Felix mengerutkan dahi melihat Alvaro yang hari ini begitu semangat menyelesaikan pekerjaannya. Padahal biasanya Alvaro selalu meninggalkan pekerjaannya begitu saja dan menyuruhnya untuk menyelesaikannya. Aneh sekali.
Apa mungkin kepala Alvaro baru saja membentur sesuatu? Kenapa sahabatnya itu hari ini bertingkah sangat aneh?
Alvaro menekan intercom di atas meja yang terhubung langsung dengan sekretarisnya. "Gabriella, tolong ambil berkas yang ada di ruanganku sekarang lalu berikan pada manager keuangan."
Tidak lama kemudian seorang wanita masuk ke ruangan Alvaro untuk mengambil berkas. "Apa Anda ada perlu yang lain, Mr. Alvaro?"
"Tidak ada, Gabriella. Oh, iya, tolong atur ulang pertemuanku dengan Mr. Mahendra."
Gabriella mengangguk. "Baik, Mr. Alvaro," ucapnya sebelum undur diri dari ruangan atasannya itu.
Felix menghampiri Alvaro, lantas mendudukkan diri di kursi yang be
Tempat itu tidak pernah sepi. Orang-orang datang dan pergi silih berganti. Alvaro sengaja mengosongkan jadwalnya hari ini karena ingin menjemput sang istri tercinta. Perjalanan dari Paris ke Jakarta membutuhkan waktu sekitar tujuh belas jam. Jika tidak ada halangan Angela seharusnya tiba beberapa menit lagi.Banyak pasang mata yang mencuri pandang ke arah Alvaro, terutama kaum hawa. Tidak heran karena pria beristri dua itu hari ini terlihat sangat tampan. Dia memakai kemeja putih dengan dua kancing paling atas yang sengaja dibuka, serta celana bahan berwarna hitam dan tatanan rambut yang dibuat naik ke atas membuat kadar ketampanan lelaki 29 tahun itu semakin bertambah.Alvaro berulang kali melihat jam tangan merek Rolex yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Dia sudah datang di bandara sejak dua puluh menit yang lalu. Namun, orang yang dia tunggu tidak kunjung datang. Rasanya dia sudah tidak sabar sekali ingin bertemu dengan Angela.
Suasana kediaman keluarga Dinata malam ini sangat ramai. Lampu-lampu menyala terang hampir di setiap sudut ruangan. Beberapa rangkaian bunga gardenia dan mawar hijau turut menghiasi pesta yang digelar khusus oleh Mama.Beberapa pelayan sibuk menata hidangan di atas meja untuk para tamu undangan yang datang. Semua hidangan terlihat sangat lezat dan mewah karena dimasak oleh koki ternama.Semua rekan bisnis Alvaro dan teman Angela sesama model sudah datang sejak tiga puluh menit yang lalu. Mereka terlihat sangat menikmati pesta yang digelar untuk mengumumkan terpilihnya Alvaro sebagai pemimpin sekaligus pewaris tunggal perusahaan Dinata.Malam ini Alvaro terlihat sangat tampan dalam balutan tuxedo berwarna maroon. Sang istri pun juga tidak kalah memesona. Angela terlihat sangat cantik memakai gaun berwarna hitam dan tatanan rambut yang disanggul ke atas. Kecantikannya semakin terpancar karena bibirnya dipoles lipstik b
"Long time no see, Caramell ...." Lelaki bertubuh tambun itu menatap Cara dengan penuh minat, seperti srigala kelaparan yang melihat seonggok daging segar. "O-Om Hery ...," ucap Cara terbata-bata. Wajah gadis itu seketika berubah pucat, setitik keringat dingin pun keluar membasahi pelipisnya karena teringat kejadian enam bulan lalu yang dialaminya saat bekerja sebagai pelayan di Paradisse Club. Saat itu dia diminta oleh kepala pelayan untuk mengantar minuman ke Om Hery yang berada di ruangan khusus pelanggan VIP. Sebagai seorang pelayan yang baru bekerja, Cara pun segera mengantar minuman tersebut ke Om Hery. Wajah cantik dan tubuh sintalnya ternyata berhasil menarik perhatian lelaki itu. Om Hery menginginkan Cara untuk menemaninya minum. Cara sebenarnya tidak mau karena curiga dengan gelagat Om Hery, tapi dia dipaksa oleh kepala pelayan untuk menemani Bandot Tua itu minum jika tidak ingin dipecat.
Prang!!!Om Hery meraba-raba belakang kepalanya yang terasa sakit. Lelaki paruh baya itu cepat-cepat berdiri karena ingin tahu siapa orang yang sudah berani melempar kepalanya dengan sebuah piring. Dia akan membuat perhitungan dengan orang itu karena sudah membuat kepalanya sakit.Bugh!Sebuah bogem mentah langsung mendarat di pipi kanan Om Hery begitu balik badan hingga sudut bibirnya mengeluarkan sedikit darah."Berengsek!" geram Felix terdengar penuh amarah. Dia memang bukan lelaki baik, tapi kelakukan mantan ayah tirinya itu benar-benar membuatnya muak.Lelaki bernama Hery Pramono itu tidak pernah cukup dengan satu wanita. Sejak dulu Om Hery selalu menduakan istri-istrinya, termasuk mamanya. Karena alasan itulah akhirnya mamanya meminta cerai dari lelaki itu.Bajingan!Felix langsung menghampiri Om Hery yang tersungkur di tanah. Dia kembali melayangkan
"Ugh!" Cara cepat-cepat pergi ke kamar mandi sambil membekap mulutnya dengan telapak tangan. Perut gadis itu terasa sangat mual, rasanya dia ingin sekali memuntahkan semua yang ada di dalam perutnya, tapi tidak ada apa pun yang keluar. Cara membasuh wajahnya lalu memperhatikan pantulan dirinya di dalam cermin kamar mandi. Lingkaran hitam tampak menghiasi kedua matanya, wajahnya sekarang terlihat sangat pucat, pipinya tampak lebih tirus dan tubuh berkeringat dingin. Cara pun kembali membasuh wajahnya agar terlihat lebih segar sebelum keluar dari kamar mandi. Seharusnya dia banyak-banyak istirahat karena kandungannya lemah. Namun, gadis itu tidak bisa tidur karena memikirkan Alvaro. Lelaki itu pasti pusing memikirkan rumor tidak benar yang beredar tentang dirinya. Apa lagi dia ikut terlibat dalam masalah tersebut. "Ah ...." Cara mengusap wajah kasar. Andai saja kemarin dia tidak mengacaukan pesta Alvaro,
'Kenapa kau baru mengangkat teleponku, Baby? Apa kau tidak tahu kalau aku ingin sekali mendengar suaramu?' berondong Allendra saat Angela menerima teleponnya.Bibir Angela melengkung ke atas mendengar ucapan Allendra barusan. Dia bisa membayangkan bibir Allendra sekarang pasti sedang mencebik kesal karena dia baru memberi kabar sejak datang ke Indonesia."Apa kau sangat merindukanku, Allend?" tanya Angela menggoda.Allendra mendesah panjang. 'Tentu saja, Baby. Kenapa kau masih bertanya? Apa kau ingin aku muncul di depanmu sekarang untuk membuktikannya?' sungutnya kesal.Angela malah terkikik geli. "Maaf, Allend. Kau tahu sendiri kan, Alvaro tidak bisa jauh-jauh dariku? Aku harus curi-curi kesempatan seperti sekarang untuk meneleponmu. Sekali lagi maaf, ya ...?"Allendra mendesah panjang. Saudara kembarnya yang bodoh itu memang cinta mati dengan Angela. Alvaro pas
"Apa yang Dokter lakukan di sini?"Kafka malah tersenyum melihat ekpresi Cara yang terkejut karena kedatangannya. "Tentu saja untuk bertemu denganmu. Apa suamimu ada di rumah?" tanya Kafka sambil melongok ke dalam mencari Alvaro."Tuan Alvaro sedang tidak ada di rumah," jawab Cara."Em, apa aku boleh masuk, Caramell?""Ah, tentu saja, Dokter." Cara pun mempersilakan Kafka untuk duduk di ruang tamu. Tanpa diminta dia beranjak ke dapur membuat secangkir teh panas untuk dokter muda itu. Untung saja Alvaro tidak ada rumah, jika ada suaminya itu pasti marah karena Kafka datang ke rumah."Terima kasih banyak, Caramell.""Sama-sama, Dokter. Kenapa Dokter datang pagi-pagi sekali?"
"Apa kau merindukan, Caramell?"Alvaro terkejut mendengar pertanyaan Felix barusan, sedetik kemudian dia cepat-cepat mengubah raut wajahnya agar kembali tenang. "Em, ti-tidak," jawabnya terbata-bata."Sungguh?" Felix menatap Alvaro dengan pandangan menyelidik."Tentu saja. Untuk apa juga aku berbohong?" Alvaro mencoba fokus membaca berkas yang ada di tangannya. Namun, pertanyaan Felix barusan berhasil menghancurkan konsentrasinya. Dia malah terus memikirkan Cara."Kau bohong, kan?" tanya Felix sambil mendudukkan diri di kursi yang berada tepat di depan Alvaro.Alvaro mengempaskan punggungnya di kursi kebanggannya. Percuma saja dia berbohong karena Felix sudah tahu kalau dia sedang memikirkan Cara."Aku—hanya memikirkan bayiku yang berada dalam kandungan Cara. Itu hal yang wajar, kan?""Em ...." Felix bergumam sebentar sebelum menjawab pertanyaan Alva
Cara sedang berada di sebuah toko khusus perlengkapan bayi bersama Alvaro. Mereka ingin membeli kado untuk ulang tahun putri Jafier dan Adisty yang pertama.Waktu bergulir begitu cepat. Tidak terasa putri Jafier dan Adisty sudah berulang tahun yang pertama. Padahal rasanya seperti baru kemarin dia meminta Alvaro untuk menikahi Adisty demi memenuhi amanah terakhir Sadewa. Namun, kenyataannya Adisty malah menikah dengan Jafier. Mereka bahkan sudah memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Allecia Disa Mahendra."Alva, bagaimana kalau kita beli ini untuk Disa?" Cara menunjukkan beberapa buah biku cerita yang ada ditangannya pada Alvaro."Bagus, buku ini pasti berguna untuk Disa."Cara pun mengambil beberapa buku cerita untuk Disa lantas meletakkannya ke dalam keranjang. Setelah itu mereka berkeliling untuk melihat barang-barang yang lain. Sebuah sepatu khusus bayi berusia satu tahun berhasil menarik perhatian Cara. Sepatu berwarna merah itu pasti coc
Dua tahun kemudian ....Alvaro mengerjapkan kedua matanya perlahan karena cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Senyum tipis mucul bibirnya melihat Cara yang tertidur lelap di sampingnya.Alvaro pun mengecup bibir Cara sekilas lalu mendekap tubuh gadis itu semakin erat. Dia merasa sangat bahagia karena wajah Cara yang dia lihat pertama kali saat membuka mata."Sekarang jam berapa, Alva?" tanya Cara dengan mata terpejam.Alvaro pun melirik jam yang menempel di dinding kamar. Ternyata sekarang sudah jam tujuh, tapi dia mengatakan masih jam lima pada Cara."Tolong bangunin aku lima menit lagi." Cara menenggelamkan wajahnya di dada bidang Alvaro mencari posisi tidur yang paling nyaman dan kembali terlelap.Alvaro pun membiarkan Cara kembali tidur, bahkan lebih dari lima menit. Cara sepertin
Sambil terus berciuman Alvaro langsung membaringkan Cara di atas tempat tidur dan langsung menindih gadis itu."Erngh ...." Cara hanya biasa mengerang di bawah tubuh Alvaro. Kecupan dan hisapan lembut lelaki itu selalu membuatnya kualahan."Alva ...." Napas Cara terengah. Gadis itu langsung menarik napas sebanyak mungkin untuk memasok oksigen ke dalam paru-parunya karena Alvaro tidak memberinya kesempatan sama sekali untuk mengambil napas."Kamu mau membunuhku?"Kening Alvaro berkerut dalam mendengar pertanyaan Cara barusan. Sedetik kemudian dia tersenyum ketika menyadar Cara sedang sibuk mengatur napas."Aku tidak bisa menahannya lagi, Sayang. Maaf ...." Alvaro menarik Cara agar duduk menghadapnya lantas menurunkan resleting gaun gadis itu dengan perlahan.Sepasang buah dada Cara yang terbungkus strapless bra berwarna merah terpampang jelas di kedua matanya. Terlihat sang
Hari bahagia itu akhirnya tiba. Cara terlihat sangat cantik memakai gaun pengantin model Long Slevee A-Line yang mengembang di bagian bawah berwarna putih. Gaun tersebut membuat penampilan Cara terlihat lebih feminim lewat detail renda bermotif bunga yang panjangnya menyapu lantai. Sebuah mahkota perak berhias batu berlian yang ada di atas kepalanya membuat penampilan gadis itu semakin terlihat cantik.Jantung Cara berdetak cepat, telapak tangannya pun terasa dingin dan basah. Cara tanpa sadar meremas gaun pengantinnya dengan kuat karena mobil yang ditumpanginya sebentar lagi tiba di Gereja yang akan dia gunakan untuk pemberkatan bersama Alvaro."Gaunmu nanti bisa kusut kalau kamu remas seperti itu, Caramell!" Daniel berdecak kesal karena Cara sejak tadi terus meremas gaun pengantinnya hingga berkerut.Daniel sebenarnya malas sekali menghadiri pemberkatan pernikahan Alvaro dan Cara. Namun, dia terpaksa datang ke acara ters
Tatapan teduh Jafier seolah-olah mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja."Jangan menangis." Tubuh Adisty membeku di tempat karena Jafier tiba-tiba mengusap air mata yang membasahi pipinya dengan lembut.Senyum hangat dan genggaman erat lelaki itu mampu mengubah perasaannya menjadi tenang dalam sekejab. Dalam seperkian detik Jafier telah berhasil menarik Adisty tenggelam dalam pesonanya.Namun, sedetik kemudian Adisty cepat-cepat tersadar kalau Jafier melakukan semua ini murni karena tanggung jawabnya sebagai suami, bukan karena alasan yang lain sebab lalaki itu tidak memiliki perasaan pada dirinya."Astaga, kalian manis sekali." Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Cara karena melihat Jafier yang begitu perhatian pada Adisty.Adisty tergagap lantas cepat-cepat menarik tangannya dari genggaman Jafier karena malu. Suasana pun mendadak canggung selama beberapa saat. Semua kalima
Mama menatap beberapa contoh undangan pernikahan yang ditunjukkan oleh pemilik percetakan yang datang ke rumah karena dia malas pergi keluar. Lagi pula kondisi kakinya masih belum pulih sepenuhnya.Ada sekitar dua puluh contoh undangan yang orang tersebut tunjukkan. Namun, hanya dua undangan yang berhasil menarik perhatian Mama."Bagaimana menurutmu undangan ini?" Mama menunjukkan undangan yang kertasnya terdapat bibit tanaman. Jika kertas undangan tersebut dibasahi lalu ditanam, lama-kelamaan akan tumbuh bunga yang sangat indaj. Selain itu di dalam undangan tersebut tertulis doa agar rumah tangga mereka berjalan harmonis."Unik, kan?""Iya, Ma.""Yang ini juga bagus. Gimana menurut kamu?" Mama menunjukkan udangan pilihannya yang kedua pada Cara. Sebuah undangan dress code yang dilengkapi dengan aksesoris seperti, pita atau bros yang bisa digunakan oleh tamu undangan saat menghadiri resepsi pernikahannya dengan Alvaro.Kening Cara berkerut d
"Mama akhirnya merestui hubungan kita. Aku bahagia sekali." Alvaro menangkup kedua pipi Cara pantas mencium bibir tipis berwarna merah alami milik gadis itu berkali-kali untuk meluapkan kebahagiaannya."Aku tahu kamu sedang bahagia, tapi jangan menciumku terus." Cara berusaha menahan Alvaro yang ingin mencium bibirnya lagi."Aku sangat-sangat bahagia." Alvaro kembali menangkup kedua pipi Cara lantas mengecup mata, hidung, pipi, dan terakhir kening gadis itu dengan penuh perasaan bahagia."Alva, ih ...." Cara mendorong Alvaro agar menjauh karena dia merasa risih.Alvaro malah terkekeh lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang Cara. Dia memeluk gadis itu begitu erat seolah-olah takut kehilangan."Sayang, kamu tahu tidak?""Tahu apa?" tanya Cara tidak mengerti."Aku bahagia sekali." Alvaro tersenyum sangat lebar. Apa lagi jika me
Cara meminta Mello untuk duduk di depan kaca, lantas mengambil sebuah sisir untuk menata rambut gadis kecilnya itu sebelum berangkat ke sekolah. Dia mengikat rambut hitam Mello model ekor kuda sebelum dikepang."Bunda, kenapa orang dewasa suka saling menempelkan bibir?"Cara tersentak mendengar pertanyaan Mello barusan hingga refleks berhenti mengepang rambut anak itu."Ke-kenapa Mello tanya begitu?" Cara malah balik bertanya alih-alih menjawab pertanyaan Mello."Mello tadi liat Bunda dan Ayah saling menempelkan bibir di kamar. Waktu di pesawat juga," ujar anak itu terdengar polos.Mulut Cara sontak menganga lebar. Dia benar-benar tidak menyangka Mello memperhatikannya dan Alvaro saat berciuman. Dia pikir Mello tidak peduli dan menganggapnya hanya sekadar angin lalu."Kenapa, Bunda?" tanya Mello pesaran."Em, itu karena ...." Cara tanpa sadar membasahi bib
"Jangan bilang seperti itu lagi. Mengerti?" tanya Alvaro setelah melepas pagutan bibir mereka."Aku benar-benar takut, Alva ...." Kristal bening itu kembali jatuh membasahi pipi Cara.Dia ingin menikah dengan Alvaro dan membesarkan Mello bersama-sama sampai maut memisahkan. Namun, Mama tidak merestui hubungan mereka.Apa yang harus dia lakukan? Haruskah dia memutuskan hubungannya dengan Alvaro?"Sshh, tenanglah. Mama pasti akan merestui hubungan kita.""Sungguh?" Cara menatap kedua mata Alvaro dengan lekat, berusaha mencari kesungguhan di sana."Ya, aku yakin sekali. Sekarang kita tidur lagi, ya?"Alvaro mengecup kening Cara dengan penuh sayang lalu meminta gadis itu untuk berbaring di sampingnya dan menggunakan lengan kirinya sebagai bantal. Sementara tangannya yang lain memeluk pinggang gadis itu dengan erat.Cara membenamkan wajahnya di