Beranda / Romansa / Istri Ke-4 Tuan Tanah / Menerimamu apa adanya

Share

Menerimamu apa adanya

Penulis: Jenang gula
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Lek Tejo menarik tali, tiga kuda itu pun berhenti, dan dia tersenyum sambil menoleh ke dalam. “Tidak biasa Aden mengajak saya ke pasar? Bukankah kita sudah punya pelayan yang belanja?” tanyanya.

Prapto tersenyum juga, “Ada yang harus kubeli dan rasanya pelayan itu juga tidak akan mengerti dengan yang kumaksudkan. Lek Tejo, mau ikut?” tawarnya.

“Tidak, Aden Prapto. Biar aku di sini saja.” Lek Tejo memilih untuk membeli kopi dan makan gorengan di warung depan pasar. Bertemu dengan kusir lain, menceritakan banyak hal mengenai kuda dan pakannya, cukup lama hingga kopi di depannya tinggal separuh pendek.

“Ayo!” Prapto yang tahu di mana warung yang dituju lek Tejo tadi, mengejutkan lek Tejo yang masih seru.

“Mari!” lek Tejo pamit ke semua kusir di sana dan membayar apa yang sudah masuk perut. “Sudah ketemu, Aden?” tanyanya sembari naik ke kemudi dokar.

Prapto terkekeh, “Sudah. Oiya, apa selama ini Lek Tejo tidak pernah bertemu dengan mbok Jum? Apa dia juga tidak pernah ke pasar?”

“Tidak. Pe
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Cahyaningsih Nuri
lanjut..seru, sll ditunggu aden prapto
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Tidak suka melihatmu

    Prapto terkekeh. Dia sedang menikmati lintingan tembakau buatannya sendiri di teras. Sumi mendekat dengan putranya, Prapto segera mematikan lintingan tembakau itu dan berdiri, “Tole sayang, nyari Romo, ya?” meminta putranya dari tangan Sumi.“Dari mana kamu, Kakang?” tanya Sumi sambil duduk di sebelah Prapto. Semarah apa, tak bisa dia terus memusuhi Prapto.“Aku nyari angin, sudah dapat ya pulang, kenapa?” Prapto tak menoleh ke Sumi, terus menimang putranya yang mulai digendong dengan posisi duduk.“Dia nangis terus, nyari kamu, tadi waktu pulang juga kamu tidak langsung masuk, dia tak mau diam.” Sumi mengambil minuman di meja untuk membasahi tenggorokannya.Prapto tertawa, “Dia memang putraku, mana mungkin tenang kalau Romonya tidak di rumah, hm?!” Sumi hanya mengangguk samar, “Oiya, aku besok ke pasar, kamu mau ikut?” tanya Prapto, dia yakin Sumi bosan di rumah.Sumi tersenyum, “Kalau memang boleh, aku akan ke pasar, sepertinya Tole harus membeli surjan baru.”“Belikan juga dia kalu

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Tamu tak diundang

    Tahu kalau semua jagung sudah masuk ke dokar, pekerja juga sudah berkemas, Ratih pun menjawab ucapan Prapto, “Matur nuwun, Mas Prapto. Tapi kurasa tidak usah. Apa yang Mas Prapto beri sudah lebih dari cukup. Aku pulang dulu. Ayo!” Ratih menoleh ke pekerjanya, mengangguk agar cepat memutar dokar dan pulang.Prapto dengan cepat menahan tangan Ratih, memandang dengan tatapan penuh pertanyaan, Ratih seolah angkuh, tak sedikit pun memperlihatkan perasaan yang sama dengan yang tengah dia rasakan selama ini.Ratih menoleh ke Bima, “Ayo lita pulang, Bima. Ibu dan bapak sudah menungguku. Maaf, Mas Prapto. Aku harus segera pulang setelah jagung ini habis.”“Kau mau pulang tanpa membawa uang?” tanya Prapto.“Ladang yang kamu belikan untukku, cukup untuk menghidup ibu dan juga bapak, matur nuwun.” Ratih menyatukan tangan untuk berterima kasih.“Kau sangat tahu apa maksudku, Ratih.” Prapto tak paham dengan Ratih.“Aku harus segera pulang, Mas.” Ratih melepas cengkeraman Prapto dan segera ke dokar

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Sambaran petir

    Sumi sedang menggendong putranya saat ini. “Kakang, mau ke mana?” tanyanya heran. Sepulang dari pasar, Prapto langsung mandi, bahkan saat ini sedang mencukur kumis itu agar lebih tipis.Prapto yang melihat Sumi dari pantulan cermin, tersenyum, “Tidak. Aku hanya gatal. Setelah makan siang nanti aku mau istirahat, kan tidak ada pekerjaan di ladang.” Prapto berbalik ke Sumi, “Biar dia bersamaku, siapkan saja makan siangnya.”Sumi mengangguk. Dia ke dapur untuk melihat para pelayan. “Apa ada kelapa muda? Aku tidak mau putraku merengek karena tidak ada buah itu.” tanya Sumi. Memang putranya sangat menggemari air kelapa muda dan dia pun selalu memberikannya di siang hari jika terus rewel.“Masih di kandang, Ndoro Sumi. Mungkin masih dikupas.” Jawab salah satu pelayan.Sumi langsung ke kandang, sebentar lagi makan siang, dia tak ingin menunggu lama. Di kandang, dia hanya melihat satu pekerja, mungkin karena yang lain sedang merumput, “Kamu sakit?”Pekerja pria itu menjingkat, “Ngapunten, Ndo

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Menyusu dengan lapar

    Sumi menangis, memeluk putranya, ketakutannya sangat besar. Ratih di rumah ini, bisa saja wanita jahat itu meminta kembali putra kesayangannya ini. Untung putranya masih tidur, jadi dia tak membutuhkan seorang pun untuk membantunya. Pintu terbuka, langkah kaki terdengar mendekat, dan Sumi semakin mengeratkan pelukan.Prapto duduk tepat di sebelah Sumi, menghela napas, “Bukan aku yang jahat, tapi putra kita sering rewel, aku tak tega melihatmu seperti itu.”“Lalu?” Sumi segera menoleh, “Kakang, mau mengembalikan putraku? Mengambil putraku dari pangkuanku sendiri?” menggeleng dengan cepat.“Tidak, Sumi.” Prapto memeluk Sumi, mengusap punggung Sumi, tak suka melihat istrinya menangis seperti ini, “Ratih berbeda denganmu, bagaimana kalau dia menjadi pengasuh di sini? Dia tetap putra kita, tapi setidaknya putra kita tak akan rewel lagi. Kupastikan Ratih tak akan berani mengambil putra kita lagi.”Sumi tak menjawab, dia ingin marah, tapi tak berdaya. Saat Prapto mengurai pelukan, “Beri aku

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Menikahlah denganku

    Sumi dan Prapto se-dokar, mereka akan ke pasar, “Kenapa Ratih pulang? Dia tidak tahan menjadi babu di sini?”Prapto terkekeh, “Tidak, dia hanya pamit ke ibu dan bapak. Kamu sudah mencatat semua yang harus kita beli?”Sumi mengangguk, dia memang akan belanja untuk keperluan putranya, Prapto mengajak syukuran minggu depan.Ratih... turun dari dokar. Dia ingin segera pamit dan kembali agar tetap bisa melihat putranya nanti malam, tapi Bima malah menyambutnya di teras. “Kamu di sini?” tanya Ratih. Bapak dan ibunya juga ikut menyambut, sepertinya Bima bertamu tadi.“Iya, biasanya tiga hari ibumu menyewa cokar kami, hari ini malah tidak ada pekerja yang datang. Kupikir kamu sakit atau apa pun. Dari mana?” tanya Bima setelah ibu dan bapak Ratih masuk rumah.“Aku dari rumah mas Prapto, kami—““Kau kembali padanya? Setelah semua ini?” Bima menyela ucapan Ratih yang belum selesai, “Setelah semua harga dirimu diinjak-injak? Apa yang kamu harapkan dari kang Prapto, Ratih?” Bima tidak terima.Rati

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Ketahuan Prapto

    Ratih diam sepanjang perjalanan. Bibirnya tertutup rapat. Sebuah kalimat yang terlalu lama ingin dia dengar dan kini semua seolah terlalu terlambat.“Ndoro Ratih.” Panggil pekerja pria yang mengusiri dokar Ratih.Ratih tersadar dari lamunan. Hampir senja saat dia sampai rumah besar ini, tanpa dia sangka, semua perjalanan datang terlalu cepat, “Tolong, bawakan ini, Pak.” Pintanya karena semua baju itu terlalu banyak. Dia sendiri juga membawa satu buntalan cukup besar, berjalan pelan menuju ke kamar yang kini ditinggali putranya. Ada kamar kecil di sana, dulu itu kamar Siti, dan sekarang dialah yang harus tinggal di sana.“Kamu lama sekali?” Sumi yang tahu Ratih sudah kembali, segera datang, putranya yang dia gendong tak mau diam dari tadi, dan dia tak peduli dengan Ratih yang mungkin lelah, segera menyerahkan putranya yang rewel itu.“Inggih, Mbak Sumi. Ibu sama bapak mengajak makan dulu tadi.” Dusta Ratih, dia menimang putranya, seperti memiliki sihir, putranya malah tersenyum sambil

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Mulai gila

    ***Ratih kaget. Segera bangun untuk duduk saat merasakan tubuhnya terguncang cukup keras.“Kau tidur di sini semalaman?” tanya Sumi. Dia baru saja bangun, berniat memandikan putranya sebelum sarapan dimulai.Ratih mengangguk, “Aku hanya menjaganya dengan baik.”Sumi mengangguk, “Mandilah. Aku tidak mau putraku dirawat oleh orang yang kotor.”Ratih pun segera beranjak ke kamarnya. Semalam dia memang tak berniat pergi. Setelah ketahuan Prapto dan tak ada sepatah kata pun, Ratih semakin enggan meninggalkan putranya di sini sendiri. Ratih mandi dengan cepat, kembali ke kamar putranya, ternyata Sumi baru saja selesai memandikan, “Butuh sesuatu?” tanya Ratih.Sumi menggeleng, “Bantu saja pelayan di dapur. Sebentar lagi kita sarapan. Banyak pekerjaan hari ini, Iis dan Fitri akan ke sini, apa kau lupa?”Ratih tersenyum, “Tidak, Mbak.” Ratih mengekor Sumi, membiarkan Sumi menuju ke kamar Prapto, sedangkan dirinya ke dapur untuk melihat persiapan sarapan. Setelah semuanya siap, “Biar aku saja

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Perkelahian panas

    Bima semakin tak suka. Toh! Anak Ratih sudah dia gendong, Bima semakin tak segan mengambil belati yang dia simpan di lipatan jarit yang dia kenakan. Menghunus dengan pasti ke perut Sumi, “Seperti itu juga sakit yang dirasakan Ratih.” Mata Bima merah menyala, dia puas setelah membalaskan dendam Ratih.Tubuh Sumi kaku, dia tak berani bergerak, rasanya sangat luar biasa perutnya ini.“Mbak Sumi!” Ratih mendorong Bima, tak peduli dengan putranya karena yakin Bima menggendongnya erat, tapi Sumi? “Mbak Sumi? Mbak Sumi?” memeluk Sumi erat, dibantu untuk duduk di jalan. Orang juga mulai berkerumun dan Ratih semakin ketakutan.Sumi terus menekan perutnya, “Jaga putraku, Ratih.”Ratih menggeleng, “Jangan berkata apa pun lagi, Mbak.” Ratih menggeletakkan Sumi di tanah, “Bantu aku!” teriaknya ke semua orang. Saat semua orang menggendong Sumi, Ratih mendekat ke Bima dan meminta putranya, “Jangan pernah kau berani mendekatiku lagi.” Peringatkan itu sangat keras, dia juga mengacungkan telunjuk ke Bi

Bab terbaru

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Lembaran baru - END - EPILOG

    Hampir tengah malam. Prapto masih duduk di ruang tengah. Dia baru saja ke luar dari kamar putranya, Ratih belum pulang, Prapto akan menunggu sampai istrinya itu tiba di rumah. Bukankah Ratih sudah berjanji tak akan menginap? Kini angannya jadi melayang... “Apa yang kamu lakukan di sini? Aku tidak mau sampai istrimu tahu.” “Biar saja dia tahu. Bukankah kita sama-sama tahu kalau aku tak pernah menyukai istriku sepenuhnya? Pernikahan ini hasil perjodohan dan kedatanganmu di sini seolah memberiku puas akan dahaga.” “Jangan pernah mengatakan itu.” “Apa yang salah? Aku sudah pernah melakukannya, kau juga, apa salah kalau kita mencoba memuaskan hasrat kita selama ini?” “Aku tidak mau membuat dosa.” “Anggap saja ini hadiah yang bisa kuberikan. Aku janji hanya sekali. Tak ada esok hari. Hanya ini yang bisa kuberikan padamu, Jum.” Rayuan yang begitu memabukkan, mbok Jum muda pun terbuai, dia membiarkan setiap jengkal kulit disentuh oleh sang mantap, dan sungguh, kenikmatan itu tiada tara.

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Apa kau mencintai?

    Mbok Jum terkekeh, “Semua orang memusuhiku.”“Tidak ada yang berlaku seperti itu, Mbok Jum. Semua karena perasaanmu saja karena yang sebenarnya terjadi adalah semua orang butuh waktu untuk menenangkan diri saat hatinya merasa tak baik.” Ratih baru saja selesai makan, dia berdiri karena ingin melakukan banyak hal untuk hari ini, “Jangan banyak memaksa. Setelah waktu yang dibutuhkan tercukupi, semua orang akan menyambutmu sehangat dulu.” Ratih tersenyum, menunduk hormat ke mbok Jum, dan beranjak dari ruang makan. Dia ke halaman, tahu kalau Prapto pasti sibuk, dia tak ingin putranya mengganggu pekerjaan Prapto. Tepat saat dokar berhenti di halaman, Ratih mendekati Prapto dan meminta putranya, tak menunggu siapa tamu itu, dia segera masuk kembali meski hanya bersembunyi di belakang pintu utama. Dokar yang datang adalah milik Prapto. Bisa dipastikan Siti yang ada di dalamnya.Prapto tetap duduk. Dia bahkan mulai meramu lintingan tembakau untuk dinikmati. Lek Tejo yang terus mendekat ke dok

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Nasi jadi bubur

    “Ya?!” Prapto berteriak dari kamar mandi. Dia sedang membersihkan tubuhnya. Berharap dengan begitu lelah yang dia rasa akan hilang.Ratih menghela napas menyadari Prapto tak pergi jauh, “Aku membuatkanmu minuman, Mas.” Ratih mendekat, bahkan hampir menempelkan tubuhnya ke pintu kamar mandi.“Aku selesai sebentar lagi, Ratih. Letakkan saja di sana.” Prapto kembali melanjutkan mandinya saat Ratih tak lagi bertanya.Menuju ke almari, Ratih segera mencari surjan dan jarit yang pasti akan pas dikenakan oleh Prapto, tepat dengan suaminya yang baru saja ke luar dari kamar mandi. “Sarapan di dapur hampir siap, Mas.” Ratih mendekat untuk mengambil handuk basah. Menyampirkan agar tak membuat tempat lain menjadi lembab.Prapto mengangguk, “Kau tidak ke kamarmu sendiri? Kupikir anak kita akan mencarimu.” Prapto mulai membuat simpul untuk jarit yang dia kenakan.Ratih menggeleng, “Tidak, Mas. Aku sedang mengandung. Sebisa mungkin aku tak menyusui putra kita. Mas, mau kusiapkan makan di kamar atau

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Satu sisi

    Sudah senja, mbok Jum heran karena pintunya diketuk dari luar, tak pernah ada tamu di jam seperti ini. Dia tetap melangkah ke luar, tersenyum saat melihat siapa yang mengejutkan dirinya, “Apa yang membawamu ke sini, Tejo?” Mbok Jum membuka pintu rumahnya sangat lebar, tapi lek Tejo malah memilih duduk di teras, mbok Jum juga tak mau memaksa lek Tejo untuk masuk.“Siapkan barangmu. Prapto ingin kamu menginap di sana untuk beberapa hari.” Lek Tejo tak menoleh, dia memilih menatap rimbunnya pohon yang mulai gelap, biar cahaya lampu minyak tak mampu membuat halaman luas ini menjadi terang.Mbok Jum terkekeh, “Ada apa? Prapto sudah menemukan Siti?”Barulah lek Tejo menoleh, menatap mbok Jum tajam, gigi menguning hasil dari kinang itu membuatnya jijik. “Baru kali ini kau berani mengatakan nama putri yang kau sembunyikan, kenapa? Kau takut aku memberi tahu Prapto dan membunuh putrimu?” Lek Tejo tak menyangka kalau mbok Jum tetap saja menjadi wanita yang licik.“Apa Prapto sudah berhasil memb

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Kenyataan tak diinginkan

    Pekerja pria itu tersenyum getir, “Memang sangat menyakitkan, Aden Prapto.”Tanpa banyak bicara, Prapto memukuli pekerja itu hingga babak belur, dia melakukannya hingga puas. Setelah pria dengan tubuh lunglai seperti seonggok baju kotor, Prapto melepas dengan setengah melempar begitu saja, tak peduli jika napas pekerja itu sebentar lagi akan melayang. “Kau tak menghalangiku?” Prapto terkekeh, “Bukankah dia kekasihmu?” Siti masih menangis sambil duduk di tanah dan Prapto tak juga merasa kasihan.Siti menggeleng, “Aku hanya ingin hidup, bukan berarti aku kekasihnya.”“Hahahaha.” Prapto berjalan mendekati Siti, “Kau pikir setelah menemukanmu aku akan melepaskanmu begitu saja?” Menggeleng sambil mencebikkan bibirnya, “Katakan, sebelum kematianmu datang, apa kau masih ingin bertemu dengan ibumu?” Prapto berjongkok tepat di depan Siti.“Apa yang membuatmu sebenci itu denganku?” Siti seperti menantang, tapi bukan itu yang dia luapkan, hanya penasaran kenapa Prapto tak pernah memberinya kesem

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Nama baik

    Prapto menghela napas panjang dan dalam, “Di mana tempatnya?” Tadi matahari belum muncul ke permukaan dan kini kepalanya malah pusing karena cukup terik. Prapto terus berjalan menyusuri sungai seperti yang diperintahkan oleh lek Tejo, meski tak menemukan apa pun, sudah kepalang basah. Dia tak ingin kembali dengan tangan kosong.Kakinya yang terlalu lelah, Prapto memilih untuk istirahat, duduk di batu besar, dan minum air sungai. “Di mana tempatnya? Kakiku mau copot.” Prapto menyandarkan punggung, hampir merebah untuk menghilangkan penat sambil menikmati semilir angin. Cukup menyegarkan hingga dirinya hampir saja tertidur. Untung tak sampai karena dia bangun saat mencium harum masakan rumah.Prapto membuka mata, menyapu seluruh sisi untuk mencari apa yang bisa dijadikan pertanda, hingga di kejauhan dia melihat asap. “Apa itu?” Prapto berdiri, “Tak ada pemukiman di sini, sepertinya memang itu.” Terkekeh, Prapto sedikit banyak mengenal daerah yang dia tapaki. Ini adalah tanah kelahiranny

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Menemuimu lagi

    Entah ini ketepatan yang bagaimana, baru saja Prapto turun dan pas sekali di acara ketemu kemanten, jadilah dia ikut mengiring meski bukan sanak kadang mempelai wanita. Seluruh prosesi yang biasa setiap orang hafal, Prapto melihatnya juga, dia pernah melewati yang seperti itu dengan ke tiga istrinya, tapi tidak dengan Ratih. Prapto menoleh ke Ratih, entah seperti apa perasaan istrinya melihat semua ini. Ternyata istri Bima sangat cantik, Ratih menoleh ke Prapto, bertemu tatap dengan pandangan sedih, Ratih malah tersenyum sambil mengusap lengan Prapto, “Ada apa, Mas?” “Pernikahan kita tak seramai ini. Ibu dan bapakmu menangis, kamu juga menangis, saat itu kita menikah dengan diri dipenuhi amarah, Ratih.” Penyesalan selalu datang belakangan. Andai Prapto tahu Ratih adalah satu-satunya wanita yang bisa memberinya anak, dia tak akan sejahat dulu, dan semua sudah terlambat untuk diulang. Ratih tersenyum lagi, “Tidak penting, Mas. Asal Mas tetap sebaik ini, aku tetap menerima semua dengan

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Membius setiap mata

    Prapto tertawa terbahak-bahak, dua wajah di depannya sangat tegang, “Mbok Minah, aku ingin kau menikah dengan lek Tejo.”“Aden?!” Lek Tejo tak bisa berkata-kata selain menegur Prapto.Minah malah lidahnya jadi kelu. Dia memang suka dengan lek Tejo, pria dewasa itu begitu baik, tapi dirinya ini? Ah! Sangat tidak pantas menjadi salah satu bagian dari juragan tanah seperti aden Prapto.Ratih malah lega, dia pikir Prapto terus membuat onar, ternyata dirinya salah. Ratih jadi berani ke luar, tersenyum ke tamunya, dan duduk di samping suaminya. “Ini jembelm siapa?” Ratih baru tahu ada makanan ini di meja.“Buatan saya, Ndoro Ratih.” Minah yakin makanan seperti itu akan membuat semua orang sakit perut.Ratih mengambilnya, mencicipinya, dan mengangguk ketika menemukan rasa yang enak sekali. “Mas Prapto benar, Mbok Minah menikah saja dengan Lek Tejo. Aku yakin, hubungan yang niatnya baik, pasti akan menjadi berkah.” Ratih mengambil jemblem itu lagi.Lek Tejo menghela napas, “Kalau ...kamu mau,

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Ingin meminangmu

    Prapto baru saja sampai rumah. Tak ada yang menyambutnya. “Ke mana Ratih?” Hanya pelayan yang mendekat dengan membawakan kopi.Pelayan itu meletakkan kopi yang dipegangnya, “Di kamar, Aden Prapto. Aden tole tadi menangis, mungkin sekarang sedang tidur. Njenengan mau makan dulu?”Prapto menggeleng, “Nanti saja. Pergilah.” Prapto menyandarkan punggung, setelah beberapa saat membiarkan otot agak lemas, Prapto menikmati kopi yang manisnya pas. Baru saja ingin bersantai, tangisan putranya membuat mengerut keheranan, “Katanya tidur, kenapa nangis?” Prapto berdiri. Dia segera mendatangi putranya, siapa tahu Ratih membutuhkan bantuannya untuk menenangkan si tole.Prapto heran, tak ada Ratih di sana, hanya putranya yang digendong oleh pelayan pribadi Ratih, “Kau sendiri?”“Aden Prapto? Kapan Aden Prapto datang?” Pelayan itu terus menimang balita, hingga saat Prapto meminta, dengan hati-hati memberikannya.Prapto mengerutkan kening, “Pertanyaanmu aneh. Di mana Ratih?”“Ndoro Ratih sedang buang

DMCA.com Protection Status