelan menuju mobil, Andra memastikan Mimi tetap tenang. Di dalam hati, Andra berdoa agar luka Mimi tidak terinfeksi.Mimi memandang Kiara dengan mata tajam, senyumnya menyiratkan kepuasan. Andra merasa jantungnya berdebar.“Kiara,” ucap Andra dengan suara bergetar, “aku akan mengantar Mimi ke klinik. Tapi setelah itu, kita harus bicara.” Kiara hanya mengangguk, dan Andra membantu Mimi berdiri.Mereka berdua keluar dari rumah, Andra memandang Kiara dengan ketegangan. Mimi berhasil membuat Andra meninggalkan Kiara sendirian. Ia merasa puas dengan keberhasilannya. Dengan begitu, ia bisa lebih leluasa untuk menjalankan rencana jah
Suara Mimi memecah keheningan di apartemen itu. Kiara dan Andra saling pandang dengan tatapan was-was. Jantung mereka berdebar kencang. Dengan langkah ragu, Andra melangkah maju. Di ruang tamu, berdirilah Mimi dengan senyum merekah di wajahnya. Tatapan matanya menusuk tajam ke arah Kiara.Mimi dengan nada mengejek. “Oh, ternyata kalian berdua ada di sini. Lama tidak bertemu, Andra. Kau terlihat segar sekali.Andra tergagap. “Mi... Mimi, apa yang kau lakukan di sini?”Mimi mendekati mereka. “Hanya ingin menyapa suami tercinta. Sudah lama kita tidak bertemu, bukan?”Kiara berdiri di belakang Andra, tubuhnya gemetar. Ia merasa seperti sedang berada dalam sebuah mimpi buruk.Kiara berusaha tenang.” Apa maksudmu datang ke sini?”Mimi tertawa kecil. “ Maksudku? Tentu saja ingin bertemu dengan orang-orang yang kucintai.”Mimi melirik ke arah perut Kiara, lalu kembali menatap Andra.“Oh ya, selamat ya. Sepertinya kau akan segera menjadi seorang ayah.”Nada bicara Mimi terdengar penuh sindiran
Kiara memeluk erat Andra, suaminya, di ambang pintu rumah mereka. Senyumnya tak henti mengembang, melupakan semua kesedihan yang pernah merundunginya. Menjadi istri kedua karena paksaan memang pahit, tapi Andra telah membawa kebahagiaan baru dalam hidupnya.Pernikahan mereka memang tak lazim. Andra, pengusaha kaya raya. Kontrak pernikahan mereka jelas: Andra menginginkan bayi dari rahim Kiara, dan Kiara akan diceriakan Andra setelah melahirkan. Tak ada cinta di awal pernikahan mereka, hanya rasa saling membutuhkan. Kiara menikah demi menebus hutang keluarganya.Namun, seiring waktu, benih-benih cinta mulai tumbuh di hati Kiara. Andra yang dingin dan kaku ternyata penyayang dan perhatian. Dia selalu meluangkan waktu untuk Kiara, mendengarkan ceritanya. Perhatian kecil Andra yang tulus itu menghangatkan hati Kiara yang dingin.Kiara pun berusaha menjadi istri yang baik bagi Andra. Dia menemaninya, dan selalu ada saat dia membutuhkan. Perlahan tapi pasti, Andra pun mulai luluh hatinya. Di
Hangatnya pelukan Andra menyelimuti Kiara, mengusir hawa dingin yang menyelimuti malam itu. Air mata mereka telah mengering, digantikan oleh perasaan cinta dan kasih sayang yang kembali mekar di antara mereka."Maafkan aku, Kiara," bisik Andra, suaranya bergetar. "Aku tidak pernah bermaksud untuk menyakitimu."Kiara menggelengkan kepalanya, matanya berkaca-kaca. "Aku tahu, Mas Andra. Aku tahu kau sangat perhatian denganku dan bayiku. Bukannya dia yang kalian tunggu sejak awal?"Andra tersenyum, senyum yang tulus dan penuh penyesalan. "Ya, kamu benar. Aku berjanji, Kiara. Aku akan menebus semua kesalahanku. Aku akan menjadi suami dan ayah terbaik untukmu dan anak kita."Kiara tersenyum, hatinya dipenuhi dengan kebahagiaan. Dia tahu bahwa Andra tulus dalam penyesalannya, dan dia ingin memberinya kesempatan kedua."Aku percaya padamu, Mas Andra," bisiknya.Andra memeluk Kiara lebih erat, merasakan detak jantungnya yang berdebar kencang. Dia bersyukur karena Kiara masih mau memberinya kese
Kiara yang diliputi rasa ingin tahu, memutuskan untuk menggali lebih dalam tentang asal-usulnya yang selama ini menjadi rahasia. Dia beralih ke media sosial milik adiknya, Alex, sebagai sumber informasi. Namun, karena sudah lama tidak aktif di media sosial, Kiara mengalami kesulitan dalam menemukan akun Alex yang menggunakan nama samaran.Meskipun terkendala, Kiara tidak menyerah. Dengan semangat yang kuat, dia terus mencari dan menelusuri akun demi akun. Upayanya tak sia-sia. Berkat kerja keras dan keteguhannya, Kiara akhirnya berhasil menemukan akun Alex. Rasa lega dan bahagia menyelimuti dirinya saat dia membuka profil Alex dan mulai menjelajahi kehidupan digital sang adik angkat.Kiara mulai menjelajahi postingan dan foto-foto Alex, mencari petunjuk apa pun yang bisa mengantarkannya pada informasi tentang asal-usulnya. Dia berharap bisa menemukan jawaban atas pertanyaan yang selama ini menghantuinya, siapa orang tuanya? Mengapa dia ditinggalkan? Dan apa rahasia di balik masa lalun
Di ruang tamu, Kiara dan Bi Sumi sibuk dengan kesibukan baru mereka. Membuat rajutan yang didapat teorinya dari internet. Kiara terlihat antusias dengna kesibukan barunya. Bi Sumi berceritanya dengan senyum hangat.“Nyonya, orang tua saya adalah penggemar kerajinan tangan,” katanya. “Ayah saya pandai membuat ukiran kayu, sedangkan ibu saya ahli dalam merajut dan menjahit.”Kiara terkejut. Dia tidak pernah membayangkan bahwa Bi Sumi memiliki latar belakang keluarga yang kreatif. “Bagaimana mereka bertemu?” tanya Kiara.Bi Sumi mengambil napas dalam-dalam, matanya menerawang ke masa lalu. “Ayah dan ibu saya bertemu di sebuah pameran seni,” katanya. “Mereka berdua tertarik pada sebuah pameran kerajinan tangan di kota kecil tempat mereka tinggal. Ayah saya terpesona oleh ukiran kayu yang dibuat oleh ibu saya, dan ibu saya terkesan dengan kain rajutan buatan ayah saya.”Kiara merasa ada benang merah yang menghubungkan cerita Bi Sumi dengan hidupnya sendiri. Dia juga mencintai kerajinan tan
Kiara berjuang untuk mempertahankan pernikahannya dengan Andra meski tahu jika hati andra sudah kembali kepada Mimi, istri pertama. Mimi sangat licik memanfaatkan kelemahan Andra dengan menjeratnya kembali ke dalam hubungan asmara. Kiara tidak punay pilihan lain, Mimi masih istri sahnya Andra, dan tidak mungkin dia memintanya berpisah sesuai janji Andra yang dulu. Meski tahu, jika Mimi sudah jahat kepada Kiara dan juga bayi yang dikandungnya.Kiara merasa terjebak dalam perasaan yang tak berujung. Pernikahannya dengan Andra, yang dulunya penuh cinta dan harapan, kini terasa seperti medan perang. Setiap hari, Kiara berusaha mempertahankan hubungan mereka, meski tahu bahwa Andra telah kembali ke pelukan Mimi, istri pertamanya.Andra, pria yang dulu pernah membuat hati Kiara berbunga-bunga, kini menjadi sosok yang terpecah di antara dua wanita. Mimi, wanita licik yang memanfaatkan kelemahan Andra, berhasil menariknya kembali ke dalam hubungan asmara. Kiara tahu bahwa Mimi tak akan berhen
Mimi memanfaatkan situasi ini dengan cerdik. Dia tahu bahwa Andra memiliki hasrat yang tinggi ketika emosinya tidak stabil. Dengan rayuan dan perhatian yang konstan, dia perlahan-lahan menarik Andra kembali ke dalam pelukannya.Di tengah kekacauan batinnya, Andra menemukan secercah ketenangan dalam diri Mimi. Tawanya yang merdu dan sentuhan lembutnya bagaikan balsem yang meredakan luka hatinya yang tergores oleh pengkhianatan Kiara. Sejenak, Andra melupakan segala masalahnya dan tenggelam dalam perhatian Mimi yang tulus dan penuh kasih sayang.Mimi, dengan kejeliannya, melihat kesempatan ini untuk kembali merebut hati Andra. Dia tahu bahwa saat Andra dilanda emosi, hasratnya pun membara. Dengan rayuan yang menggoda dan perhatian yang tak henti-hentinya, Mimi perlahan menarik Andra kembali ke dalam pelukannya. Kata-kata manisnya bagaikan mantra yang membius Andra, membuatnya lupa akan rasa sakit yang ia alami.Andra, yang masih terluka dan rapuh, tak kuasa menolak godaan Mimi. Dia terb