Alvaro merasa menjadi lelaki paling berengsek yang pernah Tuhan ciptakan setelah penyatuan mereka semalam. Selama ini dia selalu menganggap Cara jalang. Namun, gadis itu ternyata berhasil membuktikan jika dirinya bukanlah jalang seperti yang dia pikirkan. Cara ternyata masih perawan meskipun pernah bekerja di kelab malam.
Jujur, Alvaro merasa sangat beruntung dan bahagia menjadi lelaki pertama bagi Cara. Dia juga begitu menikmatinya semalam. Dia bahkan menginginkan gadis itu lagi.
Cara mengerjabkan mata perlahan saat cahaya matahari jatuh mengenai wajah cantiknya. Gadis itu merasa ada sesuatu yang berat sedang menindih perutnya. Cara pun berusaha membuka mata walaupun masih terasa berat. Kedua alis gadis itu menyatu saat melihat dada bidang seorang pria.
Kedua mata Cara sontak membelalak lebar. "Aa ... hhft ...."
Alvaro segera membekap mulut Cara sebelum gadis itu berteriak. "Kau
Cara menatap pantulan dirinya di depan cermin. Banyak bekas kemerah-merahan di leher juga dadanya, hasil perbuatan Alvaro semalam. Wajah Cara tiba-tiba dijalari rasa panas, meninggalkan semburat merah di kedua pipinya. Semalam adalah pengalaman pertama bagi Cara, menyerahkan kesuciannya. Gadis itu benar-benar tidak menyangka bercinta rasanya sangat nikmat. Dia bahkan terus menyebut nama Alvaro saat lelaki itu bergerak di dalamnya. "Aduh, kenapa aku jadi mesum gini, sih?" Cara tanpa sadar memukul kepalanya sendiri. Entah kenapa kejadian semalam begitu membekas di ingatannya. Lebih baik dia segera memakai baju dan menyiapkan sarapan untuk Alvaro. Cara mengobrak-abrik isi lemari pakaiannya. Gadis itu ingin mencari baju model turtle neck untuk menutupi lehernya yang terdapat kiss mark Alvaro. Namun, Cara lupa jika dia tidak mempunyai pakaian model tersebut. Semua pakaiannya hanya kaus berukuran longgar, itu pun warnanya sud
Alvaro gelagapan. Dia menelan ludah susah payah mendengar pertanyaan Angela barusan. Bagaimana mungkin Angela tahu jika dirinya tengah membayangkan sedang bercinta dengan Cara? Apa istrinya itu seorang cenayang?"Em, ti-tidak," jawabnya terbata-bata.Tatapan Angela sangat lekat, membuat jantung Alvaro seketika berdetak tidak nyaman. Dia takut Angela tahu apa yang ada di pikirannya. "Aku menyuruhmu menikahi Cara untuk memberi Mama cucu, Al. Jangan sampai kamu jatuh hati pada istri keduamu itu."Alvaro tersenyum mendengar ucapan Angela barusan. Ternyata istri pertamanya itu takut dia jatuh hati pada Cara. "Aku tidak mungkin mencintai wanita lain karena yang aku cintai cuma kamu, Sayang," ucapnya sambil menangkup kedua pipi Angela dengan lembut."Sungguh?"Alvaro mengangguk."Kamu tidak bohong, kan?""Iya, Sayang." Alvaro mengecup bibir Angela sekilas. Dia te
Kedua mata Alvaro terlihat serius memandangi layar laptopnya yang ada di hadapan. Beberapa menit yang lalu dia baru saja mendapat sebuah email dari orang suruhannya. Sebuah email yang berisi tentang data diri Cara juga masa lalu gadis itu. "Caramell, nama yang sangat singkat. Usia Cara ternyata sudah dua puluh tahun, tapi tingkahnya masih seperti gadis berusia belasan. Kekanakan." Alvaro pun kembali membaca data diri Cara. Pantas saja gadis itu sering bertingkah aneh karena golongan darahnya ternyata AB. Pernah suatu waktu Alvaro melihat Cara mengobrak-abrik tempat sampah karena tidak sengaja membuang uangnya di antara tumpukan daun kering. Yang membuat lelaki itu nyaris tertawa ketika melihat Cara melambai-labaikan uang sepuluh ribu rupiah yang berhasil ditemukannya. Raut senang tak terkira gadis itu tidak sebanding dengan jumlah uangnya yang hilang dan betapa berantakan halaman rumahnya. Cara hanya tersenyum-senyum tidak jelas saat Ang
Alvaro tidak pernah mengalihkan pandang dari Cara yang sedang asyik berbicara dengan Romeo. Sedikit pun dia tidak pernah menyangka jika Romeo ternyata seekor ikan. Padahal dia sudah mengeluarkan uang tidak sedikit untuk mencari tahu informasi tentang Romeo. Menyebalkan! Rasanya Alvaro ingin sekali menguyah apa pun yang ada di sekitarnya untuk melampiaskan kekesalannya. Bagaimana mungkin dia bisa cemburu pada seekor ikan? Astaga! "Romeo kalau tidur matanya merem nggak, ya?" Alvaro terenyak mendengar pertanyaan Cara barusan. Kenapa pertanyaan gadis itu aneh sekali? Mana mungkin dia tahu ikan memejamkan mata atau tidak saat tidur. Dasar aneh!
Kedua mata Alvaro sontak terbuka lebar. Napasnya terengah. Butiran keringat dingin pun keluar membasahi tubuhnya. Ekspresi wajahnya terlihat begitu tegang. Dia hanya berbaring telentang, memandangi langit-langit kamarnya sambil berusaha mengatur napas.Mimpinya barusan terasa begitu nyata. Dia seolah-olah masih bisa merasakan sentuhan lembut gadis bermata zamrud itu di tubuhnya. Ini benar-benar gila.Alvaro pun bangun, lalu mendudukkan diri di atas tempat tidur. Benda yang ada di kedua pahanya pun ikut bangun. Terasa keras dan sesak di balik celana dalamnya. Seolah-olah memberontak mencari pasangannya.Sial!Dia bergairah. Bagaimana mungkin dia bisa bergairah hanya karena bermimpi bercinta dengan Cara? Apa dia mendambakan gadis itu?Alva
Cara langsung pulang ke rumah setelah menjenguk Ibu di rumah sakit. Gadis itu segera ganti baju lalu menyiapkan makan malam untuk Alvaro. Namun, ponsel jadulnya yang tergeletak di atas meja tiba-tiba berdering. Ada sebuah panggilan masuk dari Angela.Cara tanpa sadar menggigit bibir bagian bawahnya. Gadis itu terlihat cemas. Untuk apa Angela menelepon? Apa wanita itu ingin bertanya apakah dirinya sudah hamil?Cara menarik napas dalam-dalam agar merasa lebih tenang sebelum menerima panggilan itu. "Ha-halo ...," ucapnya takut-takut."Bagimana? Apa kau sudah hamil?" todong Angela begitu Cara menerima teleponnya.Cara meringis. Gadis itu takut menjawab pertanyaan Angela karena sampai sekarang dia belum hamil."Kenapa kau diam saja, Cara? Jawab pertanyaanku!"Cara terlonjak kaget karena suara Angela terdengar cukup keras. "Be-belum.""Apa?
Cara mengerjabkan mata perlahan karena mendengar dengkuran halus Alvaro. Gadis itu sontak disuguhi pemandangan dada bidang Alvaro begitu membuka mata. Wajah Cara sontak memanas, pipi pun bersemu merah ketika mengingat apa yang baru saja dirinya lakukan dengan Alvaro. Dia benar-benar tidak menyangka akan melakukan hubungan suami istri lagi dengan lelaki itu. Awalnya dia merasa sangat malu, tapi sentuhan Alvaro lama kelamaan membuatnya terbuai hingga ikut mengimbangi gerakan lelaki itu. Dia bahkan terus meneriakkan nama Alvaro ketika puncak kenikmatan itu datang. "Kenapa aku berpikiran mesum kayak gini, sih?" desah Cara tanpa sadar sambil memukul kepalanya pelan. "Kau sudah bangun?" gumam Alvaro sambil mengeratkan pelukannya di pinggang Cara. Cara tersentak, jantung pun
"Apa tidak sebaiknya kita makan dulu?" Alvaro bertanya karena Mama mau memulai aksinya. Sebagi seorang anak Alvaro paham bagaimana sifat wanita yang sudah melahirkannya itu. Jiwa ingin tahu Mama sangat tinggi. Wanita itu bisa mencerca Cara dengan banyak pertanyaan sampai mendapatkan informasi yang diinginkan."Ngobrol sambil makan kan, bisa.""Tapi, Ma ...."Mama terlihat tidak peduli dengan protes Alvaro. Wanita berusia awal lima puluh tahunan itu kembali melemparkan pertanyaan untuk Cara. "Siapa namamu?""Caramell, Nyonya.""Hanya, Caramell?"Cara mengangguk. Saat duduk di bangku sekolah dasar sampai menengah pertama dia sering diejek oleh teman-teman sekelasnya karena memiliki nama yang sangat pendek. Namun, Cara tidak memedulikan ejekan mereka. Baginya nama Caramell sangat indah karena sang ibu ingin dia tumbuh menjadi gadis yang selalu memberi energi positif dan kecer
Cara sedang berada di sebuah toko khusus perlengkapan bayi bersama Alvaro. Mereka ingin membeli kado untuk ulang tahun putri Jafier dan Adisty yang pertama.Waktu bergulir begitu cepat. Tidak terasa putri Jafier dan Adisty sudah berulang tahun yang pertama. Padahal rasanya seperti baru kemarin dia meminta Alvaro untuk menikahi Adisty demi memenuhi amanah terakhir Sadewa. Namun, kenyataannya Adisty malah menikah dengan Jafier. Mereka bahkan sudah memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Allecia Disa Mahendra."Alva, bagaimana kalau kita beli ini untuk Disa?" Cara menunjukkan beberapa buah biku cerita yang ada ditangannya pada Alvaro."Bagus, buku ini pasti berguna untuk Disa."Cara pun mengambil beberapa buku cerita untuk Disa lantas meletakkannya ke dalam keranjang. Setelah itu mereka berkeliling untuk melihat barang-barang yang lain. Sebuah sepatu khusus bayi berusia satu tahun berhasil menarik perhatian Cara. Sepatu berwarna merah itu pasti coc
Dua tahun kemudian ....Alvaro mengerjapkan kedua matanya perlahan karena cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Senyum tipis mucul bibirnya melihat Cara yang tertidur lelap di sampingnya.Alvaro pun mengecup bibir Cara sekilas lalu mendekap tubuh gadis itu semakin erat. Dia merasa sangat bahagia karena wajah Cara yang dia lihat pertama kali saat membuka mata."Sekarang jam berapa, Alva?" tanya Cara dengan mata terpejam.Alvaro pun melirik jam yang menempel di dinding kamar. Ternyata sekarang sudah jam tujuh, tapi dia mengatakan masih jam lima pada Cara."Tolong bangunin aku lima menit lagi." Cara menenggelamkan wajahnya di dada bidang Alvaro mencari posisi tidur yang paling nyaman dan kembali terlelap.Alvaro pun membiarkan Cara kembali tidur, bahkan lebih dari lima menit. Cara sepertin
Sambil terus berciuman Alvaro langsung membaringkan Cara di atas tempat tidur dan langsung menindih gadis itu."Erngh ...." Cara hanya biasa mengerang di bawah tubuh Alvaro. Kecupan dan hisapan lembut lelaki itu selalu membuatnya kualahan."Alva ...." Napas Cara terengah. Gadis itu langsung menarik napas sebanyak mungkin untuk memasok oksigen ke dalam paru-parunya karena Alvaro tidak memberinya kesempatan sama sekali untuk mengambil napas."Kamu mau membunuhku?"Kening Alvaro berkerut dalam mendengar pertanyaan Cara barusan. Sedetik kemudian dia tersenyum ketika menyadar Cara sedang sibuk mengatur napas."Aku tidak bisa menahannya lagi, Sayang. Maaf ...." Alvaro menarik Cara agar duduk menghadapnya lantas menurunkan resleting gaun gadis itu dengan perlahan.Sepasang buah dada Cara yang terbungkus strapless bra berwarna merah terpampang jelas di kedua matanya. Terlihat sang
Hari bahagia itu akhirnya tiba. Cara terlihat sangat cantik memakai gaun pengantin model Long Slevee A-Line yang mengembang di bagian bawah berwarna putih. Gaun tersebut membuat penampilan Cara terlihat lebih feminim lewat detail renda bermotif bunga yang panjangnya menyapu lantai. Sebuah mahkota perak berhias batu berlian yang ada di atas kepalanya membuat penampilan gadis itu semakin terlihat cantik.Jantung Cara berdetak cepat, telapak tangannya pun terasa dingin dan basah. Cara tanpa sadar meremas gaun pengantinnya dengan kuat karena mobil yang ditumpanginya sebentar lagi tiba di Gereja yang akan dia gunakan untuk pemberkatan bersama Alvaro."Gaunmu nanti bisa kusut kalau kamu remas seperti itu, Caramell!" Daniel berdecak kesal karena Cara sejak tadi terus meremas gaun pengantinnya hingga berkerut.Daniel sebenarnya malas sekali menghadiri pemberkatan pernikahan Alvaro dan Cara. Namun, dia terpaksa datang ke acara ters
Tatapan teduh Jafier seolah-olah mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja."Jangan menangis." Tubuh Adisty membeku di tempat karena Jafier tiba-tiba mengusap air mata yang membasahi pipinya dengan lembut.Senyum hangat dan genggaman erat lelaki itu mampu mengubah perasaannya menjadi tenang dalam sekejab. Dalam seperkian detik Jafier telah berhasil menarik Adisty tenggelam dalam pesonanya.Namun, sedetik kemudian Adisty cepat-cepat tersadar kalau Jafier melakukan semua ini murni karena tanggung jawabnya sebagai suami, bukan karena alasan yang lain sebab lalaki itu tidak memiliki perasaan pada dirinya."Astaga, kalian manis sekali." Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Cara karena melihat Jafier yang begitu perhatian pada Adisty.Adisty tergagap lantas cepat-cepat menarik tangannya dari genggaman Jafier karena malu. Suasana pun mendadak canggung selama beberapa saat. Semua kalima
Mama menatap beberapa contoh undangan pernikahan yang ditunjukkan oleh pemilik percetakan yang datang ke rumah karena dia malas pergi keluar. Lagi pula kondisi kakinya masih belum pulih sepenuhnya.Ada sekitar dua puluh contoh undangan yang orang tersebut tunjukkan. Namun, hanya dua undangan yang berhasil menarik perhatian Mama."Bagaimana menurutmu undangan ini?" Mama menunjukkan undangan yang kertasnya terdapat bibit tanaman. Jika kertas undangan tersebut dibasahi lalu ditanam, lama-kelamaan akan tumbuh bunga yang sangat indaj. Selain itu di dalam undangan tersebut tertulis doa agar rumah tangga mereka berjalan harmonis."Unik, kan?""Iya, Ma.""Yang ini juga bagus. Gimana menurut kamu?" Mama menunjukkan udangan pilihannya yang kedua pada Cara. Sebuah undangan dress code yang dilengkapi dengan aksesoris seperti, pita atau bros yang bisa digunakan oleh tamu undangan saat menghadiri resepsi pernikahannya dengan Alvaro.Kening Cara berkerut d
"Mama akhirnya merestui hubungan kita. Aku bahagia sekali." Alvaro menangkup kedua pipi Cara pantas mencium bibir tipis berwarna merah alami milik gadis itu berkali-kali untuk meluapkan kebahagiaannya."Aku tahu kamu sedang bahagia, tapi jangan menciumku terus." Cara berusaha menahan Alvaro yang ingin mencium bibirnya lagi."Aku sangat-sangat bahagia." Alvaro kembali menangkup kedua pipi Cara lantas mengecup mata, hidung, pipi, dan terakhir kening gadis itu dengan penuh perasaan bahagia."Alva, ih ...." Cara mendorong Alvaro agar menjauh karena dia merasa risih.Alvaro malah terkekeh lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang Cara. Dia memeluk gadis itu begitu erat seolah-olah takut kehilangan."Sayang, kamu tahu tidak?""Tahu apa?" tanya Cara tidak mengerti."Aku bahagia sekali." Alvaro tersenyum sangat lebar. Apa lagi jika me
Cara meminta Mello untuk duduk di depan kaca, lantas mengambil sebuah sisir untuk menata rambut gadis kecilnya itu sebelum berangkat ke sekolah. Dia mengikat rambut hitam Mello model ekor kuda sebelum dikepang."Bunda, kenapa orang dewasa suka saling menempelkan bibir?"Cara tersentak mendengar pertanyaan Mello barusan hingga refleks berhenti mengepang rambut anak itu."Ke-kenapa Mello tanya begitu?" Cara malah balik bertanya alih-alih menjawab pertanyaan Mello."Mello tadi liat Bunda dan Ayah saling menempelkan bibir di kamar. Waktu di pesawat juga," ujar anak itu terdengar polos.Mulut Cara sontak menganga lebar. Dia benar-benar tidak menyangka Mello memperhatikannya dan Alvaro saat berciuman. Dia pikir Mello tidak peduli dan menganggapnya hanya sekadar angin lalu."Kenapa, Bunda?" tanya Mello pesaran."Em, itu karena ...." Cara tanpa sadar membasahi bib
"Jangan bilang seperti itu lagi. Mengerti?" tanya Alvaro setelah melepas pagutan bibir mereka."Aku benar-benar takut, Alva ...." Kristal bening itu kembali jatuh membasahi pipi Cara.Dia ingin menikah dengan Alvaro dan membesarkan Mello bersama-sama sampai maut memisahkan. Namun, Mama tidak merestui hubungan mereka.Apa yang harus dia lakukan? Haruskah dia memutuskan hubungannya dengan Alvaro?"Sshh, tenanglah. Mama pasti akan merestui hubungan kita.""Sungguh?" Cara menatap kedua mata Alvaro dengan lekat, berusaha mencari kesungguhan di sana."Ya, aku yakin sekali. Sekarang kita tidur lagi, ya?"Alvaro mengecup kening Cara dengan penuh sayang lalu meminta gadis itu untuk berbaring di sampingnya dan menggunakan lengan kirinya sebagai bantal. Sementara tangannya yang lain memeluk pinggang gadis itu dengan erat.Cara membenamkan wajahnya di