Raisa menyandarkan kepalanya di bahu Felix, mereka duduk di bangku taman bercat putih pun Revalina duduk di bangku lain seorang diri. Raisa mengeluarkan ponselnya, menunjukkan beberapa foto mobil mewah model terbaru. Ia minta dibelikan mobil tersebut oleh Felix, tetapi Felix tidak setuju karena mobil itu sangat mahal. Raisa merajuk karena mana mungkin untuk calon istri Felix tidak memberikan apa yang diinginkannya. "Bukannya aku gak mau ngasih, tapi mobil ini mahal, kita bisa membangun rumah daripada beli mobil semahal ini." "Kamu itu punya banyak uang, kamu bisa beli mobil ini dan bisa bikin rumah juga. Lagian, nanti juga mobilnya bakalan dipake sama kamu juga." Felix menjelaskan kalau dirinya belum bisa membelikan mobil tersebut karena ia tidak bisa mengeluarkan sebanyak itu apalagi saat ini hak waris belum tentu menjadi miliknya, Felix takut jika hal waris itu tidak akan menjadi miliknya. Jadi, ia memilih menyimpan uang untuk masa depan. Raisa tidak mau mengerti karena ia yaki
Raisa minta pada Felix untuk membangun rumah atas namanya bukan atas nama Felix. Felix masih bingung akan hal itu karena semakin hari rasa yakinnya pada Raisa seperti perlahan-lahan memudar. Entah apa yang terjadi, tetapi Felix merasakan hal itu. "Aku pikir-pikir dulu, ya." "Kenapa harus dipikir-pikir dulu, sih? Aku, kan calon istri kamu ya gak apa-apa kalau rumah itu atas namaku." Felix tahu itu, tetapi ia belum memutuskannya untuk saat ini. Usai bertemu dengannya Felix pulang bersama Revalina. Tidak ada sepatah katapun yang terucap dari mulut pria tersebut, Revalina merasa kalau Felix sedang banyak pikiran. Namun, Revalina enggan untuk bertanya karena terlalu takut mengganggunya. Setibanya di rumah, Revalina minta Vino untuk menemani Felix mungkin pria itu ingin mencurahkan isi hatinya. Revalina pikir jika semua yang dirasakan terlalu lama dipendam sendiri itu akan berbahaya juga. Sesuai ucapan Revalina, Vino naik ke lantai atas di mana Felix sedang duduk melamun di bale-bale la
Felix mendekati Revalina yang sedang duduk di sofa tempatnya tidur. Pria itu berdiri tepat di hadapan gadis tersebut, Revalina menengadah melihat wajah pria, lalu menunduk. "Lihat wajah saja," titah Felix. Revalina kembali menengadah, Felix bertanya apakah benar Revalina yang mengirim Vino untuk menanyakan keadaannya? Revalina mengangguk pelan dengan raut wajahnya yang mulai ketakutan. "Kalau kamu tahu tentang keadaan saya, kenapa gak kamu sendiri aja yang nanya ke saya?" "Saya gak mau menganggu Bapak, kemungkinan Bapak juga gak akan cerita sama saya jadi lebih baik saya kasih tahu Vino karena dia lebih dekat dengan Bapak daripada saya." "Terus saya harus bilang makasih karena kamu mengirimkan Vino menjadi teman curhat saya?" Revalina menggelengkan kepalanya, ia semakin merasa selalu saja salah di mata Felix. Semua hal yang dilakukan Revalina untuknya seperti hanya sia-sia saja karena Felix jarang menghargai Revalina. Felix minta Revalina lain kali tidak perlu mengirimkan siapap
Di dalam rumah, Raisa sangat resah. Ia benar-benar bingung karena hari ulang tahunnya akan segera tiba. Ia ingin mengadakan pesta ulang tahun yang meriah, mana mungkin ulang tahunnya tidak ada pesta. Namun, bagi Raisa percuma saja jika pesta diadakan semeriah mungkin karena Felix tidak akan datang ke acara tersebut. Sebab, pria itu tidak mau ada banyak orang yang melihatnya bersama dengan Raisa, nanti bisa dianggap selingkuh dengannya jika sampai orang yang dikenal melihatnya. Akan tetapi, jika tidak ada pesta yang meriah apa kata teman-temannya nanti? Apa mungkin Raisa tidak punya uang untuk menggelar pesta ulang tahunnya? Mungkin gadis itu sudah jatuh miskin sehingga tidak mampu mengadakan pesta seperti tahun-tahun sebelumnya? Tentu saja Raisa tidak ingin mendapatkan pertanyaan seperti itu. Raisa sempat menceritakan kebingungannya pada sang Ibu, tetapi sang Ibu menyarankan agar pesta tatap ada walaupun tanpa kehadiran Felix, katakan pada semua tamu kalau kekasih Raisa sedang ada
Sehari sebelum ulang tahun Raisa, Felix datang ke rumahnya memberikan kado istimewa padanya. Kotak kecil berwarna biru muda yang diikat pita diterima oleh Raisa. Wanita itu menimang-nimang kado yang cukup kecil nan ringan. Raisa membuka kado tersebut yang ternyata isinya adalah kunci mobil. Raisa bertanya apakah ini serius? Tentu Felix mengangguk. Raisa memeluk Felix dengan erat saling senangnya, Felix hendak membalas pelukan gadis itu, tetapi pelukannya malah dilepaskan oleh Raisa. Raisa menarik lengan Felix untuk melihat mobilnya. Felix tidak berbicara, hanya ikut saja dengannya keluar rumah karena memang kendaraannya dibawa ke sana. Raisa langsung berlari-lari mengusap-usap dan memeluk kendaraan yang sangat diinginkannya. Tidak lupa ia juga mencoba kendaraan tersebut tanpa mempedulikan siapa yang memberikannya. Di mobil lain, Revalina hanya memperhatikan saja dari dalam. Sebagai sesama wanita, itu merasa kalau Raisa tidak mencintai Felix, tetapi hanya mencintai hartanya saja. Te
Menjelang pagi tiba, Revalina sudah ada di dapur. Felix yang baru saja bangun pun melihat ke arah kasur di mana Revalina sudah tidak ada di sana. Felix mencarinya ke kamar mandi, tetapi tidak ada juga. Ia yakin gadis itu ada di lantai bawah karena setiap pagi Revalina selalu tidak ada. Setelah bersiap-siap, Felix turun dari tangga, benar saja yang dipikirkannya Revalina sudah ada di dapur sedang menyiapkan sarapan. Felix menegur Revalina, seharusnya tetap berada di kamar karena sedang sakit. Revalina merasa Felix itu aneh, entah sejak kapan Felix melarangnya ke dapur hanya karena sakit. "Saya baik-baik aja, kok." Anggota keluarga lain pun datang untuk sarapan, sehingga Felix tidak lagi berbicara dengan Revalina. Setelah sarapan selesai, mereka pun pergi ke kantor. Sebenarnya, Felix minta Revalina untuk tidak ikut ke kantor, tetapi gadis itu tetap mau ikut karena dirinya baik-baik saja. Revalina merasa kalau dirinya tidak ikut ke kantor akan menimbulkan pertanyaan aneh dari Vina. L
Di sebuah rumah, seorang wanita paruh baya sedang memasak. Ia membuat beberapa jenis makanan, Sandi penasaran untuk apa ibunya masak sebanyak itu? Sang Ibu menjawab kalau ia memasak untuk Vino. Santi marah, untuk apa ibunya repot-repot masak buat Vino? Sedangkan Vino adalah orang yang sudah membuat Santi celaka. Ibunya mengelak, kecelakaan itu bukan karena disengaja melainkan karena tidak sengaja. "Tapi tetap saja Vino itu bukan orang yang pantas Mama sanjung-sanjung," kekah Santi. Ibunya masih bersih keras kalau Vino itu tidak salah sama sekali. Santi bilang kalau ibunya terus membela Vino lebih baik tinggal saja di rumah mewah itu dengannya. Santi yakin ibunya Felix akan langsung mengusirnya. "Ibu melakukan ini, mendekati Nak Vino itu supaya dia mau sama kamu. Dia itu ramah, ganteng, dan juga baik. Mama pengen jadiin dia sebagai menantu." Santi menggelengkan kepalanya, ibunya sudah terlalu berlebih-lebihan akhir-akhir ini seperti orang yang sangat terobsesi dengan Vino. Wanita
Vina sedang berjalan di lantai atas, ia tidak sengaja mendengar suara ponsel Felix yang berdering di atas nakas. Pintu kamarnya lupa tidak dikunci membuat Vina masuk ke sana memeriksa ponsel tersebut yang di layarnya tertulis my love. Vina memandangi ponsel itu, seingatnya Revalina ada di kamarnya Felicia. Mengapa Revalina harus meneleponnya dengan jarak yang sangat dekat? Felix juga mendengar suara ponsel tersebut sehingga ia keluar dari kamar mandi. "Ma," ucap Felix membuat Vina terkejut. "Mama kok ada di kamarku?" tanya Felix lagi. Vina memberikan ponsel Felix yang sudah tidak berbunyi lagi, ia bilang kalau Revalina menghunginya tadi mungkin ada sesuatu yang penting. Felix menerima benda tersebut, ia pikir benar Revalina yang menghubunginya, ternyata Raisa. Felix sangat terkejut, ia bertanya apakah ibunya sudah menjawab teleponnya? Vina menggelengkan kepalanya, sebaiknya Felix menemui Revalina saja. Felix pun cepat-cepat pergi ke kamar putrinya. Revalina melihat ke arah pintu