Avram mengusap kepala Lavira yang sedang berbaring di depan tubuhnya dengan posisi setengah bersandar. Saat ini mereka sedang berada di dalam kamar dan Lavira sibuk menatap layar televisi. Avram pun sengaja tak ke ruangan kerjanya karena ingin menemani sang istri. Padahal tadi Lavira sudah menyuruh Avram untuk menyelesaikan pekerjaannya. Namun, Avram tak ingin, dia malah tak bersedia melepaskan tubuh sang istri.“Sayang.”Lavira menggerakkan lehernya ketika mendengar suara berat Avram memanggilnya. Dia mendongak dan menatap wajah tampan sang suami dari bawah. “Iya, Pa. Kenapa? Mau ke ruangan kerja, pergi saja, nanti aku menyusul.”“Tidak,” balas Avram singkat. “Gadis kecil tadi, kamu suka dia?”Lavira mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Avram. “Maksud Papa, Elina?”Avram mengangguk. “Iya, kamu suka dia?”Lavira masih heran dengan pertanyaan Avram. “Yah, aku suka dia. Dia gadis kecil yang cantik, imut, manis dan asik juga. Aku rasa, para pecinta anak kecil, tak ada yang tak akan
“Ayo, Pa. Aku ingin beltemu dengan Bang Alan.”“Aku juga, Pa. Mama kenapa masih di sana, sih? Kita bisa terlambat.”Dua anak laki-laki berumur tiga tahun bergerak tak sabar ingin segera masuk ke dalam mobil. Mereka baru saja keluar dari pesawat, entah dari mana dan sekarang ada di bandara di Jakarta. Rino pun terkekeh melihat Cinta yang menggeleng gemas melihat sepasang anak kembar mereka tersebut. Yah, dua anak laki-laki berumur tiga tahun itu adalah anak Rino dan Cinta. Mereka terbilang cukup terlambat menikah, tetapi langsung dikarunia dua anak tampan sekaligus.“Sabar, Sayang. Bang Alan juga pasti menunggu kalian di mansion,” tutur Cinta lembut.“Lagi pula dia belum tahu kalau kita pulang hari ini,” tambah Rino.Sepasang anak kembar tersebut menatap Rino dengan wajah polos mereka. “Kenapa dia tidak tahu, Papa tidak kasih tahu?” tanya Raga, si kembar pertama.“Tidak, Papa sengaja tidak beritahu, supaya jadi kejutan untuk mereka.”“Jadi, Aunty dan Uncle juga tidak tahu?” tanya Raga
Sepasang insan kini sedang berada di ruangan utama mansion Dakasa. Seperti niat awal Lavira tadi, dia kembali ke sana dengan membawa minuman serta makanan. Mulai dari cemilan dan segala hal yang disukai oleh Lavira ataupun dua pria tampan berbeda generasi tersebut.“Ternyata Elin juga suka sekali dengan kripik balado, ya. Seleranya sama seperti Alan,” cetus Lavira kepada Elina.“Kak Alan juga suka kripik balado?” tanya Elina.“Iya, suka sekali. Kamu, loh, kecil-kecil begini ternyata kuat makan makanan pedas juga, ya,” tutur Lavira terkekeh gemas.Avram pun ikut terkekeh sambil menatap wajah imut Elina. Alano sendiri diam dengan kripik balado di tangannya. Elina sendiri duduk tepat di samping Alano. Sehingga kini dua anak kecil itu terlihat sama-sama sibuk dengan kripik balado di tangan masing-masing. Elina meletakkan bungkus kripik balado itu dan berniat mengambil satu bungkus yang tersisa di atas meja.Sett ...Pergerakan mereka di sana terhenti ketika tangan Alano dan Elina sama-sam
Rino menatap Avram yang sedang menahan tawa. Ekspresi pria itu masih terlihat cukup datar. Hal itu malah semakin membuat Rino merasa kesal. Setelah mendengar kalimat Elina masalah bapak si kembar yang seharusnya ada dua, Avram malah merasa geli sendiri membayangkannya. Cinta sendiri hanya meringis kecil sambil melirik sang suami.“Bapaknya hanya satu, Elin. Eh, Tante ada oleh-oleh dari Bali. Pa, mana?” Cinta sengaja mencari topik lain dan mendekat ke arah Rino. Perempuan itu mengambil beberapa paperbag dari tangan Rino dan duduk di atas sofa sambil mengajak Elina.“Apa dapat jatah oleh-oleh itu?” tanya Elina dengan wajah polosnya.“Tentu saja, semua yang ada di sini dapat jatah. “Sebentar, kebetulan sekali kemarin Tante iseng beli bandana. Niatnya, sih buat pajangan karena saking pengennya anak perempuan. Ternyata ada kamu, jadi bandananya buat kamu saja. Ah, ini dia, bandana indah yang cantiik untuk si cantik jugaa!”Lavira mendekat dan tersenyum lebar melihat bandana tersebut. Sebag
Avram menatap wajah murung sang istri yang sudah beberapa hari ini dilihatnya. Pria itu menarik napas pelan sembari berjalan ke arah Lavira berada. Avram baru saja pulang dari kantor, dan dia mendapati Lavira sedang termenung di sofa ruangan tamu sendirian. Pandangan mata Lavira terlihat kosong dan Avram sangat membenci ekspresi murung itu.“Sayang.”Suara berat Avram seakan tak berpengaruh. Lavira masih diam, mungkin perempuan itu tak mendengar Avram memanggilnya. Dia juga terlihat belum sadar jika sang suami sudah pulang.Avram kembali menarik napas, dia akhirnya duduk tepat di samping sang istri. Perlahan Avram mengusap puncak kepala Lavira. Tepat ketika itu, baru Lavira tersadar, dia sempat terkejut dan menoleh ke samping. Avram memberikan senyum menghangatkan itu.“Eh, Papa kapan datang?” tanya Lavira terkejut sudah melihat keberadaan suaminya di sana.Avram tersenyum. “Baru saja, Sayang. Sudah makan siang?”“Belum, ayo kita makan siang. Aku sudah menunggu Papa pulang. Alan masih
Hampir satu bulan lamanya Avram berusaha mencari keberadaan Elina dan keluarganya. Namun, tak ada hasil apa-apa, bahkan sampai sekarang mereka pun masih berada di Singapura. Lavira mendongak dan mencoba tersenyum, dia menatap sang suami yang menatapnya sendu.“Ayo kita kembali ke Indonesia, Pa.”Avram terdiam, dia menatap wajah sang istri dengan ekspresi merasa bersalah. Avram kali ini tak mampu membuat Lavira mendapatkan apa yang dia inginkan. Satu bulan kurang sedikit, mereka menetap di Singapura untuk mencari Elina, bahkan sampai kasus kebakaran beberapa gedung itu ditutup pemerintahan Singapura. Sampai itu pula, Elina masih belum ditemukan.Menyesakkannya, bahkan mayat Elina dan keluarganya pun tak ditemukan. Hal itu membuat Lavira menjadi terus merasakan harap-harap cemas. Dengan tidak adanya mayat Elina, membuat Lavira masih berharap jika gadis kecil nan manis itu masih hidup. Namun, nyatanya kekuasaan besar Avram pun tak berhasil menemukan Elina.Pemerintahan Singapura menutup
Alano keluar dari dalam mobilnya dengan wajah datar. Seperti biasa, pria itu memang turunan Avram. Berwajah datar, bermata tajam dan begitu dingin. Dia pun terkenal dengan dosen killer di kampus tersebut. Alano, pria berumur 26 tahun itu sedari kecil memang memiliki cita-cita menjadi dosen. Namun, karena dia adalah seorang anak tunggal, harus tetap mengambil alih perusahaan Dakasa. Bukan berarti dengan menjadi pemimpin kantor, cita-cita Alano menjadi terhenti. Dengan kejeniusannya, Alano malah diminta pihak kampus terbaik di kota Jakarta untuk menjadi dosen pada bagian bisnis. Ketampanan seorang Alano membuat para mahasiswi selalu dibuat merana. Mereka semua hanya bisa menikmati ketampanan itu dari kejauhan. Bagaimana dingin dan mengerikannya Alano di saat mengajar, membuat para mahasiswa ataupun mahasiswi tak berani mengusik. Bahkan sekadar untuk menyapa Alano, mereka semua berpikir dua kali. “Astaga, dia keren sekali.” “Mata tajamnya itu malah membuatku meleleh, astaga!” “Ya amp
Alano menatap pintu sebuah kelas dengan wajah datarnya. Mata tajam itu menatap lurus sekelompok mahasiswa di luar kelas. Hari ini pertama kalinya dia masuk ke dalam kelas berbeda. Melihat dari jauh saja, sudah jelas para mahasiswa tingkat akhir tersebut memang banyak tingkah.Kedatangan Alano membuat mereka semua menatap pria itu. Tanpa banyak kata-kata Alano langsung masuk ke dalam ruangan kelas. Tentu saja hal itu membuat mereka saling tatap heran. Pasalnya dosen mereka untuk mata kuliah kali ini berbeda dari dosen biasanya.“Heh, jadi ada dosen baru?” cibir seorang pria.“Dia dosen muda yang selalu jadi idola para mahasiwi, Bos.”Pria tadi menoleh dengan wajah sinisnya dan senyum miring. “Cih, modal tampang, doang. Bagus dia ke sini, si tua bangka itu rupanya sudah tak berani ke sini. Sekarang kita dapat mainan baru.”“Tapi beritanya dia killer, Bos.”“Cuih! Killer? Aku yang akan memberi dia pengajaran apa itu arti killer yang sebenarnya,” cibir laki-laki itu.Mereka bergerak masuk
“Makan yang banyak, kamu tadi malam juga tidak makan, ‘kan? Banyak-banyak lauknya, ini, kamu suka ini.” Lavira memberikan sepotong ikan bakar kepada Elina. Elina terkekeh menatap Lavira yang begitu perhatian. “Makasih, Ma. Mama juga makan yang banyak, biar nanti kita sama-sama bulet, hehe.” Lavira ikut tertawa mendengar kalimat menantunya. Dia tak menyangka jika gadis kecil yang bertahun-tahun dia cari, akhirnya sekarang berada di depannya. Meski Elina belum mengingat siapa Alano dan keluarga, setidaknya sekarang Elina sudah menjadi istri Alano. Hal itu membuat Lavira merasa lebih tenang, dia juga tak menuntut Elina untuk mengingat dirinya. Seperti ini saja sudah membuat Lavira merasa senang. Sett ... Elina terkejut ketika tiba-tiba Alano memberikan secentong sayur brokoli di atas nasinya. Elina menoleh dan menatap Alano dengan wajah polos. Alano sendiri nampak santai, terus menyuap makanannya dengan ekspresi datar seperti biasa. Lavira tersenyum menatap itu, dia merasa senang keti
“Ini masuknya ke mana?”“Aku juga tidak tahu.”“Makanya lebih tarik, lebarkan sedikit lagi.”“Sudah tidak bisa ini, Mas.”Lavira dan Avram saling tatap tepat di depan pintu kamar Alano. Kamar yang mulai hari itu akan dihuni pula oleh Elina. Setelah tadi sepasang pengantin baru itu meminta izin untuk ke kamar lebih dulu. Lavira ingin menyusul dan mengantarkan makanan untuk Elina, sebab setahunya Elina belum makan malam.Namun, siapa sangka niat mereka malah mendapatkan perkata-perkataan demikian. Lavira tersenyum, dia berfikir hal yang diinginkannya. Kegiatan malam pertama para pengantin baru pada umumnya. Avram pun menatap senyum sang istri, dia terkekeh kecil.“Mereka akan kasih kita cucu ‘kan, Pa?” tanya Lavira cukup terdengarn polos.Avram kembali terkekeh geli. “Biarkan saja mereka, ayo kita kembali ke bawah. Kamu juga harus segera tidur, ini sudah larut.”“Iya, tapi ... Elin belum makan, Pa.”“Nanti kalau mereka sudah selesai, mungkin akan terasa lapar. Alan bisa bantu Elin ambil
Sepasang insan sekarang sedang duduk di tepian ranjang sambil saling lirik. Mereka adalah sepasang pengantin baru yang baru saja sah setelah acara ijab qabul beberapa jam lalu. Alano dan Elina, mereka duduk dengan sudut mata sama-sama melirik satu sama lain.Alano pun menghela napas pelan. Dia nampaknya cukup bingung harus melakukan apa setelah ini. Lavira dan Avram tadi sempat menggoda dirinya. Alano si kaku, dia tak pernah memiliki kekasih. Dia tak tahu cara berhubungan dengan perempuan, tetapi dia adalah pria normal dan tak sepolos Avram dulu. Alano sudah dewasa, sehingga dia tahu kegiatan apa biasa dilakukan sepasang pengantin baru.Hanya saja, masalahnya sekarang adalah mereka pribadi. Alano dan Elina terbilang menikah tanpa ada kata cinta. Mereka hanya saling merasa nyaman satu sama lain untuk saat ini. Elina pun tertarik kepada Alano karena ketampanan pria itu, dan tentunya merasa nyaman. Elina sejujurnya tak paham dengan perasaannya sendiri, setiap kali melihat dan berdekatan
Elina menatap ke samping, di mana kedua orang tuanya berada. Dia tak menyangka jika dirinya benar-benar akan segera menikah dengan Alano. Kemarin-kemarin dia masih berpikir jika Alano hanya bercanda. Sampai akhirnya satu minggu kemudian kedua orang tua Elina datang ke Indonesia dan mengatakan jika mereka senang tahu Elina akan menikah dengan Alano.Elina meminta pernikahan ini tak usah ada pesta sebelum dirinya wisuda. Sebab dia tak ingin diserbu oleh para fans Alano selama di kampus. Hal itu akhirnya dituruti oleh Alano. Akhirnya mereka hanya akan mengadakan ijab qabul saja dulu, sebelum nanti mengadakan pesta mewah setelah Elina benar-benar wisuda.“Kami keluar dulu, Sayang. Nanti akan Mama jemput kalau sudah selesai.”“Iya, Ma,” sahut Elina sambil menarik napas.Cklek ...“Astaga, sahabatkuu ini. Kau menikungkuu!”Elina terkejut ketika tiba-tiba Mei masuk ke dalam ruangan tempatnya menunggu, Mei berteriak. Hari ijab qabul yang begitu tiba-tiba. Tak hanya mengejutkan Elina, tentu sa
Elina menatap Lavira yang terlihat begitu antusias memperlihatkan berbagai macam bentuk mode gedung pernikahan. Perempuan itu masih tak paham dengan keadaan tiba-tiba ini. Baru tadi Alano mengatakan dia akan mengurus pernikaha, pria itu sudah memberitahu Lavira dan Avram. Sekarang Lavira nampak sangat semangat memperlihatkan berbagai macam dekorasi gedung pernikahan.“Kamu suka yang ini? Ini cantik juga, astaga, jadi bingung,” celoteh Lavira.“M-maaf, Tante. Ini beneran bakalan nikah?”Lavira menoleh dan menatap Elina yang nampak sangat bingung. Perempuan itu terkekeh, dia melirik Alano di samping Avram. Dua pria itu juga berada di sana, mereka duduk tak jauh dari tempat Lavira serta Elina berada. Kini mereka berempat sedang berada di sofa ruangan keluarga mansion Dakasa, setelah tadi Elina sudah sempat diajak makan malam oleh Alano.“Kamu tidak bilang lebih jelas sama, Elin, No? Dia kebingungan loh, ini,” ucap Lavira kepada Alano.“Udah, Ma. Dia mau.”“Masa iya, terus kenapa dia nany
“Kata orang-orang, dia itu psikopat. Jadi dia suka bunuh orang, aku ngeri kalau nanti menikah dengannya ... pas aku lagi tidur, malah dicekik dan mati.”Alano menatap Elina yang melanjutkan kalimatnya. Dia berdeham sambil tertawa kecil mendengar kalimat takut Elina. “Kalau memang begitu, seharusnya kau sedari tadi sudah aku cekik dan mati,” cetus Alano santai.Kalimat Alano itu membuat Elina terdiam. Perempuan itu kembali menggeliat pelan, sampai kelopak matanya bergerak pelan pula. Kening Elina berkerut ketika dia berniat membuka mata. Dengan mata sedikit memicing, akhirnya kini dua bola mata itu terbuka. Elina menatap sekitar sambil menggeliat, sampai pergerakannya terhenti ketika melihat paha seseorang tepat di samping tubuhnya.Mengikuti paha tersebut, Elina mendongak sampai akhirnya kedua bola matanya menangkap wajah tampan seseorang. Saat dua pasang bola mata itu beradu pandang, tepat ketika itu pula Elina melotot. Dia melotot karena terkejut melihat wajah tampan Alano di saat d
“Kami senang, akhirnya sekarang bisa tenang melepas Elin di Indonesia. Kemarin kami risau, masalahnya Elin keras ingin berkuliah di Indonesia, padahal kami belum bisa kembali ke sana. Akhirnya kalian bertemu lagi, kami senang. Maaf karena tidak memberitahu lebih cepat, sebab kemampuan kami yang serba terbatas.”Suara seorang perempuan dewasa di layar ponsel milik Avram terdengar. Ada sepasang suami istri di sana sedang berbicara dengan Lavira. Mereka adalah kedua orang tua Elina. Sesuai kalimat Alano tadi, mereka akan menghubungi kedua orang tua Elina. Akhirnya setelah sekian lama, mereka kembali bisa berkomunikasi. Orang tua Elina meminta maaf karena tidak bisa memberitahukan keberaaan Elina nan masih selamat dari kejadian kebakaran kala itu.“Tidak masalah, Kak. Kami mengerti, bukan salah kalian juga. Kalian juga sudah berusaha menghubungi, kami senang sekarang bisa melihat Elin lagi. Dia masih sama, tumbuh semakin cantik, dan gadis polos nan cerewet,” terang Lavira dengan nada rama
Rasanya Alano tak terlalu lama beraktivitas di dalam kamar mandi. Namun, ketika dia keluar, Alano sudah menemukan Elina terbaring di atas tepian ranjangnya. Sebelah kaki perempuan itu terjuntai dengan kedua mata tertutup. Hembusan napas perempuan polos itu terlihat tenang dan teratur, itu pertanda jika dia sedang tidur.Hanya beberapa menit ditinggal mandi. Elina tertidur di atas ranjang Alano, mungkin sudah terlalu lelah. Biasanya perempuan itu akan tidur siang jika pulang dari kampus. Hari ini kegiatannya terasa padat, pergi ke mansion Alano dengan segera alasan untuk melarikan diri. Apalagi setelah semua rencana dan alasannya gagal, perempuan itu bercerita cukup lama dengan Lavira. Sampai akhirnya masuk ke dalam kamar Alano dan diajak jahil oleh si pemilik kamar.“Dia benar-benar masih sama, suka tidur sembarangan. Kalau bergerak sedikit, dia bisa jatuh.” Alano menatap tubuh Elina yang memang begitu mepet di tepian ranjang.Perlahan pria itu menarik pinggang Elina, kemudian mengang
Elina duduk kaku di tepian ranjang kamar Alano. Setelah tadi sempat berbincang sebentar dengan Lavira. Akhirnya kini Elina berada di kamar Alano. Pria itu katanya sedang menyelesaikan pekerjaan di ruangan kerjanya di mansion tersebut. Lavira malah menyuruh Elina menunggu Alano di dalam kamar pria itu.“Aduh, aku harus apa sekarang? Masa aku harus berbaring di sini? Kalau nanti Pak Alan marah bagaimana?”Meski Lavira yang menyuruh Elina untuk menunggu di dalam kamar tersebut. Tetap saja Elina merasa tak enak jika harus tidur di kamar seorang pria. Apalagi pria itu adalah dosennya sendiri. Pergerakan Elina bahkan cukup terbatas. Sejujurnya dia penasaran ingin melihat-lihat isi kamar Alano, tetapi dia takut jika nanti Alano keburu kembali ke dalam kamar.“Emm, itu apa?” Elina melihat sebuah lemari dan terfokus kepada sebuah kotak kecil tanpa penutup di dalam lemari tersebut.Elina melangkah mendekat ke arah lemari dengan wajah penasarannya. Dia memicingkan mata sambil meraih sebuah kotak