Alvaro sangat panik karena Cara malah menangis tersedu-sedu. Dia pun menuntun gadis itu duduk di gazebo yang berhadapan langsung dengan kolam renang.
"Apa yang terjadi, Sayang? Kenapa kamu menangis?" tanya Alvaro terdengar khawatir.
"A-aku takut sekali, Alva ...," jawab Cara di sela isak tangisnya.
"Apa yang kamu takutkan, Sayang?" Alvaro mendekat, dengan penuh pegertian dia mengusap air mata yang membasahi pipi Cara.
"Apa lelaki berengsek itu menemuimu lagi?" Alvaro mengedarkan pandang ke sekitar mencari keberadaan Jafier. Dia bersumpah akan membunuh lelaki itu dengan kedua tangannya sendiri jika berani menyentuh Cara.
Cara menggeleng pelan membuat Alvaro bertanya-tanya hal apa yang membuat istri keduanya itu menangis te
Selamat datang November. Caramell dan Alvaro masih menyapa. Aku ucapkan banyak terima kasih pada kalian yang sudah baca kisah mereka. 💚 Salam hangat, ~Aeris Park 🌻
"Kak Alexandra, jangan seperti ini ...." Cara mendesah panjang. Dia tidak pernah menyangka Alexandra rela bersimpuh di kakinya demi mendapatkan kata maaf darinya."Jafier sudah mendapat hukuman atas perbuatannya. Tolong maafkan Jafier, Caramell." Setitik air mata jatuh membasahi pipi Alexandra karena teringat dengan Jafier yang masih terbaring tidak sadarkan diri rumah sakit sampai sekarang.Jafier mengalami gagar otak karena Alvaro memukul belakang kepalanya lumayan keras. Dia sempat pingsan selama tiga jam dan muntah-muntah sebelum akhirnya tidak sadarkan diri sampai sekarang.Sang kakek bahkan menarik kartu debit dan mencabut semua fasilitas yang selama ini Jafier dapatkan sebagai hukuman karena berani melawan perintahnya dan membuat keluarga besar Mahendra malu."Kak Alexandra, Cara mohon. Tolong berdirilah.""Kamu mau maafin Jafier, kan?" Alexandra menatap Cara dengan penuh harap. Dia
"Alva, bagaimana penampilanku. Apa aku terlihat cantik?"Alvaro pun memperhatikan penampilan Cara dari atas sampai bawah. Malam ini Cara memakai gaun berwarna merah muda yang memiliki belahan sampai sebatas paha dari George Chakra. Serta satu set perhiasan emas dari Stone Hange dan sepasang sitletto dari Jimmy Cho yang membuat ibu kandung Mello tersebut terlihat cantik dan anggun."Cantik," jawab Alvaro."Benarkah?""Iya, Sayang. Apa pun yang kamu pakai pasti terlihat cantik."Pipi Cara bersemu merah. Alvaro selalu saja bisa membuatnya tersipu malu. "Terima kasih," ucapnya terdengar lucu."Apa aku terlihat seperti Bunda Shim Soo Ryeon?" tanya Cara sambil mengayunkan gaunnya ke kiri dan ke kanan seperti anak kecil."Shim Soo Ryeon?" gumam Alvaro tidak mengerti. "Apa dia tetangga baru kita?"
Sifat arogan dan pemarah yang Alvaro tunjukkan membuat ayah satu anak itu terlihat sangat menyeramkan saat marah. Apa lagi pelayan itu sudah membuat baju perempuan yang dicintainya kotor. Padahal dia sudah memesan gaun indah untuk Cara tersebut sejak jauh hari. Akan tetapi kecerobohan pelayan itu telah mengacaukan segalanya. Pelayan itu harus mendapat hukuman setimpal atas perbuatannya."M-maafkan saya, Tuan," ucap pelayan perempuan tersebut terbata-bata karena merasa sangat takut dengan Alvaro. Tatapan tajam lelaki itu seolah-olah mampu mencabik-cabik tubuhnya menjadi potongan-potongan kecil."Saya benar-benar tidak sengaja. Tolong maafkan saya Tuan, Nyonya," ucapnya memohon belas kasih Alvaro."Siapa namamu?" tanya Alvaro terdengar dingin membuat buli kuduk siapa pun yang mendengar pasti merinding.Pelayan tersebut meremas kesepuluh jemari tangannya yang basah. "Na-nama saya, Adisty, Tuan," jawabnya takut-takut.Seringaian kecil muncu
Gabriella meminta Cara untuk berhenti sebentar ketika tiba di depan pintu lalu kembali memeriksa penampilan gadis itu untuk memastikan jika tidak ada yang kurang agar Cara tampil sempurna di depan Alvaro.Jantung Cara berdebar semakin tidak karuan, telapak tangannya pun terasa sangat dingin dan basah. Perutnya seolah-olah terlilit sebuah tali yang tidak terlihat karena dia merasa sangat gugup sekarang."Pakai ini."Cara tergagap karena Gabriella memasang sebuah kerudung putih yang mirip sekali dengan kerudung yang dipakai oleh seorang pengantin."Kak, ini—""Sudah jangan banyak tanya. Pegang ini juga."Cara terkejut karena Gabriella memintanya untuk menggenggam seikat bunga baby's breath. Bunga yang melambangkan kelembutan dan ketulusan cinta. Cara tidak tahu dari mana Gabriella mendapatkan bunga tersebut karena dia terlalu sibuk menduga-duga apa yang direncanakan ol
"A-apa? Malam pertama?" Wajah Cara sontak dijalari rasa panas meninggalkan semburat merah di kedua pipinya mendengar pertanyaan Alvaro barusan.Alvaro mengangguk, lantas menaruh ponselnya di meja kecil samping tempat tidur dan beringsut mendekati Cara. Kedua tangannya mendekap tubuh gadis itu dengan erat. Rasanya begitu hangat dan nyaman.Alvaro seolah-olah menemukan rumah dalam diri Cara setelah tersesat sekian lama pada pernikahannya yang terasa begitu hambar dan bersama Angela.Hidupnya terasa begitu monoton saat menikah dengan Angela. Dia menyiapkan semua keperluannya sendirian karena Angela tidak bisa apa-apa. Yang bisa dilakukan model seksi itu hanya bermalas-malasan dan menghabiskan uangnya untuk perawatan tubuhnya seperti kucing angora.Akan tetapi kehidupannya berubah drastis setelah menikah dengan Cara. Tanpa diminta gadis itu
Alvaro dan Felix tiba di Kuala Lumpur Internasional Airport tepat jam dua siang. Alvaro langsung mengirim pesan pada Cara untuk memberi tahu kalau dia sudah sampai Malaysia sebelum melanjutkan perjalanan ke kota Penang.Felix melirik ponsel Alvaro karena ingin tahu apa yang menyebabkan sahabatnya itu senyum-senyum tidak jelas begitu turun dari pesawat.Helaan napas panjang sontak lolos dari bibirnya karena Alvaro ternyata sedang asyik berbalas pesan dengan Cara sementara ponselnya sejak tadi tidak ada notifikasi apa pun. Padahal dia ingin sekali mendapat perhatian dari Gabriella seperti yang Cara lakukan pada Alvaro."Lix!"Felix tergagap karena mendengar suara Alvaro. Dia pun cepat-cepat menghampiri Alvaro yang berada tidak jauh di depannya."Aku memintamu menemaniku ke Malaysia untuk bekerja, bukan untuk melamun," decak Alvaro terdengar kesal karena Felix sejak tadi asyik dengan pikirann
Suhu udara di Perancis saat bulan Februari bisa sampai tujuh derajat celcius. Sangat dingin. Karena itu orang-orang lebih banyak menghabiskan waktu di dalam rumah dari pada di dluar. Mereka menyalakan kayu di perapian agar ruangan terasa lebih hangat sambil menikmati secangkir teh panas. Allendra dan Angela masih asyik bergelung di dalam selimut. Cuaca yang dingin membuat mereka enggan beranjak dari tempat tidur. "Apa kau sudah bangun, Allend?" tanya Angela sambil merapatkan tubuhnya pada Allendra agar merasa lebih hangat. "Belum," sahut Allendra dengan mata terpejam. Angela terkekeh geli mendengarnya. "Mana ada orang belum bangun tapi bisa menjawab pertanyaan, Allendra. Kau ini aneh sekali." Allendra sebenarnya sudah ban
Dalam sekejab dunia Cara seolah-olah runtuh. Dadanya mati rasa seolah-olah paru-parunya lupa bagaimana caranya bernapas karena Angela memintanya untuk meninggalkan rumah Alvaro.Terlalu banyak kenangan indah yang telah dia lewati bersama Alvaro dan Mello di rumah ini. Dia tidak sanggup jika harus meninggalkan semuanya karena Alvaro sangat berharga bagi dirinya, terutama Mello.Bayi mungil itu seperti oksigen. Tanpa Mello Cara tidak tahu bagaimana caranya untuk bisa tetap hidup. Lebih baik dia mati jika harus hidup berpisah dengan buah hatinya."Ta-tapi bagaimana dengan, Mello?" Hati Cara begitu teriris mendengar Mello yang sedang menangis.Sepertinya anak itu juga tidak ingin berpisah dengan ibu kandungnya."Mello masih sangat kecil dan membutuhkan saya, Nyonya. Tolong
Cara sedang berada di sebuah toko khusus perlengkapan bayi bersama Alvaro. Mereka ingin membeli kado untuk ulang tahun putri Jafier dan Adisty yang pertama.Waktu bergulir begitu cepat. Tidak terasa putri Jafier dan Adisty sudah berulang tahun yang pertama. Padahal rasanya seperti baru kemarin dia meminta Alvaro untuk menikahi Adisty demi memenuhi amanah terakhir Sadewa. Namun, kenyataannya Adisty malah menikah dengan Jafier. Mereka bahkan sudah memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Allecia Disa Mahendra."Alva, bagaimana kalau kita beli ini untuk Disa?" Cara menunjukkan beberapa buah biku cerita yang ada ditangannya pada Alvaro."Bagus, buku ini pasti berguna untuk Disa."Cara pun mengambil beberapa buku cerita untuk Disa lantas meletakkannya ke dalam keranjang. Setelah itu mereka berkeliling untuk melihat barang-barang yang lain. Sebuah sepatu khusus bayi berusia satu tahun berhasil menarik perhatian Cara. Sepatu berwarna merah itu pasti coc
Dua tahun kemudian ....Alvaro mengerjapkan kedua matanya perlahan karena cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Senyum tipis mucul bibirnya melihat Cara yang tertidur lelap di sampingnya.Alvaro pun mengecup bibir Cara sekilas lalu mendekap tubuh gadis itu semakin erat. Dia merasa sangat bahagia karena wajah Cara yang dia lihat pertama kali saat membuka mata."Sekarang jam berapa, Alva?" tanya Cara dengan mata terpejam.Alvaro pun melirik jam yang menempel di dinding kamar. Ternyata sekarang sudah jam tujuh, tapi dia mengatakan masih jam lima pada Cara."Tolong bangunin aku lima menit lagi." Cara menenggelamkan wajahnya di dada bidang Alvaro mencari posisi tidur yang paling nyaman dan kembali terlelap.Alvaro pun membiarkan Cara kembali tidur, bahkan lebih dari lima menit. Cara sepertin
Sambil terus berciuman Alvaro langsung membaringkan Cara di atas tempat tidur dan langsung menindih gadis itu."Erngh ...." Cara hanya biasa mengerang di bawah tubuh Alvaro. Kecupan dan hisapan lembut lelaki itu selalu membuatnya kualahan."Alva ...." Napas Cara terengah. Gadis itu langsung menarik napas sebanyak mungkin untuk memasok oksigen ke dalam paru-parunya karena Alvaro tidak memberinya kesempatan sama sekali untuk mengambil napas."Kamu mau membunuhku?"Kening Alvaro berkerut dalam mendengar pertanyaan Cara barusan. Sedetik kemudian dia tersenyum ketika menyadar Cara sedang sibuk mengatur napas."Aku tidak bisa menahannya lagi, Sayang. Maaf ...." Alvaro menarik Cara agar duduk menghadapnya lantas menurunkan resleting gaun gadis itu dengan perlahan.Sepasang buah dada Cara yang terbungkus strapless bra berwarna merah terpampang jelas di kedua matanya. Terlihat sang
Hari bahagia itu akhirnya tiba. Cara terlihat sangat cantik memakai gaun pengantin model Long Slevee A-Line yang mengembang di bagian bawah berwarna putih. Gaun tersebut membuat penampilan Cara terlihat lebih feminim lewat detail renda bermotif bunga yang panjangnya menyapu lantai. Sebuah mahkota perak berhias batu berlian yang ada di atas kepalanya membuat penampilan gadis itu semakin terlihat cantik.Jantung Cara berdetak cepat, telapak tangannya pun terasa dingin dan basah. Cara tanpa sadar meremas gaun pengantinnya dengan kuat karena mobil yang ditumpanginya sebentar lagi tiba di Gereja yang akan dia gunakan untuk pemberkatan bersama Alvaro."Gaunmu nanti bisa kusut kalau kamu remas seperti itu, Caramell!" Daniel berdecak kesal karena Cara sejak tadi terus meremas gaun pengantinnya hingga berkerut.Daniel sebenarnya malas sekali menghadiri pemberkatan pernikahan Alvaro dan Cara. Namun, dia terpaksa datang ke acara ters
Tatapan teduh Jafier seolah-olah mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja."Jangan menangis." Tubuh Adisty membeku di tempat karena Jafier tiba-tiba mengusap air mata yang membasahi pipinya dengan lembut.Senyum hangat dan genggaman erat lelaki itu mampu mengubah perasaannya menjadi tenang dalam sekejab. Dalam seperkian detik Jafier telah berhasil menarik Adisty tenggelam dalam pesonanya.Namun, sedetik kemudian Adisty cepat-cepat tersadar kalau Jafier melakukan semua ini murni karena tanggung jawabnya sebagai suami, bukan karena alasan yang lain sebab lalaki itu tidak memiliki perasaan pada dirinya."Astaga, kalian manis sekali." Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Cara karena melihat Jafier yang begitu perhatian pada Adisty.Adisty tergagap lantas cepat-cepat menarik tangannya dari genggaman Jafier karena malu. Suasana pun mendadak canggung selama beberapa saat. Semua kalima
Mama menatap beberapa contoh undangan pernikahan yang ditunjukkan oleh pemilik percetakan yang datang ke rumah karena dia malas pergi keluar. Lagi pula kondisi kakinya masih belum pulih sepenuhnya.Ada sekitar dua puluh contoh undangan yang orang tersebut tunjukkan. Namun, hanya dua undangan yang berhasil menarik perhatian Mama."Bagaimana menurutmu undangan ini?" Mama menunjukkan undangan yang kertasnya terdapat bibit tanaman. Jika kertas undangan tersebut dibasahi lalu ditanam, lama-kelamaan akan tumbuh bunga yang sangat indaj. Selain itu di dalam undangan tersebut tertulis doa agar rumah tangga mereka berjalan harmonis."Unik, kan?""Iya, Ma.""Yang ini juga bagus. Gimana menurut kamu?" Mama menunjukkan udangan pilihannya yang kedua pada Cara. Sebuah undangan dress code yang dilengkapi dengan aksesoris seperti, pita atau bros yang bisa digunakan oleh tamu undangan saat menghadiri resepsi pernikahannya dengan Alvaro.Kening Cara berkerut d
"Mama akhirnya merestui hubungan kita. Aku bahagia sekali." Alvaro menangkup kedua pipi Cara pantas mencium bibir tipis berwarna merah alami milik gadis itu berkali-kali untuk meluapkan kebahagiaannya."Aku tahu kamu sedang bahagia, tapi jangan menciumku terus." Cara berusaha menahan Alvaro yang ingin mencium bibirnya lagi."Aku sangat-sangat bahagia." Alvaro kembali menangkup kedua pipi Cara lantas mengecup mata, hidung, pipi, dan terakhir kening gadis itu dengan penuh perasaan bahagia."Alva, ih ...." Cara mendorong Alvaro agar menjauh karena dia merasa risih.Alvaro malah terkekeh lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang Cara. Dia memeluk gadis itu begitu erat seolah-olah takut kehilangan."Sayang, kamu tahu tidak?""Tahu apa?" tanya Cara tidak mengerti."Aku bahagia sekali." Alvaro tersenyum sangat lebar. Apa lagi jika me
Cara meminta Mello untuk duduk di depan kaca, lantas mengambil sebuah sisir untuk menata rambut gadis kecilnya itu sebelum berangkat ke sekolah. Dia mengikat rambut hitam Mello model ekor kuda sebelum dikepang."Bunda, kenapa orang dewasa suka saling menempelkan bibir?"Cara tersentak mendengar pertanyaan Mello barusan hingga refleks berhenti mengepang rambut anak itu."Ke-kenapa Mello tanya begitu?" Cara malah balik bertanya alih-alih menjawab pertanyaan Mello."Mello tadi liat Bunda dan Ayah saling menempelkan bibir di kamar. Waktu di pesawat juga," ujar anak itu terdengar polos.Mulut Cara sontak menganga lebar. Dia benar-benar tidak menyangka Mello memperhatikannya dan Alvaro saat berciuman. Dia pikir Mello tidak peduli dan menganggapnya hanya sekadar angin lalu."Kenapa, Bunda?" tanya Mello pesaran."Em, itu karena ...." Cara tanpa sadar membasahi bib
"Jangan bilang seperti itu lagi. Mengerti?" tanya Alvaro setelah melepas pagutan bibir mereka."Aku benar-benar takut, Alva ...." Kristal bening itu kembali jatuh membasahi pipi Cara.Dia ingin menikah dengan Alvaro dan membesarkan Mello bersama-sama sampai maut memisahkan. Namun, Mama tidak merestui hubungan mereka.Apa yang harus dia lakukan? Haruskah dia memutuskan hubungannya dengan Alvaro?"Sshh, tenanglah. Mama pasti akan merestui hubungan kita.""Sungguh?" Cara menatap kedua mata Alvaro dengan lekat, berusaha mencari kesungguhan di sana."Ya, aku yakin sekali. Sekarang kita tidur lagi, ya?"Alvaro mengecup kening Cara dengan penuh sayang lalu meminta gadis itu untuk berbaring di sampingnya dan menggunakan lengan kirinya sebagai bantal. Sementara tangannya yang lain memeluk pinggang gadis itu dengan erat.Cara membenamkan wajahnya di