Avram menatap wajah pucat sang istri dengan ekspresi sangat sedih. Dia terus menunduk dan sedari tadi tak mengeluarkan suara. Sudah hampir sepuluh menit dia berada di dalam ruangan sang istri, Avram masih diam. Tadi dia sempat membawa Alano masuk, Alano bercerita segala hal kepada Lavira, sedangkan dirinya seakan tak mampu.Avram menarik napas dalam sambil mendongak menahan rasa sesak di dadanya. Pergerakan Avram terus diperhatikan oleh Rino dan Alano di luar dinding kaca. Rino pun hanya bisa menarik napas melihat keterpurukan sang sahabat.“Uncle, kapan Mama akan bangun dan kembali cerita seperti biasanya?”Perhatian Rino teralihkan ketika mendengar kalimat Alano. Dia menunduk dan menatap Alano yang sedang duduk di kursi tungguh depan ruangan Lavira berada. Rino tersenyum tipis, dia sendiri tak tahu kapan Lavira akan kembali bangun, tetapi dia terus berdoa supaya perempuan yang sudah dia anggap adik itu segera siuman.“Kamu berdoa saja supaya mama kamu segera segar dan tidak lelah la
“Argghh!”Ctass ...“Hentikan, ini sakiiit! Arggh, shh, toloong!”Erangan dan teriakan seseorang menggema menciptakan kengerian. Belum lagi suara pecutan cambuk menyapa kulit manusia, semakin memberikan kesan horor dalam ruangan pengap tersebut. Ruangan pengap nan gelap, hanya ada remang-remang cahaya dari lampu gantung di sisi ruangan.“Ambilkan pisau, aku ingin menguliti kulit tangannya.”Tanpa banyak bertanya dan tak membantah. Seorang pengawal langsung bergerak mengambil pisau dan memberikan benda tersebut kepada Avram. Yah, Avram adalah orang yang menjadi salah-satu manusia di dalam ruangan gelap tersebut. Tentu saja dia menjadi pelaku penganiayaan di dalam ruangan tersebut, bisa ditebak mangsanya adalah Mack.“Tidak, jangan, jangaan! Berhenti, brengsek, kau manusia gila!” teriak Mack ketakutan.Avram menoleh dan menatap Mack sambil menyeringai iblis. “Kau tahu saya manusia gila, kenapa kau malah mencari masalah? Sesuai janji, kau akan saya buat menjadi korban paling mengenaskan
Terhitung sudah satu bulan menjalani kehidupan tak bergairah. Avram sekarang melangkah dengan gerakan lunglai. Pria itu tak memperhatikan keadaan sekitar, bahkan dia melangkah tanpa memperhatikan jalanan. Orang-orang memilih untuk menghindar dari jalanan dari pada harus berurusan dengan Avram.Rino menatap langkah Avram dari depan pintu ruangan rawat Lavira. Dia baru saja melepaskan Alano pergi bersama Cinta, tunangannya. Avram sendiri baru kembali dari ruangan penyekapan Mack. Satu bulan lamanya, Avram benar-benar membuat Mack seakan berada di neraka. Dia tak pernah membiarkan Mack bernapas tenang, setiap hari menganiaya pria itu, tetapi Avram tidak membiarkan Mack mati.“Alan dari tadi menanyakan kamu, kenapa lama hari ini?” tanya Rino ketika Avram sudah berada di dekatnya.Avram yang berniat membuka pintu ruangan rawat Lavira, dia berhenti. Perlahan Avram menoleh ke arah sumber suara dan melihat Rino sedang duduk di kursi tunggu dengan satu laptop di tangannya. Selama satu bulan in
Alano terus tertawa nampak sangat senang bermain dengan gelembung sabun. Avram sendiri ikut senang melihat pergerakan putranya. Pria itu terus membuat gelembung sabun tanpa henti, sehingga keadaan taman rumah sakit itu terlihat sangat menarik bagi anak-anak. Hanya saja, para orang tua tentu tak membiarkan anak-anak mereka untuk mendekat bermain bersama. Siapa yang berani mendekat kepada Avram, pria terkenal haus darah.Tring ... tring ... tring ...Sedang asik bermain, suara dering telepon genggam Avram menarik perhatian. Pria itu menghentikan pergerakannya dan mengambil benda pipih di dalam saku celananya. Alano pun masih bermain dengan sisa gelembung sabun. Avram seendiri menatap layar ponselnya yang terukir nama Rino.“Heem.”“Lavira kejang, cepat naik ke atas!” Rino berteriak di balik telepon genggamnya, membuat Avram mematung di tempat.Tentu saja kalimat itu membuat Avram terdiam dengan wajah langsung memucat. “Jangan main-main, kau,” desis Avram mencoba untuk tak percaya.“Bren
“Nyonya Dakasa sudah melewati masa kritisnya, Tuan. Luka dalam dan luka luarnya sudah sama-sama hampir mengering. Mungkin karena itu pula keadaan Nyonya Dakasa sudah bisa melawan masa kritisnya. Setelah ini kami akan memindahkan Nyonya Dakasa ke ruangan utama yang sudah Anda pesan sebelumnya. Kami harap, maksimal lima jam ke depan, Nyonya Dakasa akan segera sadar.”Avram terdiam, dia tak dapat mengutarakan apa yang dia rasakan saat ini. Hatinya bercampur aduk, rasa senang, haru, dan sendu bercampur menjadi satu. Tentu saja Avram sangat merasa senang mendengar penjelasan dokter baru saja. Penantiannya selama satu bulan ini tak sia-sia, sang istri akhirnya sudah melewati masa kritisnya. Namun, tetap saja, Avram belum akan bisa tenang sebelum melihat kedua bola mata indah milik sang istri.“Jadi apa intinya sekarang istri saya sudah baik-baik saja? Sudah aman dan tidak akan ada kemungkinan terburuk lagi?” tanya Avram.“Melihat dari keadaan dan kondisi fisik Nyonya Dakasa saat ini, semuan
Avram menatap wajah istrinya yang kini masih menutup mata. Namun, setidaknya melihat keadaan Lavira tak perlu menggunakan alat pembantu berlebihan, sudah cukup membuat Avram tenang. Kini mereka hanya perlu menunggu waktu Lavira siuman. Sudah hampir tiga jam Avram terus membuka matanya menatap wajah cantik sang istri, seakan dia tak ingin terlambat menyaksikan Lavira menggerakkan kelopak mata.Intinya sekarang dia tidak menyangka jika bisikan sang putra bisa membuat Lavira kembali normal. Akan tetapi, Avram yakin jika Lavira sedari awal memang sudah mendengarkan segala hal yang mereka bicarakan. Hanya saja mungkin kini perempuan sudah lebih kuat untuk melawan rasa sakitnya di alam bawah sadar. Lavira benar-benar berjuang, demi anak dan suaminya. Andai posisi Lavira masih seperti dulu, tiada yang menyayanginya, mungkin perempuan itu akan memilih untuk menyerah.“Kakek sudah makan?” Alano bertanya kepada Farhan, sang kakek.Farhan, pria paruh baya itu memang berada di sana, dia setiap ha
“Sekitar satu jam lagi, kami akan kembali ke sini untuk pengecekan kedua, Tuan. Untuk sekarang, Nyonya mohon jangan diajak berkomunikasi berlebihan. Dia harus menyimpan cukup tenaga, sebab pasti masih lemas.”“Saya paham.” Avram menyahut sambil mengusap telapak tangan Lavira yang belum mengeluarkan suaranya. Nampaknya apa yang dikatakan oleh dokter benar, Lavira terlihat masih begitu letih.“Kalau begitu kami permisi, Tuan.”“Bagaimana dengan makanan istri saya? Dia lemas, bukannya ini harus diberi makan supaya lebih cepat pulih?” tanya Avram dengan suara datarnya.“Benar, Tuan. Luka di perut Nyonya sudah cukup kering, jadi dia sudah bisa mengkonsumsi makanan. Tapi tetap harus sesuai dengan takaran kami, ya, Tuan. Kami sudah memesankan makanan untuk Nyonya Dakasa, sebentar lagi akan sampai.”“Baik.”“Kalau begitu kami permisi, Tuan, Nyonya.”“Dokter.”Suara pelan nan begitu lemas menghentikan pergerakan para tenaga medis. Mereka menoleh dan melihat Lavira, sebab Lavira orang yang baru
“Maaf, Sayang.”Lavira mengangkat kepalanya dan menatap Avram sambil menggeleng pelan. Wajah Lavira sudah basah karena menangis. Mendengar penjelasan dokter perihal keadaan dirinya dan juga bayi di dalam perutnya ketika dia dibawa ke rumah sakit. Lavira tak menyangka jika dia akan kehilangan bayi kecilnya yang bahkan belum sempat menghirup oksigen di dunia ini. “Ini bukan salah kamu, Pa. Tapi ini salah aku, aku yang tidak becus menjaga anak kita. Aku yang harus disalahkan dari kasus ini. Seharusnya anak kita yang tetap hidup, seharusnya ak ....”“Ssttt.”Avram langsung menyela kalimat Lavira dengan meletakkan jari telunjuknya di depan bibir perempuan pucat tersebut. Luka di wajah Lavira sudah kering, tetapi masih cukup berbekas. Kini Avram nampak semakin sakit mendengar kalimat istrinya. Dia sama sekali tak menyalahkan Lavira, menurutnya ini semua malah kesalahannya yang gagal dan lalai mengamankan istri serta calon bayi mereka.“Kamu sama sekali tidak salah di sini, Sayang. Jangan b
“Makan yang banyak, kamu tadi malam juga tidak makan, ‘kan? Banyak-banyak lauknya, ini, kamu suka ini.” Lavira memberikan sepotong ikan bakar kepada Elina. Elina terkekeh menatap Lavira yang begitu perhatian. “Makasih, Ma. Mama juga makan yang banyak, biar nanti kita sama-sama bulet, hehe.” Lavira ikut tertawa mendengar kalimat menantunya. Dia tak menyangka jika gadis kecil yang bertahun-tahun dia cari, akhirnya sekarang berada di depannya. Meski Elina belum mengingat siapa Alano dan keluarga, setidaknya sekarang Elina sudah menjadi istri Alano. Hal itu membuat Lavira merasa lebih tenang, dia juga tak menuntut Elina untuk mengingat dirinya. Seperti ini saja sudah membuat Lavira merasa senang. Sett ... Elina terkejut ketika tiba-tiba Alano memberikan secentong sayur brokoli di atas nasinya. Elina menoleh dan menatap Alano dengan wajah polos. Alano sendiri nampak santai, terus menyuap makanannya dengan ekspresi datar seperti biasa. Lavira tersenyum menatap itu, dia merasa senang keti
“Ini masuknya ke mana?”“Aku juga tidak tahu.”“Makanya lebih tarik, lebarkan sedikit lagi.”“Sudah tidak bisa ini, Mas.”Lavira dan Avram saling tatap tepat di depan pintu kamar Alano. Kamar yang mulai hari itu akan dihuni pula oleh Elina. Setelah tadi sepasang pengantin baru itu meminta izin untuk ke kamar lebih dulu. Lavira ingin menyusul dan mengantarkan makanan untuk Elina, sebab setahunya Elina belum makan malam.Namun, siapa sangka niat mereka malah mendapatkan perkata-perkataan demikian. Lavira tersenyum, dia berfikir hal yang diinginkannya. Kegiatan malam pertama para pengantin baru pada umumnya. Avram pun menatap senyum sang istri, dia terkekeh kecil.“Mereka akan kasih kita cucu ‘kan, Pa?” tanya Lavira cukup terdengarn polos.Avram kembali terkekeh geli. “Biarkan saja mereka, ayo kita kembali ke bawah. Kamu juga harus segera tidur, ini sudah larut.”“Iya, tapi ... Elin belum makan, Pa.”“Nanti kalau mereka sudah selesai, mungkin akan terasa lapar. Alan bisa bantu Elin ambil
Sepasang insan sekarang sedang duduk di tepian ranjang sambil saling lirik. Mereka adalah sepasang pengantin baru yang baru saja sah setelah acara ijab qabul beberapa jam lalu. Alano dan Elina, mereka duduk dengan sudut mata sama-sama melirik satu sama lain.Alano pun menghela napas pelan. Dia nampaknya cukup bingung harus melakukan apa setelah ini. Lavira dan Avram tadi sempat menggoda dirinya. Alano si kaku, dia tak pernah memiliki kekasih. Dia tak tahu cara berhubungan dengan perempuan, tetapi dia adalah pria normal dan tak sepolos Avram dulu. Alano sudah dewasa, sehingga dia tahu kegiatan apa biasa dilakukan sepasang pengantin baru.Hanya saja, masalahnya sekarang adalah mereka pribadi. Alano dan Elina terbilang menikah tanpa ada kata cinta. Mereka hanya saling merasa nyaman satu sama lain untuk saat ini. Elina pun tertarik kepada Alano karena ketampanan pria itu, dan tentunya merasa nyaman. Elina sejujurnya tak paham dengan perasaannya sendiri, setiap kali melihat dan berdekatan
Elina menatap ke samping, di mana kedua orang tuanya berada. Dia tak menyangka jika dirinya benar-benar akan segera menikah dengan Alano. Kemarin-kemarin dia masih berpikir jika Alano hanya bercanda. Sampai akhirnya satu minggu kemudian kedua orang tua Elina datang ke Indonesia dan mengatakan jika mereka senang tahu Elina akan menikah dengan Alano.Elina meminta pernikahan ini tak usah ada pesta sebelum dirinya wisuda. Sebab dia tak ingin diserbu oleh para fans Alano selama di kampus. Hal itu akhirnya dituruti oleh Alano. Akhirnya mereka hanya akan mengadakan ijab qabul saja dulu, sebelum nanti mengadakan pesta mewah setelah Elina benar-benar wisuda.“Kami keluar dulu, Sayang. Nanti akan Mama jemput kalau sudah selesai.”“Iya, Ma,” sahut Elina sambil menarik napas.Cklek ...“Astaga, sahabatkuu ini. Kau menikungkuu!”Elina terkejut ketika tiba-tiba Mei masuk ke dalam ruangan tempatnya menunggu, Mei berteriak. Hari ijab qabul yang begitu tiba-tiba. Tak hanya mengejutkan Elina, tentu sa
Elina menatap Lavira yang terlihat begitu antusias memperlihatkan berbagai macam bentuk mode gedung pernikahan. Perempuan itu masih tak paham dengan keadaan tiba-tiba ini. Baru tadi Alano mengatakan dia akan mengurus pernikaha, pria itu sudah memberitahu Lavira dan Avram. Sekarang Lavira nampak sangat semangat memperlihatkan berbagai macam dekorasi gedung pernikahan.“Kamu suka yang ini? Ini cantik juga, astaga, jadi bingung,” celoteh Lavira.“M-maaf, Tante. Ini beneran bakalan nikah?”Lavira menoleh dan menatap Elina yang nampak sangat bingung. Perempuan itu terkekeh, dia melirik Alano di samping Avram. Dua pria itu juga berada di sana, mereka duduk tak jauh dari tempat Lavira serta Elina berada. Kini mereka berempat sedang berada di sofa ruangan keluarga mansion Dakasa, setelah tadi Elina sudah sempat diajak makan malam oleh Alano.“Kamu tidak bilang lebih jelas sama, Elin, No? Dia kebingungan loh, ini,” ucap Lavira kepada Alano.“Udah, Ma. Dia mau.”“Masa iya, terus kenapa dia nany
“Kata orang-orang, dia itu psikopat. Jadi dia suka bunuh orang, aku ngeri kalau nanti menikah dengannya ... pas aku lagi tidur, malah dicekik dan mati.”Alano menatap Elina yang melanjutkan kalimatnya. Dia berdeham sambil tertawa kecil mendengar kalimat takut Elina. “Kalau memang begitu, seharusnya kau sedari tadi sudah aku cekik dan mati,” cetus Alano santai.Kalimat Alano itu membuat Elina terdiam. Perempuan itu kembali menggeliat pelan, sampai kelopak matanya bergerak pelan pula. Kening Elina berkerut ketika dia berniat membuka mata. Dengan mata sedikit memicing, akhirnya kini dua bola mata itu terbuka. Elina menatap sekitar sambil menggeliat, sampai pergerakannya terhenti ketika melihat paha seseorang tepat di samping tubuhnya.Mengikuti paha tersebut, Elina mendongak sampai akhirnya kedua bola matanya menangkap wajah tampan seseorang. Saat dua pasang bola mata itu beradu pandang, tepat ketika itu pula Elina melotot. Dia melotot karena terkejut melihat wajah tampan Alano di saat d
“Kami senang, akhirnya sekarang bisa tenang melepas Elin di Indonesia. Kemarin kami risau, masalahnya Elin keras ingin berkuliah di Indonesia, padahal kami belum bisa kembali ke sana. Akhirnya kalian bertemu lagi, kami senang. Maaf karena tidak memberitahu lebih cepat, sebab kemampuan kami yang serba terbatas.”Suara seorang perempuan dewasa di layar ponsel milik Avram terdengar. Ada sepasang suami istri di sana sedang berbicara dengan Lavira. Mereka adalah kedua orang tua Elina. Sesuai kalimat Alano tadi, mereka akan menghubungi kedua orang tua Elina. Akhirnya setelah sekian lama, mereka kembali bisa berkomunikasi. Orang tua Elina meminta maaf karena tidak bisa memberitahukan keberaaan Elina nan masih selamat dari kejadian kebakaran kala itu.“Tidak masalah, Kak. Kami mengerti, bukan salah kalian juga. Kalian juga sudah berusaha menghubungi, kami senang sekarang bisa melihat Elin lagi. Dia masih sama, tumbuh semakin cantik, dan gadis polos nan cerewet,” terang Lavira dengan nada rama
Rasanya Alano tak terlalu lama beraktivitas di dalam kamar mandi. Namun, ketika dia keluar, Alano sudah menemukan Elina terbaring di atas tepian ranjangnya. Sebelah kaki perempuan itu terjuntai dengan kedua mata tertutup. Hembusan napas perempuan polos itu terlihat tenang dan teratur, itu pertanda jika dia sedang tidur.Hanya beberapa menit ditinggal mandi. Elina tertidur di atas ranjang Alano, mungkin sudah terlalu lelah. Biasanya perempuan itu akan tidur siang jika pulang dari kampus. Hari ini kegiatannya terasa padat, pergi ke mansion Alano dengan segera alasan untuk melarikan diri. Apalagi setelah semua rencana dan alasannya gagal, perempuan itu bercerita cukup lama dengan Lavira. Sampai akhirnya masuk ke dalam kamar Alano dan diajak jahil oleh si pemilik kamar.“Dia benar-benar masih sama, suka tidur sembarangan. Kalau bergerak sedikit, dia bisa jatuh.” Alano menatap tubuh Elina yang memang begitu mepet di tepian ranjang.Perlahan pria itu menarik pinggang Elina, kemudian mengang
Elina duduk kaku di tepian ranjang kamar Alano. Setelah tadi sempat berbincang sebentar dengan Lavira. Akhirnya kini Elina berada di kamar Alano. Pria itu katanya sedang menyelesaikan pekerjaan di ruangan kerjanya di mansion tersebut. Lavira malah menyuruh Elina menunggu Alano di dalam kamar pria itu.“Aduh, aku harus apa sekarang? Masa aku harus berbaring di sini? Kalau nanti Pak Alan marah bagaimana?”Meski Lavira yang menyuruh Elina untuk menunggu di dalam kamar tersebut. Tetap saja Elina merasa tak enak jika harus tidur di kamar seorang pria. Apalagi pria itu adalah dosennya sendiri. Pergerakan Elina bahkan cukup terbatas. Sejujurnya dia penasaran ingin melihat-lihat isi kamar Alano, tetapi dia takut jika nanti Alano keburu kembali ke dalam kamar.“Emm, itu apa?” Elina melihat sebuah lemari dan terfokus kepada sebuah kotak kecil tanpa penutup di dalam lemari tersebut.Elina melangkah mendekat ke arah lemari dengan wajah penasarannya. Dia memicingkan mata sambil meraih sebuah kotak