Alih-alih meratapi nasib, Almeera memilih untuk pasrah. Ke manapun takdir akan membawanya nanti, ia harus tetap kuat dan menjalaninya dengan lapang dada. Toh, pernikahannya dengan Kaisar juga tidak akan bertahan lama. Bila ia menyerah sekarang, maka nyawa sang adik yang akan menjadi taruhan. Kendaraan beroda empat yang membawa Almeera akhirnya memasuki gerbang kediaman keluarga Syailendra. Gadis itu pun keluar dari mobil dengan perasaan berkecamuk. Sambil mencengkeram ujung kebayanya, Almeera melangkah ke pintu depan. Ini adalah kali kedua dia menginjakkan kaki di mansion mewah ini, tetapi dalam kondisi yang berbeda. Jika dulu dia hanyalah orang asing, sekarang dia akan menjadi cucu menantu dari Tuan Barata. “Nona Almeera, mari ikut saya ke ruang tengah. Akad nikah akan segera dimulai,” ajak Bi Yuli. Melihat Almeera tak leluasa bergerak akibat kebaya yang ia pakai, Bi Yuli menyuruh dua orang pelayan untuk menggandeng lengan kiri dan kanan gadis itu. Sementara ia sendiri menjadi pen
Seperti sebelumnya, Bi Yuli memandu Almera untuk menaiki tangga. Bila tidak, gadis itu pasti akan tersesat karena banyak sekali ruangan di lantai dua. Bi Yuli pun berbelok ke kanan, berlawanan arah dengan ruang kerja Kaisar.Perempuan berwajah datar itu berhenti mendadak di depan pintu berwarna putih. Ia menekan tuas pintu, lalu membiarkannya setengah terbuka. Setelah itu, ia mempersilakan Almeera untuk masuk.“Silakan masuk, Nona. Ini adalah kamar pengantin Anda dan Tuan Kaisar.”Langkah Almeera terhenti sejenak di ambang pintu. Rasanya seperti bermimpi kala pandangannya menyapu seluruh sudut kamar. Sebuah ranjang besar dengan sprei putih bersih terhampar di tengah ruangan. Bagaikan kanvas yang dilukis dengan taburan kelopak mawar merah, membentuk pola berbentuk hati yang menggambarkan penyatuan cinta. Bisa dibilang, inilah kamar pengantin yang didambakan oleh setiap gadis muda.Semakin mendekat ke ranjang, indra penciuman Almeera dimanjakan dengan harum mawar yang semerbak. Sementar
“Itu saja yang ingin Opa katakan. Sekarang istirahatlah di kamar, Almeera. Jam tujuh malam kita akan berkumpul untuk makan malam bersama,” ucap Tuan Barata. Pria tua itu lantas beranjak dari duduknya. Dengan ditemani oleh Hamdan, Tuan Barata kembali ke kamarnya sendiri. Sementara itu, Almeera masih menatap lamat sosok Karenina yang terlelap dalam tidur panjang. Tanpa sadar, bulir bening mengalir dari kedua sudut matanya. Gadis itu pun mendekat ke ranjang, lalu menyentuh ringan punggung tangan Karenina. “Maafkan saya, Nyonya. Saya tidak bermaksud merusak rumah tangga Nyonya. Saya berjanji akan pergi secepat mungkin setelah melahirkan bayi. Semoga Nyonya segera sadar dan bisa bersama lagi dengan Tuan Kaisar.”Usai mengucapkan permintaan maaf yang tulus, Almeera menutup pintu kamar Karenina. Ia berjalan sambil menyeka air matanya yang mengalir dari balik kacamata. Tak tahu harus ke mana, gadis itu menaiki tangga untuk menuju ke kamar pengantin. Sebab, hanya ruangan itulah satu-satunya
Saking terkejutnya, Almeera langsung turun dari tempat tidur. Beruntung, gadis itu tidak terjatuh karena sempat berpegangan pada pinggiran ranjang. Bagi Almeera, Kaisar bukanlah manusia biasa, melainkan seorang penguasa diktator yang siap menindasnya kapan saja. “Siapa yang menyuruhmu tidur di sini?” hardik Kaisar.“Ini bukan kemauan saya, tapi Opa Barata yang mengaturnya,” jawab Almeera apa adanya. “Jangan sentuh tempat tidurku! Aku tidak mau kamu mengotorinya,” tukas Kaisar dengan nada penuh peringatan. Daripada membuat Kaisar semakin murka, Almeera buru-buru menyingkir. Ia bermaksud untuk meninggalkan kamar itu. Namun sebelum mencapai pintu, Kaisar tiba-tiba menghadang langkahnya. “Mau ke mana? Apa kabur sudah menjadi kebiasaanmu?” tanya Kaisar dengan mata menyipit. “Bukankah Tuan ingin saya pergi?” tanya Almeera bingung. Sungguh, ia tidak bisa menebak apa isi pikiran pria ini. “Aku menyuruhmu jangan menyentuh tempat tidurku, bukan meninggalkan kamar ini,” dengus Kaisar.Sam
Darah Hana serasa naik ke ubun-ubun. Setelah mematikan sambungan telepon, perempuan paruh baya itu melempar ponselnya ke atas ranjang. Gara-gara ulah sang ayah mertua, sekarang ada seorang pengganggu dalam kehidupan rumah tangga Karenina. Dengan langkah yang menghentak, Hana keluar dari kamarnya. Ia duduk di ruang tengah apartemen, menunggu putra kesayangannya pulang dari berolahraga. Bagaimanapun, ia tidak akan membiarkan seorang gadis kampungan menghancurkan rencana yang telah ia susun selama ini. Beberapa menit kemudian, seorang pria muda membuka pintu. Ia terkejut melihat Hana memijit pangkal hidungnya sendiri. Dari raut wajahnya, sang ibu nampak sedang menghadapi masalah yang berat. “Kenapa Mama bangun pag-pagi begini? Apa kepala Mama pusing?”“Mama mendapat kabar buruk dari Jakarta, Reval,” sahut Hana.“Kabar buruk? Apa Opa Barata sakit atau kondisi Kak Nina memburuk?” tanya Reval khawatir. “Bukan, ini tentang kakakmu, Kaisar. Dia menikah lagi.”Sontak, kening lelaki tampan
”Terima kasih banyak, Opa,” tutur Almeera dengan tulus. Baginya, Tuan Barata adalah sosok kakek yang penuh pengertian dan selalu siap untuk melindunginya. “Sekarang, cepat susul Kaisar ke kamar. Jangan membuat dia menunggumu terlalu lama,” ucap Tuan Barata menyunggingkan senyum. Almeera mengangguk kecil seraya meremas jarinya sendiri. Hampir saja ia kelepasan bicara bahwa Kaisar tidak akan sudi menunggunya. Sebaliknya, pria itu mungkin akan menendangnya keluar dari kamar pengantin. Namun, Almeera menahan diri untuk tidak mengatakan kebenaran itu kepada Tuan Barata. Pada akhirnya, Almeera beranjak dari kursi. Tak ada pilihan lain, ia memang harus masuk ke kamar pengantin karena tidak ada tempat lain yang bisa menampungnya. Gadis itu pun meninggalkan ruang makan dan berjalan pelan menuju tangga. Gerakannya menjadi lambat akibat makan secara berlebihan, bahkan perutnya serasa akan meledak saat ini. Ketika sampai di lantai dua, pintu kamar pengantin tertutup rapat. Almeera merasa ragu
Mendengar suara bariton milik Kaisar, Almeera berjengit kaget. Ia tidak menyangka orang yang sedang ada di pikirannya tiba-tiba muncul di belakangnya. Saking paniknya, gadis itu pun memundurkan tubuh hingga membentur dada bidang Kaisar. Almeera langsung memejamkan mata saat merasakan napas hangat Kaisar menerpa tengkuknya. Namun sebelum ia sempat menyingkir, Kaisar sudah menaikkan tangan ke atas. Hanya dalam hitungan detik, pria bertubuh jangkung itu mampu meraih dua botol sekaligus dari rak. “Ck, begini saja tidak bisa. Percuma aku mengutus gadis pendek sepertimu,” ejek Kaisar.Sesudah mendapatkan apa yang dia inginkan, Kaisar bergerak menjauh dari Almeera. Sementara, Almeera masih berusaha menetralkan detak jantungnya. Entah mengapa ia selalu saja menabrak Kaisar di waktu dan tempat yang salah. “Sampai kapan kamu mau berada di situ, Mata Empat?” tegur Kaisar.“I-iya, Tuan,” jawab Almeera tersadar.Gadis itu segera mengikuti Kaisar menapaki anak tangga. Setibanya di kamar, Kaisar
Kaisar membasuh wajahnya dengan air berulang kali. Rasa penyesalan kembali bergelayut di hatinya setiap kali mengingat peritiwa itu. Bagaimana tidak. Secara tidak langsung, dia adalah penyebab Karenina mengalami koma. Seharusnya, ia mencari bukti-bukti lebih dulu daripada melakukan tindakan yang gegabah. Ditambah lagi, sang ibu tiri selalu membela Karenina dan Jerico. Hana mengatakan bahwa berpelukan dan berciuman adalah hal yang lumrah bagi sang keponakan, sebab Karenina tumbuh besar di luar negri.Berusaha menghapus kenangan pahit itu, Kaisar menarik napas panjang. Setelah menenangkan diri beberapa saat, lelaki itu pun kembali ke kamar. Ketika melewati sofa, Kaisar melihat Almeera sudah berbaring dengan posisi miring. Mengingat malam semakin larut, pria itu lantas naik ke atas ranjang dan mematikan lampu. Namun, ia terkejut karena Almeera tiba-tiba membuka suara. “Tuan, tolong jangan matikan lampunya.”“Kenapa?” tanya Kaisar heran.“Saya … takut gelap, Tuan,” jawab Almeera jujur.