Cesa tergeletak pingsan di kamar mandi.
Beruntung, sesaat kemudian Vivian yang baru saja pulang arisan mendapati Zevin dan Diandra keluar dari kamar Cesa. Karena sangat khawatir, Vivian ingin memeriksa keadaan Cesa. Betapa terkejutnya Vivian melihat Cesa pingsan dalam keadaan yang mengenaskan. Dengan gigi geraham yang bergemeletuk menahan amarah, Vivian mengurus Cesa terlebih dahulu bersama para maid. Setelah membersihkan tubuh yang penuh tanda merah dan legam, membuat hati Vivian mencelos. Sakit! Yah, dia menyayangi Cesa seperti anaknya sendiri. Begitu dekat bahkan puluhan tahun!Jadi sakit ini juga menyakiti hati Vivian. Dipandangnya wajah cantik menantunya itu, "Maafkan Mama, Sayang! Bertahanlah sebentar lagi! Mama pastikan kau akan menjadi wanita paling bahagia di dunia!" Vivian benar-benar marah kali ini dan ingin sDan sudah dua bulan berjalan semenjak hari itu, Cesa menjadi semakin dingin begitu juga dengan Zevin. Keduanya tak banyak saling berinteraksi baik dikantor maupun di Mansion, karena Diandra terus mengekori Zevin. Dia tak Mau lagi kecolongan! Masa magang Cesa sudah berakhir dua minggu lalu dan dirinya mulai fokus mengurus pendaftaran wisudanya. Kebetulan Cesa hanya kurang menyelesaikan magang saja, skripsi sudah dia selesaikan sebelum magang. "Kamu haid, Sa?" tanya Vivian. Cesa mengangguk, "Iya, Mah! Ada apa?" "Tidak ada, kirain Mama tuh jadi yang waktu itu!" candanya. Cesa tersenyum, "Mama bisa aja!" "Sa, jangan didengarkan ucapan Zevin Dan Diandra, kamu jangan banyak pikiran!" ucapan Vivian. "Iya, Mah!" Yah, seperti itu selalu keluhan Vivian saat Cesa haid seperti hari ini. Cesa tak pernah menganggap serius ucapan Mama Vivian, karena bagaimana Cesa tak memikirkan jika penghinaan demi penghinaan masih kenyang dia terima. Beruntung, hati Cesa sudah
"Ga, selidiki selama ini Diandra bertemu dengan siapa dan melakukan apa! Besok dia akan berangkat ke London!" titahnya lagi. Zevin mulai curiga dengan gelagat Diandra! Apalagi, semalam dia memaksa ingin berangkat setelah dua bulan mengekorinya. Bukan tidak suka! Hanya saja, setelah Cesa tidak magang di kantor, dia langsung kembali ke habitatnya. Hingga Zevin bingung, sebenarnya apa yang Diandra kejar. Kekayaan, barang mewah, branded, semua selalu Zevin turuti. "Baik, Tuan! Seluruhnya?" tanya Arga memastikan. Zevin mengangguk, "Hmm, semuanya!" Apa yang tidak pernah Zevin kabulkan permintaannya? Tidak ada! Kartu tanpa batas dengan pembayaran selalu milyaran tiap bulan! Berbanding terbalik dengan Cesa, istri kecilnya yang tak pernah mendapatkan nafkahnya secara benar. Deg! Zevin baru menyadari itu! "Ga, Siapkan black card atas nama Cesa! berkasnya ada bersama dokumen pernikahanku dan Cesa, segera hari ini juga harus selesai!" titahnya. Zevin meny
Zevin berteriak dengan geram sambil membanting pintu kamar mandi. Suasana hati Zevin menjadi sangat buruk! Kemudian berendam, dan dia bisa mendengar suara koper diseret dan suara pintu tertutup. "Dia benar-benar tetap pergi, tidak perduli aku sedang marah!" desisnya. Dengan cepat Zevin keluar kamar mandi dan memastikan Diandra benar-benar berangkat sambil mengambil ponselnya. Tentu saja menghubungi Arga! Zevin curiga, bagaimana bisa istri pergi dengan tenang saat tau suaminya marah dan melarang. Sebenarnya apa yang dia cari! Hingga bisa melakukan itu semua terhadap suaminya! Zevin kembali berendam sambil melihat mobil istrinya keluar mansion dari balik kaca kamar mandi. [Arga, Diandra berangkat sekarang] Pesan yang sangat singkat dia kirim pada Arga dan memilih melanjutkan mandinya. Namun tiba-tiba Zevin teringat dengan Cesa, dan Zevin mengambil handuk untuk menutupi pinggang sampai lututnya. Berjalan menuju kamar Cesa. Cklek! Zevin tak melih
Arga yang baru saja masuk kembali ke ruangan Zevin tak bisa menahan pekikan. Zevin sudah duduk di bawah dengan tangan penuh darah memukuli laptopnya. "Tuan, tenangkan diri Anda!" gumamnya. Zevin hanya diam! Tak ada kata yang mampu Zevin ucapkan. Kemudian berdiri dan pergi begitu saja dari ruangannya. Arga pun terus mengekorinya. "Kemana, Tuan?" tanya Arga pada Zevin yang sudah duduk santai di belakang. Zevin tampak menghela nafas, "Pulang!" Tanpa menunggu lama, Arga kemudian melajukan mobilnya menuju mansion Atmaja. "Bagaimana?" tanya Zevin dingin. "Sudah selesai saya blokir, Tuan!" jawab Arga. Zevin tampak mengangguk, "Istirahatlah setelah ini, besok biar sekertaris baru yang menghandle kantor! Tolong besok antarkan hadiah di wisuda Cesa untukk
Tubuhnya menegang dengan tatapan nanar, menatap suaminya yang dengan lantang mengucapkan kalimat sakral itu. Langit -langit diatas Diandra seakan runtuh! Tak pernah ada dalam bayangannya jika suaminya akan menalak tiga dirinya, itu artinya mereka tak akan bisa kembali. Kecuali, keduanya sama-sama sudah menikah dengan pasangan yang lain. Itupun kalau mau kembali! Dan Diandra rasa itu susah, suaminya sudah teramat dingin untuk bisa dia sentuh kembali. Bruk! Seketika lututnya lemas dan terduduk di lantai. Sambil terus mengedipkan matanya, berharap ini semua adalah mimpi. "Pergilah, Di! Aku tidak akan tersentuh lagi dengan air mata buayamu! Berondong peliharaanmu sudah lima tahun kau nafkahi bukan? Kesana gih!" usir Zevin. Zevin benar-benar tak memberi maaf sama sekali karena Diandra memang sudah sangat keterlaluan.
Zevin menindih tubuh Cesa yang masih menggunakan kebaya ketatnya. Ditariknya begitu saja hingga robek! "Om, Jangan!" pinta Cesa. Cesa benar-benar takut melihat amarah Zevin yang jelas tercetak di matanya yang merah padam, rahangnya mengeras dan giginya bergemeletuk. Ekspresi dingin dengan aura menyeramkan membuat Cesa bergidik. Cesa benar-benar ingin menyerahkan dirinya, toh Zevin memang punya hak atas tubuhnya. Tapi tidak dengan memperkosanya seperti ini. Tidak juga dalam suasana marah. Cesa hanya ingin digauli dengan keadaan baik, penuh kelembutan, dan sama-sama menginginkan. Srak! Ditariknya kebaya itu hingga benar-benar lepas. Tubuh polos Cesa membuat Zevin semakin bergairah, ditambah make up tipis yang terkesan natural dan cantik. Dengan rambut panjang Cesa yang di keriting bawahnya, membua
Lima tahun kemudian. "Vista, jangan lari-lari!" Teriakan Miss Gera tak bisa menghentikan gadis berkuncir dua itu berlarian menuju jalan. "Pergi, Miss! Jangan kejar Vista! Vista ingin mencari Daddy!" teriak gadis mungil itu. "Vista punya Daddy, Miss!" teriaknya lagi sambil terus berlari. "Jangan dengarkan teman-temanmu, Vista! Berhenti, Nak!" teriak Miss Gera, —Miss playground tempat Vista bermain. Miss Gera terus mengejar gadis cilik itu, hingga sebuah mobil sedan melaju dengan cepat menuju ke arah Vista. "Vista, Awas Nak!" teriak Miss Gera mempercepat larinya dan, Chiittt! Brak! "Vista!" teriak Miss Gera mendekati murid didiknya yang sudah terkapar di tengah jalan. "Bangun, Nak! Bagus, Sayang!" lirih Mis Gera. Jantungnya berdetak kencang melihat gadis kecil yang tengah direngkuhnya itu bermandi
Jantung Cesa berdetak kencang mendengar ucapan Zevin. Apa ini? Takdir apa ini? Begitu jauh Cesa pergi, kenapa harus dipertemukan lagi dengan laki-laki itu? Disaat Cesa sudah bisa menata hidupnya kembali, yang sebelumnya telah porak-poranda akibat permainan takdir yang kejam. Sesaat kemudian Zevin mengikuti dokter untuk masuk menuju ruangan pemeriksaan. Meninggalkan Cesa yang masih mematung dengan air mata yang masih leleh. Hingga Miss Gera mendekat, "Kebetulan sekali Tuan itu memiliki darah yang sama dengan Vista ya, Mom!" hiburnya. "Hmmm!" Cesa tampak berdehem, "Kenapa bisa laki-laki itu disini, Miss?" tanya Cesa. "Beliau yang sudah menolong kami dan membawa Vista ke rumah sakit! Dia sangat baik, Mom!" ucap Miss Gera. Cesa hanya mengangguk pelan. "Miss bisa pergi sekarang, biar saya yang menjaga Vista, Miss!" kata Cesa. Miss