Alvaro mengetuk-ngetuk layar ponselnya dengan kesal karena tidak ada satu pun pesannya yang dibalas oleh Cara. Gadis itu bahkan berani mengabaikan telepon darinya sekarang.
Menyebalkan!
Rasanya Alvaro ingin sekali menyusul gadis itu dan membawanya pulang.
Apa Cara tidak tahu kalau dia sedang khawatir?
"Sialan!" Alvaro menggeram kesal karena Cara lagi-lagi mengabaikan teleponnya.
"Kau kenapa sih, Al?" Kepala Felix mendadak pusing karena Alvaro sejak tadi mondar-mandir tidak jelas di depannya.
"Aku sedang kesal dengan Caramell," jawab Alvaro sambil mengempaskan diri tepat di samping Felix.
"Memangnya Caramell kenapa?"
Alvaro menarik tengkuk Cara dan semakin memperdalam ciuman mereka. Dia melumat bibir atas dan bawah gadis itu dengan penuh gairah. Jantung keduanya berdetak semakin cepat.Cara tanpa sadar meremas kedua lengan Alvaro sebagai pelampiasan. Rasanya seperti ada jutaan kupu-kupu yang mengepakkan sayap di dalam perutnya.Ini sungguh gila dan mendebarkan."Erngh ...." Alvaro melepas pagutan bibirnya karena mendengar erangan halus keluar dari bibir Cara.Napas keduanya tampak terengah. Cara segera menarik napas sebanyak mungkin ke dalam paru-parunya karena Alvaro tidak memberinya kesempatan sama sekali untuk mengambil napas.Alvaro mengusap bibir basah Cara yang terlihat sedikit membengkak akibat ulahnya. Sangat menggoda, pikirnya. Dia suka sekali mel
Seoul, Korea Selatan.Jalanan kota Seoul terlihat padat karena sekarang bertepatan dengan jam pulang kantor. Jafier berulang kali mengembuskan napas panjang. Dia merasa sangat lelah karena pekerjaan di kantor hari ini lumayan banyak menguras tenaganya.Sebelum pulang, dia mampir sebentar ke rumah Alexandra karena ingin memberi hadiah untuk Dio."Uncle Jafiel!" teriak Dio sambil berlari kecil menghampiri Jafier saat pamannya itu turun dari Audy R8 miliknya. Anak laki-laki berusia lima tahun itu sontak mengulurkan kedua tangannya, minta digendong.Jafier pun segera mengangkat tubuh mungil Jafier dalam gendongannya."Dio kangen sekali sama, Uncle Jafiel," ucap anak itu dengan aksen cadelnya."Uncle juga kangen sekali sama, Dio," balas Jafier seraya mengacak-acak puncak kepala Dio dengan gemas membuat anak laki-laki berusia lima
Cara mengerjabkan mata perlahan. Gadis itu terbangun di tengah malam karena perutnya mendadak terasa lapar. Kening gadis itu berkerut dalam ketika melihat samping tempat tidurnya kosong.Di mana Alvaro? Apa lelaki itu sedang berada di dalam kamar mandi?Cara pun beranjak ke kamar mandi untuk mencari Alvaro. Namun, suaminya itu tidak ada di sana. Alvaro mungkin sedang menonton bola di ruang tengah, pikir Cara. Gadis itu pun bergegas mencari Alvaro ke ruang tengah. Namun, lelaki itu tidak ada di sana.Merasa sudah sangat lapar, Cara memutuskan untuk pergi ke ruang makan. Helaan napas panjang sontak lolos dari bibirnya karena di atas meja makan hanya ada nasi putih sisa makan malam semalamDi dalam lemari es sebenarnya ada bahan masakan. Akan tetapi Cara sedang malas untuk memasak.
Tempat itu sangat minim penerangan. Suara musik pun terdengar keras di mana-mana. Asap rokok dan minuman berakohol sudah menjadi teman bagi orang yang menghabiskan waktu di kelab malam.Mirror merupakan kelab malam paling cantik di Bali. Desain bangunannya mirip katedral Gothic dengan langit-langit yang cukup tinggi.Allendra kembali menuang wine ke dalam gelas, lalu memberikan minuman tersebut ke wanita seksi yang duduk tepat di sampingnya."Aku tidak mau, Allend," tolak Angela.Allendra menghela napas panjang karena malam ini Angela tidak bersemangat pergi ke kelab bersamanya. Padahal wanita itu biasanya menemaninya minum sampai pagi.Allendra pun meletakkan gelas tersebut kembali di atas meja. "Kau kenapa, Baby? Aku perhatikan hari ini kau lebih banyak diam?"
"Good morning, Baby!"Tubuh Alvaro menegang, jantungnya seolah-olah berhenti berdetak, wajahnya pun sontak berubah pucat melihat seorang wanita bergaun merah yang berdiri tepat di tengah pintu kamarnya."Angela?" gumam Alvaro terdengar sangat lirih.Cara segera turun dari gendongan Alvaro. Gadis itu tampak heran karena Alvaro tiba-tiba berdiri mematung dengan wajah pucat.Cara pun segera mengikuti arah pandang Alvaro. Napas gadis itu tercekat melihat wanita yang sedang menatapnya dengan lekat."No-Nona Angela?!" gumam Cara terdengar gugup.Angela berjalan dengan anggun menghampiri Alvaro. Sepasang mata biru miliknya menatap lurus ke dalam manik mata lelaki itu. Jantung Alvaro semakin berdetak tidak nyaman. Dia seolah-olah ketahuan selingkuh dengan Cara oleh Angela.Cara
Cara ingin mengambil ponselnya yang tertinggal di kamar. Namun, gadis itu tiba-tiba saja berhenti melangkah. Sepasang mata zamrud miliknya terpaku menatap Alvaro dan Angela yang sedang berciuman di meja makan.Cara tanpa sadar mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Entah kenapa oksigen di sekitarnya seolah-olah berubah menjadi karbon dioksida yang begitu mencekik leher. Dadanya sesak.Rasanya dia ingin sekali menarik Angela agar menjauh dari Alvaro. Namun, gadis itu tidak mempunyai cukup keberanian untuk melakukan hal itu karena sadar dengan posisinya jika dirinya hanya menjadi istri kedua bagi Alvaro.Cara pun cepat-cepat kembali mencabut rumput di halaman belakang karena tidak tahan melihat Alvaro yang memagut bibir Angela dengan penuh perasaan. Dia berdecak kesal karena cairan hangat kembali membasahi pipinya tanpa permisi."Aku kenapa, sih?" Cara mengusap air matanya dengan kasar. Namun, bayangan Alvar
Alexandra menggigit kuku jari cemas karena pikirannya mendadak tidak tenang. Wajah gadis yang dijumpainya bersama Dio di taman tadi terus melintas di ingatan.Benarkah gadis yang dia lihat di taman bersama Dio tadi adalah Caramell?Alexandra masih ingat dengan jelas bagaimana wajah Cara karena setahun yang lalu Jafier pernah menunjukkan foto gadis itu pada dirinya. Di foto tersebut Cara terlihat sangat manis dan menggemaskan. Namun, Cara yang baru saja dia lihat sangat berbeda. Gadis itu sekarang terlihat semakin cantik dan dewasa.Ada satu hal yang membuat Alexandra sangat terkejut. Perut Cara terlihat membesar. Apa gadis itu hamil?Alexandra tanpa sadar terus menggigit kuku jari tangannya. Apa Cara sudah menikah?"Ah, semua ini membuat kepal
Angela segera mengeluarkan ponselnya dari saku celana untuk menelepon Allendra karena Alvaro sedang mengambil minum di dapur. Senyum model seksi itu mengembang sempurna saat teleponnya diterima oleh Allendra. 'Kenapa kau baru meneleponku? Kau pasti sedang asyik menghabiskan waktu dengan Alvaro, kan?' berondong Allendra di seberang sana. Angela malah terkikik geli mendengarnya. "Apa kau merindukanku, Allend?" Allendra mendesah panjang. 'Kenapa kau masih bertanya, Baby? Tentu saja aku sangat merindukanmu.' Angela kembali terkekeh. Padahal baru satu minggu mereka berpisah, tapi Allendra sudah merindukan dirinya. "Aku juga merindukanmu, Allend. Tapi—" 'Kau pasti ingin mengatakan, aku terpaksa tinggal lumayan lama karena tidak ingin membuat Alvaro curiga. Begitu, kan?' "Astaga, Allend. Kenapa kau menggemaskan sekali?" pekik Angela tanpa sadar. W
Cara sedang berada di sebuah toko khusus perlengkapan bayi bersama Alvaro. Mereka ingin membeli kado untuk ulang tahun putri Jafier dan Adisty yang pertama.Waktu bergulir begitu cepat. Tidak terasa putri Jafier dan Adisty sudah berulang tahun yang pertama. Padahal rasanya seperti baru kemarin dia meminta Alvaro untuk menikahi Adisty demi memenuhi amanah terakhir Sadewa. Namun, kenyataannya Adisty malah menikah dengan Jafier. Mereka bahkan sudah memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Allecia Disa Mahendra."Alva, bagaimana kalau kita beli ini untuk Disa?" Cara menunjukkan beberapa buah biku cerita yang ada ditangannya pada Alvaro."Bagus, buku ini pasti berguna untuk Disa."Cara pun mengambil beberapa buku cerita untuk Disa lantas meletakkannya ke dalam keranjang. Setelah itu mereka berkeliling untuk melihat barang-barang yang lain. Sebuah sepatu khusus bayi berusia satu tahun berhasil menarik perhatian Cara. Sepatu berwarna merah itu pasti coc
Dua tahun kemudian ....Alvaro mengerjapkan kedua matanya perlahan karena cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Senyum tipis mucul bibirnya melihat Cara yang tertidur lelap di sampingnya.Alvaro pun mengecup bibir Cara sekilas lalu mendekap tubuh gadis itu semakin erat. Dia merasa sangat bahagia karena wajah Cara yang dia lihat pertama kali saat membuka mata."Sekarang jam berapa, Alva?" tanya Cara dengan mata terpejam.Alvaro pun melirik jam yang menempel di dinding kamar. Ternyata sekarang sudah jam tujuh, tapi dia mengatakan masih jam lima pada Cara."Tolong bangunin aku lima menit lagi." Cara menenggelamkan wajahnya di dada bidang Alvaro mencari posisi tidur yang paling nyaman dan kembali terlelap.Alvaro pun membiarkan Cara kembali tidur, bahkan lebih dari lima menit. Cara sepertin
Sambil terus berciuman Alvaro langsung membaringkan Cara di atas tempat tidur dan langsung menindih gadis itu."Erngh ...." Cara hanya biasa mengerang di bawah tubuh Alvaro. Kecupan dan hisapan lembut lelaki itu selalu membuatnya kualahan."Alva ...." Napas Cara terengah. Gadis itu langsung menarik napas sebanyak mungkin untuk memasok oksigen ke dalam paru-parunya karena Alvaro tidak memberinya kesempatan sama sekali untuk mengambil napas."Kamu mau membunuhku?"Kening Alvaro berkerut dalam mendengar pertanyaan Cara barusan. Sedetik kemudian dia tersenyum ketika menyadar Cara sedang sibuk mengatur napas."Aku tidak bisa menahannya lagi, Sayang. Maaf ...." Alvaro menarik Cara agar duduk menghadapnya lantas menurunkan resleting gaun gadis itu dengan perlahan.Sepasang buah dada Cara yang terbungkus strapless bra berwarna merah terpampang jelas di kedua matanya. Terlihat sang
Hari bahagia itu akhirnya tiba. Cara terlihat sangat cantik memakai gaun pengantin model Long Slevee A-Line yang mengembang di bagian bawah berwarna putih. Gaun tersebut membuat penampilan Cara terlihat lebih feminim lewat detail renda bermotif bunga yang panjangnya menyapu lantai. Sebuah mahkota perak berhias batu berlian yang ada di atas kepalanya membuat penampilan gadis itu semakin terlihat cantik.Jantung Cara berdetak cepat, telapak tangannya pun terasa dingin dan basah. Cara tanpa sadar meremas gaun pengantinnya dengan kuat karena mobil yang ditumpanginya sebentar lagi tiba di Gereja yang akan dia gunakan untuk pemberkatan bersama Alvaro."Gaunmu nanti bisa kusut kalau kamu remas seperti itu, Caramell!" Daniel berdecak kesal karena Cara sejak tadi terus meremas gaun pengantinnya hingga berkerut.Daniel sebenarnya malas sekali menghadiri pemberkatan pernikahan Alvaro dan Cara. Namun, dia terpaksa datang ke acara ters
Tatapan teduh Jafier seolah-olah mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja."Jangan menangis." Tubuh Adisty membeku di tempat karena Jafier tiba-tiba mengusap air mata yang membasahi pipinya dengan lembut.Senyum hangat dan genggaman erat lelaki itu mampu mengubah perasaannya menjadi tenang dalam sekejab. Dalam seperkian detik Jafier telah berhasil menarik Adisty tenggelam dalam pesonanya.Namun, sedetik kemudian Adisty cepat-cepat tersadar kalau Jafier melakukan semua ini murni karena tanggung jawabnya sebagai suami, bukan karena alasan yang lain sebab lalaki itu tidak memiliki perasaan pada dirinya."Astaga, kalian manis sekali." Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Cara karena melihat Jafier yang begitu perhatian pada Adisty.Adisty tergagap lantas cepat-cepat menarik tangannya dari genggaman Jafier karena malu. Suasana pun mendadak canggung selama beberapa saat. Semua kalima
Mama menatap beberapa contoh undangan pernikahan yang ditunjukkan oleh pemilik percetakan yang datang ke rumah karena dia malas pergi keluar. Lagi pula kondisi kakinya masih belum pulih sepenuhnya.Ada sekitar dua puluh contoh undangan yang orang tersebut tunjukkan. Namun, hanya dua undangan yang berhasil menarik perhatian Mama."Bagaimana menurutmu undangan ini?" Mama menunjukkan undangan yang kertasnya terdapat bibit tanaman. Jika kertas undangan tersebut dibasahi lalu ditanam, lama-kelamaan akan tumbuh bunga yang sangat indaj. Selain itu di dalam undangan tersebut tertulis doa agar rumah tangga mereka berjalan harmonis."Unik, kan?""Iya, Ma.""Yang ini juga bagus. Gimana menurut kamu?" Mama menunjukkan udangan pilihannya yang kedua pada Cara. Sebuah undangan dress code yang dilengkapi dengan aksesoris seperti, pita atau bros yang bisa digunakan oleh tamu undangan saat menghadiri resepsi pernikahannya dengan Alvaro.Kening Cara berkerut d
"Mama akhirnya merestui hubungan kita. Aku bahagia sekali." Alvaro menangkup kedua pipi Cara pantas mencium bibir tipis berwarna merah alami milik gadis itu berkali-kali untuk meluapkan kebahagiaannya."Aku tahu kamu sedang bahagia, tapi jangan menciumku terus." Cara berusaha menahan Alvaro yang ingin mencium bibirnya lagi."Aku sangat-sangat bahagia." Alvaro kembali menangkup kedua pipi Cara lantas mengecup mata, hidung, pipi, dan terakhir kening gadis itu dengan penuh perasaan bahagia."Alva, ih ...." Cara mendorong Alvaro agar menjauh karena dia merasa risih.Alvaro malah terkekeh lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang Cara. Dia memeluk gadis itu begitu erat seolah-olah takut kehilangan."Sayang, kamu tahu tidak?""Tahu apa?" tanya Cara tidak mengerti."Aku bahagia sekali." Alvaro tersenyum sangat lebar. Apa lagi jika me
Cara meminta Mello untuk duduk di depan kaca, lantas mengambil sebuah sisir untuk menata rambut gadis kecilnya itu sebelum berangkat ke sekolah. Dia mengikat rambut hitam Mello model ekor kuda sebelum dikepang."Bunda, kenapa orang dewasa suka saling menempelkan bibir?"Cara tersentak mendengar pertanyaan Mello barusan hingga refleks berhenti mengepang rambut anak itu."Ke-kenapa Mello tanya begitu?" Cara malah balik bertanya alih-alih menjawab pertanyaan Mello."Mello tadi liat Bunda dan Ayah saling menempelkan bibir di kamar. Waktu di pesawat juga," ujar anak itu terdengar polos.Mulut Cara sontak menganga lebar. Dia benar-benar tidak menyangka Mello memperhatikannya dan Alvaro saat berciuman. Dia pikir Mello tidak peduli dan menganggapnya hanya sekadar angin lalu."Kenapa, Bunda?" tanya Mello pesaran."Em, itu karena ...." Cara tanpa sadar membasahi bib
"Jangan bilang seperti itu lagi. Mengerti?" tanya Alvaro setelah melepas pagutan bibir mereka."Aku benar-benar takut, Alva ...." Kristal bening itu kembali jatuh membasahi pipi Cara.Dia ingin menikah dengan Alvaro dan membesarkan Mello bersama-sama sampai maut memisahkan. Namun, Mama tidak merestui hubungan mereka.Apa yang harus dia lakukan? Haruskah dia memutuskan hubungannya dengan Alvaro?"Sshh, tenanglah. Mama pasti akan merestui hubungan kita.""Sungguh?" Cara menatap kedua mata Alvaro dengan lekat, berusaha mencari kesungguhan di sana."Ya, aku yakin sekali. Sekarang kita tidur lagi, ya?"Alvaro mengecup kening Cara dengan penuh sayang lalu meminta gadis itu untuk berbaring di sampingnya dan menggunakan lengan kirinya sebagai bantal. Sementara tangannya yang lain memeluk pinggang gadis itu dengan erat.Cara membenamkan wajahnya di