Amanda tidak berbohong saat mengatakan akan ada teman yang menjemput, beberapa menit setelah dirinya selesai bersiap, Francie datang menjemputnya dengan mobil gadis itu ke kediaman Keluarga Hartanto. Amanda kembali berpamit kepada Nyonya Alina yang kebetulan ditemuinya di ruang keluarga, tentu saja wanita itu mengizinkan karena Amanda memberikan alasan yang sama seperti yang diberikan kepada Rendra. Nyonya Alina berbaik hati meminta Amanda untuk menyuruh Francie mampir terlebih dahulu, tetapi tentu Amanda memberikan alasan bahwa mereka sudah ditunggu anggota kelompok yang lain agar Francie tidak perlu repot-repot mampir.
Setelah lolos dari berbagai pertanyaan yang dilontarkan oleh Nyonya Alina, Amanda mengembuskan napas kuat-kuat begitu kini bokongnya mendarat di sebelah Francie yang duduk di kursi kemudi. Amanda benar-benar lega karena sekarang sudah keluar dari rumah mewah tersebut, jujur ada perasaan te
“Capek!” Keluh Amanda seraya ikut menghempaskan tubuhnya di ranjang Divya, bergabung dengan Francie. Waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam, Amanda baru saja membersihkan tubuhnya setelah seharian bersenang-senang dengan kedua sahabatnya. Mereka tidak langsung pulang ke kediaman masing-masing, melainkan pergi ke apartemen Divya terlebih dahulu untuk sekadar beristirahat dan berganti pakaian.Sungguh rasanya Amanda malas sekali pulang, selain karena tubuhnya sudah kelelahan, dirinya juga malas bertemu dengan Rendra. Membayangkan malam ini dirinya harus kembali berbagi ranjang dengan pria tersebut membuat tubuhnya bergidik.“Ini pertama kalinya buat kamu main sampai malam kan?” tanya Francie berbasa-basi karena tentu dirinya sudah tahu tentang kehidupan sahabatnya tersebut. “Tenang, jangan mengeluh, sebentar lagi pasti kamu terb
Lelah bermain seharian membuat malamnya Amanda tidur dengan sangat nyenyak walau harus tidur di sofa karena menolak berbagi ranjang dengan pria berstatus suaminya. Namun itu lebih dari cukup, sofa di kamar pria itu lebih dari cukup untuk menampung tubuhnya yang lumayan mungil. Sinar matahari sudah sepenuhnya menerobos ruang kamar melalui celah-celah gorden yang terbuka begitu Amanda secara perlahan membuka mata, menatap sekeliling ruangan yang terasa sangat asing di indra penglihatannya. Amanda ingat bahwa dirinya sudah tidak lagi tinggal di rumah lamanya, melainkan kini ia tinggal di rumah baru kediaman suaminya. Amanda membuka mulut untuk menguap, menutupnya dengan salah satu tangan seraya tubuh mulai bangkit dari posisi tidur, mendudukan bokongnya di benda empuk yang mulai semalam dijadikannya sebagai tempat tidur di rumah ini entah hingga sampai kapan.Tidak masalah, akan ada saat di mana dirinya hidup
Indra penglihatan Amanda menangkap sosok Nyonya Alina berdiri tepat di hadapan lift, sehingga saat pintu benda tersebut terbuka, Amanda sedikit tersentak. Berbeda dengan Nyonya Alina yang langsung menyunggingkan kedua sudut bibir begitu menangkap sosok Amanda.“Tadinya Mama mau susul kamu ke atas,” ucap wanita paruh baya tersebut saat Amanda berjalan ke arahnya. Amanda dengan sedikit terpaksa membalas senyum yang disunggingkan Nyonya Alina kepadanya.“Maaf Ma aku telat, sampai Mama mau susulin aku segala.”“Nggak apa-apa Sayang, kamu pasti capek kan karena habis kerja kelompok sampai malam?”Pertanyaan tersebut hanya direspons dengan tawa sungkan dari Amanda. Amanda menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia merasa ... pertanyaan
“Terima kasih untuk hari ini,” ucap Alex seraya menggenggam salah satu tangan Amanda. Amanda menyunggingkan kedua sudut bibirnya, membalas tatapan Alex yang juga tengah menatapnya. Keduanya kini berada dalam mobil, di tengah suasana gelap karena waktu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam, di depan sebuah benda besi gagah yang membentengi istana di dalamnya. Selarut itu Amanda baru sampai di kediaman barunya, setelah seharian berjalan-jalan bersama dengan Alex, menyenangkan hingga rasanya Amanda tidak ingin cepat pulang.Kalau Alex tidak berinisiatif untuk membawa pulang Amanda, saat ini pasti mereka masih bersenang-senang. Banyak hal yang mereka lakukan hari ini, seperti anak muda yang berpacaran pada umumnya, makan, mengelilingi jalanan ibukota, masuk ke pusat perbelanjaan, menonton film, bermain di timezone, makan es krim di taman, menemani Alex membeli buku penunjang kuliahnya, dan
Amanda sedikit limbung saat kakinya kembali berpijak. Gadis itu membetulkan rambutnya yang acak-acakan seraya menatap pria di hadapannya dengan sengit. Sementara yang ditatap tidak menampilkan ekspresi sama sekali, tetapi kini bahunya naik turun tak beraturan sebab telah membawa istrinya dengan tangannya sendiri dari lantai satu ke ruangan tempat di mana kini mereka berada.“Apa mau Anda? Saya sudah bersedia pergi kalau memang Anda tidak menyukai keberadaan saya di rumah ini!”“Yang saya inginkan hanya menghukum kamu,” ucap Rendra dengan embusan napas yang mulai tenang, mata tajamnya membalas tatapan sengit Amanda.“Jangan terlalu berlebihan. Saya beritahu ya, sebaiknya kita tidak usah saling mencampuri urusan masing-masing, toh kita menikah juga karena terpaksa, Anda boleh melakukan ap
Waktu sudah menunjukan pukul dua lebih sepuluh menit dini hari, Amanda masih belum mampu memejamkan mata dan membawa dirinya ke alam mimpi. Seakan rasa kantuk tidak akan datang kepadanya malam ini, seharusnya Amanda sudah terlelap sejak beberapa jam yang lalu, tetapi kejadian sebelum dirinya membersihkan diri benar-benar menghantui isi kepalanya.Amanda tidak bisa berhenti memikirkan Rendra yang sudah berhasil memiliki jadwal kuliahnya dan ucapan terakhir pria itu benar-benar terngiang, membuat jadwal untuknya? Apakah itu artinya ia akan kembali terjerat dalam sangkar seperti sebelum menikah? Amanda benar-benar frustasi memikirkan hidupnya akan kembali dikekang, padahal dirinya baru saja merasakan kebebasan.Rasanya Amanda ingin menangis saja, ia kesal karena tidak bisa hidup sesuai dengan keinginannya ditambah lagi benda yang sekarang tengah Amanda barin
Amanda membuka mata secara perlahan saat sebuah cahaya cukup mengganggu tidurnya. Amanda masih sangat mengantuk, ia rasa sepertinya ia baru terlelap beberapa saat yang lalu, dan orang yang telah mengganggunya sungguh tidak memiliki perasaan, orang itu membuka gorden hingga cahaya matahari yang sudah cukup tinggi itu masuk ke dalam semua ruangan.Enggan bangun, Amanda menarik selimut hingga mengubur seluruh tubuhnya, sungguh ia masih ingin tidur apalagi tempat yang dipakainya untuk berbaring sangat nyaman, empuk dan luas, tidak seperti tempat yang tidurinya kemarin, ia juga mengenakan selimut yang lembut dan hangat, rasanya Amanda tidak rela jika harus terpisah dengan kedua benda tersebut.“Lekas bangun Amanda, kita sudah ditunggu untuk sarapan bersama di bawah.” Amanda bisa jelas mendengar apa yang dikatakan oleh Rendra, tetapi untuk sekadar m
Kalau dipikirkan kembali, justru sebenarnya bagus jika ia membantu ibu mertuanya membuat kue. Itu artinya hanya akan ada mereka berdua saja, ia bisa lebih leluasa membuat ibu mertuanya tersebut hilang respect kepadanya.Setiap kejadian pasti memiliki hikmah, Amanda mempercayai hal itu sekarang. Ia pikir tidak terlalu buruk apa yang rencana oleh ibu mertuanya, kali ini justru Amanda yang bersemangat. Amanda tidak sabar untuk mengacau, ia sungguh bahagia memikirkan ada berapa banyak yang akan ia kacaukan hari ini.Memikirkan hal tersebut membuat gadis itu tertawa dalam hati, sungguh rencananya sangat cerdas sekali, sepertinya ia perlu memberikan penghargaan kepada dirinya sendiri.Selepas sarapan, karena tidak merencanak
Sudah satu minggu berlalu sejak pembicaraan antara Rendra dan Alina di ruang kerja pria itu, ia masih belum memberitahukan perihal rencana bulan madu kepada Amanda karena masih sibuk mengerjakan pekerjaannya yang sangat banyak akibat di kantornya terjadi sesuatu yang kurang menyenangkan.Namun walau begitu, Rendra masih menyempatkan diri untuk mengantar anak-anak ke sekolah dan mengantar Amanda ke kampus. Seperti biasa, dirinya terlebih dahulu mengantar Dean dan Mikayla, kemudian mengantar Amanda.Kini mobil yang dikendarai Rendra berhenti di tempat parkir universitas tempat sang istri menimba ilmu. Ia masih belum membuka kunci benda tersebut sehingga Amanda masih bertahan, padahal biasaanya Amanda akan langsung pergi begitu saja.Amanda kembali menyentuh handle pintu, mendorongnya tetapi masih belum mau terbuka. Gadis itu berdecak di dalam hati.“Saya bisa telat!” ujarnya tegas, tetapi Rendra tidak menghiraukan sama sekali. Dirinya tahu pasti pukul berapa sang istri memulai kegiatan
Amanda tersenyum canggung mendapati telapak tangan Alina bertengger di puncuk kepalanya, mengelusnya lembut seraya kedua sudut bibirnya tidak berhenti mengungkap betapa betapa bersyukurnya ia karena Amanda sudah kembali setelah lima hari meninggalkan rumah.“Nggak ada kamu di sini suasana jadi hampa,” ungkap Alina. Lagi-lagi Amanda hanya tersenyum dan mengudarakan tawa kecil, tidak tahu harus menanggapi ucapan wanita itu bagaimana.Di dalam hati Amanda mengejek, tidak percaya akan ucapan mertuanya karena selama ini keberadaannya di sini hanya sekadarnya saja, ia lebih sering menghabiskan waktu di kampus daripada di rumah, tentu kehadirannya tidak berpengaruh sama sekali.Ibu mertuanya itu pasti hanya ingin membesarkan hatinya saja.“Masa sih Ma?” Akhirnya Amanda membuka suara, tidak enak juga jika terus menanggapi setiap ucapan wanita itu dengan senyum atau tawa.Alina tertawa ringan menanggapi ucapan menantunya, ia mengangguk samar.“Iya,” jawabnya. “Kalau Rendra bikin kamu marah ata
Rendra tersenyum begitu indra penglihatannya menangkap bahwa Amanda sedang memainkan ponsel yang tempo hari dirinya berikan.Ternyata walau gadis itu berkata tidak mau, tetapi tetap benda tersebut diterima juga. Rendra senang, berarti untuk masalah ponsel ini sudah selesai. Entah apa yang sedang Amanda lakukan dengan ponsel barunya, gadis itu terlihat sangat fokus sampai kehadirannya saja tidak dihiraukan.Rendra menghampiri Amanda yang tengah duduk berselonjor kaki di ranjang, kemudian duduk di sisi kosongnya. Amanda langsung mengalihkan perhatiannya begitu merasakan tempat yang tengah didudukinya bergerak. Tatapan keduanya saling bertubrukan, Amanda langsung menurunkan ponselnya.“Kenapa?” tanya Amanda heran karena suaminya tersebut tiba-tiba saja duduk di sebelahnya.“Kamu sudah putus dengan pacarmu itu?” Amanda tersenyum lebar mendengar pertanyaan tak terduga yang dilontarkan oleh suaminya.Amanda tentu sangat senang ditanya seperti itu, itu artinya dirinya tidak perlu repot-repo
Rendra membuka pintu mobilnya begitu berhenti di depan sebuah gerbang rumah, indra penglihatannya tertuju pada seseorang yang tengah berjongkok seraya menelangkupkan kepala di hadapan kendaraannya. Ia mengenal betul orang tersebut, tetapi pertanyaannya adalah apa yang sedang orang ini lalukan?Pria tersebut berjalan menghampiri, kemudian berhenti dan berdiri menjulang benar-benar di hadapannya.“Apa yang sedang kamu lalukan?” Rendra mengutarakan pertanyaan yang ada di dalam benaknya.Namun Amanda tidak kunjung mengangkat kepala dan menjawab pertanyaannya, gadis itu masih setia menelangkupkan kepalanya. Hal itu membuat Rendra menghela napas panjang.“Ayo pulang,” ucapnya sekali lagi.Ia ke sini memang untuk menjemput Amanda, ia pikir akan sulit mengajak istrinya ini pulang, tetapi ternyata Amanda suadah ada di luar rumah sedang melakukan hal aneh pula. Kenapa gadis itu tidak masuk ke rumah?Apakah gadis itu diusir oleh keluarganya sebab terlalu lama menginap dan tidak mau pulang ke rum
“Kapan kamu akan pulang?” tanya Marissa seraya merapikan kembali meja makan yang berantakan selepas dipakai.Sudah lima hari sejak kedatangan Amanda ke rumah untuk pertama kalinya lagi dan Amanda masih belum kembali pulang ke rumah keluarga suaminya walau suaminya sering kali menjemput. Entah apa yang ada di dalam pikiran putrinya itu, ia sudah capek menasihati Amanda supaya cepat pulang, dirinya sudah merasa tidak enak kepada keluarga besannya kalau Amanda tidak kunjung kembali.Detik itu juga, Amanda menatap wanita yang melahirkannya dengan tatapan sedikit sinis, sedikit tidak terima mendengar nada pengusiran darinya. “Nggak seneng ya aku tinggal di sini?”“Bukan begitu!” balas Marissa langsung seraya mendelik, kekeras kepalaan putrinya tersebut sungguh sangat memancing emosinya. “Kamu kan sudah menikah, nggak sepatutnya kamu tinggal di sini terus, kasihan suami kamu!”“Biarin aja, dia udah besar, nggak akan nangis walau aku tinggalin lima tahun!”“Ya memang tidak akan menangis, tap
Rendra mengemudikan kendaraannya menuju kediaman Amanda demi menuruti perintah ibunya yang meminta ia untuk membujuk istrinya itu. Dalam hati ia merutuki mengapa Amanda pulang ke rumah orang tuanya tanpa izin.Dirinya mengerti bahwa ponsel gadis itu sudah hancur, tetapi paling tidak gadis itu pulang terlebih dahulu dan meminta izin secara langsung bahwa dirinya ingin menginap di rumah orang tuanya. Bukan justru pergi tanpa izin dan membuat semua orang khawatir terutama mamanya.Tadi dirinya juga sempat khawatir sekaligus bingung bagaimana cara menemukan gadis itu sementara tidak ada ponsel yang bisa dihubungi. Ia tidak berpikir kalau ternyata istrinya tersebut pulang ke rumah orang tuanya, ia justru berpikir bahwa Amanda pergi bersama kekasihnya.Syukur kini semua sudah tahu di mana keberadaan Amanda.Gadis itu yang membuat kesalahan, ia juga yang harus membujuk dan meminta maaf kepadanya. Sungguh sangat menyebalkan, tetapi mau bagaimana lagi, sepertinya
Amanda memunguti puing-puing ponselnya yang hancur.Sedari awal, dirinya yang berniat membuat pria itu marah, tetapi justru saat ini dirinyalah yang dibuat marah oleh pria itu. Amanda marah hinga rasanya ingin mengamuk.Tidak terbayang sebelumnya bahwa pria itu akan semarah ini. Dalam pikirannya saat ia memberitahukan kepada pria itu bahwa dirinya memiliki kekasih yang dicintai, setidaknya ia mendapat satu tamparan atau mahakarya memar seperti tempo hari, tetapi ternyata dirinya salah, pria itu justru membuat ponselnya yang berharga menjadi seenggok sampah yang tidak bermanfaat sama sekali.Amanda siap jika pria itu ingin menyakiti fisiknya, tetapi untuk ponselnya ia sangat tidak terima karena ponsel itu benar-benar berharga untuknya. Segala sesuatu yang sangat penting tersimpan rapi di sana, tetapi sekarang benda itu sudah tidak ada.Setelah kalimat terakhirnya, pria itu entah pergi ke mana meninggalkan dirinya sendiri di kamar. Amanda tidak peduli, ia j
Amanda menutup mulut dengan salah satu tangan kala kantuk tiba-tiba saja menyerang. Ia tengah mendengarkan ibu mertua yang tengah bercerita bersama dengan ayah mertua seraya memperhatikan cucu-cucu mereka yang tengah mengerjakan tugas sekolah prakarya.Waktu memang sudah menunjukan jam beristirahat, bahkan mereka sudah duduk di ruangan dengan sofa yang berbentuk huruf L tersebut sekitar dua jam setelah makan malam. Itu semua karena Dean dan Mikayla yang meminta ditemani, mau tak mau Amanda juga ikut menemani di ruang keluarga sebab tadi ibu mertua terus saja mengajaknya berbicara.Sekilas Alina melihat Amanda yang sedang membuka mulut dengan mata yang telah sayu, wanita itu berpikir bahwa menantunya telah benar-benar mengantuk.“Pergi saja ke kamar kalau sudah mengantuk, tidak perlu menunggu suamimu pulang.”Amanda menoleh kepada ibu mertuanya kemudian menggeleng samar seraya tersenyum. “Aku belum ngantuk kok, barusan hanya menguap saja.
Karena selepas makan siang Alex harus kembali ke kampus untuk masuk ke kelas berikutnya, ia mengantar Amanda pulang. Amanda sejujurnya tidak rela karena kebersamaannya hari ini dengan Alex hanya sekejap saja, tetapi mau bagaimana lagi, kuliah jauh lebih penting daripada menemaninya seharian.Mobil yang ditumpangi keduanya berhenti di depan sebuah benteng kokoh terbuat dari besi-besi yang disusun berderet berwarna putih. Amanda tidak langsung beranjak, melainkan menghempaskan punggungnya di sandaran kursi dengan kepala yang menoleh ke arah kekasihnya.“Rasanya menyeramkan harus masuk ke rumah itu,” ucap Amanda diikuti dengan bibir yang mengerucut lucu.Melihat eskpresi dan mendengar kalimat yang Amanda ucapkan, Alex terkekeh ringan, salah satu tangan yang bertengger di stir terangkat kemudian mendarat di kepala Amanda, mengelus surai hitam nan lembut milik kekasihnya itu dengan penuh kasih sayang.“Semangat, nggak akan lama lagi kamu past