Felix baru saja tiba di kantornya, ia tidak sengaja melihat Revalina yang tengah makan. Pria itu memperhatikan dengan menautkan alisnya, ia berpikir apakah itu Revalina? Langkahnya menjadi semakin dekat pada gadis tersebut. "Ngapain kamu di sini?" tanya Felix menghentikan aktivitas makannya Revalina. Wanita muda menelan makanannya, lalu berkata kalau kedatangannya untuk mengantarkan cicin. Felix protes karena tidak seharusnya Revalina sampai datang ke tempat kerja hanya untuk mengantarkan cicin. "Ini bukan kemauan saya, tapi Nyonya yang menyuruh saya untuk ke sini." Felix menghela nafasnya, ia merasa kalau ibunya masih kian mencurigainya. Felix mengambil benda itu dari lengan istrinya. Revalina kembali duduk yang diikuti oleh Felix, disuruhnya Revalina untuk melanjutkan makannya. Sembari menunggunya makan, Felix memikirkan tentang ibunya. Ia sangat yakin kalau Vina memang tidak 100% percaya padanya, masih ada rasa curiga di benak wanita itu. "Dari mana Ibu saya tahu kalau cicin i
Pintu mobil dibuka oleh sang pemilik, Felix keluar dari sana dengan langkahnya yang tergesa-gesa, ditambah lagi ada beberapa orang sedang menolong Santi yang tidak sengaja tersenggol mobilnya. Felix melihat Santi dengan tatapan heran karena ia ingat betul pernah bertemu sebelumnya. Santi berusaha bangkit dengan dibantu dua orang wanita tidak dikenal. Orang-orang meminta pertanggung jawaban pada Felix karena sudah membuat Santi celaka. Namun, Santi yang memang sedang mencari-cari Felix pun mengatakan untuk tidak meminta ganti rugi ataupun membawa Felix ke ranah hukum karena mereka saling kenal. Seorang wanita bertanya pada Felix apakah itu benar? Felix, diam sambil melihat ke arah Santi yang mengangguk. "Iya, kamu saling kenal. Kalian tidak perlu khawatir, saya sendiri yang akan mengobatinya." Mereka pun pergi usai Santi mengucap terima kasih, Santi sedikit meringis karena memiliki beberapa goresan di tangan dan kakinya. Felix minta maaf sambil mengajak Santi untuk ke rumah sakit,
Felix mengecek keadaan Revalina, tetapi gadis itu belum juga sadarkan diri. Kondisinya masih cukup kritis, bahkan setelah Vina tiba di tempat itu karena diberitahu Felix. "Sebaiknya orang tua Revalina tahu tentang keadaannya," saran Santi. Tidak ada seorang pun yang menjawabnya, tetapi diam-diam Felix menghubungi seseorang untuk memberitahukan kabar tersebut pada keluarga istrinya. Vina yang kerap kali kasar pada orang lain membuatnya meminta Santi untuk pergi karena memang wanita itu bukan bagian dari keluarganya. Ketika Felix kembali ke ruangan tersebut, ia tidak melihat Santi lagi di sana membuatnya bertanya pada sang Ibu. Setelah tahu Vina mengurusinya begitu saja dengan kasar, Felix mengatai ibunya kasar pada orang yang telah menyelematkan Revalina. "Apa? Dia menyelematkan Revalina? Mama gak yakin, pasti dia itu orang yang pengen dapat uang dengan cara bergabung sama penculik.""Dia itu teman Revalina, gak mungkin kayak gitu." "Kamu percaya sama wanita itu? Kamu udah dewasa
Ketika Revalina sudah sadarkan diri, ia menanyakan orang tuanya yang tidak terlihat di tempat itu. Vina yang sedang menunggunya mengatakan kalau kedua orang tua Revalina tidak datang, mereka sudah melupakannya. Revalina merasa tidak percaya ucapan mertuanya, tentu saja tidak mungkin orang tuanya lupa pada anaknya sendiri. Vina tidak mau memberitahukan kedatangan orang tua gadis itu karena bisa saja mereka akan semakin dekat atau bahkan mungkin akan menginap di rumah Vina untuk membantu merawat putrinya. Vina tidak akan membiarkan itu terjadi. "Tapi mereka tahu kalau saya di rumah sakit?" tanya Revalina yang keadaannya masih belum sepenuhnya pulih. "Ya tentu saja mereka tahu, tapi mereka tidak datang sama sekali. Sekedar nanyain kamu aja nggak," jawab Vina. "Gak mungkin, pasti Nyonya tidak melihat mereka datang, pasti ketika nyonya pulang mereka ke sini." "Setiap waktu saya di sini, kamu pikir saya gak nungguin kamu gitu?"Revalina tidak berbicara lagi pada mertuanya karena meliha
Ketika sudah sembuh, Revalina meminta tolong pada Felix untuk mengantarkannya ke rumah orang tuanya. Revalina yakin kalau mereka pasti sangat mengkhawatirkannya. Setelah tahu keadaan Revalina yang buruk, mereka tidak pernah mendapatkan kabar baik sampai detik ini. Ingin ke rumah sakit lagi, rasanya pun tidak akan mungkin karena pasti Vina akan marah.Kebetulan permintaan Revalina dikabulkan oleh Felix karena tidak mau Revalina pergi sendiri dan mengalami kejadian seperti sebelumnya. Sebenarnya, Felix sudah memiliki janji bertemu dengan kekasihnya, tetapi ia pergi tanpa mengabari Raisa terlebih dahulu. Setibanya, di tempat yang dimaksud, Revalina disambut dengan senang hati oleh kedua orang tua dan adik perempuannya. Seperti biasa, Felix tidak masuk ke rumah mertuanya, ia hanya menunggu saja di dalam mobil membuat dua adik Revalina heran. Mereka yang masih belum tahu apa-apa tentang hubungan Revalina dan Felix pun bertanya pada Revalina mengapa Felix tidak masuk rumah? Revalina berus
Felix cepat-cepat keluar dari mobil ketika tiba di tempat yang dikatakan oleh Raisa. Ia meminta Revalina untuk menunggu di mobil, tetapi jika Raisa ke sana Revalina harus segera sembunyi sebisa mungkin. Raisa yang telah menunggunya begitu lama pun cemberut karena kesal pada Felix. Felix mencoba membujuknya beberapa kali untuk mengembalikan senyuman dari gadis pujaannya itu. Setelah mengobrol dan menikmati beberapa hidangan di tempat itu, Raisa meminta pada kekasihnya untuk dibelikan pakaian model terbaru yang sangat ingin ia miliki. Tentu saja apapun yang diinginkan olehnya tidak akan mungkin ditolak okeh Felix. Raisa bukan semata-mata marah pada Felix karena telat ataupun cemburu jika bersama dengan Revalina, tetapi karena ia tidak mau kalau Felix berpaling darinya yang hanya akan membuatnya tidak bisa memiliki apapun. 'Mbak Raisa, kayaknya menuju ke sini.' Revalina membatin ketika melihat Raisa yang berjalan dengan bergelayut manja di lengan kekasihnya. Felix membukakan pintu mo
Tidak ada kecurigaan di benak Vina kala melihat anak dan menantunya pulang, ia selalu senang jika mereka bersama-sama seperti itu. Padahal, di sisi lain Felix telah membelikan banyak barang-barang yang mahal untuk Raisa tanpa sepengetahuan sang Ibu. Keesokan harinya, ketika Felix hendak pergi ke kantor ia berdiri di tangga merogoh sakunya untuk mengambil ponsel, tetapi ternyata di dalamnya terdapat cicin pertunangannya dengan Raisa. Cincin tersebut menggelinding ke bawah jauh dari pandangan Felix, ia mencoba mencari-cari sampai ke dasar tangga, tetapi tidak ditemukan juga. "Felix, apa yang sedang kamu cari?" tanya Vina tiba-tiba muncul di belakangnya. Pria itu tersentak kaget dan langsung berbalik, "Mmm, ini. Anu, Ma." Vina menaikkan kedua alisnya menunggu jawaban putranya. Felix menelan saliva gugupnya mencoba mengatakan kalau yang dicari adalah flashdisk. Vina mau membantu mencari, tetapi Felix menolak katanya tidak ingin merepotkan ibunya itu. "Apa itu mau dipakai sekarang?" t
Revalina masih memperhatikan ponsel yang sejak tadi tidak berbunyi, ia menunggu seseorang mengabarinya walaupun hanya lewat pesan singkat, tetapi tidak ada sama sekali. Ia sangat khawatir tentang keadaan Felix yang ditunggu-tunggunya, ada perasaan cemas yang menyelimuti hati gadis itu. Kecemasannya membuat Revalina meriah benda persegi panjang itu, meyakinkan hatinya menghubungi Felix. Namun, ternyata pria itu tidak dapat dihubungi sama sekali. Revalina tersentak kaget meletakkan ponselnya kembali di atas sofa karena mendengar kilatan petir. Hujan pun segera turun membasahi setiap dedaunan di sana. Revalina kembali membuka jendela menatap keluar dari lantai atas itu. Ia sama sekali tidak mendapati mobil Felix terparkir di sana. Revalina meraih jaketnya yang tergeletak di atas sofa, ia berlari menuruni anak tangga dengan cepat. Vina yang netranya masih sayup-sayup itu tidak sengaja melihat Revalina yang berlari kencang. Vina yang mau meneguk air pun menghentikan aktivitasnya, lalu m