'Kenapa kau baru mengangkat teleponku, Baby? Apa kau tidak tahu kalau aku ingin sekali mendengar suaramu?' berondong Allendra saat Angela menerima teleponnya.
Bibir Angela melengkung ke atas mendengar ucapan Allendra barusan. Dia bisa membayangkan bibir Allendra sekarang pasti sedang mencebik kesal karena dia baru memberi kabar sejak datang ke Indonesia.
"Apa kau sangat merindukanku, Allend?" tanya Angela menggoda.
Allendra mendesah panjang. 'Tentu saja, Baby. Kenapa kau masih bertanya? Apa kau ingin aku muncul di depanmu sekarang untuk membuktikannya?' sungutnya kesal.
Angela malah terkikik geli. "Maaf, Allend. Kau tahu sendiri kan, Alvaro tidak bisa jauh-jauh dariku? Aku harus curi-curi kesempatan seperti sekarang untuk meneleponmu. Sekali lagi maaf, ya ...?"
Allendra mendesah panjang. Saudara kembarnya yang bodoh itu memang cinta mati dengan Angela. Alvaro pas
"Apa yang Dokter lakukan di sini?"Kafka malah tersenyum melihat ekpresi Cara yang terkejut karena kedatangannya. "Tentu saja untuk bertemu denganmu. Apa suamimu ada di rumah?" tanya Kafka sambil melongok ke dalam mencari Alvaro."Tuan Alvaro sedang tidak ada di rumah," jawab Cara."Em, apa aku boleh masuk, Caramell?""Ah, tentu saja, Dokter." Cara pun mempersilakan Kafka untuk duduk di ruang tamu. Tanpa diminta dia beranjak ke dapur membuat secangkir teh panas untuk dokter muda itu. Untung saja Alvaro tidak ada rumah, jika ada suaminya itu pasti marah karena Kafka datang ke rumah."Terima kasih banyak, Caramell.""Sama-sama, Dokter. Kenapa Dokter datang pagi-pagi sekali?"
"Apa kau merindukan, Caramell?"Alvaro terkejut mendengar pertanyaan Felix barusan, sedetik kemudian dia cepat-cepat mengubah raut wajahnya agar kembali tenang. "Em, ti-tidak," jawabnya terbata-bata."Sungguh?" Felix menatap Alvaro dengan pandangan menyelidik."Tentu saja. Untuk apa juga aku berbohong?" Alvaro mencoba fokus membaca berkas yang ada di tangannya. Namun, pertanyaan Felix barusan berhasil menghancurkan konsentrasinya. Dia malah terus memikirkan Cara."Kau bohong, kan?" tanya Felix sambil mendudukkan diri di kursi yang berada tepat di depan Alvaro.Alvaro mengempaskan punggungnya di kursi kebanggannya. Percuma saja dia berbohong karena Felix sudah tahu kalau dia sedang memikirkan Cara."Aku—hanya memikirkan bayiku yang berada dalam kandungan Cara. Itu hal yang wajar, kan?""Em ...." Felix bergumam sebentar sebelum menjawab pertanyaan Alva
"Aku pulang," ucap Alvaro begitu menginjakkan kaki di apartemennya."Sayang, coba lihat. Gaun ini bagus tidak?" Angela menunjukkan gaun merek Balenciaga yang dibelinya tadi siang untuk acara brydal shower temannya pada Alvaro.Alvaro pun memperhatikan penampilan Angela dari atas sampai bawah. Istrinya terlihat cantik dan seksi memakai gaun berwarna merah tanpa lengan tersebut. "Bagus," jawabnya."Kalau rambutku bagaimana?"Alvaro mengerutkan dahi. Menurutnya rambut Angela terlihat baik-baik saja."Sayang, coba perhatikan baik-baik rambutku!" Angela mengerucutkan bibir kesal karena Alvaro tidak berhasil menemukan perbedaan di rambutnya. Padahal dia sudah menghabiskan waktu tiga jam lebih di salon untuk mewarnai rambutnya agar terlihat seperti idol Korea.Alvaro pun mengik
Tinggal di rumah Alvaro sendirian membuat dada Cara semakin terasa sesak. Setiap sudut bagian dari rumah tersebut selalu mengingatkannya dengan Alvaro. Kamar, tempat tidur, ruang tamu, bahkan dapur. Aroma tubuh lelaki itu pun tidak mau hilang, masih membekas di tempat tidur mereka. Semua ini membuat Cara muak. Dia merasa sangat kesepian.Gadis itu mulai tidak betah tinggal di rumah Alvaro. Setiap hari yang dia lakukan hanya makan, tidur, membereskan rumah, lalu tidur lagi. Tidak ada yang lain. Cara merasa sangat bosan. Apa lagi Alvaro tidak pernah memberi kabar. Lelaki itu pasti sedang bersenang-senang dengan istri pertamanya.Menyebalkan!Ah, lagi-lagi Cara malah memikirkan Alvaro. Lelaki itu tidak pernah menelepon, sekadar mengirim pesan untuk menanyakan kabarnya pun tidak pernah semenjak tinggal di apartemen bersama Angela. Padahal sebelum pergi Alva
Matahari sudah kembali ke peraduan, tapi Alvaro masih bertahan di dalam ruangannya yang gelap sendirian. Dia duduk termenung di kursi kebanggaannya sambil menatap kosong keluar jendela. Suasana pun terasa begitu hening.Alvaro memejamkan mata perlahan. Wajah Cara sontak melintas di dalam pikirannya. Begitu jelas. Sudah tiga bulan lebih mereka tidak bertemu, rasanya Alvaro ingin sekali bertemu dengan Cara sekarang.Bagaimana kabar gadis itu? Apa Cara dan calon buah hatinya baik-baik saja?Napas Alvaro terengah. Dia pun mencoba menarik napas panjang untuk mengisi paru-parunya yang mendadak kosong. Dadanya sesak. Alvaro sangat merindukan Cara. Rindu suara juga aroma apel manis yang menguar dari tubuh gadis itu.Rasanya dia ingin sekali pulang lalu menarik tubuh Cara dalam dekapan. Begitu
'Air mataku jatuh. Aku rindu aroma tubuhmu yang memelukku. Kamu bilang akan menghubungiku setiap saat. Tapi semuanya ternyata bohong. Kenapa kamu pergi? Bisakah kamu datang kembali ke rumah? Jangan tinggalkan aku ...."~Caramell~***"Jadi, Caramell nawarin bunga ke kamu?" Danica tidak bisa berhenti tertawa setelah mendengar cerita Kafka.Putranya itu baru saja mengatakan jika Cara menyuruhnya agar membeli bunga mawar putih untuk diberikan pada orang spesial. Padahal dia datang ke Rose Bloom Florist karena ingin bertemu dengan sang ibu."Iya, Bu. Padahal Kafka ingin memberi tahu kalau ingin menemui Ibu. Tapi Caramell malah menyuruh Kafka membeli bunga ...," ucapnya sambil geleng-geleng kepala. Cara benar-benar
Alvaro cepat-cepat turun dari mobilnya, lalu mengeluarkan kunci rumah dari dalam saku celananya untuk membuka pintu. Dia memutar kenop pintu dengan sangat pelan, setelah itu berjalan mengendap-endap memasuki rumahnya agar tidak membangunkan Cara.Alvaro terlihat seperti seorang pencuri, padahal yang dia masuki adalah rumahnya sendiri. Dia bergegas pergi ke kamar Cara, kemudian memutar kenop pintu dengan sangat pelan agar tidak membangunkan gadis itu yang sedang tertidur pulas di atas tempat tidur.Aroma apel manis seketika menyeruak dia indra penciuman Alvaro. Aroma yang menenangkan sekaligus memabukkannya. Jantung Alvaro seketika berdegup kencang, seolah-olah ingin meledak di dalam rongga dadanya. Pelan, dia mendekat, lalu membaringkan diri dengan hati-hati tepat di samping Cara.Debaran jantung Alvaro semakin menggila di dala
Napas Cara terengah, bulir keringat dingin pun keluar membasahi tubuhnya. Cara menatap ke sekitar dengan kedua mata membelalak lebar. Ternyata dia sedang berada di kamar, bukan di taman bunga bersama Jafier.Cara mengusap wajah kasar karena mimpi buruk itu kembali datang. Mimpi yang selalu menghantui tidurnya setelah Jafier pergi meninggalkannya. Dia nyaris saja jatuh ke jurang karena ingin mengejar Jafier, beruntung Alvaro berhasil menahan tubuhnya. Jika tidak, dia pasti sudah jatuh ke dalam jurang yang gelap dan dalam itu.Entah kenapa akhir-akhir ini Cara sering sekali memimpikan Jafier. Lelaki itu tidak pernah pernah menghubunginya untuk menjelaskan status hubungan mereka sekarang.Bagaimana kabar Jafier sekarang? Apa lelaki itu baik-baik saja?Tubuh Cara menegang karena sebuah tangan melingkari perutnya. Gadis itu pun menoleh ke samping. Kedua matanya mengerjab beberapa kali menatap lelaki berwajah ta
Cara sedang berada di sebuah toko khusus perlengkapan bayi bersama Alvaro. Mereka ingin membeli kado untuk ulang tahun putri Jafier dan Adisty yang pertama.Waktu bergulir begitu cepat. Tidak terasa putri Jafier dan Adisty sudah berulang tahun yang pertama. Padahal rasanya seperti baru kemarin dia meminta Alvaro untuk menikahi Adisty demi memenuhi amanah terakhir Sadewa. Namun, kenyataannya Adisty malah menikah dengan Jafier. Mereka bahkan sudah memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Allecia Disa Mahendra."Alva, bagaimana kalau kita beli ini untuk Disa?" Cara menunjukkan beberapa buah biku cerita yang ada ditangannya pada Alvaro."Bagus, buku ini pasti berguna untuk Disa."Cara pun mengambil beberapa buku cerita untuk Disa lantas meletakkannya ke dalam keranjang. Setelah itu mereka berkeliling untuk melihat barang-barang yang lain. Sebuah sepatu khusus bayi berusia satu tahun berhasil menarik perhatian Cara. Sepatu berwarna merah itu pasti coc
Dua tahun kemudian ....Alvaro mengerjapkan kedua matanya perlahan karena cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Senyum tipis mucul bibirnya melihat Cara yang tertidur lelap di sampingnya.Alvaro pun mengecup bibir Cara sekilas lalu mendekap tubuh gadis itu semakin erat. Dia merasa sangat bahagia karena wajah Cara yang dia lihat pertama kali saat membuka mata."Sekarang jam berapa, Alva?" tanya Cara dengan mata terpejam.Alvaro pun melirik jam yang menempel di dinding kamar. Ternyata sekarang sudah jam tujuh, tapi dia mengatakan masih jam lima pada Cara."Tolong bangunin aku lima menit lagi." Cara menenggelamkan wajahnya di dada bidang Alvaro mencari posisi tidur yang paling nyaman dan kembali terlelap.Alvaro pun membiarkan Cara kembali tidur, bahkan lebih dari lima menit. Cara sepertin
Sambil terus berciuman Alvaro langsung membaringkan Cara di atas tempat tidur dan langsung menindih gadis itu."Erngh ...." Cara hanya biasa mengerang di bawah tubuh Alvaro. Kecupan dan hisapan lembut lelaki itu selalu membuatnya kualahan."Alva ...." Napas Cara terengah. Gadis itu langsung menarik napas sebanyak mungkin untuk memasok oksigen ke dalam paru-parunya karena Alvaro tidak memberinya kesempatan sama sekali untuk mengambil napas."Kamu mau membunuhku?"Kening Alvaro berkerut dalam mendengar pertanyaan Cara barusan. Sedetik kemudian dia tersenyum ketika menyadar Cara sedang sibuk mengatur napas."Aku tidak bisa menahannya lagi, Sayang. Maaf ...." Alvaro menarik Cara agar duduk menghadapnya lantas menurunkan resleting gaun gadis itu dengan perlahan.Sepasang buah dada Cara yang terbungkus strapless bra berwarna merah terpampang jelas di kedua matanya. Terlihat sang
Hari bahagia itu akhirnya tiba. Cara terlihat sangat cantik memakai gaun pengantin model Long Slevee A-Line yang mengembang di bagian bawah berwarna putih. Gaun tersebut membuat penampilan Cara terlihat lebih feminim lewat detail renda bermotif bunga yang panjangnya menyapu lantai. Sebuah mahkota perak berhias batu berlian yang ada di atas kepalanya membuat penampilan gadis itu semakin terlihat cantik.Jantung Cara berdetak cepat, telapak tangannya pun terasa dingin dan basah. Cara tanpa sadar meremas gaun pengantinnya dengan kuat karena mobil yang ditumpanginya sebentar lagi tiba di Gereja yang akan dia gunakan untuk pemberkatan bersama Alvaro."Gaunmu nanti bisa kusut kalau kamu remas seperti itu, Caramell!" Daniel berdecak kesal karena Cara sejak tadi terus meremas gaun pengantinnya hingga berkerut.Daniel sebenarnya malas sekali menghadiri pemberkatan pernikahan Alvaro dan Cara. Namun, dia terpaksa datang ke acara ters
Tatapan teduh Jafier seolah-olah mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja."Jangan menangis." Tubuh Adisty membeku di tempat karena Jafier tiba-tiba mengusap air mata yang membasahi pipinya dengan lembut.Senyum hangat dan genggaman erat lelaki itu mampu mengubah perasaannya menjadi tenang dalam sekejab. Dalam seperkian detik Jafier telah berhasil menarik Adisty tenggelam dalam pesonanya.Namun, sedetik kemudian Adisty cepat-cepat tersadar kalau Jafier melakukan semua ini murni karena tanggung jawabnya sebagai suami, bukan karena alasan yang lain sebab lalaki itu tidak memiliki perasaan pada dirinya."Astaga, kalian manis sekali." Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Cara karena melihat Jafier yang begitu perhatian pada Adisty.Adisty tergagap lantas cepat-cepat menarik tangannya dari genggaman Jafier karena malu. Suasana pun mendadak canggung selama beberapa saat. Semua kalima
Mama menatap beberapa contoh undangan pernikahan yang ditunjukkan oleh pemilik percetakan yang datang ke rumah karena dia malas pergi keluar. Lagi pula kondisi kakinya masih belum pulih sepenuhnya.Ada sekitar dua puluh contoh undangan yang orang tersebut tunjukkan. Namun, hanya dua undangan yang berhasil menarik perhatian Mama."Bagaimana menurutmu undangan ini?" Mama menunjukkan undangan yang kertasnya terdapat bibit tanaman. Jika kertas undangan tersebut dibasahi lalu ditanam, lama-kelamaan akan tumbuh bunga yang sangat indaj. Selain itu di dalam undangan tersebut tertulis doa agar rumah tangga mereka berjalan harmonis."Unik, kan?""Iya, Ma.""Yang ini juga bagus. Gimana menurut kamu?" Mama menunjukkan udangan pilihannya yang kedua pada Cara. Sebuah undangan dress code yang dilengkapi dengan aksesoris seperti, pita atau bros yang bisa digunakan oleh tamu undangan saat menghadiri resepsi pernikahannya dengan Alvaro.Kening Cara berkerut d
"Mama akhirnya merestui hubungan kita. Aku bahagia sekali." Alvaro menangkup kedua pipi Cara pantas mencium bibir tipis berwarna merah alami milik gadis itu berkali-kali untuk meluapkan kebahagiaannya."Aku tahu kamu sedang bahagia, tapi jangan menciumku terus." Cara berusaha menahan Alvaro yang ingin mencium bibirnya lagi."Aku sangat-sangat bahagia." Alvaro kembali menangkup kedua pipi Cara lantas mengecup mata, hidung, pipi, dan terakhir kening gadis itu dengan penuh perasaan bahagia."Alva, ih ...." Cara mendorong Alvaro agar menjauh karena dia merasa risih.Alvaro malah terkekeh lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang Cara. Dia memeluk gadis itu begitu erat seolah-olah takut kehilangan."Sayang, kamu tahu tidak?""Tahu apa?" tanya Cara tidak mengerti."Aku bahagia sekali." Alvaro tersenyum sangat lebar. Apa lagi jika me
Cara meminta Mello untuk duduk di depan kaca, lantas mengambil sebuah sisir untuk menata rambut gadis kecilnya itu sebelum berangkat ke sekolah. Dia mengikat rambut hitam Mello model ekor kuda sebelum dikepang."Bunda, kenapa orang dewasa suka saling menempelkan bibir?"Cara tersentak mendengar pertanyaan Mello barusan hingga refleks berhenti mengepang rambut anak itu."Ke-kenapa Mello tanya begitu?" Cara malah balik bertanya alih-alih menjawab pertanyaan Mello."Mello tadi liat Bunda dan Ayah saling menempelkan bibir di kamar. Waktu di pesawat juga," ujar anak itu terdengar polos.Mulut Cara sontak menganga lebar. Dia benar-benar tidak menyangka Mello memperhatikannya dan Alvaro saat berciuman. Dia pikir Mello tidak peduli dan menganggapnya hanya sekadar angin lalu."Kenapa, Bunda?" tanya Mello pesaran."Em, itu karena ...." Cara tanpa sadar membasahi bib
"Jangan bilang seperti itu lagi. Mengerti?" tanya Alvaro setelah melepas pagutan bibir mereka."Aku benar-benar takut, Alva ...." Kristal bening itu kembali jatuh membasahi pipi Cara.Dia ingin menikah dengan Alvaro dan membesarkan Mello bersama-sama sampai maut memisahkan. Namun, Mama tidak merestui hubungan mereka.Apa yang harus dia lakukan? Haruskah dia memutuskan hubungannya dengan Alvaro?"Sshh, tenanglah. Mama pasti akan merestui hubungan kita.""Sungguh?" Cara menatap kedua mata Alvaro dengan lekat, berusaha mencari kesungguhan di sana."Ya, aku yakin sekali. Sekarang kita tidur lagi, ya?"Alvaro mengecup kening Cara dengan penuh sayang lalu meminta gadis itu untuk berbaring di sampingnya dan menggunakan lengan kirinya sebagai bantal. Sementara tangannya yang lain memeluk pinggang gadis itu dengan erat.Cara membenamkan wajahnya di