Gadis itu memejamkan matanya merasakan deru nafas sang suami yang menerpa telinganya. Dengan posisi telungkup seperti itu, Santi tidak bisa melakukan pergerakan dengan leluasa.Dia hanya bisa pasrah saat Bima mengecup leher belakangnya sehingga membuat bulu kuduknya meremang. Satu tangannya masih berada di bagian dada, menyusup di balik baju dan meremas salah satu kebanggaannya."Aku suka aroma tubuhmu!" Bima menurunkan resleting yang ada di punggung Santi secara perlahan.Punggung mulus itu terpampang nyata dan dengan sentuhan lembut jarinya, Bima membuat Santi merasa tergelitik. Tubuhnya menggeliat seiring dengan gerakan jari Bima."Emmhhh, Pak! Geli!!" protes Santi."Hemmm?" Bima hanya berdehem sambil menurunkan baju Santi hingga terlihat seluruh punggungnya.Kecupan demi kecupan diterima Santi di setiap inchi kulitnya hingga tanpa terasa tali yang menyangga benda padat itu sudah tidak pada tempatnya. Kait belakangnya sudah terlepas sehingga kecupan Bima menyeluruh ke bagian pungg
Bima terkejut mendengar panggilan yang tertuju untuknya itu. Wajahnya mendadak merona dan tak bisa menggoda istrinya lagi.“Kenapa malah diam saja sih, Pak?” tanya Santi mulai kesal. Namun kemudian dia menangkap sinyal lain dari suaminya itu. “Ahhh, aku tahu kenapa kamu jadi seperti itu. Apa kamu merasa malu, Sayang?”Santi membalikkan posisi sehingga berada di atas Bima. Wajah merona itu makin terlihat jelas meskipun hanya dilihat sekilas saja. Seringaian Santi mulai muncul, ada niat untuk membalas perlakuan Bima yang tadi mempermainkannya.“Kamu terlihat tampan kalau sedang malu begitu, Sayang ..” bisiknya di telinga sang suami sambil memasukkan senjata suaminya ke dalam miliknya.“Aahhh, kamu!” Bima dibuat terkejut oleh kelakuan istrinya. “Kenapa jadi aku yang merasa jadi korban di sini?” racaunya seiring dengan gerakan Santi di atasnya.Desahan demi desahan terlontar dari bibir keduanya sampai terdengar ke luar kamar dimana ada Aldo sedang menonton televisi. Tadinya dia ingin meri
Mata Santi membulat sempurna melihat sang suami dibawa oleh wanita lain di depan matanya. Secara efektif dia langsung berdiri dan memisahkan keduanya dengan satu tarikan."Ini di kantor, tolong jaga sikapnya!" Santi menatap mereka secara bergantian."Dia ini siapa sih, Bim? Berani banget melarang kamu di perusahaan sendiri!" sahut Maura.Bima terkekeh geli mendengarnya. "Dia itu bukan melarangku, tapi sedang mengingatkanmu!" katanya santai."Loh? Kok aku, sih?" Maura tampak tidak suka karena Bima tak membelanya."Maaf, silahkan isi ini terlebih dahulu!" kata Santi saraya menyodorkan buku tamu kepada Maura.Maura melirik ke arah buku tersebut dan mengambilnya secara paksa. Setelah itu dia mengambil pulpen dan dengan gaya sombongnya, Maura menulis namanya di buku tersebut dengan huruf yang besar."Ohh, pantes aja!" Santi berubah tidak sejutek tadi. Dilihatnya tulisan Maura yang begitu besar hingga keluar dari garis. Santi sampai geleng-geleng kepala melihatnya."Sepertinya kamu perlu me
"Iya, tunggu bentar! Kenapa cepet-cepet gitu sih?" keluh Santi karena harus berjalan cepat mengikuti langkah sang suami yang lebar."Jadi kamu maunya gimana? Atau kamu lebih suka berdekatan dengan Septa daripada suamimu ini?" Wajah kekesalan tampak begitu jelas di wajah Bima.Santi memperhatikan tingkah suaminya itu dengan tersenyum geli. "Oh, ternyata ada yang sedang cemburu?" goda Santi.Bima menatap Santi kesal karena malah menggodanya. Tapi muncul pertanyaan dalam benaknya, apakah seperti ini rasanya cemburu? Bima bergidik ngeri ketika menyadari sudah cemburu pada bodyguard yang disewanya. Apakah pantas dia cemburu pada Septa?Santi memeluk lengan Bima dengan manja. Dia menoleh ke arah wajah sang suami dengan bibir mengerucut."Tentu saja aku lebih suka deket-deket sama kamu, Sayang," ujar Santi. Bima ingin sekali tersenyum, tapi rasanya berat. Dia masih kesal pada istrinya."Aku mau nonton boleh?" tanya Santi mengalihkan pembicaraan. Bima hanya mengangguk tanda setuju dan men
"Sayang …." Santi memekik ketika merasakan sesuatu yang hangat sudah menghisap miliknya."Apa kamu tidak menginginkannya?" Tanya Bima sambil menjulurkan lidahnya di bagian tersebut untuk memberikan sensasi yang berbeda. Santi tidak menjawabnya. Sebisa mungkin dia menahan suaranya agar tidak sampai terdengar oleh Septa yang ada di depan.Meskipun terhalang oleh sekat, tetap saja Santi merasa malu jika hal seintim itu terdengar oleh orang lain. Melihat ekspresi wajah istrinya yang berusaha sekuat tenaga menahan dirinya, membuat Bima semakin bersemangat untuk menaklukkan istrinya tersebut."Mari kita lihat seberapa kuat kamu menahan diri untuk tidak mengeluarkan suara desahan yang menggairahkan itu!" tantang Bima yang saat ini mulai senang berfantasi melakukan hal itu di berbagai tempat.Santi mulai tidak tahan ketika tangan Bima memilin salah satu ujungnya sementara lidahnya masih terus bekerja di bagian yang lain.Tak cukup sampai di situ, Bima juga mulai menjelajahi area jalanan yang
“Maura!!” Bima menatap tajam ke arahnya karena mengatai istrinya gila.“Belain aja dia terus!” Maura kesal dan menyilangkan kedua tangannya di depan dada.“Apa aku salah bicara? Maafin aku kalau gitu, aku benar-benar nggak bermaksud buat bikin kamu marah,” ucap Santi tulus. Dia mengulurkan tangannya pada Maura untuk meminta maaf.Tentu saja Maura tidak menerima uluran tangan tersebut karena merasa tidak selevel dengan orang yang diketahuinya hanya sekretaris Bima. Dia hanya melirik sinis dan mulutnya komat kamit tidak jelas.Santi menarik kembali tangannya dan melihat telapak tangannya sekilas. Kemudian dilihatnya mulut Maura yang masih komat kamit itu.“Ahhh, ini air putihnya!” Santi menyodorkan segelas air putih sambil tersenyum. “Biasanya kalau udah baca mantra kayak gitu, butuh air putih untuk disemburkan,” imbuh Santi yang dulu sempat pergi ke orang pintar.“Hahahaha ….” Adam yang sedari tadi diam untuk menjaga imagenya sampai tak kuasa menahan tawanya mendengar ucapan Santi.Ber
"Kamu kenapa senyum-senyum sendiri gitu?" Santi terheran karena suaminya seperti sedang merencanakan sesuatu."Nggak apa-apa, kok! Aku hanya seneng aja menemukan sesuatu yang baru," jawab Bima santai."Apa?""Nanti kamu lihat aja kalau sudah waktunya!" jawab Bima dengan seringaiannya."Apa sih? Nggak usah bikin penasaran gitu, deh!" Santi mengerucutkan bibirnya.Bima meraih bahu istrinya dan membiarkannya bersandar di bahu.Setelah membicarakan lebih dulu mau pulang kemana, akhirnya pilihan tetap kembali ke apartemen dan esok harinya baru ke rumah Bima.Mereka sengaja begitu agar Maura tidak mengganggu. Meskipun Maura terlihat sudah malas berhubungan dengan Santi, tetap saja wanita itu pasti tidak akan menyerah mengganggu mereka.***"Kenapa kamu malah mabuk-mabukan seperti ini, Ra?" Aldo menyingkirkan gelas kecil yang ada di depan Maura."Mana Krisna?! Bukannya dia sering ke sini?" tanya Maura dengan matanya yang sudah merah."Sadarlah, Ra!! Lebih baik kamu segera pulang, aku anterin
Keduanya saling bertatapan sebelum akhirnya sebuah pelukan hangat membuat Maura tak mampu menahan rasa ingin tahunya. "Kenapa kamu melakukan ini padaku?""Apa maksudmu, Ra?" tanya Aldo melepas pelukannya."Kenapa kamu menciumku?" tanya Maura lagi. Aldo kembali memeluk Maura dan menempelkan telinga wanita itu di dadanya. "Apa kamu bisa mendengarnya?" Maura mengangguk cepat. Tapi setelah itu dia memasang wajah cemberutnya dan menjauhkan diri dari Aldo."Aku juga punya detak jantung yang sama seperti itu. Memangnya kenapa?" Maura ingin mendengar secara langsung perasaan Aldo, bukan hanya sekedar detak jantung yang semua orang juga memilikinya. Aldo mendekati Maura dan memeluknya dari belakang."Ra, aku pikir selama ini di pikiranmu hanya ada Bima. Setiap saat hanya Bima yang kamu bahas," kata Aldo."Emang cuma Bima yang ada di pikiranku. Tapi hatiku nggak! Kamu nggak tahu gimana aku selama ini menahan diri untuk tidak memakimu habis-habisan gara-gara sikapmu itu. Kamu selalu meminta Bima