“Terima kasih banyak, Kak.”Cinta tersenyum sambil mengusap puncak kepala Lavira. “Tidak harus minta terima kasih, Vira. Kamu adalah adik aku, otomatis Alan adalah anak aku. Dia sudah menjadi tanggung jawab aku ketika kamu tidak ada. Aku senang, akhirnya kamu bisa kembali, cepat pulih total ya, Dek.”Lavira tersenyum haru mendengar kalimat Cinta nan begitu tulus. Memang sedari perkenalan mereka sekitar dua tahun lalu. Lavira sudah merasa nyaman bersama Cinta. Bagaimana sifat dewasa Cinta, lemah lembut sama seperti dirinya, dan juga pengertian serta perhatian. Cinta sangat pas dan begitu cocok menjadi seorang kakak bagi Lavira sendiri. Sayang saja, mereka terpisah kota karena pekerjaan Cinta yang tak bisa ditinggal.“Apa setelah ini Kakak akan segera kembali ke Bali?” tanya Lavira nampak sedih.Cinta tersenyum, dia melirik Rino yang ikut tersenyum menanggapi pandangan tunangannya. “Iya, tapi aku akan tunggu kamu sampai pulih total, kok. Makanya serius untuk segera pulih, ya.”Lavira me
Lavira mengusap rambut putranya. Dia menatap wajah polos Alano yang masih tertidur nyenyak di sampingnya. Anak laki-laki tersebut nampak semakin manja kepada ibunya. Dia bahkan tak bisa lepas dari dekat Lavira. Alano seakan begitu takut dan cemas jika Lavira kembali terbaring dengan kata istirahat tanpa terbangun.“Pa, kenapa masih duduk di sana? Ayo tidur.”Avram menatap Lavira, mata tajamnya itu sedari tadi terus memperhatikan sang istri. Sekitar lima menit lalu, Rino dan Cinta baru saja keluar dari sana. Sehingga kini hanya tersisa mereka di dalam ruangan tersebut. Lavira setengah berbaring dengan bersandar di kepala ranjang. Perempuan itu terus mengusap rambut putra kecil mereka.“Kamu lebih dulu tidur, Sayang. Aku akan tunggu kamu tidur terlebih dulu.”Lavira tersenyum menanggapi ucapan Avram. “Kita tidurnya barengan saja, Pa. Ayo ke sini.”Avram menatap pergerakan telapak tangan Lavira menepuk pelan ranjang di sampingnya. Perlahan Avram berdiri, dia bergerak naik ke atas ranjang
Seorang anak kecil berdiri di balik sebuah tiang. Rambutnya dikucir dua di atas kepala, terlihat sangat imut dan manis. Sesekali dia menjorokkan kepalanya, seakan sedang mengintip seseorang. Gadis kecil itu tersenyum senang sehingga memperlihatkan dua lesung pipit di pipi tembamnya. Mata bulat gadis itu menatap seorang anak di tepian koridor sekolah mereka.“Ck, dia mengintipku lagi,” decak Alano terlihat kesal.Anak laki-laki itu menoleh cepat dan melihat ekspresi terkejut gadis kecil tadi. Ternyata gadis kecil berkepang dua itu sedang mengintip Alano. Setiap hari, gadis itu melakukannya setiap hari, mengikuti Alano ke mana pun, bergerak bak mata-mata cilik.Tepat ketika Alano menoleh kepadanya, gadis kecil itu terkejut. Dia langsung menyembunyikan diri ke balik tiang koridor sekolah. Alano menatap tiang itu dengan mata tajamnya, saat ini anak laki-laki itu sangat mirip dengan sang ayah. Mata tajam Alano melirik sedikit sepatu di balik tiang, dia berdiri dan bergerak ke arah tiang te
Lavira melambaikan tangannya ketika dia melihat keberadaan sang putra. Alano pun tersenyum ketika melihat wajah ibunya di samping mobil. Senyum itu membuat seorang gadis kecil di sampingnya terkejut. Wajah nan biasanya tanpa ekspresi itu, kini terlihat sangat tampan karena tersenyum. “Kakak bisa tersenyum?” celetuk Elina. Suara lembut Elina mengalihkan perhatian Alano. Pria itu menoleh ke samping dan terkejut ketika melihat wajah gadis kecil itu. Nampaknya Alano tak sadar semenjak kapan Elina ada di sampingnya. “Sejak kapan kamu ada di situ?” tanya Alano datar sekaligus terkejut. “Sejak tadi, Kakak fokus jalan ke depan tanpa liat samping. Apa aku terlalu pendek?” cetus Elina dengan wajah polosnya. Perempuan itu memang terbilang sangat pendek dibandingkan Alano. Tubuh Elina hanya berada di bawah ketia Alano. “Iya, kamu terlalu kecil,” sahut Alano masih meneruskan langkahnya. Interaksi Alano dan Elina membuat Lavira mengerutkan kening di tempatnya. Perempuan itu sangat terkejut mel
Avram langsung keluar dari mobilnya dan menunggu kedatangan satu mobil masuk halaman luas mansion Dakasa. Pria itu tersenyum menunggu mobil tersebut. Suatu kebetulan, Avram sampai di mansion hampir bersamaan dengan pulangnya Lavira dan Alano. Yah, mobil yang sedang ditungguh oleh Avram itu adalah tumpangan Lavira dan Alano.Melihat mobil berhenti, Avram langsung membuka pintu penumpang, di mana sang istri biasanya berada. Pria itu terkejut ketika tak menemukan wajah Lavira di sana, melainkan seorang gadis kecil yang sedang tersenyum manis ke arahnya. Avram terdiam beberapa detik melihat gadis kecil itu, sampai suara tawa kecil Lavira mengalihkan perhatiannya.“Sayang, aku pikir kamu di sana.” Avram bersuara sambil bergerak maju dan langsung membuka pintu depan di samping sopir.Lavira tersenyum, dia keluar dari dalam mobil dan menerima ciuman pertemuan dari sang suami, hal biasa. Detik berikutnya Lavira bergerak ke arah pintu yang tadi sempat dibuka oleh Avram. Perempuan itu menatap E
Avram mengusap kepala Lavira yang sedang berbaring di depan tubuhnya dengan posisi setengah bersandar. Saat ini mereka sedang berada di dalam kamar dan Lavira sibuk menatap layar televisi. Avram pun sengaja tak ke ruangan kerjanya karena ingin menemani sang istri. Padahal tadi Lavira sudah menyuruh Avram untuk menyelesaikan pekerjaannya. Namun, Avram tak ingin, dia malah tak bersedia melepaskan tubuh sang istri.“Sayang.”Lavira menggerakkan lehernya ketika mendengar suara berat Avram memanggilnya. Dia mendongak dan menatap wajah tampan sang suami dari bawah. “Iya, Pa. Kenapa? Mau ke ruangan kerja, pergi saja, nanti aku menyusul.”“Tidak,” balas Avram singkat. “Gadis kecil tadi, kamu suka dia?”Lavira mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Avram. “Maksud Papa, Elina?”Avram mengangguk. “Iya, kamu suka dia?”Lavira masih heran dengan pertanyaan Avram. “Yah, aku suka dia. Dia gadis kecil yang cantik, imut, manis dan asik juga. Aku rasa, para pecinta anak kecil, tak ada yang tak akan
“Ayo, Pa. Aku ingin beltemu dengan Bang Alan.”“Aku juga, Pa. Mama kenapa masih di sana, sih? Kita bisa terlambat.”Dua anak laki-laki berumur tiga tahun bergerak tak sabar ingin segera masuk ke dalam mobil. Mereka baru saja keluar dari pesawat, entah dari mana dan sekarang ada di bandara di Jakarta. Rino pun terkekeh melihat Cinta yang menggeleng gemas melihat sepasang anak kembar mereka tersebut. Yah, dua anak laki-laki berumur tiga tahun itu adalah anak Rino dan Cinta. Mereka terbilang cukup terlambat menikah, tetapi langsung dikarunia dua anak tampan sekaligus.“Sabar, Sayang. Bang Alan juga pasti menunggu kalian di mansion,” tutur Cinta lembut.“Lagi pula dia belum tahu kalau kita pulang hari ini,” tambah Rino.Sepasang anak kembar tersebut menatap Rino dengan wajah polos mereka. “Kenapa dia tidak tahu, Papa tidak kasih tahu?” tanya Raga, si kembar pertama.“Tidak, Papa sengaja tidak beritahu, supaya jadi kejutan untuk mereka.”“Jadi, Aunty dan Uncle juga tidak tahu?” tanya Raga
Sepasang insan kini sedang berada di ruangan utama mansion Dakasa. Seperti niat awal Lavira tadi, dia kembali ke sana dengan membawa minuman serta makanan. Mulai dari cemilan dan segala hal yang disukai oleh Lavira ataupun dua pria tampan berbeda generasi tersebut.“Ternyata Elin juga suka sekali dengan kripik balado, ya. Seleranya sama seperti Alan,” cetus Lavira kepada Elina.“Kak Alan juga suka kripik balado?” tanya Elina.“Iya, suka sekali. Kamu, loh, kecil-kecil begini ternyata kuat makan makanan pedas juga, ya,” tutur Lavira terkekeh gemas.Avram pun ikut terkekeh sambil menatap wajah imut Elina. Alano sendiri diam dengan kripik balado di tangannya. Elina sendiri duduk tepat di samping Alano. Sehingga kini dua anak kecil itu terlihat sama-sama sibuk dengan kripik balado di tangan masing-masing. Elina meletakkan bungkus kripik balado itu dan berniat mengambil satu bungkus yang tersisa di atas meja.Sett ...Pergerakan mereka di sana terhenti ketika tangan Alano dan Elina sama-sam
“Makan yang banyak, kamu tadi malam juga tidak makan, ‘kan? Banyak-banyak lauknya, ini, kamu suka ini.” Lavira memberikan sepotong ikan bakar kepada Elina. Elina terkekeh menatap Lavira yang begitu perhatian. “Makasih, Ma. Mama juga makan yang banyak, biar nanti kita sama-sama bulet, hehe.” Lavira ikut tertawa mendengar kalimat menantunya. Dia tak menyangka jika gadis kecil yang bertahun-tahun dia cari, akhirnya sekarang berada di depannya. Meski Elina belum mengingat siapa Alano dan keluarga, setidaknya sekarang Elina sudah menjadi istri Alano. Hal itu membuat Lavira merasa lebih tenang, dia juga tak menuntut Elina untuk mengingat dirinya. Seperti ini saja sudah membuat Lavira merasa senang. Sett ... Elina terkejut ketika tiba-tiba Alano memberikan secentong sayur brokoli di atas nasinya. Elina menoleh dan menatap Alano dengan wajah polos. Alano sendiri nampak santai, terus menyuap makanannya dengan ekspresi datar seperti biasa. Lavira tersenyum menatap itu, dia merasa senang keti
“Ini masuknya ke mana?”“Aku juga tidak tahu.”“Makanya lebih tarik, lebarkan sedikit lagi.”“Sudah tidak bisa ini, Mas.”Lavira dan Avram saling tatap tepat di depan pintu kamar Alano. Kamar yang mulai hari itu akan dihuni pula oleh Elina. Setelah tadi sepasang pengantin baru itu meminta izin untuk ke kamar lebih dulu. Lavira ingin menyusul dan mengantarkan makanan untuk Elina, sebab setahunya Elina belum makan malam.Namun, siapa sangka niat mereka malah mendapatkan perkata-perkataan demikian. Lavira tersenyum, dia berfikir hal yang diinginkannya. Kegiatan malam pertama para pengantin baru pada umumnya. Avram pun menatap senyum sang istri, dia terkekeh kecil.“Mereka akan kasih kita cucu ‘kan, Pa?” tanya Lavira cukup terdengarn polos.Avram kembali terkekeh geli. “Biarkan saja mereka, ayo kita kembali ke bawah. Kamu juga harus segera tidur, ini sudah larut.”“Iya, tapi ... Elin belum makan, Pa.”“Nanti kalau mereka sudah selesai, mungkin akan terasa lapar. Alan bisa bantu Elin ambil
Sepasang insan sekarang sedang duduk di tepian ranjang sambil saling lirik. Mereka adalah sepasang pengantin baru yang baru saja sah setelah acara ijab qabul beberapa jam lalu. Alano dan Elina, mereka duduk dengan sudut mata sama-sama melirik satu sama lain.Alano pun menghela napas pelan. Dia nampaknya cukup bingung harus melakukan apa setelah ini. Lavira dan Avram tadi sempat menggoda dirinya. Alano si kaku, dia tak pernah memiliki kekasih. Dia tak tahu cara berhubungan dengan perempuan, tetapi dia adalah pria normal dan tak sepolos Avram dulu. Alano sudah dewasa, sehingga dia tahu kegiatan apa biasa dilakukan sepasang pengantin baru.Hanya saja, masalahnya sekarang adalah mereka pribadi. Alano dan Elina terbilang menikah tanpa ada kata cinta. Mereka hanya saling merasa nyaman satu sama lain untuk saat ini. Elina pun tertarik kepada Alano karena ketampanan pria itu, dan tentunya merasa nyaman. Elina sejujurnya tak paham dengan perasaannya sendiri, setiap kali melihat dan berdekatan
Elina menatap ke samping, di mana kedua orang tuanya berada. Dia tak menyangka jika dirinya benar-benar akan segera menikah dengan Alano. Kemarin-kemarin dia masih berpikir jika Alano hanya bercanda. Sampai akhirnya satu minggu kemudian kedua orang tua Elina datang ke Indonesia dan mengatakan jika mereka senang tahu Elina akan menikah dengan Alano.Elina meminta pernikahan ini tak usah ada pesta sebelum dirinya wisuda. Sebab dia tak ingin diserbu oleh para fans Alano selama di kampus. Hal itu akhirnya dituruti oleh Alano. Akhirnya mereka hanya akan mengadakan ijab qabul saja dulu, sebelum nanti mengadakan pesta mewah setelah Elina benar-benar wisuda.“Kami keluar dulu, Sayang. Nanti akan Mama jemput kalau sudah selesai.”“Iya, Ma,” sahut Elina sambil menarik napas.Cklek ...“Astaga, sahabatkuu ini. Kau menikungkuu!”Elina terkejut ketika tiba-tiba Mei masuk ke dalam ruangan tempatnya menunggu, Mei berteriak. Hari ijab qabul yang begitu tiba-tiba. Tak hanya mengejutkan Elina, tentu sa
Elina menatap Lavira yang terlihat begitu antusias memperlihatkan berbagai macam bentuk mode gedung pernikahan. Perempuan itu masih tak paham dengan keadaan tiba-tiba ini. Baru tadi Alano mengatakan dia akan mengurus pernikaha, pria itu sudah memberitahu Lavira dan Avram. Sekarang Lavira nampak sangat semangat memperlihatkan berbagai macam dekorasi gedung pernikahan.“Kamu suka yang ini? Ini cantik juga, astaga, jadi bingung,” celoteh Lavira.“M-maaf, Tante. Ini beneran bakalan nikah?”Lavira menoleh dan menatap Elina yang nampak sangat bingung. Perempuan itu terkekeh, dia melirik Alano di samping Avram. Dua pria itu juga berada di sana, mereka duduk tak jauh dari tempat Lavira serta Elina berada. Kini mereka berempat sedang berada di sofa ruangan keluarga mansion Dakasa, setelah tadi Elina sudah sempat diajak makan malam oleh Alano.“Kamu tidak bilang lebih jelas sama, Elin, No? Dia kebingungan loh, ini,” ucap Lavira kepada Alano.“Udah, Ma. Dia mau.”“Masa iya, terus kenapa dia nany
“Kata orang-orang, dia itu psikopat. Jadi dia suka bunuh orang, aku ngeri kalau nanti menikah dengannya ... pas aku lagi tidur, malah dicekik dan mati.”Alano menatap Elina yang melanjutkan kalimatnya. Dia berdeham sambil tertawa kecil mendengar kalimat takut Elina. “Kalau memang begitu, seharusnya kau sedari tadi sudah aku cekik dan mati,” cetus Alano santai.Kalimat Alano itu membuat Elina terdiam. Perempuan itu kembali menggeliat pelan, sampai kelopak matanya bergerak pelan pula. Kening Elina berkerut ketika dia berniat membuka mata. Dengan mata sedikit memicing, akhirnya kini dua bola mata itu terbuka. Elina menatap sekitar sambil menggeliat, sampai pergerakannya terhenti ketika melihat paha seseorang tepat di samping tubuhnya.Mengikuti paha tersebut, Elina mendongak sampai akhirnya kedua bola matanya menangkap wajah tampan seseorang. Saat dua pasang bola mata itu beradu pandang, tepat ketika itu pula Elina melotot. Dia melotot karena terkejut melihat wajah tampan Alano di saat d
“Kami senang, akhirnya sekarang bisa tenang melepas Elin di Indonesia. Kemarin kami risau, masalahnya Elin keras ingin berkuliah di Indonesia, padahal kami belum bisa kembali ke sana. Akhirnya kalian bertemu lagi, kami senang. Maaf karena tidak memberitahu lebih cepat, sebab kemampuan kami yang serba terbatas.”Suara seorang perempuan dewasa di layar ponsel milik Avram terdengar. Ada sepasang suami istri di sana sedang berbicara dengan Lavira. Mereka adalah kedua orang tua Elina. Sesuai kalimat Alano tadi, mereka akan menghubungi kedua orang tua Elina. Akhirnya setelah sekian lama, mereka kembali bisa berkomunikasi. Orang tua Elina meminta maaf karena tidak bisa memberitahukan keberaaan Elina nan masih selamat dari kejadian kebakaran kala itu.“Tidak masalah, Kak. Kami mengerti, bukan salah kalian juga. Kalian juga sudah berusaha menghubungi, kami senang sekarang bisa melihat Elin lagi. Dia masih sama, tumbuh semakin cantik, dan gadis polos nan cerewet,” terang Lavira dengan nada rama
Rasanya Alano tak terlalu lama beraktivitas di dalam kamar mandi. Namun, ketika dia keluar, Alano sudah menemukan Elina terbaring di atas tepian ranjangnya. Sebelah kaki perempuan itu terjuntai dengan kedua mata tertutup. Hembusan napas perempuan polos itu terlihat tenang dan teratur, itu pertanda jika dia sedang tidur.Hanya beberapa menit ditinggal mandi. Elina tertidur di atas ranjang Alano, mungkin sudah terlalu lelah. Biasanya perempuan itu akan tidur siang jika pulang dari kampus. Hari ini kegiatannya terasa padat, pergi ke mansion Alano dengan segera alasan untuk melarikan diri. Apalagi setelah semua rencana dan alasannya gagal, perempuan itu bercerita cukup lama dengan Lavira. Sampai akhirnya masuk ke dalam kamar Alano dan diajak jahil oleh si pemilik kamar.“Dia benar-benar masih sama, suka tidur sembarangan. Kalau bergerak sedikit, dia bisa jatuh.” Alano menatap tubuh Elina yang memang begitu mepet di tepian ranjang.Perlahan pria itu menarik pinggang Elina, kemudian mengang
Elina duduk kaku di tepian ranjang kamar Alano. Setelah tadi sempat berbincang sebentar dengan Lavira. Akhirnya kini Elina berada di kamar Alano. Pria itu katanya sedang menyelesaikan pekerjaan di ruangan kerjanya di mansion tersebut. Lavira malah menyuruh Elina menunggu Alano di dalam kamar pria itu.“Aduh, aku harus apa sekarang? Masa aku harus berbaring di sini? Kalau nanti Pak Alan marah bagaimana?”Meski Lavira yang menyuruh Elina untuk menunggu di dalam kamar tersebut. Tetap saja Elina merasa tak enak jika harus tidur di kamar seorang pria. Apalagi pria itu adalah dosennya sendiri. Pergerakan Elina bahkan cukup terbatas. Sejujurnya dia penasaran ingin melihat-lihat isi kamar Alano, tetapi dia takut jika nanti Alano keburu kembali ke dalam kamar.“Emm, itu apa?” Elina melihat sebuah lemari dan terfokus kepada sebuah kotak kecil tanpa penutup di dalam lemari tersebut.Elina melangkah mendekat ke arah lemari dengan wajah penasarannya. Dia memicingkan mata sambil meraih sebuah kotak