Dalam kelelahan dan kesakitannya disiksa oleh Razort dan anak buahnya, sebuah suara tembakan terdengar dan membuat Alexa memejamkan matanya sambil tersenyum. Kenapa seperti itu? Ya, karena suara tembakan itu bukan berasal dari pistol yang ada di dekatnya, melainkan berasal dari belakang tubuhnya yang mengenai Razort. Dan ia tahu pasti itu adalah bantuan dari salah satu anak buahnya. "Argh!" pekik Razort kesakitan yang tertembak tepat di dekat bahunya.Suara tembakan berulang terdengar kembali dari arah yang sama seakan memekakkan telinga orang-orang yang tidak biasa mendengarnya.Satu, dua, empat, tujuh kepala termasuk Todd tertembak dengan brutalnya oleh Ryan yang hanya dengan berdiri tegak di tempatnya dengan dua pistol di kedua tangannya. Dan sisanya diselesaikan kedua anak buah Alexa yang mengikutinya dari belakang.Tersisa Razort yang tengah meringkuk kesakitan menahan peluru yang bersarang di pangkal lengannya."Tanganmu yang menyentuh milikku, kan?" suara Ryan terdengar sanga
Di belakang gedung yang menjadi rumah duka di mana Vin disemayamkan, Kay terduduk sendirian di bangku taman tersebut. Ia jelas berduka karena kehilangan rekan sekaligus sahabat yang serasa saudara sendiri. Bersama Vin dan Alexa, Kay menjalani hari-hari seru mereka selama lima tahun belakangan.Belum 24 jam ia kehilangan Vin tapi ia sudah sangat merindukan rekannya itu. Kay ingin melihat wajah Vin dalam ponselnya, jadi ia menyalakan kembali ponselnya yang sempat ia padamkan.Akan tetapi, belum sempat ia membuka galeri di ponselnya, panggilan masuk dari Aaron seketika membuat dahinya berkerut.“Maaf, Tuan Aaron. Aku sedang tidak bisa mengatakan apapun padamu. Aku tahu kau pasti khawatir tentang bosku, kan? Tapi sayangnya kami semua sedang berduka tanpa kalian perlu tahu.” Kay bergumam dengan perasaan sedih.Ia batal melihat foto mendiang Vin dan hanya membiarkan ponselnya terus berdering di tangannya tanpa ingin diangkat sama sekali.“Berisik sekali.” Satu kalimat pendek dari pria yang
Ryan bangkit dengan cepat untuk memeriksa apa yang sedang terjadi di dalam sana. Matanya melebar saat melihat Alexa sudah ada di bawah ranjang tempatnya berbaring tadi.“Rain, apa yang kau lakukan?” panggil Ryan panik melihat luka Alexa kembali terbuka dan darah merembes ke perban yang membalut luka menganga di tubuhnya.Sedangkan Alexa terperangah mendengar suara yang memanggilnya. Alexa menoleh pada pria yang ada di dekatnya saat ini.“Ryan? Kau di sini?” tanya Alexa tidak percaya.Sebenarnya selama dua hari belakangan ini Alexa sama sekali tidak memedulikan apapun selain kematian Vin. Ia syok berat sampai mengabaikan kehadiran Ryan. Tapi itu juga karena Ryan tidak melakukan apapun dan hanya diam di sekitarnya.“Aku begitu besar dan tampan di sampingmu, tapi kau baru menyadariku sekarang. Astaga... kasihan sekali diriku, ya? Padahal aku sangat merindukanmu.” ucap Ryan sambil membelai lembut wajah Alexa.Sementara Alexa hanya terdiam, tidak tahu lagi apa yang harus ia jawab pada Ryan
“Aaron...” panggil Nyonya Rachel saat merasa putranya itu kehilangan fokusnya. Aaron menoleh pada ibunya dan mengecup punggung tangan sang mama.“Aaron, jangan bilang siapa pun tentang hal ini. Cari saja Alexa dengan diam tanpa harus melibatkan banyak pihak. Akan banyak orang jahat akan menyakiti istrimu.” ucap lirih Nyonya Rachel pada Aaron.Mendengar permintaan Nyonya Rachel barusan membuat Aaron semakin terpuruk. Pikirannya amat kacau saat ini. Dalam kebingungan, Aaron kembali bertanya pada mama-nya.“Siapa yang mengatakan ini pada Mama?” tanya Aaron dengan nada bicara yang sedikit lebih tenang. Nyonya Rachel menggelengkan kepalanya, “Bukan. Tapi, orang-orang yang menyelamatkan mama,” jawabnya dengan hati-hati.“Ya, aku mengerti. Hanya kita berdua yang akan tahu tentang ini untuk keselamatan Alexa. Sekarang Mama beristirahat saja lagi. Aku harus menyelesaikan sedikit urusanku sebentar.” ucap Aaron tenang dan kemudian berpamitan. Akan tetapi, Nyonya Rachel menarik tangan Aaron seak
“Rain, makanlah. Paling tidak, minumlah obatmu. Kau sudah kehilangan banyak darah dan air mata sejak kemarin.” bujuk Ryan pada Alexa.Alexa masih terdiam. Di benaknya saat ini hanya ada kerinduan pada Aaron dan si kecil. Selain itu, ia juga cemas dengan sikap Ryan yang berubah-ubah sesuai suasana hatinya.“Hari ini kita akan kembali ke New York. Tapi sebelumnya, kita akan ke markasku dulu. Jadi, cepatlah pulih.” ucap Ryan lagi sambil menggosok ujung rambut Alexa dan bangkit hendak melangkah.“Kau juga punya markas di sini? Sejak kapan?” Alexa bertanya heran kenapa ia baru mendengar hal tersebut.“Tentu. Aku tidak begitu bodoh meninggalkan tunanganku sendirian di sini hanya bersama dua anak buah yang bodoh itu untuk menjalankan World Shadow di sini. Maafkan aku kalau kau tidak tahu kalau separuh bagian anak buahmu di World Shadow California adalah orangku juga.” Ryan tersenyum penuh arti pada Alexa.“Demi apapun, Rain. Aku bukan orang bodoh yang ingin rugi, terlebih atas dirimu. Kau ad
Kejadian naas bertubi-tubi menjadi pukulan berat untuk Aaron. Tanpa Alexa di sisinya, dirinya rapuh. Jatuh cinta membuatnya lemah, dan Alexalah yang telah mengubah semua. Namun kini, saat Alexa menghilang, seorang Aaron terlihat tidak berdaya sama sekali.Kemarahan Ryan yang mengerikan membuat Alexa juga tidak berdaya. Ia tahu, kejadian mengerikan akan terjadi saat Ryan mengetahui hubungan Alexa dengan siapapun di belakangnya.Alexa kembali teringat sekitar empat tahun lalu, awal terjadinya perjanjian pertunangan antara Alexa dengan Ryan.Saat itu, Alexa sedang dalam misi menghancurkan kelompok mafia bermasalah yang berusaha berkembang dengan menjatuhkan nama World Shadow.Di hutan tua yang masih sangat lebat dan sepertinya belum pernah terjamah oleh tangan manusia. Para mafia tersebut menggiring utusan World Shadow yang saat itu dipimpin Ryan dan Alexa bersama.Dalam pembantaian massal anggota mafia tersebut, Alexa mengalami luka tembak yang serius yang hampir menewaskannya. Ryan ber
Di rumah sakit yang sama dengan Nyonya Rachel, Austin teryata harus dirawat di sana juga. Dirinya mengalami cidera ringan akibat menyelamatkan satu benda penting di ruangan kakaknya saat api nyaris menghanguskan ruangan tersebut.Austin mengalami luka bakar ringan di beberapa bagian tubuhnya."Austin, kenapa kau begitu nekat masih berada di ruanganku saat api sudah mengepung kantor?" tanya Aaron sedih pada adiknya yang terlihat lemah di ranjang pasiennya."Tidak apa-apa, Kak. Ini hanya luka kecil. Ini akan sembuh dengan cepat. Aku hanya menjalankan tanggung jawabku saja. Aku berhasil menyelamatkan berkas dan beberapa file penting yang belum sempat aku back-up sebelumnya. Dan satu hal penting yang kau tunggu sejak lama." jawab Austin lemah namun tetap tersenyum."Sepenting apa itu hingga kau mempertaruhkan nyawamu sendiri? Kau memang sudah gila!" Aaron marah pada adiknya itu."Sangat penting untukmu, jadi aku mencoba sebaik mungkin untuk menyelamatkannya itu. Lihatlah nanti, kau akan t
Aaron mendekat pada Alexa yang perlahan melepaskan pelukannya pada si kecil.Alexa menatap wajah Aaron yang terlihat begitu kacau dan berantakan. Baru beberapa hari ia tidak memandang wajah suaminya itu, bulu-bulu halus di wajah Aaron terlihat memanjang. Mata Aaron juga menjelaskan kalau Aaron tidak tidur dengan baik. Sedangkan rambut yang selalu tersisir dengan rapi, saat ini begitu berantakan.Meski begitu, wajah Aaron tetaplah tujuan utama mata Alexa memandang.Tanpa aba-aba, Aaron langsung memeluk Alexa begitu erat. Aaron menangis di pelukan Alexa, menumpahkan segala kerinduan dan beban yang ia rasakan. Seakan pelukan istri tercintanya itu merupakan tempat ternyaman untuk bersandar.Alexa hanya terdiam dan menangis meski tubuhnya yang penuh dengan luka lebam hasil menganiayaan sebelumnya masih amat terasa sakit, apalagi ditambah dengan eratnya pelukan Aaron. Alexa mengabaikan jahitan setiap lukanya yang belum kering, bahkan bila jahitan tersebut kembali berdarah, ia tidak peduli s