Amanda membalas dengan senyuman kaku setiap tamu undangan yang memberikannya ucapan selamat. Kalau bukan karena perintah ayahnya, Amanda sangat tidak sudi menyunggingkan kedua sudut bibirnya seperti ini, lebih baik dirinya dicap buruk daripada harus tersenyum, tetapi hatinya menolak. Namun lagi-lagi, apa pun yang dirinya lakukan harus sesuai dengan apa yang diinginkan ayahnya.
Amanda kini mengenakan gaun pengantinnya berpotongan sederhana, dress putih bahu terbuka dengan terusan yang tidak terlalu mengembang hingga mata kaki, seluruh gaunnya dilapisi oleh payet-payet dan mutiara yang cantik. Gaun pernikahan yang sederhana, tetapi mampu memancarkan aura kecantikan Amanda yang luar biasa walau hiasan wajahnya tidak terlalu tebal.
Amanda kini telah resmi menjadi seorang istri dari seorang Narendra Hartanto, pria yang usianya 15 tahun lebih tua dari Amanda. Sampai
“Segera bersihkan tubuhmu,” ucap seseorang yang baru masuk tersebut memporak-porandakan seluruh pemikiran bahagia yang telah disusun rapi di kepala Amanda. Senyum manis yang ditampilkannya beberapa saat lalu luntur begitu saja bersamaan dengan dirinya yang berusaha mengubah posisi tubuh menjadi terduduk, gadis itu menatap tidak suka pria bersetelan formal di hadapannya.“Kenapa tidak Anda saja yang duluan?” balas Amanda secara menantang. Alih-alih mengganggu kesenangannya, bukankah lebih baik jika kita melakukannya lebih dahulu daripada memerintah orang lain? Pria itu benar-benar menjengkelkan, gadis itu menggeram dalam hati.Mendengar kalimat yang diucapkan gadis di hadapannya, Rendra menahan napas sejenak, berusaha menenangkan dirinya agar tidak meledak detik ini juga. Maksud dirinya baik menyuruh gadis itu untuk membersihkan tubuh leb
Amanda melebarkan kedua matanya tak terima mendengar kalimat yang diungkap oleh sahabatnya tersebut. “Memangnya aku barang?!”“Ya bukan, tapi malam ini kan malam pertamamu bersama si suami tampan,” sahut Francie.Divya terlihat membekap mulutnya sendiri. “Apa kami mengganggu?”“Sebaiknya kita tutup saja dulu.” Francie kembali berbicara membuat Amanda segera mengkode supaya gadis itu tidak menghentikan kegiatan mereka.“Jangan!”“Kenapa? Kita kan takut mengganggu!”Amanda berdecak sebal. “Kalian kan tahu aku nggak bakal lakuin itu!”
Tidak banyak yang Amanda dan Rendra lakukan selama menginap di hotel. Amanda hanya merebahkan diri di ranjang seraya memainkan ponsel seharian, sesekali memandang pemandangan kota dari kamar tempatnya menginap saat malam hari, Amanda tidak berminat sama sekali keluar dari kamar untuk menikmati fasilitas-fasilitas yang ada di sana. Katakan dirinya bodoh karena diberi kesempatan untuk menginap di hotel mewah dengan biaya per malam yang tidak tidak bisa dikatakan murah, tetapi tidak digunakan sebaik mungkin.Sementara Rendra beberapa kali pergi dari hotel ke luar untuk urusan pekerjaan. Amanda tidak begitu peduli dengan apa yang pria itu lakukan, tetapi pria itu sendiri yang menjelaskan demikian.Saat ini adalah waktunya mereka untuk check out setelah beberapa hari menetap di tempat tersebut. Amanda dan Rendra kini berada di dalam sebuah kendaraan beroda empat duduk bersebelahan di kursi penumpang dijemput oleh sopir keluarga Hartant
Gadis itu menyentuh kepalanya yang terasa pusing, secara bersamaan Nyonya Alina menyosong Amanda, membawa Amanda ke dalam pelukannya yang ringan. Amanda tidak bergerak sama sekali, pasrah ibu mertuanya itu mau mengapakan dirinya, yang jelas Amanda masih terkejut atas indra pendengarannya yang mendengar satu kata yang keluar dari bocah perempuan tersebut."Selamat datang di rumah kami," ucap Nyonya Alina seraya melepaskan rengkuhannya. Amanda masih berdiri kaku, sementara untuk menghargai kalimat yang keluar dari mulut wanita itu Amanda menyunggingkan kedua sudut bibirnya ke atas secara samar, suasana saat ini benar-benar canggung untuk Amanda. "Bagaimana acara kalian di hotel, menyenangkan?"Kedua sudut bibir Nyonya Alina melengkung ke atas secara lebar, sementara kedua alisnya naik-turun bermaksud untuk menggoda setelah mengutarakan pertanyaannya itu. Amanda mengatupkan bibir, bingung harus merespons seperti apa pertanyaan dari ibu mertuanya tersebut, gadis itu kemudi
Helaan napas dari dua orang sekaligus terdengar di ruangan tersebut, Amanda diam-diam menyunggingkan kedua sudut bibirnya ke atas seraya mengedikan bahu acuh tak acuh. Amanda tidak merasa tersinggung sama sekali atas ucapan bocah bernama Dean tersebut, anehnya ia merasa senang akan hal itu karena dalam pikirannya jika anak-anak itu selamanya tidak menyukainya maka pernikahan yang akan dirinya jalani tidak akan membutuhkan waktu yang lama. Mereka pasti akan merengek-rengek tidak ingin memiliki mama baru, baguslah. Pikir Amanda lagi, dirinya juga tidak perlu repot-repot harus melakukan hal-hal palsu kepada anak-anak itu bila mereka ternyata menyukainya, anak-anak itu tidak menyukainya maka dirinya hanya perlu menjadi diri sendiri.“Kamu jangan tersinggung atas perkataan Dean ya Amanda, Dean masih anak-anak, mama harap kamu memakluminya,” ucap Nyonya Alina dan Amanda hanya mengangguk saja tanpa repot-repot mengeluarkan suara, dirinya tidak tersinggung sama sekali, ba
Bukan tersinggung, Nyonya Alina justru semakin melebarkan kedua sudut bibirnya, membentuk senyum yang amat menawan penuh glukosa. Wanita itu berpikir pertanyaan menantunya sebagai salah satu bentuk perhatian kepada Dean dan Mikayla, sebagai bentuk kekhawatiran Amanda kepada anak tirinya.“Mama sangat menyesal melakukan ini, kami akan meminta maaf kepada Dean dan Mikayla nanti,” ucap wanita itu. “Tidak salah Mama memilih kamu, kamu sangat perhatian sama cucu-cucu Mama.”Kening Amanda mengernyit secara sama, merasa heran mengapa ibu mertuanya berkata demikian. Memang siapa yang perhatian kepada dua bocah itu, Amanda merasa tidak pernah melakukannya.“Sejak pertemuan pertama Mama sama kamu setahun yang lalu, Mama sudah sangat menyukaimu.”“Setahun yang lalu?” ulang Amanda dengan kerutan di kening yang semakin dalam. Amanda tidak tahu bahwa sebelumnya mereka pernah bertemu, ibu mertuanya itu pun tidak bercerita
Amanda harus menerima kenyataan, bahwa dirinya sudah menikah dengan pria yang usianya jauh lebih tua darinya, sudah memiliki dua orang anak yang cukup besar pula. Kenapa kedua orang tuanya tega membiarkan Amanda menikah dengan pria itu demi membantu perusahaan keluarga?Awas saja Amanda tidak mau menemui mereka lagi.Gadis itu sedikit tersentak mendapat sebuah jentikan tangan tepat di depan wajah. Terlalu lama melamun membuat Amanda tidak menyadari bahwa Rendra sudah berdiri di hadapannya, Amanda mengangkat sedikit kepala demi melihat wajah pria tersebut.“Mau sampai kapan kamu melamun di sini?” Suara berat Rendra kembali mengudara, terdapat kernyitan samar di keningnya, merasa heran mengapa istrinya itu hobi sekali melamun, tadi di mobil, sekarang di dalam rumah.
Amanda tidak berbohong saat mengatakan akan ada teman yang menjemput, beberapa menit setelah dirinya selesai bersiap, Francie datang menjemputnya dengan mobil gadis itu ke kediaman Keluarga Hartanto. Amanda kembali berpamit kepada Nyonya Alina yang kebetulan ditemuinya di ruang keluarga, tentu saja wanita itu mengizinkan karena Amanda memberikan alasan yang sama seperti yang diberikan kepada Rendra. Nyonya Alina berbaik hati meminta Amanda untuk menyuruh Francie mampir terlebih dahulu, tetapi tentu Amanda memberikan alasan bahwa mereka sudah ditunggu anggota kelompok yang lain agar Francie tidak perlu repot-repot mampir.Setelah lolos dari berbagai pertanyaan yang dilontarkan oleh Nyonya Alina, Amanda mengembuskan napas kuat-kuat begitu kini bokongnya mendarat di sebelah Francie yang duduk di kursi kemudi. Amanda benar-benar lega karena sekarang sudah keluar dari rumah mewah tersebut, jujur ada perasaan te
Sudah satu minggu berlalu sejak pembicaraan antara Rendra dan Alina di ruang kerja pria itu, ia masih belum memberitahukan perihal rencana bulan madu kepada Amanda karena masih sibuk mengerjakan pekerjaannya yang sangat banyak akibat di kantornya terjadi sesuatu yang kurang menyenangkan.Namun walau begitu, Rendra masih menyempatkan diri untuk mengantar anak-anak ke sekolah dan mengantar Amanda ke kampus. Seperti biasa, dirinya terlebih dahulu mengantar Dean dan Mikayla, kemudian mengantar Amanda.Kini mobil yang dikendarai Rendra berhenti di tempat parkir universitas tempat sang istri menimba ilmu. Ia masih belum membuka kunci benda tersebut sehingga Amanda masih bertahan, padahal biasaanya Amanda akan langsung pergi begitu saja.Amanda kembali menyentuh handle pintu, mendorongnya tetapi masih belum mau terbuka. Gadis itu berdecak di dalam hati.“Saya bisa telat!” ujarnya tegas, tetapi Rendra tidak menghiraukan sama sekali. Dirinya tahu pasti pukul berapa sang istri memulai kegiatan
Amanda tersenyum canggung mendapati telapak tangan Alina bertengger di puncuk kepalanya, mengelusnya lembut seraya kedua sudut bibirnya tidak berhenti mengungkap betapa betapa bersyukurnya ia karena Amanda sudah kembali setelah lima hari meninggalkan rumah.“Nggak ada kamu di sini suasana jadi hampa,” ungkap Alina. Lagi-lagi Amanda hanya tersenyum dan mengudarakan tawa kecil, tidak tahu harus menanggapi ucapan wanita itu bagaimana.Di dalam hati Amanda mengejek, tidak percaya akan ucapan mertuanya karena selama ini keberadaannya di sini hanya sekadarnya saja, ia lebih sering menghabiskan waktu di kampus daripada di rumah, tentu kehadirannya tidak berpengaruh sama sekali.Ibu mertuanya itu pasti hanya ingin membesarkan hatinya saja.“Masa sih Ma?” Akhirnya Amanda membuka suara, tidak enak juga jika terus menanggapi setiap ucapan wanita itu dengan senyum atau tawa.Alina tertawa ringan menanggapi ucapan menantunya, ia mengangguk samar.“Iya,” jawabnya. “Kalau Rendra bikin kamu marah ata
Rendra tersenyum begitu indra penglihatannya menangkap bahwa Amanda sedang memainkan ponsel yang tempo hari dirinya berikan.Ternyata walau gadis itu berkata tidak mau, tetapi tetap benda tersebut diterima juga. Rendra senang, berarti untuk masalah ponsel ini sudah selesai. Entah apa yang sedang Amanda lakukan dengan ponsel barunya, gadis itu terlihat sangat fokus sampai kehadirannya saja tidak dihiraukan.Rendra menghampiri Amanda yang tengah duduk berselonjor kaki di ranjang, kemudian duduk di sisi kosongnya. Amanda langsung mengalihkan perhatiannya begitu merasakan tempat yang tengah didudukinya bergerak. Tatapan keduanya saling bertubrukan, Amanda langsung menurunkan ponselnya.“Kenapa?” tanya Amanda heran karena suaminya tersebut tiba-tiba saja duduk di sebelahnya.“Kamu sudah putus dengan pacarmu itu?” Amanda tersenyum lebar mendengar pertanyaan tak terduga yang dilontarkan oleh suaminya.Amanda tentu sangat senang ditanya seperti itu, itu artinya dirinya tidak perlu repot-repo
Rendra membuka pintu mobilnya begitu berhenti di depan sebuah gerbang rumah, indra penglihatannya tertuju pada seseorang yang tengah berjongkok seraya menelangkupkan kepala di hadapan kendaraannya. Ia mengenal betul orang tersebut, tetapi pertanyaannya adalah apa yang sedang orang ini lalukan?Pria tersebut berjalan menghampiri, kemudian berhenti dan berdiri menjulang benar-benar di hadapannya.“Apa yang sedang kamu lalukan?” Rendra mengutarakan pertanyaan yang ada di dalam benaknya.Namun Amanda tidak kunjung mengangkat kepala dan menjawab pertanyaannya, gadis itu masih setia menelangkupkan kepalanya. Hal itu membuat Rendra menghela napas panjang.“Ayo pulang,” ucapnya sekali lagi.Ia ke sini memang untuk menjemput Amanda, ia pikir akan sulit mengajak istrinya ini pulang, tetapi ternyata Amanda suadah ada di luar rumah sedang melakukan hal aneh pula. Kenapa gadis itu tidak masuk ke rumah?Apakah gadis itu diusir oleh keluarganya sebab terlalu lama menginap dan tidak mau pulang ke rum
“Kapan kamu akan pulang?” tanya Marissa seraya merapikan kembali meja makan yang berantakan selepas dipakai.Sudah lima hari sejak kedatangan Amanda ke rumah untuk pertama kalinya lagi dan Amanda masih belum kembali pulang ke rumah keluarga suaminya walau suaminya sering kali menjemput. Entah apa yang ada di dalam pikiran putrinya itu, ia sudah capek menasihati Amanda supaya cepat pulang, dirinya sudah merasa tidak enak kepada keluarga besannya kalau Amanda tidak kunjung kembali.Detik itu juga, Amanda menatap wanita yang melahirkannya dengan tatapan sedikit sinis, sedikit tidak terima mendengar nada pengusiran darinya. “Nggak seneng ya aku tinggal di sini?”“Bukan begitu!” balas Marissa langsung seraya mendelik, kekeras kepalaan putrinya tersebut sungguh sangat memancing emosinya. “Kamu kan sudah menikah, nggak sepatutnya kamu tinggal di sini terus, kasihan suami kamu!”“Biarin aja, dia udah besar, nggak akan nangis walau aku tinggalin lima tahun!”“Ya memang tidak akan menangis, tap
Rendra mengemudikan kendaraannya menuju kediaman Amanda demi menuruti perintah ibunya yang meminta ia untuk membujuk istrinya itu. Dalam hati ia merutuki mengapa Amanda pulang ke rumah orang tuanya tanpa izin.Dirinya mengerti bahwa ponsel gadis itu sudah hancur, tetapi paling tidak gadis itu pulang terlebih dahulu dan meminta izin secara langsung bahwa dirinya ingin menginap di rumah orang tuanya. Bukan justru pergi tanpa izin dan membuat semua orang khawatir terutama mamanya.Tadi dirinya juga sempat khawatir sekaligus bingung bagaimana cara menemukan gadis itu sementara tidak ada ponsel yang bisa dihubungi. Ia tidak berpikir kalau ternyata istrinya tersebut pulang ke rumah orang tuanya, ia justru berpikir bahwa Amanda pergi bersama kekasihnya.Syukur kini semua sudah tahu di mana keberadaan Amanda.Gadis itu yang membuat kesalahan, ia juga yang harus membujuk dan meminta maaf kepadanya. Sungguh sangat menyebalkan, tetapi mau bagaimana lagi, sepertinya
Amanda memunguti puing-puing ponselnya yang hancur.Sedari awal, dirinya yang berniat membuat pria itu marah, tetapi justru saat ini dirinyalah yang dibuat marah oleh pria itu. Amanda marah hinga rasanya ingin mengamuk.Tidak terbayang sebelumnya bahwa pria itu akan semarah ini. Dalam pikirannya saat ia memberitahukan kepada pria itu bahwa dirinya memiliki kekasih yang dicintai, setidaknya ia mendapat satu tamparan atau mahakarya memar seperti tempo hari, tetapi ternyata dirinya salah, pria itu justru membuat ponselnya yang berharga menjadi seenggok sampah yang tidak bermanfaat sama sekali.Amanda siap jika pria itu ingin menyakiti fisiknya, tetapi untuk ponselnya ia sangat tidak terima karena ponsel itu benar-benar berharga untuknya. Segala sesuatu yang sangat penting tersimpan rapi di sana, tetapi sekarang benda itu sudah tidak ada.Setelah kalimat terakhirnya, pria itu entah pergi ke mana meninggalkan dirinya sendiri di kamar. Amanda tidak peduli, ia j
Amanda menutup mulut dengan salah satu tangan kala kantuk tiba-tiba saja menyerang. Ia tengah mendengarkan ibu mertua yang tengah bercerita bersama dengan ayah mertua seraya memperhatikan cucu-cucu mereka yang tengah mengerjakan tugas sekolah prakarya.Waktu memang sudah menunjukan jam beristirahat, bahkan mereka sudah duduk di ruangan dengan sofa yang berbentuk huruf L tersebut sekitar dua jam setelah makan malam. Itu semua karena Dean dan Mikayla yang meminta ditemani, mau tak mau Amanda juga ikut menemani di ruang keluarga sebab tadi ibu mertua terus saja mengajaknya berbicara.Sekilas Alina melihat Amanda yang sedang membuka mulut dengan mata yang telah sayu, wanita itu berpikir bahwa menantunya telah benar-benar mengantuk.“Pergi saja ke kamar kalau sudah mengantuk, tidak perlu menunggu suamimu pulang.”Amanda menoleh kepada ibu mertuanya kemudian menggeleng samar seraya tersenyum. “Aku belum ngantuk kok, barusan hanya menguap saja.
Karena selepas makan siang Alex harus kembali ke kampus untuk masuk ke kelas berikutnya, ia mengantar Amanda pulang. Amanda sejujurnya tidak rela karena kebersamaannya hari ini dengan Alex hanya sekejap saja, tetapi mau bagaimana lagi, kuliah jauh lebih penting daripada menemaninya seharian.Mobil yang ditumpangi keduanya berhenti di depan sebuah benteng kokoh terbuat dari besi-besi yang disusun berderet berwarna putih. Amanda tidak langsung beranjak, melainkan menghempaskan punggungnya di sandaran kursi dengan kepala yang menoleh ke arah kekasihnya.“Rasanya menyeramkan harus masuk ke rumah itu,” ucap Amanda diikuti dengan bibir yang mengerucut lucu.Melihat eskpresi dan mendengar kalimat yang Amanda ucapkan, Alex terkekeh ringan, salah satu tangan yang bertengger di stir terangkat kemudian mendarat di kepala Amanda, mengelus surai hitam nan lembut milik kekasihnya itu dengan penuh kasih sayang.“Semangat, nggak akan lama lagi kamu past