Avram terlihat sangat kacau, sedari tadi dia menunggu ruangan operasi sang istri terbuka. Sudah berapa jam pria itu menunggu di sana, membuat Avram semakin tak tenang. Wajah pria itu sembab, sebab sedari tadi menangis tanpa suara. Rino pun tak dapat berkata-kata, dia hanya bisa menghela napas sambil melirik Avram dari samping.“Aku harus ke mansion, Alan katanya mulai mengamuk,” ucap Rino kepada Avram.Avram tersadar, dia menoleh menggerakkan lehernya menatap Rino dengan wajah sangat kacau. Dia melupakan sang putra yang juga pasti sedang menunggu-nunggu kedatangan sang ibunda. Sedari pulang sekolah tadi, Alano terus bertanya kenapa Lavira tak ada. Sampai sekarang Alano belum diberitahu tentang keadaan ibunya di rumah sakit sedang berada di ambang kematian.“Pergilah, bawa dia ke sini setelah aku kabari,” cetus Avram.Rino diam beberapa detik sambil menatap Avram dengan wajah ragu. Pria itu ragu jika harus meninggalkan sang sahabat sendirian di sana tanpa pengawasannya. Meski ada banya
Avram menatap kedatangan putranya dari tempat dirinya berada. Pria itu tak tahu harus mengahadapi Alano seperti apa. Dia juga tak tahu alasan apa yang diberitahukan oleh Rino kepada sang putra. Rino sengaja membawa Alano ke rumah sakit, meski operasi Lavira belum selesai.“Pa, apa benar Mama sedang istirahat di dalam?”Avram menatap Alano dengan wajah datar menahan sedih. Detik berikutnya dia melirik Rino yang hanya mengangguk pelan. Avram tak tahu apa yang diucapkan oleh sahabatnya itu kepada Alano, tetapi Avram hanya bisa mengikuti alur.“Iya, Mama lagi istirahat. Kamu duduklah, kita tunggu Mama keluar.”“Apa dia akan bawa adik keluar bersamanya?”Deg ...Avram terkejut, napasnya tercekat mendengar kalimat sang putra. Dia kembali menatap Rino yang terdiam di tempat. Rino hanya bisa menghela napas kali ini, dia juga bingung harus menjelaskannya seperti apa kepada Alano tentang sang adik malangnya.“Ekhm, kita lihat saja. Kamu sudah makan? Nanti Mama pasti tanya, dan kalau kamu belum
“Keadaan Nyonya masih belum stabil, Tuan. Untuk saat ini Nyonya membutuhkan bantuan alat-alat medis untuk tetap bisa bertahan. Kami akan terus berusaha supaya keadaan Nyonya membaik. Kami sudah berusaaha melakukan yang terbaik, keadaan organ dalam perut Nyonya sangat parah sehingga membuat paru-paru serta jantungnya cukup kesulitan berfungsi.” Nyawa Avram seakan ditarik paksa mendengar penjelasan dokter akan keadaan istrinya. Dia nampak kesulitan menopang tubuhnya. Sungguh keadaan Lavira yang seperti itu menjadi suatu hal mengerikan, sebuah mimpi buruk baginya. Namun, setidaknya masih ada sedikit kabar baik, sebab Lavira masih berusaha bertahan dengan keadaan parah seperti itu. “Lalu ... bagaimana dengan anak saya?” tanya Avram dengan suara mulai memelan. Pria itu melirik Alano yang kini sengaja diajak berbicara oleh Rino. Alano tak seharusnya mendengar percakapan tersebut. Para dokter yang ada dihadapan Avram terlihat cukup prihatin. Mereka seakan bisa merasakan berada di posisi pr
“Kenapa adik dikubur?”Avram dan Rino terdiam mendengar pertanyaan polos Alano. Mereka saat ini sedang berada di belakang mansion Dakasa. Baru saja selesai memakamkan anak kedua Avram yang belum sempat menghirup udara di dunia ini. Alano masih kecil, jadi dia belum terlalu mengerti serta tak paham dengan aksi mengubur orang meninggal. Apalagi Alano juga belum tahu jika sang adik sebenarnya sudah meninggal bahkan sebelum mereka saling bertatap muka.“Adik lebih memilih kembali ke syurga, Nak,” gumam Avram menahan air mata.Rino menarik napas dalam melihat Avram mulai kesulitan berbicara. Dia akhirnya menepuk pelan bahu Alano, berniat menarik perhatian keponakannya tersebut. “Mulai sekarang, kalau kamu ingin bertemu dengan adik, kamu boleh ke sini, bawa dia bercerita,” ucapnya.“Tapi kenapa? Padahal aku ingin melihat wajahnya, Uncle.”“Kita tidak bisa melihat wajahnya. Sekarang, adik kamu akan selalu tinggal di sini, bersama kamu juga di lingkungan mansion. Intinya, mulai sekarang kamu
Avram keluar dari dalam mobilnya setelah seorang pengawal membukan pintu mobil untuknya. Pria itu keluar dan melangkah dengan wajah begitu dingin. Mata Avram sangat tajam menarik perhatian semua orang yang ada di sekitar. Orang-orang langsung menyingkir, menjauh dari tempat Avram berada, merasa ngeri harus berdekatan dengan Avram.Cukup dengan melihat wajah Avram dan tatapan tajam itu saja. Sudah mampu membuat mereka semua merasa ketakutan. Aura di sekitar pun secara otomatis langsung berubah. Rino berada tepat di belakang Avram, tak kalah datar dan menatap semua orang dengan tampang dinginnya. Dua pria datar itu kini sudah berhasil membuat orang-orang merasa terintimidasi secara tak langsung.“Itu Tuan Dakasa, ada hal apa dia ke sini, ya?”“Iya, perusahaan tidak ada bekerjasama dengan perusahaan Dakasa.”“Apa jangan-jangan sekarang perusahaan sudah mendapat dukungan dari Dakasa?”“Tapi kenapa Tuan Dakasa seperti menahan amarah? Aurannya sangat dingin dan mencekam. Saya merasa merindi
Suara dingin Avram mengejutkan Mack. Pria paruh baya itu menoleh dan melotot ketika melihat wajah penguasa Dakasa tersebut. Melihat Avram masuk ke dalam ruangannya dengan para pengawal. Mack langsung bergerak cepat memasang tepat celananya. Perempuan yang tadi bermain panas dengannya pun langsung didorong pergi dari sana secara kasar.Jelas saja sekarang Mack masih begitu syok. Dia menerka-nerka kedatangan Avram ke sana dalam rangka apa. Pria itu berusaha terlihat masih biasa, berusaha terlihat tenang dalam kondisi jantung berdegup kencang.“Bangsat, tidak mungkin dia ke sini karena masalah kecelakaan tadi, ‘kan? Baru saja terjadi, bahkan aku juga sedang merayakannya. Masa sekarang sudah tau dalangnya adalah aku? Tidak mungkin secepat itu,” batin Mack tak percaya.“Hai, Tuan Dakasa. Kenapa Anda datang tanpa memberitahu terlebih dahulu? Suatu kehormatan besar bagi saya, Anda datang mengunjungi kantor saya yang tak seberapa ini. Silakan dud ....”Dor ...“Argggh!”Bruk ...Celotehan tak
Avram menatap wajah pucat sang istri dengan ekspresi sangat sedih. Dia terus menunduk dan sedari tadi tak mengeluarkan suara. Sudah hampir sepuluh menit dia berada di dalam ruangan sang istri, Avram masih diam. Tadi dia sempat membawa Alano masuk, Alano bercerita segala hal kepada Lavira, sedangkan dirinya seakan tak mampu.Avram menarik napas dalam sambil mendongak menahan rasa sesak di dadanya. Pergerakan Avram terus diperhatikan oleh Rino dan Alano di luar dinding kaca. Rino pun hanya bisa menarik napas melihat keterpurukan sang sahabat.“Uncle, kapan Mama akan bangun dan kembali cerita seperti biasanya?”Perhatian Rino teralihkan ketika mendengar kalimat Alano. Dia menunduk dan menatap Alano yang sedang duduk di kursi tungguh depan ruangan Lavira berada. Rino tersenyum tipis, dia sendiri tak tahu kapan Lavira akan kembali bangun, tetapi dia terus berdoa supaya perempuan yang sudah dia anggap adik itu segera siuman.“Kamu berdoa saja supaya mama kamu segera segar dan tidak lelah la
“Argghh!”Ctass ...“Hentikan, ini sakiiit! Arggh, shh, toloong!”Erangan dan teriakan seseorang menggema menciptakan kengerian. Belum lagi suara pecutan cambuk menyapa kulit manusia, semakin memberikan kesan horor dalam ruangan pengap tersebut. Ruangan pengap nan gelap, hanya ada remang-remang cahaya dari lampu gantung di sisi ruangan.“Ambilkan pisau, aku ingin menguliti kulit tangannya.”Tanpa banyak bertanya dan tak membantah. Seorang pengawal langsung bergerak mengambil pisau dan memberikan benda tersebut kepada Avram. Yah, Avram adalah orang yang menjadi salah-satu manusia di dalam ruangan gelap tersebut. Tentu saja dia menjadi pelaku penganiayaan di dalam ruangan tersebut, bisa ditebak mangsanya adalah Mack.“Tidak, jangan, jangaan! Berhenti, brengsek, kau manusia gila!” teriak Mack ketakutan.Avram menoleh dan menatap Mack sambil menyeringai iblis. “Kau tahu saya manusia gila, kenapa kau malah mencari masalah? Sesuai janji, kau akan saya buat menjadi korban paling mengenaskan
“Makan yang banyak, kamu tadi malam juga tidak makan, ‘kan? Banyak-banyak lauknya, ini, kamu suka ini.” Lavira memberikan sepotong ikan bakar kepada Elina. Elina terkekeh menatap Lavira yang begitu perhatian. “Makasih, Ma. Mama juga makan yang banyak, biar nanti kita sama-sama bulet, hehe.” Lavira ikut tertawa mendengar kalimat menantunya. Dia tak menyangka jika gadis kecil yang bertahun-tahun dia cari, akhirnya sekarang berada di depannya. Meski Elina belum mengingat siapa Alano dan keluarga, setidaknya sekarang Elina sudah menjadi istri Alano. Hal itu membuat Lavira merasa lebih tenang, dia juga tak menuntut Elina untuk mengingat dirinya. Seperti ini saja sudah membuat Lavira merasa senang. Sett ... Elina terkejut ketika tiba-tiba Alano memberikan secentong sayur brokoli di atas nasinya. Elina menoleh dan menatap Alano dengan wajah polos. Alano sendiri nampak santai, terus menyuap makanannya dengan ekspresi datar seperti biasa. Lavira tersenyum menatap itu, dia merasa senang keti
“Ini masuknya ke mana?”“Aku juga tidak tahu.”“Makanya lebih tarik, lebarkan sedikit lagi.”“Sudah tidak bisa ini, Mas.”Lavira dan Avram saling tatap tepat di depan pintu kamar Alano. Kamar yang mulai hari itu akan dihuni pula oleh Elina. Setelah tadi sepasang pengantin baru itu meminta izin untuk ke kamar lebih dulu. Lavira ingin menyusul dan mengantarkan makanan untuk Elina, sebab setahunya Elina belum makan malam.Namun, siapa sangka niat mereka malah mendapatkan perkata-perkataan demikian. Lavira tersenyum, dia berfikir hal yang diinginkannya. Kegiatan malam pertama para pengantin baru pada umumnya. Avram pun menatap senyum sang istri, dia terkekeh kecil.“Mereka akan kasih kita cucu ‘kan, Pa?” tanya Lavira cukup terdengarn polos.Avram kembali terkekeh geli. “Biarkan saja mereka, ayo kita kembali ke bawah. Kamu juga harus segera tidur, ini sudah larut.”“Iya, tapi ... Elin belum makan, Pa.”“Nanti kalau mereka sudah selesai, mungkin akan terasa lapar. Alan bisa bantu Elin ambil
Sepasang insan sekarang sedang duduk di tepian ranjang sambil saling lirik. Mereka adalah sepasang pengantin baru yang baru saja sah setelah acara ijab qabul beberapa jam lalu. Alano dan Elina, mereka duduk dengan sudut mata sama-sama melirik satu sama lain.Alano pun menghela napas pelan. Dia nampaknya cukup bingung harus melakukan apa setelah ini. Lavira dan Avram tadi sempat menggoda dirinya. Alano si kaku, dia tak pernah memiliki kekasih. Dia tak tahu cara berhubungan dengan perempuan, tetapi dia adalah pria normal dan tak sepolos Avram dulu. Alano sudah dewasa, sehingga dia tahu kegiatan apa biasa dilakukan sepasang pengantin baru.Hanya saja, masalahnya sekarang adalah mereka pribadi. Alano dan Elina terbilang menikah tanpa ada kata cinta. Mereka hanya saling merasa nyaman satu sama lain untuk saat ini. Elina pun tertarik kepada Alano karena ketampanan pria itu, dan tentunya merasa nyaman. Elina sejujurnya tak paham dengan perasaannya sendiri, setiap kali melihat dan berdekatan
Elina menatap ke samping, di mana kedua orang tuanya berada. Dia tak menyangka jika dirinya benar-benar akan segera menikah dengan Alano. Kemarin-kemarin dia masih berpikir jika Alano hanya bercanda. Sampai akhirnya satu minggu kemudian kedua orang tua Elina datang ke Indonesia dan mengatakan jika mereka senang tahu Elina akan menikah dengan Alano.Elina meminta pernikahan ini tak usah ada pesta sebelum dirinya wisuda. Sebab dia tak ingin diserbu oleh para fans Alano selama di kampus. Hal itu akhirnya dituruti oleh Alano. Akhirnya mereka hanya akan mengadakan ijab qabul saja dulu, sebelum nanti mengadakan pesta mewah setelah Elina benar-benar wisuda.“Kami keluar dulu, Sayang. Nanti akan Mama jemput kalau sudah selesai.”“Iya, Ma,” sahut Elina sambil menarik napas.Cklek ...“Astaga, sahabatkuu ini. Kau menikungkuu!”Elina terkejut ketika tiba-tiba Mei masuk ke dalam ruangan tempatnya menunggu, Mei berteriak. Hari ijab qabul yang begitu tiba-tiba. Tak hanya mengejutkan Elina, tentu sa
Elina menatap Lavira yang terlihat begitu antusias memperlihatkan berbagai macam bentuk mode gedung pernikahan. Perempuan itu masih tak paham dengan keadaan tiba-tiba ini. Baru tadi Alano mengatakan dia akan mengurus pernikaha, pria itu sudah memberitahu Lavira dan Avram. Sekarang Lavira nampak sangat semangat memperlihatkan berbagai macam dekorasi gedung pernikahan.“Kamu suka yang ini? Ini cantik juga, astaga, jadi bingung,” celoteh Lavira.“M-maaf, Tante. Ini beneran bakalan nikah?”Lavira menoleh dan menatap Elina yang nampak sangat bingung. Perempuan itu terkekeh, dia melirik Alano di samping Avram. Dua pria itu juga berada di sana, mereka duduk tak jauh dari tempat Lavira serta Elina berada. Kini mereka berempat sedang berada di sofa ruangan keluarga mansion Dakasa, setelah tadi Elina sudah sempat diajak makan malam oleh Alano.“Kamu tidak bilang lebih jelas sama, Elin, No? Dia kebingungan loh, ini,” ucap Lavira kepada Alano.“Udah, Ma. Dia mau.”“Masa iya, terus kenapa dia nany
“Kata orang-orang, dia itu psikopat. Jadi dia suka bunuh orang, aku ngeri kalau nanti menikah dengannya ... pas aku lagi tidur, malah dicekik dan mati.”Alano menatap Elina yang melanjutkan kalimatnya. Dia berdeham sambil tertawa kecil mendengar kalimat takut Elina. “Kalau memang begitu, seharusnya kau sedari tadi sudah aku cekik dan mati,” cetus Alano santai.Kalimat Alano itu membuat Elina terdiam. Perempuan itu kembali menggeliat pelan, sampai kelopak matanya bergerak pelan pula. Kening Elina berkerut ketika dia berniat membuka mata. Dengan mata sedikit memicing, akhirnya kini dua bola mata itu terbuka. Elina menatap sekitar sambil menggeliat, sampai pergerakannya terhenti ketika melihat paha seseorang tepat di samping tubuhnya.Mengikuti paha tersebut, Elina mendongak sampai akhirnya kedua bola matanya menangkap wajah tampan seseorang. Saat dua pasang bola mata itu beradu pandang, tepat ketika itu pula Elina melotot. Dia melotot karena terkejut melihat wajah tampan Alano di saat d
“Kami senang, akhirnya sekarang bisa tenang melepas Elin di Indonesia. Kemarin kami risau, masalahnya Elin keras ingin berkuliah di Indonesia, padahal kami belum bisa kembali ke sana. Akhirnya kalian bertemu lagi, kami senang. Maaf karena tidak memberitahu lebih cepat, sebab kemampuan kami yang serba terbatas.”Suara seorang perempuan dewasa di layar ponsel milik Avram terdengar. Ada sepasang suami istri di sana sedang berbicara dengan Lavira. Mereka adalah kedua orang tua Elina. Sesuai kalimat Alano tadi, mereka akan menghubungi kedua orang tua Elina. Akhirnya setelah sekian lama, mereka kembali bisa berkomunikasi. Orang tua Elina meminta maaf karena tidak bisa memberitahukan keberaaan Elina nan masih selamat dari kejadian kebakaran kala itu.“Tidak masalah, Kak. Kami mengerti, bukan salah kalian juga. Kalian juga sudah berusaha menghubungi, kami senang sekarang bisa melihat Elin lagi. Dia masih sama, tumbuh semakin cantik, dan gadis polos nan cerewet,” terang Lavira dengan nada rama
Rasanya Alano tak terlalu lama beraktivitas di dalam kamar mandi. Namun, ketika dia keluar, Alano sudah menemukan Elina terbaring di atas tepian ranjangnya. Sebelah kaki perempuan itu terjuntai dengan kedua mata tertutup. Hembusan napas perempuan polos itu terlihat tenang dan teratur, itu pertanda jika dia sedang tidur.Hanya beberapa menit ditinggal mandi. Elina tertidur di atas ranjang Alano, mungkin sudah terlalu lelah. Biasanya perempuan itu akan tidur siang jika pulang dari kampus. Hari ini kegiatannya terasa padat, pergi ke mansion Alano dengan segera alasan untuk melarikan diri. Apalagi setelah semua rencana dan alasannya gagal, perempuan itu bercerita cukup lama dengan Lavira. Sampai akhirnya masuk ke dalam kamar Alano dan diajak jahil oleh si pemilik kamar.“Dia benar-benar masih sama, suka tidur sembarangan. Kalau bergerak sedikit, dia bisa jatuh.” Alano menatap tubuh Elina yang memang begitu mepet di tepian ranjang.Perlahan pria itu menarik pinggang Elina, kemudian mengang
Elina duduk kaku di tepian ranjang kamar Alano. Setelah tadi sempat berbincang sebentar dengan Lavira. Akhirnya kini Elina berada di kamar Alano. Pria itu katanya sedang menyelesaikan pekerjaan di ruangan kerjanya di mansion tersebut. Lavira malah menyuruh Elina menunggu Alano di dalam kamar pria itu.“Aduh, aku harus apa sekarang? Masa aku harus berbaring di sini? Kalau nanti Pak Alan marah bagaimana?”Meski Lavira yang menyuruh Elina untuk menunggu di dalam kamar tersebut. Tetap saja Elina merasa tak enak jika harus tidur di kamar seorang pria. Apalagi pria itu adalah dosennya sendiri. Pergerakan Elina bahkan cukup terbatas. Sejujurnya dia penasaran ingin melihat-lihat isi kamar Alano, tetapi dia takut jika nanti Alano keburu kembali ke dalam kamar.“Emm, itu apa?” Elina melihat sebuah lemari dan terfokus kepada sebuah kotak kecil tanpa penutup di dalam lemari tersebut.Elina melangkah mendekat ke arah lemari dengan wajah penasarannya. Dia memicingkan mata sambil meraih sebuah kotak