"Pa, Bibi Ai enggak akan mati, kan?" tanya Ayres untuk kesekian kalinya.
Tapi, sama seperti sebelumnya, pria sipit itu hanya diam termenung sambil memeluk erat Ayres yang ada di pangkuan. Bahkan untuk memastikan bahwa Aileen masih bisa selamat kepada putranya saja, Arsen tidak berani."Papa jangan diem aja. Aku takut," rengek Ayres yang kini mulai menangis.Untuk pertama kalinya, Arsen bahkan tidak mampu menyadari kehadiran Ayres. Jiwa pria itu seolah masih tertinggal di suatu tempat.Namira yang baru saja sampai tentu saja langsung mengambil alih sang cucu dari gendongan putranya. Tanpa berucap apa-apa, Namira membawa Ayres menjauh dan mengantar bocah itu pulang dengan beberapa bujukan.Karena lebih daripada Ayres, Arsen lebih butuh untuk ditolong. Untuk pertama kalinya, Namira melihat lagi ketakutan di mata pria itu. Antara lega sekaligus sedih, perempuan tua itu akhirnya duduk di samping Arsen."Arsen," panggil Namira sambil menyentuh sisi bahu Arsen.Seketika, Arsen yang baru tersadar dari lamunan langsung terlonjak kaget. Begitu menyadari kehadiran sang mama sekaligus tidak menemukan Ayres di gendongannya, pria itu menoleh kanan kiri panik."Ayres mana, Ma? Kok dia bisa ilang?" tanya Arsen linglung yang hanya dibalas Namira dengan senyum getir."Saking khawatirnya, kamu bahkan sampai enggak sadar kalau Mama udah bawa anak kamu pulang," gumam Namira. Arsen hanya meringis merasa bersalah.Tidak tahu harus merespon apa."Gimana Aileen? Dia enggak pa-pa, kan?" tanya Namira yang seketika membuat wajah Arsen berubah murung."Belum tahu, Ma. Dokternya belum keluar juga," jawab Arsen sambil menunduk lesu.Namira menepuk pundak sang putra menenangkan. "Jangan khawatir. Aileen itu cucunya Mama yang kuat banget. Dia pasti enggak pa-pa." Namira berucap meyakinkan. Arsen mengangguk mencoba mempercayai ucapan sang Mama."Saya juga berharapnya gitu," gumam Arsen lirih.Sejenak, ingatan duda tampan itu terlempar pada kejadian beberapa waktu lalu. Karena Aileen yang tidak kunjung terlihat di lantai dua mall, Arsen dan Ayres kembali turun ke lantai satu guna mencari perempuan itu.Takut-takut jika sampai Aileen malah tersesat dan bingung mencari keduanya kemana di tempat yang lumayan luas itu. Tapi, begitu melihat perempuan itu tengah berlari panik di tengah kerumunan orang-orang, Ayres spontan mengejar sang Bibi.Arsen yang lengah akhirnya ikut mengejar Ayres sampai halaman depan mall. Siapa yang sangka dari sana, Arsen dan Ayres justru dapat melihat secara langsung bagaimana tubuh Aileen terpental hingga terpelanting di trotoar yang lumayan jauh.Kejadiannya terlalu cepat dan tiba-tiba. Sampai Arsen tidak sempat memikirkan apa-apa selain bekas darah Aileen yang melekat di telapak tangan juga sebagian bajunya.Rasanya ... masih tidak percaya saja begitu menyadari perempuan itu tengah terluka separah itu sekarang. Apa Aileen benar-benar bisa selamat dengan luka separah itu?"Kenapa kamu sekhawatir ini sama Aileen?" tanya Namira tiba-tiba.Arsen menggeleng tidak tahu. Tidak mengerti juga dengan perasaannya yang terasa berantakan acapkali mendapati perempuan pendek itu terluka."Kamu cinta sama dia, kan?" tanya Namira lagi yang justru terdengar lebih menjurus ke pernyataan.Arsen berpikir sejenak. Tapi, pria itu tidak menemukan jawaban sama sekali."Enggak tahu, Ma." Mendengar jawaban Arsen, Namira tersenyum simpul."Kalau gitu cari tahu. Yakinin diri kamu sendiri sebelum dia enggak ada di sisi kamu." Namira berucap ambigu yang membuat Arsen mengernyit semakin bingung."Intinya Mama enggak cukup kalau dia cuma jadi cucunya Mama. Kalau emang bisa, Mama mau dia jadi istri kamu. Jadi Ibu buat Ayres juga. Ngerti, kan?"***Sudah sekitar dua hari Aileen belum membuka mata. Selama itu juga lah Arsen terus menunggunya tanpa mau digantikan oleh Namira.Setelah penyelidikan lebih lanjut, rupanya penyebab Aileen berlari sepanik itu hingga tertabrak adalah seorang pria tua yang mengejarnya. Pria itu adalah orang yang sudah membeli Aileen melalui perantara Ayahnya.Pria itu juga lah alasan Aileen nekad kabur dari rumah. Ia hanya tidak mau menikah dengan pria semacam itu. Mengingat seberapa takut perempuan itu padanya membuat Arsen tidak tenang dan memilih menemani Aileen hingga saat ini.Bagaimana jika Aileen terbangun dan ketakutan begitu tidak menemukan siapapun di sampingnya?"Ssh ...." Ringisan dari bibir pucat Aileen membuat Arsen yang tengah membaringkan kepala di sisi ranjang langsung duduk tegak.Begitu melihat perempuan itu yang perlahan-lahan mulai membuka mata, Arsen tanpa sadar tersenyum senang."Gimana perasaan kamu? Ada yang masih sakit?" tanya Arsen beruntun.Aileen tidak menjawab tapi perempuan itu terus memegangi kepalanya yang terasa berdenyut sakit. Begitu merasakan perutnya bergejolak, perempuan itu juga mencoba bangkit duduk.Tapi, karena tidak memiliki cukup tenaga, Aileen akhirnya jatuh berbaring lagi. Arsen segera membantunya duduk kemudian menyelipkan sebuah bantal di punggung Aileen sebagai penyangga."Pengen muntah," adu Aileen serak sambil menutup mulutnya yang mulai terasa mual.Arsen dengan panik mencari sesuatu yang bisa menampung isi perut Aileen. Tapi, belum sempat menemukannya, Aileen sudah lebih dulu muntah ke sisi ranjang.Arsen segera membantu memijat tengkuk perempuan itu. Wajah Aileen tampak begitu pucat. Bibir perempuan itu bahkan mengering dan pecah-pecah."Udah mendingan?" tanya Arsen cemas sambil menyodorkan segelas air yang langsung diminum Aileen sedikit.Sejenak, Aileen menelengkan kepalanya sambil menatap Arsen lamat-lamat. Tatapan perempuan itu seolah kebingungan dan baru pertama kali melihat sosok Arsen."Om siapa?" tanya Aileen yang seketika membuat Arsen mengerjap terkejut.Bagaimana bisa baru terbangun begini perempuan itu sudah bisa bercanda?"Apaan sih. Saya nanya serius. Kamu udah mendingan atau belum? Saya lagi nggak mau bercanda," tanya Arsen lagi yang hanya dibalas perempuan pendek itu dengan garukan di pipi; tanda Aileen benar-benar sedang bingung."Aku enggak bercanda, Om.""Kamu beneran enggak kenal saya?" tanya Arsen memastikan.Aileen mengangguk jujur.Kali ini, Arsen terdiam. Pria itu kemudian segera memencet tombol di sisi ranjang guna memanggil Dokter.Begitu menjalani beberapa pemeriksaan lagi, lagi-lagi Arsen harus menghela napas berat. Aileen dinyatakan mengidap amnesia retrograde karena cidera keras di bagian dinding otaknya."Jadi sebenernya Om siapa? Kok aku juga bisa ada di sini?" tanya Aileen untuk kesekian kalinya setelah menjalani serangkaian pemeriksaan dan wawancara dari Dokter sebelumnya.Arsen memandang perempuan itu sebentar sebelum kemudian menunduk lagi. Ia sebenarnya sedang berpikir harus mengaku sebagai siapa kepada Aileen."Sebenernya ... saya calon suami kamu. Kita udah pacaran 2 tahun, dan bentar lagi mau nikah. Tapi karena kecelakaan, kamu jadi amnesia gini sampai lupa sama saya," jawab Arsen akhirnya berbohong. Padahal, mereka hanya baru mengenal dua bulan.Pikir Arsen, setidaknya untuk saat ini, biarkan saja begini. Nanti jika ingatan Aileen sudah kembali, perempuan itu hanya tinggal menyangkalnya, kan?Lagipula ... ini kesempatan bagus. Sebelum perempuan itu mengingat semua sepenuhnya, setidaknya Arsen harus sudah menikahi Aileen dalam waktu dekat.Rasanya, Aileen masih terlalu bingung dengan semua yang terjadi. Perempuan itu merasa linglung dan telah kehilangan banyak hal. Seolah ... ada sesuatu yang ia harus ingat tapi terus Aileen lupakan."Apa kabar?" Sapaan singkat berikut pintu ruang rawat yang terbuka membuat perempuan pendek itu menoleh.Rupanya, pria yang sebelumnya memperkenalkan diri dengan nama Arsen itu sudah kembali. Pria yang mengaku sebagai calon suaminya itu tampak tersenyum hangat begitu Aileen terus memandangnya lekat.Rasanya ... seperti terlalu tiba-tiba. Apa benar pria di depannya ini adalah calon suaminya? Pasalnya, Aileen terlihat jauh lebih muda dari Arsen.Ketimbang disebut pasangan suami istri, teman-temannya pasti akan mengira bahwa Arsen adalah pamannya."Saya beli ini tadi di jalan. Siapa tau aja kamu mau. Lagian ... makanan di rumah sakit enggak ada yang enak, kan?" Arsen mulai mengeluarkan isi dari kresek belanja bawaannya.Di dalam sana, ada ayam geprek, pop ice rasa cokelat, beberapa snack dan c
"Kalian habis kemana?" Aileen bertanya bingung begitu mendapati Ayres dan Arsen baru kembali dengan banyak tas belanjaan di tangan.Kedua orang yang katanya Ayah dan anak itu tampak tersenyum cerah. Aileen sebenarnya masih bingung kenapa dia bisa menjadi pembantu sang duda sekaligus calon istrinya.Kapan mereka menjalin hubungan? Di ingatannya ... dia bahkan masih merasa berumur 17 tahun. Siapa yang sangka kata Arsen sekarang dia sudah menginjak 19 tahun hampir 20."Mereka Bunda suruh buat beliin kamu pakaian dan keperluan kamu lainnya. Bentar lagi kan kalian nikah, jadi dari sekarang putranya Bunda harus menuhin semua kebutuhan dan keinginan kamu." Namira yang tengah duduk di samping Aileen menjelaskan sambil tersenyum menggoda.Dengan alasan yang entah, Aileen tersipu malu. Meski perasaannya pada Arsen masih terasa abu---mungkin akibat amnesia yang dideritanya, tetap saja Aileen tidak bisa berbohong kalau Arsen itu tipe calon suami idaman.Tampan, iya. Kaya, tidak perlu ditanyakan
Setelah seluruh rangkaian acara usai, Ayres sudah kembali tidur ke kamarnya, dan Aileen pindah ke kamar suaminya, barulah Arsen menyadari bahwa mereka sudah sah menjadi suami-istri. Pria itu tidak mengharapkan apa-apa di malam pertama mereka. Apalagi mengingat kondisi Aileen yang drop karena dipaksa banyak berinteraksi sejak semalam.Tidak terjadi apa-apa di antara keduanya. Tapi ... melihat Aileen tidur di sampingnya untuk pertama kali, sudah cukup membuat perasaan bahagia membuncah di dada Arsen.Dia tidak tahu sejak kapan perempuan ini mengisi lubang kosong di hatinya. Tapi, bagaimana cara Aileen merawat Ayres dengan baik serta memenangkan hati Namira di pertemuan pertama, membuat Arsen tanpa sadar malah jatuh cinta.Sesederhana itu."Saya seharusnya ketemu Ayah dia, kan?" gumam Arsen sambil membelai pipi Aileen pelan. Takut perempuan itu terbangun dari tidurnya yang lelap sekali.Sebenarnya, Arsen merasa bersalah karena secara tidak langsung telah menikahi Aileen secara terpaksa.
"Seharusnya kamu enggak perlu nurutin kemauan dia. Istirahat aja di rumah. Kemarin aja habis tepar sok-sok'an mau nganter anak saya ke sekolah," tegur Arsen setelah keduanya menjauh dari TK tempat Ayres bersekolah selama dua tahun belakangan.Aileen menoleh sejenak sebelum kemudian memilin ujung bajunya sambil menunduk. "Lagian ... bosen." Perempuan itu menjawab apa adanya.Semenjak pulang dari rumah sakit, Aileen tidak pernah dibiarkan menyentuh pekerjaan rumah selain sedikit menyapu kamar dan membereskan tempat tidur. Arsen terus melarang dan memberikannya peringatan lewat tatapan tajam yang membuat nyali perempuan itu ciut seketika."Kamu mau sesuatu?" tanya Arsen begitu menyadari wajah suntuk dan murung istrinya.Aileen menggeleng. Dia sebenarnya juga tidak tahu sedang menginginkan apa. Semua hal terasa membosankan belakangan ini. Hal itu juga mempengaruhi mood Aileen yang tidak beraturan selepas datang bulan."Setelah check-up ke dokter, kamu ada mau kemana kek gitu?" tanya Arsen
Sejak kejadian di jalan pagi tadi, sampai siang ini Aileen mendadak keki. Mungkin karena sebelumnya Aileen hampir kehilangan nyawa karena kecelakaan, oleh karena itu Arsen begitu takut saat Aileen hendak menyeberang tadi.Tapi ... tetap saja Aileen merasa malu luar biasa. Pelukan hangat Arsen dengan aroma maskulin parfumnya, bahkan masih terasa melekat di baju Aileen.Rasanya seperti jatuh cinta untuk pertama kalinya pada Arsen. Padahal, kata pria itu, mereka sudah menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih selama dua tahun."Kamu enggak mau ikut jemput Ayres?" tanya Arsen yang siang ini baru keluar kamar dan turun dari lantai dua.Aileen menoleh sekilas sebelum kemudian menggeleng keras. Tapi, begitu menyadari jawaban spontannya, perempuan pendek itu mengangguk tak kalah keras."Ayo! Tadi pagi Ayres udah minta biar aku juga ikut jemput dia," jawab Aileen sambil bangkit berdiri.Sejenak, dilupakannya fakta bahwa saat ini Aileen tengah menahan salah tingkah kala bertemu dengan suaminya
Aileen tidak tahu kejadian seperti tadi akan terjadi. Perempuan itu benar-benar tidak pernah membayangkannya.Akibat kelalaiannya, Ayres---putranya sendiri hampir saja celaka. Tadi, Aileen hanya pergi sebentar untuk mencari perahu kertas buatan Ayres.Siapa yang sangka begitu kembali ke belakang rumah tempat kolam berada, bocah itu hampir mati tenggelam. Padahal, Aileen juga sudah memperingatkannya untuk tidak mendekati kolam sebelum ia kembali.Karena Aileen juga tidak bisa berenang. Mana mungkin perempuan pendek itu bisa menolong orang lain?"Biar aku aja yang kompres, Mas." Aileen menawarkan bantuan sambil mengambil handuk basah kecil di tangan sang suami.Tapi, Arsen segera menarik benda itu keras hingga terlepas dari genggaman Aileen. Untuk pertama kalinya, Aileen melihat bentuk kemarahan Arsen yang lebih menyakitkan ketimbang omelan pria sipit itu.Arsen menolaknya."Kamu pergi aja! Saya bisa urus dia sendiri," jawab Arsen dingin dan ketus.Dengan berat hati, karena masih khawat
Setelah Arsen mengantar Ayres ke sekolah sekalian berangkat kerja, Aileen bermain ayunan di tepi kolam belakang rumah. Untuk pertama kalinya, perempuan itu merasa pekerjaan rumah bahkan tidak bisa meredakan kegelisahannya.Aileen hanya ingin Ayres tidak bergantung padanya lagi. Oleh karena itu pagi tadi ia menjauh dan menolak mengantarnya ke sekolah. Aileen hanya masih terlalu takut dan malu pada Arsen. Padahal, sekarang Ayres adalah anaknya juga, kan?"Pengen ketemu Ayah," gumam Aileen pada dirinya sendiri begitu teringat bagaimana khawatirnya Arsen ketika Ayres sakit.Ayahnya dulu juga begitu. Adimas menyayangi Aileen seolah perempuan itu adalah satu-satunya orang yang pantas ia sayangi di bumi.Tapi, kematian sang Mama membuat semuanya berubah. Hidup Adimas mulai berantakan. Perlahan, pria itu juga mulai mengacaukan kehidupan Aileen; putrinya sendiri.Meski kata Dokter terkena amnesia, tapi sebagian ingatan Aileen masih ada. Termasuk tentang Ayahnya yang begitu menyayanginya. Dul
Arsen mengepalkan tangan hingga buku-buku jemarinya memutih. Lagi, benak pria itu diliputi amarah. Apalagi begitu melihat bekas-bekas pukulan juga lebam di tubuh Aileen."Ayres, ayo kita cari makan dulu! Kamu mau nemenin Mama kamu sampai besok di sini, kan?" ajak Namira yang baru saja membuka pintu ruang rawat.Sama seperti Arsen, Ayres juga tidak menoleh pada sang nenek sama sekali. Bocah sipit itu hanya terus duduk diam sambil menggenggam erat tangan Mamanya."Ayres ... ayo makan!" Namira memanggil sekali lagi. Kali ini sambil menghampiri bocah itu dan menepuk bahunya lembut.Tapi, jawaban Ayres hanyalah sebuah gelengan. Matanya bahkan tidak berkedip barang sedetik menatap wajah terpejam sang Mama."Enggak mau, Nenek. Nanti kalau aku pergi makan, Mama Ai diculik penjahat terus dipukul lagi. Aku nggak mau," tolak Ayres dengan spekulasi polos di kepalanya.Namira menghela napas berat. Manik perempuan tua itu kemudian beralih pada sang putra yang sepertinya jauh lebih mencemaskan ketim
"Karena kamu udah bahagia sama Kanaya, ceraiin aku aja!"Teriakan bernada amarah yang Aileen layangkan mendadak membuat Arsen terpaku di tempat. Tidak menyangka Aileen akan berani mengatakan itu padanya."Kamu serius bilang gitu sama saya?" tanya Arsen begitu beberapa lama hanya diam.Aileen tidak menjawab lagi. Perempuan itu memilih mengusap air matanya dan bangkit dari ranjang.Perempuan pendek itu kemudian berlari keluar kamar dan masuk ke kamar mereka. Arsen mengekori dalam diam. Berharap semuanya berakhir baik-baik saja.Tapi, melihat sang istri yang mulai mengeluarkan tas kemudian mengemasi barang-barangnya, Arsen mendengkus frustasi. Arsen pikir Aileen sudah menyerah dan memilih berbaikan."Kamu bakal nyesel kalau udah keluar dari sini, Aileen! Karena kamu enggak bakal bisa balik lagi," ancam Arsen sambil menahan tangan Aileen yang memindahkan baju-bajunya.Seketika, Aileen terdiam. Arsen pikir perempuan itu akan berhenti. Tapi, perempuan itu hanya melempar tas di depannya ke s
"Papa kamu kira-kira pergi kemana ya, Res?" tanya Aileen sore ini pada putranya.Ayres yang tengah bermain mobil-mobilan di samping bawah ranjang sang Mama hanya mengangkat bahu. Pertanda tidak tahu. Aileen cemberut.Padahal tadi Arsen hanya bilang akan pergi sebentar; ada urusan. Tapi pria itu bahkan tidak memberitahukan Aileen urusannya apa, dimana dan dengan siapa."Kayaknya Papa ketemu Mama, Ma." Ayres menjawab sekali lagi sambil membongkar bagian baterai di mobil-mobilannya. Padahal, benda berukuran sedang itu baru dibelikan Arsen kemarin."Mama siapa maksud kamu?" tanya Aileen merasa janggal dengan jawaban Ayres."Ya Mama Aya. Tiap hari minggu Papa pasti ngajak aku buat ketemu dia. Kata Papa, dia Mama kandung aku." Ayres menjawab polos tanpa mengalihkan pandangan dari mainannya.Berbanding terbalik dengan reaksi Aileen yang mendadak termenung di tempatnya. Perempuan itu memandang Ayres sekali lagi."Jadi selama ini ... tiap hari minggu kamu sama Papa kamu ketemu dia?" tanya Aile
Pagi ini, Ayres bangun terlalu cepat. Padahal bocah itu bahkan hanya baru beberapa jam tertidur. Arsen tidak tahu sang putra akan melakukan apa. Tapi, begitu melihat Ayres berjalan cepat menuju rumah lama Mamanya, ia mulai mengerti akan kemana bocah itu pergi."Enggak sarapan dulu?" tanya Arsen begitu melihat bocah itu hanya meminum susu kemudian turun dari kursi meja makan yang tinggi.Ayres menggeleng yakin. Bocah itu menengok ke lantai atas sekali lagi sebelum kemudian berlari menaiki undakan tangga.Mendadak, begitu sampai di tengah-tengah, bocah itu berhenti. Beberapa saat kemudian ia berbalik dan berlari turun menuju meja makan lagi."Aku mau bawa ini," ucap bocah sipit itu sambil membawa sepiring makanan beserta lauk bagiannya.Ayres kemudian berlari menuju lantai atas lagi. Begitu sampai di depan pintu kamar lama sang Mama, Ayres menggeleng-gelengkan kepala. Kentara sekali kalau ia tengah mencoba menghalau gugup."Mama ... aku boleh masuk?" tanya Ayres setengah berteriak yang
Aileen tidak tahu sejak kapan ingatannya kembali seperti semula. Tapi, yang membuat perempuan itu sedikit tidak senang, adalah kebohongan yang selama ini ditutupi Arsen rapat-rapat.Sadar tidak sadar, sekarang Aileen mengetahui semua. Tentang tabrakan di mall, juga status Aileen yang sebenarnya.Dia bukan kekasih Arsen. Mereka tidak pernah berpacaran selama dua tahun, apalagi sampai merencanakan pernikahan. Aileen murni hanya seorang ART yang selama kurang lebih dua bulan tinggal di rumah pria itu sebelum akhirnya tragedi tabrakan itu terjadi.Yang menjadi pertanyaan di benak Aileen, kenapa Arsen harus berbohong sampai sejauh itu? Apa hanya karena pria itu ingin menikahinya dan menjadikan Aileen Mama untuk Ayres? Tapi ... karena kebohongan itu, mereka akhirnya menikah.Dan tanpa Aileen sadari, ia sudah terperangkap terlalu dalam pada dunia Arsen. Dia sudah terlalu menyayangi Ayres, juga suaminya sendiri.Jadi ketika fakta itu mulai diketahuinya, Aileen kehilangan makian yang sudah ber
Sejak Ayres ngambek setelah sang Mama lupa mengantarnya berangkat sekolah, bocah sipit itu sudah tidak banyak berbicara dengan Aileen lagi. Dia hanya akan meminta bantuan dan bermain bersama Arsen saja.Tentu saja Aileen merasa kesepian. Karena selama ini, jika bukan mengurus Ayres, dia tidak punya kegiatan lain. Aileen benar-benar merasa sendirian di rumah besar ini.Apalagi beberapa hari belakangan, Arsen juga banyak berubah. Pria itu jadi lebih banyak diam dan tidak pernah memulai pembicaraan dengan Aileen lebih dulu kecuali jika memang sedang perlu."Mas, ini kan hari minggu." Aileen memberi kode sambil membantu Arsen memasang kemejanya.Tapi, Arsen tidak merespon apa-apa. Pria sipit itu hanya diam sambil terus memandang penampilannya lewat cermin besar di depan.Aileen yang merasa diabaikan akhirnya hanya bisa menghela kecewa. Dia tidak tahu kesalahannya apa sehingga sepasang ayah dan anak ini bersikap seolah tidak menginginkan Aileen berada di sampingnya.Seingat Aileen, dia tid
"Seharusnya kamu cerai saja sama dia! Rumah aja dia masih numpang sama Mamanya. Gimana mau kasih tempat tinggal buat anak saya?" sindir Almira---mertua Arsen tepat di depan pria itu.Meski tersinggung dengan ucapan sang Mama mertua, Arsen tetap menunduk dalam. Pria itu tidak mengatakan apapun kecuali memasang senyum terbaiknya.Tapi, Kanaya terlalu memahami suaminya. Masalahnya, memarahi orang tuanya juga bukan pilihan yang benar. Karena Almira memang ada benarnya juga.Sejak dinyatakan mengandung anak pertama mereka, Kanaya yang kandungannya cukup lemah jadi lebih sering keluar masuk rumah sakit. Karena Arsen tidak punya cukup biaya juga rumah yang terbilang sangat sempit, Almira memilih membawa sang anak ke rumahnya dan meninggalkannya sementara di sana.Ayah Kanaya---Gio sebenarnya tidak menyetujui hal itu. Karena pria itu tahu menantunya tampak keberatan. Dia juga yakin Arsen bisa merawat putrinya dengan baik. Tapi, pada akhirnya Gio hanya mengalah karena tidak ingin berdebat pan
Sejak kembali dari kolam renang, Aileen menyadari Arsen lebih banyak diam. Suaminya terlihat seolah tengah memikirkan sesuatu yang begitu berat. Aileen beberapa kali bertanya apa ia butuh sesuatu, akan tetapi Arsen terus diam dan hanya membalas sekenanya saja."Mama nggak asik ah, masak pas di kolam malah tidur. Aku kan jadi pulang cepet karena disuruh Papa," protes Ayres cemberut begitu siang ini mereka tengah duduk sambil nonton TV di ruang tengah.Aileen meringis merasa bersalah. Perempuan itu menggaruk tengkuk. "Ya maaf, Sayang. Lagian kan kamu punya kolam di belakang, kenapa harus ke kolam renang di luar segala?" tanya Aileen tidak mengerti."Beda, Mama! Di rumah kolamku enggak ada perosotannya. Jadi enggak seru," sanggah Ayres yang hanya diangguki saja oleh perempuan itu.Pikirnya, yang penting bocah sipit itu senang."Mama Ai, aku lapar." Ayres merengek lagi begitu channel televisi yang kerap menayangkan kartun favoritnya malah dijeda iklan.Ketika bosan menunggu iklan yang lum
Sejak semalam, Aileen tidak bisa tidur karena menemani Arsen begadang. Karena tidak ingin terlalu lama lembur dan meninggalkan rumah, pria itu membawa pekerjaan kantornya ke rumah.Lalu, demi mengosongkan jadwalnya di esok hari agar bisa liburan full time bersama sang istri dan putranya, Arsen memutuskan menyelesaikannya malam tadi. Tentu saja Aileen menemaninya sambil sesekali berbincang, meminum kopi juga sambil menonton TV.Sampai pekerjaan kantor Arsen selesai tepat pukul 3 malam, Aileen terlanjur tidak bisa tidur di saat suaminya bahkan sudah mendengkur. Perempuan pendek itu kemudian memilih mengeksekusi dapur.Lalu, setelah pukul 5 pagi, selesai sholat subuh dan menyiapkan sarapan, Aileen malah baru bisa terlelap. Arsen yang berniat akan pergi liburan pagi ini jadi tidak tega membangunkan istrinya."Aileen belum keluar kamar juga, Ma?" tanya Arsen untuk kesekian kalinya dari ruang tengah begitu melihat Namira turun dari tangga.Namira menggeleng sebagai jawaban. Kemudian, peremp
Aileen tidak tahu di masa lalu ia sudah melakukan hal baik macam apa. Seingatnya, perempuan itu hanya terus mengeluh dan meminta mati lebih cepat saja kepada Tuhan setelah kepergian sang Mama.Aileen sudah terlalu banyak menanggung lelah. Bertahan hingga lulus SMA adalah pencapaian luar biasa yang sudah dimilikinya. Dalam ingatannya yang mulai membaik meski samar, Aileen dapat mengingat bagaimana Adimas terus meremehkan juga menentangnya karena ingin sekolah.Bagi pria itu, perempuan yang berpendidikan tinggi adalah dosa. Bukan kodratnya sama sekali. Maka tidak heran ketika akan berangkat sekolah, Ayahnya terus menyuruhnya mengerjakan pekerjaan rumah, mengantar koran di pagi buta, menjajakan jualan ke pasar sebelum fajar, atau pekerjaan apa saja yang bisa membuat ia lelah hingga malas berangkat sekolah.Tapi, Aileen tetap berangkat sekolah. Tidak peduli tubuhnya yang pegal bukan main, teman-temannya yang punya tas, sepatu dan buku bagus sedangkan dia tidak, juga banyaknya pekerjaan la